• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ikan Depik Dan Ekosistem Danau Laut Tawar (Etnografi Tentang Pengetahuan Lokal Orang Gayo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Ikan Depik Dan Ekosistem Danau Laut Tawar (Etnografi Tentang Pengetahuan Lokal Orang Gayo)"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

IKAN DEPIK DAN EKOSISTEM DANAU LAUT TAWAR

(Etnografi tentang Pengetahuan Lokal Orang Gayo)

Oleh:

Anggun Nova Sastika

090905022

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankanoleh: Nama : Anggun Nova Sastika

Nim :090905022

Departemen : Antropologi Sosial

Judul :Ikan Depik dan Ekosistem Danau Laut Tawar (Etnografi tentang Pengetahuan Lokal Orang Gayo)

Pembimbing Skripsi, Ketua Departemen,

Dr. Fikarwin Zuska Dr. Fikarwin Zuska

NIP.19621220 198903 1 005 NIP.19621220 198903 1 005

Dekan,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si NIP. 19680525 199203 1 002 

(3)

 

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

IKAN DEPIK DAN EKOSISTEM DANAU LAUT TAWAR (Etnografi tentang Pengetahuan Lokal Orang Gayo)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau pernah diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, 21 Maret 2014

(4)

ABSTRAK

Anggun Nova Sastika, 2014. Judul skripsi: Ikan Depik dan Ekosistem Danau Laut Tawar (Etnografi tentang Pengetahuan Lokal Orang Gayo). Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 118 halaman, 6 tabel dan 13 Gambar, daftar pustaka, lampiran dan surat keterangan penelitian.

Tulisan ini mengkaji tentang pengetahuan Orang Gayo mengenai ikan Depik dan terkait dengan ekosistem Danau Laut Tawar. Kajian ini dibuat untuk dapat mengetahui pengetahuan yang dimiliki Orang Gayo tentang ikan Depik dan sejarahnya, serta pengetahuan Orang Gayo tentang cara penangkapan ikan Depik. Melalui kajian ini maka dapat diketahui bahwa Orang Gayo memiliki pengetahuan tentang perilaku ikan Depik, musim ikan Depik, dan jalur migrasi ikan Depik. Melalui kajian ini dapat diketahui bahwa nelayan ikan Depik menggunakan teknik penangkapan ikan Depik yaitu dedesen,

penyangkulen, dan doran (jaring). Selanjutnya tulisan ini juga menjelaskan kerusakan

Danau Laut Tawar yang merupakan tempat atau rumah ikan Depik yang merupakan ikan Endemik dari Danau Laut Tawar.

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode ini digunakan untuk menggambarkan secara mendalam tentang pengetahuan Orang Gayo tentang ikan Depik dan ekosistem Danau Laut Tawar . Teknik penelitian yang digunakan adalah teknik wawancara dan observasi non-partisipasi dengan individu-individu yang terlibat langsung, seperti nelayan ikan Depik.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana pengetahuan Orang Gayo tentang ikan Depik dan ekosistem Danau Laut Tawar dan bagaimana pengetahuan Orang Gayo tentang cara penangkapan ikan Depik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Orang Gayo memiliki istilah atau sebutan untuk ikan Depik, jalur migrasi ikan Depik, dan musim ikan Depik. selain itu Orang Gayo memiliki teknologi tradisional yaitu dedesen dan penyangkulen sebagai cara untuk mempermudah penangkapan ikan Depik.

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian adalah bahwa melalui penelitian tentang pengetahuan Orang Gayo mengenai ikan Depik dan ekosistem Danau Laut Tawar bahwa ikan Depik memiliki prilaku seperti suka bergerombol, dan suka pada air yang mengalir serta air yang jernih dan dingin. Dari penelitian ini juga dapat diketahui bahwa ada penanggalan khusus yang digunankan untuk memanen ikan Depik khususnya pada teknik tangkap dedesen. Dapat diketahu pula salah satu teknologi tradisional yang dimiliki Orang Gayo yaitu penyangkulen sudah ditinggalkan yang disebabkan oleh doran (jaring). Selain itu dapat diketahui pula kerusakan lingkungan yang terjadi di Danau Laut Tawar seperti terjadinya pendangkalan, dan keringnya sungai Peusangan.

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama saya ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Allah

SWT yang telah memberikan kesehatan, kemudahan, kelancaran dan kemurahan rezeki

sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan di Departemen Antropologi Sosial

FISIP USU dan menyelesaikan skripsi mengenai IKAN DEPIK DAN EKOSISTEM DANAU LAUT TAWAR (Etnografi tentang Pengetahuan Lokal Orang Gayo). Dalam hal ini saya juga menyadari bahwa tidak akan dapat menyelesaikan skripsi ini

tanpa adanya saran, bimbingan dan dukungan dari semua pihak.

Oleh karena itu, saya memberikan penghargaan sebesar-besarnya kepada orang

tua saya Bapak Zul Jamal, dan Ibu Ruhama yang sangat saya cintai dan sayangi. Terima

kasih atas kasih sayang, ketulusan, dukungan moral dan materi yang diberikan selama

saya menyelesaikan pendidikan. Semoga Allah SWT memberikan kesehatan dan

kemurahan rezeki kepada Bapak dan Ibu. Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih

kepada kakak-kakak saya Dina Sastika dan Diana Sastika, serta kepada adik saya Asri

Fera Sastika yang selalu menyemangati saya untuk mengerjakan skripsi ini.

Saya juga mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada Bapak Dr.

Fikarwin Zuska selaku Dosen Pembimbing skripsi dan ketua Departemen Antropologi

Sosial FISIP USU. Terima kasih atas bimbingan dan arahannya kepada saya dalam

menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga telah meluangkan waktu dan tenaganya

untuk memberikan kritik dan saran-sarannya guna kesempurnaan skripsi ini.

Selanjutnya, ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada: Bapak Prof. Dr.

(6)

Departemen Antroplogi Soial FISIP USU; Bapak Drs. Lister Berutu MA selaku ketua

Laboratorium Antropologi Sosial FISIP USU dan Drs. Ermansyah M.Hum selaku Dosen

Penasihat Akademik selama menjalani perkuliahan di Antropologi Sosial FISIP USU;

Para Dosen Departemen Antopologi Sosial, Staf Administrasi Departemen Antropologi,

Staf Pegawai FISIP, Pegawai Perpustakaan FISIP dan Pegawai Perpustakaan USU.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada wawak saya yaitu Bapak Marhadi

Azis dan Ibu Marhami S.pd yang telah memberikan tempat tinggal dan fasilitas lainnya

selama saya melakukan penelitian, tak lupa pula saya memberikan ucapan terima kasih

kepada kakak sepupu saya Meyni Risky Bintari yang telah menemani dan mengantar saya

selama melakukan penelitian. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

informan yaitu Aman Nani, Inen Nani, Aman Fijas, Inen Fijas, Bang Ruhdan (Aman

Tina), dan Ibu Marhami, yang telah memberikan informasi kepada saya sehingga skripsi

ini dapat tercipta dengan baik.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Nenek, Uwo serta Paman dan

Bibi yang telah mendoakan dan memberi dukungan kepada saya selama menyelesaikan

pendidikan. Semoga Nenek dan Uwo diberikan kesehatan oleh Allah SWT.

Kepada kerabat Antropologi 2009, Yustina Pane, Ayu Nurul Husnaini, Sri

Fusanti, Tetty Yunita Gultom, Yayuk Yusdiawati, Elisa Novarita Kahar, Razakiko

Harkani Lubis, Tetty Lita Saragih, Theresa Meilani, Nelvi gusliana, Rona Maria Girsang,

Naya Adluna, Halimahtussakdiah, Yohana Berliana Marpaung, Sri Widari Zulfa,

Creysant Lasti, Indah Fikria Aristi, Sentani Purba, Sri Dhani, Rianda Indrawan Nst dan

(7)

Saya juga menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan,

untuk itu masukan-masukan dari berbagai pihak sangat saya harapkan demi

kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti

lainnya serta pihak-pihak yang memerlukan.

Medan, 21 Maret 2014

Penulis

(8)

RIWAYAT HIDUP

Anggun Nova Sastika, lahir pada tanggal 24

November 1991 di Takengon. Anak ketiga dari 4

(empat) bersaudara dari pasangan Bapak Zul Jamal

dan ibu Ruhama, beragama Islam. Menyelesaikan

pendidikan dasar di SDN 060866 Medan Timur pada

tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 11 Medan, pada tahun 2006 dan

Sekolah Menengah Atas di SMA Swasta Dharmawangsa Medan pada tahun 2009.

Kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi dengan jalur UMB di

Universitas Sumatera Utara Pada tahun 2009. Program Studi yang diambil adalah Ilmu

Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Alamat email:

anggunnovasastika91@gmail.com atau sastinova@yahoo.co.id

Berbagai kegiatan yang dilakukan selama masa studi antara lain:

 Mengikuti Diklat (pendidikan kilat) yang disediakan oleh Dinas Perindustrian,

pemberian bekal pendidikan di bidang kuliner tahun 2013.

 Anggota Pasukan Pengibar Bendera (PASKIBRA) SMA Swasta Dharmawangsa

periode 2007-2008.

 Anggota Pasukan Pengibar Bendera (PASKIBRA) SDN 060866 periode

2002-2003.

 Anggota paduan suara dalam acara perayaan “Hari Anak se-SUMUT” tahun

(9)

 Mengikuti Pelatihan “Training of Facilitator” angkatan I oleh Departemen

Antropologi Sosial USU pada tahun 2012.

 Sebagai tim survei/enomurator kepuasan pelanggan PDAM TIRTANADI tahun

2014

 Anggota INSAN Antropologi sosial Universitas Sumatera Utara periode

(10)

KATA PENGANTAR

Skripsi merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Departemen

Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam rangka memenuhi persyararatan tersebut penulis telah menyusun sebuah skripsi

dengan judul IKAN DEPIK DAN EKOSISTEM DANAU LAUT TAWAR (Etnografi tentangPengetahuan Lokal Orang Gayo).

Ketertarikan untuk menulis permasalahan tentang pengetahuan orang Gayo

mengenai ikan Depik dan ekosistem Danau Laut Tawar karena penulis mengetahui

bagaimana pengetahuan yang dimiliki Orang Gayo tentang ikan Depik yang merupakan

ikan khas dan ikan endemik Danau Laut Tawar. Namun ikan endemik ini terancam

keberadaannya yang disebabkan oleh kerusakan ekologi Danau Laut Tawar yang

merupakan habitat aslinya. Terlebih lagi penulis ingin menggali pengetahuan Orang Gayo

tentang ikan khas yaitu Depik yang merupakan ikan kebanggaan dan Danau Laut Tawar

adalah icon dari kota Takengon yang dominan didiami oleh Orang Gayo.

Dalam skripi ini saya menulis apa yang Orang Gayo ketahui tentang ikan Depik

seperti ciri-ciri fisiknya, perilaku ikan Depik, musim ikan Depik, jalur migrasi ikan

Depik, dan ikan yang hidup di Danau laut Tawar serta kerusakan lingkungan yang terjadi

di Danau Laut Tawar. Skripsi ini juga menulis tentang sejarah dan legenda yang hidup

pada Orang Gayo khususnya Orang Gayo yang menempati Kabupaten Aceh Tengah serta

menjelaskan pemanfaatan sumber daya dari Danau Laut Tawar.

Dengan demikian skripsi ini diharapkan dapat memberi informasi dan wawasan

tentang pengetahuan lokal Orang Gayo mengenai ikan Depik dan ekosistem Danau Laut

(11)

akademis yang akan melakukan penelitian yang sehubungan dengan tulisan ini. Mohon

maaf apabila terjadi kesalahan dalam hal penulisan dan lainnya, semoga dapat

dimaklumi.

Medan, 21 Maret 2014

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

1.3Perumusan Masalah……… 11

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian……….. 12

1.5Lokasi Penelitian……….... 12

1.6Metode Penelitian……….. 13

1.6.1 Lapangan………. .... .. 16

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 23

2.1 Letak Geografis dan Sejarah Kabupaten Aceh Tengah……… 23

2.2 Iklim……….. 25

2.3 Topografi………... 26

2.4 DAS (Das Aliran Air Sungai)………... 27

2.5 Danau Laut Tawar……… 28

2.6 Letak dan Akses Menuju Kecamatan Kebayakan……….... 31

2.6.1 Keadaan Penduduk Kecamatan Kebayakan……….. 33

2.6.1.1 Kependudukan...……… 33

2.6.1.2 Mata Pencaharian……… 35

2.6.2 Etnis, Agama dan Bahasa……….. 35

2.6.2.1 Gayo ………. 35

2.6.2.2 Agama ……….. 40

2.6.2.3 Bahasa ……….. 41

2.6.3 Sarana dan Prasarana ………... 42

2.6.4 Pemerintahan Adat ……… 44

BAB III IKAN DEPIK DAN SEJARAHNYA……… 45

3.1 Ikan Depik………... 45

(13)

3.1.4 Musim Ikan Depik………. 50

3.1.5 Jalur Migrasi Ikan Depik……… 54

3.2 Sejarah Ikan Depik dan Legenda di Danau Laut Tawar……….. 59

BAB IV PENGETAHUAN LOKAL DALAM CARA PENANGKAPAN IKAN DEPIK ... 71

4.1Penyangkulen ... 73

4.1.1 Keunggulan Hasil Penangkapan dari Teknik Penyangkulen……….. 76

4.2 Dedesen……… 77

4.2.1 Cara Kerja dan Tanggal Khusus Panen Depik………... 81

4.2.2 Dedesen sebagai Penyebab Berkurangnya Ikan Depik……….. 83

4.3 Penyangkulen dan Dedesen merupakan Teknologi Tradisional………….. 86

4.3.1 Penyangkulen dan Dedesen Tertelan Jaman………. 88

4.4 Doran atau Jaring………. 88

4.3.1 Modal Besar untuk Doran………. 91

BABV KELOMPOK NELAYAN DAN KEADAAN DANAU LAUT TAWAR 5.1 Kelompok Nelayan……….. 93

5.2 Danau Laut Tawar Milik Bersama (Common Property)………. 97

5.3 Kerusakan Danau Laut Tawar……… 101

BABV1 KESIMPULAN DAN SARAN……… 109

6.1 Kesimpulan……….. 109

6.2 Saran……… 111

DAFTAR PUSTAKA………. 113

LAMPIRAN

SURAT PENELITIAN

(14)

DAFTAR TABEL

Judul Halaman

Tabel 2.1 Pembagian Wilayah Administrasi Kecamatan

Kabupaten Aceh Tengah ... 23 Tabel 2.2 Data Curah Hujan Kabupaten Aceh Tengah ... 25

Tabel 2.3 Kemiringan Lahan, Bentuk dan Luas Wilayah

Kabupaten Aceh Tengah ... 26 Tabel 2.4 Ketinggian Tempat dan Luas Wilayah

Kabupaten Aceh Tengah ... 27 Tabel 2.5 Data Luas Wilayah Kecamatan Kebayakan………. .... 32

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1: Ikan Depik ... 45

Gambar 3.2: Ikan Depik, Eyas dan Relo ... 48

Gambar 3.3: Ikan Depik ... 49

Gambar 4.1: Ilustrasi Penyangkulen ... 76

Gambar 4.2: Aliran mata air yang berasal dari celah-celah tebing………... ... 77

Gambar 4.3: Dedesen ... 78

Gambar 4.4: Bubu atau Segapa yang Ada Didalam Dedesen ... 78

Gambar4.5: Dedesen yang Ditutupi Daun Serule ... 79

Gambar 5.1: Pendangkalan Sungai Peusangan ... 102

Gambar5.2: Kebun Tomat yang Terendam ... 103

Gambar 5.3: Sawah yang Terendam ... 103

Gambar 5.4: kolam yang dibuat untuk PLTA ... 105

Gambar 5.5: Sampah ... 102

(16)

ABSTRAK

Anggun Nova Sastika, 2014. Judul skripsi: Ikan Depik dan Ekosistem Danau Laut Tawar (Etnografi tentang Pengetahuan Lokal Orang Gayo). Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 118 halaman, 6 tabel dan 13 Gambar, daftar pustaka, lampiran dan surat keterangan penelitian.

Tulisan ini mengkaji tentang pengetahuan Orang Gayo mengenai ikan Depik dan terkait dengan ekosistem Danau Laut Tawar. Kajian ini dibuat untuk dapat mengetahui pengetahuan yang dimiliki Orang Gayo tentang ikan Depik dan sejarahnya, serta pengetahuan Orang Gayo tentang cara penangkapan ikan Depik. Melalui kajian ini maka dapat diketahui bahwa Orang Gayo memiliki pengetahuan tentang perilaku ikan Depik, musim ikan Depik, dan jalur migrasi ikan Depik. Melalui kajian ini dapat diketahui bahwa nelayan ikan Depik menggunakan teknik penangkapan ikan Depik yaitu dedesen,

penyangkulen, dan doran (jaring). Selanjutnya tulisan ini juga menjelaskan kerusakan

Danau Laut Tawar yang merupakan tempat atau rumah ikan Depik yang merupakan ikan Endemik dari Danau Laut Tawar.

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode ini digunakan untuk menggambarkan secara mendalam tentang pengetahuan Orang Gayo tentang ikan Depik dan ekosistem Danau Laut Tawar . Teknik penelitian yang digunakan adalah teknik wawancara dan observasi non-partisipasi dengan individu-individu yang terlibat langsung, seperti nelayan ikan Depik.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana pengetahuan Orang Gayo tentang ikan Depik dan ekosistem Danau Laut Tawar dan bagaimana pengetahuan Orang Gayo tentang cara penangkapan ikan Depik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Orang Gayo memiliki istilah atau sebutan untuk ikan Depik, jalur migrasi ikan Depik, dan musim ikan Depik. selain itu Orang Gayo memiliki teknologi tradisional yaitu dedesen dan penyangkulen sebagai cara untuk mempermudah penangkapan ikan Depik.

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian adalah bahwa melalui penelitian tentang pengetahuan Orang Gayo mengenai ikan Depik dan ekosistem Danau Laut Tawar bahwa ikan Depik memiliki prilaku seperti suka bergerombol, dan suka pada air yang mengalir serta air yang jernih dan dingin. Dari penelitian ini juga dapat diketahui bahwa ada penanggalan khusus yang digunankan untuk memanen ikan Depik khususnya pada teknik tangkap dedesen. Dapat diketahu pula salah satu teknologi tradisional yang dimiliki Orang Gayo yaitu penyangkulen sudah ditinggalkan yang disebabkan oleh doran (jaring). Selain itu dapat diketahui pula kerusakan lingkungan yang terjadi di Danau Laut Tawar seperti terjadinya pendangkalan, dan keringnya sungai Peusangan.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penelitian ini mengkaji mengenai pengetahuan yang dimiliki orang Gayo tentang

ekosistem ikan Depik di Danau Laut Tawar di Takengon, Aceh Tengah. Fokus dari

penelitian ini adalah memaparkan bagaimana pengetahuan orang Gayo tentang ekosistem

Danau Laut Tawar, dan apa yang diketahui Orang Gayo mengenai perilaku dan hidup

ikan Depik. Mengingat kehidupan masyarakat yang bergantung dengan danau, dalam hal

ini masyarakat memanfaatkan danau dalam bidang pariwisata dan pertanian. Untuk itu,

peranan masyarakat lokal yang tinggal di daerah sekeliling Danau Laut Tawar sangat

penting untuk menjaga dalam melestarikan ekosistem danau. Dengan melestarikan danau

maka ikan endemik yang hidup di danau juga terjaga.

Penelitian ini sangat penting dilakukan karena isu mengenai kerusakan ekosistem

danau, termasuk Danau Laut Tawar sudah banyak diperbincangkan. Berdasarkan

informasi dari berbagai sumber banyak sekali terjadi kerusakan ekosistem danau, baik di

dalam maupun di luar negri. Contohnya antara lain danau yang mengering terjadi di

Chile, Santiago. Danau tersebut mengering di duga adanya retakan yang memungkinkan

air merembes ke dasar danau dan akhirnya kering. Bayangkan apabila Danau Laut Tawar

mengering, sudah pasti ikan endemik yang hidup di danau tersebut akan hilang.

Lain lagi halnya dengan Danau Nyos di Kamerun, Afrika Barat. Masyarakat yang

yang tinggal disekeliling danau tersebut mendadak tewas saat mereka melakukan

aktivitas sehari-hari. Ada yang ditemukan tewas dalam keadaan sedang memompa air,

memasak, dan lain-lain. Kemudian informasi pada malam sebelum kejadian tersebut

(18)

ini terjadi karena malam sebelum kejadian sebuah tebing ditepian danau jatuh dan masuk

ke air. Diduga reruntuhan dari tebing yang jatuh tersebut mengoncangkan lapisan-lapisan

air hingga ke lapisan yang paling dasar yang dipenuhi dengan CO2 menjadi bocor dan

mengalirkan CO2 tersebut ke permukaan danau. Kemudian kerusakan yang terjadi di

Danau Laut Aral yang terletak di Kazakhstan, Uzbekistan. Pada tahun 2007 danau Aral

mengalami penyusutan dan ukurannya hanya tinggal 10% dari ukuran awalnya, danau

tersebut juga mengandung beberapa zat kimia yang berbahaya yang ditimbulkan dari zat

hasil pengujian senjata, pestisida, dan pupuk.

Apabila Danau Laut Tawar juga mengalami kerusakan seperti kasus diatas, maka

akan berdampak besar terhadap keseimbangan ekologi di sekitar danau tersebut.Dari hasil

konferensi danau Indonesia yang dilaksanakan pada tahun 2009 lalu di Bali, ada 15 danau

kritis di Indonesia. Danau tersebut yaitu Danau Toba di Sumatera Utara; Danau

Maninjau danDanau Singkarak di Sumatera Barat; Danau Kerinci di Jambi; Rawa

Danau di Banten; Danau Rawapening di Jawa Tengah; Danau Batur di Bali; Danau

Tempe dan Danau Matano di Sulawesi Selatan; Danau Poso di Sulawesi Tengah; Danau

Tondano di Sulawesi Utara; Danau Limboto di Gorontalo; Danau Sentarum di

Kalimantan Barat; Danau Cascade Mahakam-Semayang, Danau Melintang, dan Danau

Jempang di Kalimantan Timur; dan Danau Sentani di Papua.

Lima belas danau yang dinyatakan kritis telah diseleksi melalui enam kriteria

penilaian yaitu pertama kerusakan danau yang meliputi sedimentasi;

pencemaran; eutrofikasi; penurunan kualitas dan kuantitas air yang tinggi. Kedua

pemanfaatan danau yang beragam antara lain untuk pembangkit listrik; pertanian;

perikanan (budidaya keramba); air baku; nilai religi dan budaya; pariwisata; serta kondisi

(19)

pengelolaan danau. Keempat fungsi strategis danau. Kelima kandungan biodiversitas di

sekitar lingkungan danau misal adanya spesies ikan endemik, burung, dan vegetasi.

Keenam nilai penting karbon terkait pengaruh perubahan iklim global.

Walaupun dari hasil konferensi tersebut tidak menyebutkan Danau Laut Tawar

termasuk ke dalam kategori danau kritis, bukan berarti bahwa danau tersebut aman dari

kerusakan karena berdasarkan penelitian M. Salehpada tahun 2000 faktanya jumlah air di

Danau Laut Tawar semakin menyusut. Dan ini berpengaruh terhadap ekosistem Danau

Laut Tawar seperti ikan Depik, yang merupakan ikan endemik dan menjadi ikan

kebanggaan bagi masyarakat Gayo karena ikan ini memiliki nilai historis.

Nilai historis tentang ikan Depikdiwujudkan ke dalam sebuah legenda.Legenda

tersebut menceritakan tentang munculnya ikan Depik di Danau Laut Tawar yang berasal

dari nasi yang menghitam karena diaduk dengan menggunakan kayu geluni. Nasi tersebut

dimasak oleh para pemburu, kemudian nasi yang menghitam itu dibuang ke aliran sungai

yang bermuara ke danau, dari nasi gosong itu diyakini menjelma menjadi ikan Depik

Sangat disayangkan apabila ikan Depik ini hilang dan hanya menjadi sebuah cerita saja,

akibat dari pemanfaatan alam yang tidak ramah lingkungan seperti, penangkapan ikan

yang berlebihan (over fishing) dan akibat dari hutan yang semakin berkurang di sekeliling

Danau Laut Tawar.

Kerusakan hutan yang terjadi disekeliling danau ini dapat merusak ekosistem danau

karena saat terjadi hujan atau musim hujan,air tidak mampu menahan resapan air dan

pada saat musim hujan air akan turun ke Danau Laut Tawar dan erosi pun terjadi ketika

hujan turun dan tidak ada penahannya. Maka tanah juga terbawa oleh aliran air, sehingga

menyebabkan pendangkalan di Danau Laut Tawar. Pendangkalan yang terjadi

(20)

air danau pada musim hujan keruh. Padahal ikan Depik hanya bisa berkembang biak di

tempat yang airnya bersih dan jernih.

Hilangnya ikan Depik akan terjadi cepat atau lambat, hal ini ditandai dengan

adanya informasi yang diperoleh bahwa, jumlah ikan Depik ini terus saja menurun dan

menjadi masalah yang paling krusial. Berkurangnya populasi ikan Depik tersebut dapat

diketahui berdasarkan Data Dinas Perikanan Provinsi Aceh 1989, hasil tangkapan ikan di

Danau Laut Tawar pada tahun 1988 sebesar 455 ton. Pada tahun 1994, produksi menurun

menjadi 223 ton. Tahun 2006 menjadi 79,1 ton dan terus menurun menjadi 74,5 ton tahun

2008. Penurunan hasil tangkapan ini diduga disebabkan oleh laju eksploitasi yang tinggi

dan peningkatan status perairan menjadi eutraof atau pencemaran air yang disebabkan

oleh munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air.

Pada tahun 2007 lalu sekurang-kurangnya ada 11 jenis ikan di Danau LautTawar

yang terus dieksploitasi yaitu depik (Rasbora tawarensis), kawan (Poropuntius tawarensis),

peres (Osteochiluskahayensis), lele dumbo (Calrias gariepinus), ikan mas(Cyprinus

carpio),mujair(Oreochromismossambicus), nila (O. niloticus) buntok

(XiphophorushelleridanX. maculate), bawal(Ctenopharyngodon idella), gabus(Channa

striata).(Muchlisin dan Siti Azizah, 2009).

Ancaman akan kepunahan ikan endemik di Danau Laut Tawar bukan isapan jempol

belaka. Menurut The International Union for Conservation of Nature (IUCN), sebuah

organisasi nirlaba yang bergerak dalam isu-isu lingkungan dan konservasi ikan Depik dan

Kawan telah dimasukkan dalam daftar merah jenis ikan-ikan yang terancam punah (The

Red List of Threatened Species)”.

Walaupun pada saat ini ikan Depik masih ada (belum punah), akan tetapi populasi

(21)

mempertahankan keberadaan species tersebut. Namun upaya pemerintah belum

mendapatkan hasil hingga saat ini, bahkan pemerintah pernah melakukan kebijakan yang

sangat fatal dengan melepaskan ikan asing yaitu ikan grass crap(Ctenopharyngodon

idella), ikan mujair (Oreochromis mossambicus, nila (Oreochromis niloticus), lele dumbo

(Clarias gariepinus), ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan buntok (Xiphophorus sp), ikan

sapu kaca (Liposarcus pardalis).Ikan-ikan asing yang masuk ke danau akan menjadi

pesaing (competitor) bagi ikan asli (indigenous). Kebijakan pemerintah sangat fatal

karena ikan asing yang dilepas ke Danau Laut Tawar akan mengganggu keberlangsungan

hidup ikan endemik (ikan yang sudah ada di Danau Laut Tawar) dan mengganggu

ekosistem danau tersebut.

Ditambah lagi dengan adanya penebangan pohon, terutama pohon pinus di gunung

yang mengelilingi danau, berdampak pada menurunnya volume air di Danau Laut

Tawar.Bahkan pada Oktober 2009 penyusutan air mencapai 80 cm. Kemudian dengan

dibangunnya tempat wisata di sekitaran danau ini juga menambah dampak buruk bagi

ekosistem danau. Orang yang datang ke danau untuk berwisata telah menciptakan sampah

di areal danau.

Ikan endemik yang menjadi kebanggan dan kekayaan alam tanah Gayoterancam

punah. Punahnya ikan endemik ini, maka dapat diartikan pula sebagai punahnya

pengetahuan orang Gayo tentang ikan Depik dan ekosistemnya di Danau Laut Tawar.

Pengetahuan tersebut antara lain tentang teknik penangkapan ikan Depik, pengetahuan

orang Gayo mengenai siklus hidup ikan Depik, kuliner khas Gayo yang dibuat dari bahan

dasar ikan Depik, dan kekayaan akan cerita rakyat(folk lore) yang berhubungan dengan

danau Laut Tawar. Sangat disayangkan apabila pengetahuan tersebut akan hilang begitu

(22)

Orang Gayo memiliki pengetahuan mengenai penangkapan ikan Depik seperti

teknik penangkapan penyangkulen dan dedesen.Penangkapan dengan menggunakan

teknik penyangkulen merupakan salah satu teknik yang digunakan Orang Gayo untuk

menangkap ikan Depik dengan rangkaian batang bambu dan doran atau jaring.Sedangkan

teknik dedesen digunakan sebagai perangkap ikan Depik dengan menggunakan susunan

batu yang dibentuk menyerupai parit, kemudian diujung parit tersebut diletakkan bubu

sehingga ikan Depik terperangkapdi bubu tersebut. Orang Gayo juga mengetahui perilaku

ikan Depik, biasanya ikan Depik hanya dapat berkembang biak di air yang dingin dan

jernih.

1.2 Tinjauan Pustaka

Manusia secara alamiah berinteraksi dengan lingkungannya, manusia sebagai aktor

atau pelaku dan dipengaruhi oleh lingkungan tersebut. Manusia sangat menentukan

keramahan lingkungan terhadap kehidupannya sendiri dengan melalui perlakuan manusia

terhadap lingkungannya. Manusia dapat memanfaatkan lingkungan tetapi manusia juga

perlu untuk memelihara lingkungan agar tingkat kemanfaatannya bisa dipertahankan dan

ditingkatkan. Sikap manusia dalam mengelola lingkungannya pada akhirnya akan

mewujudkan pola-pola peradaban dan kebudayaan. Para ahli antropologi juga menyadari

bahwa alam sekitar akan mempengaruhi kebudayaan meskipun tidak selalu bersifat

negatif.

Para ahli tersebut antara lain AndrewVayda dan Roy A.Rappaport (dalam

Poerwanto,2000:73) yang melakukan penelitian pada orang Maring Tsembaga di daerah

Papua New Guinea. Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa lingkungan alam di

Tsembaga mempengaruhi kebudayaan seperti; adanya upacara memburu babi secara

(23)

dalam pemburuan babi tersebut yaitu para pemburu tidak boleh membunuh anak babi,

dalam upacara ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan hubungan antarkelompok,

termasuk menata kembali berbagai sumber penghidupan dan menambah protein.

Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Andrew Vayda dan Roy A.Rappaport

dapat disimpulkan bahwa budaya sebagai sistem rancangan gagasan, seperti yang

dinyatakan oleh Roger M. Keesingseperti berikut:

…budaya sebagai sistem rancangan gagasan, yang sedikit-banyak

dimiliki bersama untuk kehidupan dan merupakan kekhususan masyarakat tertentu. Rancangan gagasan ini hanya merupakan satu perangkat dari unsur-unsur yang membentuk tingkah laku suatu populasi dalam suatu ekosistem…”(1992:146)

Riwayat studi antropologi ekologi sudah ada pada tahun 1930-an oleh Juliant H.

Steward, berkat karyanya eseinya yang berjudul “The Economic and Social Basis of

Primitive Bands” tahun 1936. Pada esei tersebut Steward membuat pertanyaan yang utuh

yaitu “bagaimana interaksi antara kebudayaan dan lingkungan yang dianalisis dalam

kerangka sebab-akibat (in-causal terms), tanpa harus masuk ke dalam partikularisme”.

Steward kemudian menjelaskan hubungan lingkungan dan kebudayaan dalam bukunya

Theory of Culture Change” pada tahun 1955. Dalam buku tersebut Steward

menjelaskan, mendefinisikan, dan mengembangkan “ekologi budaya”. Menurut

Steward(Putra, 1994:3)

…beberapa sektor kebudayaan lebih erat kaitannya dengan

pemanfaatan lingkungan dari pada sektor-sektor yang lain. Sektor-sektor yang penting ini disebut sebagai inti budaya (cultural core)”

Persfektif ekologi budaya unsur-unsur pokoknya adalah “pola-pola perilaku”

(behaviors patterns), yakni kerja (work) dan teknologi yang dipakai dalam proses

pengolahan atau pemanfaatan lingkungan. Menurut Julian Steward kebudayaan

(24)

digunakan untuk menjelaskan kesamaan-kesamaan lintas budaya. Metode ekologi

kebudayaan meliputi analisis:

1. Hubungan antara lingkungan dan teknologi eksploitasi atau produktif .

2. Hubungan antara pola-pola “perilaku” dan teknologi eksploitatif.

3. Seberapa jauh pola-pola “perilaku” itu mempengaruhi sektor-sektor lain dari

kebudayaan (steward, 1995:40-41)

Dalam konteks antropologi persfektif ekologi merupakan suatu upaya untuk

mendapatkan kerangka analisis, terutama dalam konteks saling pengaruh dan

mempengaruhi antara manusia dan organisme yang ada dialam lingkungannya. Menurut

Steiner (2002) ruang lingkup ekologi manusia ialah; Set of connected stuff (sekelompok

unsur yang saling terkait); Integrative traits (ciri-ciri yang integratif); Scaffolding of place

and change (perancah tempat dan perubahan).Para ahli lingkungan pada umumnya

membagi kriteria lingkungan hidup dalam tiga golongan, yaitu:

1. Lingkungan fisik: segala sesuatu di sekitar kita sebagai benda mati.

2. Lingkungan biologis: segala sesuatu di sekitar kita sebagai benda hidup.

3. Lingkungan sosial, merupakan manusia yang hidup secara bermasyarakat.

Kehidupan lingkungan sangat tergantung pada ekosistemnya maka dari itu,

masyarakat harus terus didorong untuk mencintai; memelihara; dan bertanggung jawab

terhadap kerusakan lingkungan. Karena untuk menjaga semua itu tidak ada yang bisa

diminta untuk pertanggungjawaban kecuali manusia yang merupakan pelaku pengguna

lingkungan itu sendiri.

Berikut peran lingkungan bagi individu manusia, yaitu:

1. Alat untuk kepentingan dan kelangsungan hidup manusia dan menjadi alat

(25)

3. Sesuatu yang diikuti individu. Lingkungan yang beraneka ragam senantiasa

memberikan rangsangan kepada individu lain untuk berpartisipasi dan

mengikutinya serta berupaya untuk meniru dan mengidentifikasinya, apabila

dianggap sesuai dengan dirinya.

4. Objek penyesuaian diri bagi individu, baik secara alloplastis maupun autoplastis.

Penyesuaian diri alloplastis merupakan individu tersebut berusaha untuk merubah

lingkungan. ( Tumanggor,dkk.2010)

Manusia dan kebudayaan melihat lingkungan alam dan fisik menggunakan

pandangan yang berbeda sehingga mereka memiliki kebudayaan yang berbeda,

menginterpretasikan dan merasakan lingkungan alam fisik yang berbeda. Peranan

kebudayaan dalam menjembatani hubungan antara manusia dengan lingkungan alam dan

fisiknya. Faktor-faktor lingkungan dan kebudayaan dilihat sebagai suatu bagian dari suatu

sistem yang satu yang saling berkaitan dan saling pengaruh-mempengaruhi, sejalan

dengan pendekatan yang dilakukan oleh Geertz (1968: 9-10) dalam uraiannya mengenai

kebudayaan sawah dari petani Jawa.

Konsep involusi pertanian Cliford Geertz (Fedyani:2005) yang melakukan

penelitian di Mojokuto menguraikan pola-pola kebudayaan yang gagal menstabilkan

maupun mengubah dirinya menjadi pola yang baru, tetapi terus berkembang menjadi

semakin rumit ke dalam sistem. Relevansi dari konsep involusi pertanian adalah

fragmentasi lahan pertanian di Jawa merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya

migrasi dari desa ke kota, dan sebagian besar migran tersebut miskin dan tidak lagi

mempunyai tanah di desa.

Konsep kebudayaan yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti konsep

kebudayaan James Spradley. Konsep kebudayaan James Spradley yaitu kebudayaan

(26)

mereka gunakan untuk menginterpretasikan dunia sekeliling mereka dan sekaligus

menyusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka

(spradley:1997).Menurut Spradley kebudayaan berada di dalam mind (pikiran)manusia

yang diperoleh dari proses belajar dan diterapkan atau digunakan di kehidupan mereka

dan dijadikan pula sebagai strategi untuk hidup. Untuk mengetahui pengetahuan dan mind

yang dimiliki individu atau masyarakat yaitu menggunakan metode folk taksonomi.

Pendekatan ini merupakan aliran dari antropologi kognitif yang berasumsi bahwa

setiap masyarakat mempunyai satu sistem yang unik dalam mempersepsikan dan

mengorganisasikan fenomena material, seperti benda-benda, kejadian dan emosi. Maka

dari itu, kajian pada penelitian yang akan dilakukan mengarah pada cara fenomena

diorganisasikan dalam pikiran (mind) manusia. Budaya yang ada didalam pikiran (mind)

manusia dan bentuknya adalah organisasi pikiran tentang fenomena material.

Pengetahuan lokal yang dimiliki oleh orang Gayo mengenai ekosistem ikan Depik

juga merupakan budaya yang ada didalam pikiran (mind) orang Gayo, yang mungkin dari

pengetahuan tersebut diterapkan dan menjadi sebuah kearifan lokal Orang Gayo. Budaya

yang didapat oleh Orang Gayo melalui proses belajar dan diinterpretasikan ke dunia

sekelilingnya dan dijadikan strategi dalam menghadapi dunia sekelilingnya. Berbicara

tentang kearifan lokal, konsep kearifan lokal yang saya gunakan mengacu kepada defenisi

kearifan lokal menurut Keraf (2002), kearifan lokal adalah semua bentuk yang

berhubungan pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan

atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas

ekologis. Berdasarkan konsep kearifan lokal yang saya gunakan dalam penelitian ini,

maka kearifan lokal orang gayo tentang ekosistem ikan Depik merupakan bentuk dari

(27)

Pada judul penelitian ini juga berhubungan dengan ekosistem, walaupun ekosistem

yang saya angkat dalam penelitian ini tidak seperti penelitian yang dilakukan oleh ahli

ekologi dan ahli perikanan, paling tidak saya harus memahami konsep ekosistem. Konsep

ekosistem yang saya gunakan konsep dari Soemarwoto (1994), ekosistem adalah suatu

sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan

lingkungannya. Suatu sistem terdiri atas komponen-komponen yang bekerja secara teratur

sebagai satu kesatuan. Masing-masing komponen itu mempunyai fungsi, selama

masing-masing komponen itu melakukan fungsinya dan bekerja sama dengan baik, maka

keteraturan ekosistem akan tetap terjaga.

Manusia meliputi organisme dan lingkungan yang merupakan suatu ekosistem, dan

manusia melakukan adaptasi dengan organisme yang lain yang ada dilingkungannya.

Dari adaptasi tersebut menghasilkan keseimbangan yang dinamis. Dengan adanya

kebudayaan yang dimiliki manusia, manusia mampu mengembangkan seperangkat sistem

gagasannya; dengan kata lain manusia dapat menyesuaikan diri sebagai bagian dari

ekosistem.(Poerwanto,2000:62)

Dari penjelasan mengenai konsep ekosistem diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

berbicara tentang ekosistem ikan Depik maka akan menyingung tentang kehidupan

makhluk lain yang ada di Danau Laut Tawar, karena semua makhluk yang ada

disekeliling Danau Laut Tawar merupakan suatu komponen yang memiliki fungsi

masing-masing. Apabila salah satu komponen hilang maka akan mengganggu komponen

yang lainnya, dengan begitu keteraturan ekosistem di Danau Laut Tawar tidak terjaga.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, masalah yang diangkat

(28)

danau Laut Tawar dan populasi ikan Depikyang semakin hari jumlahnya semakin

menurun. Sementara masyarakat yang meminta depik semakin bertambah.

Peneliti akan membagi pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pengetahuan Orang Gayo tentang ikan Depik dalam ekosistem Danau

Laut Tawar?

2. Bagaimana pengetahuan Orang Gayo tentang cara penangkapan ikan Depik?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman bagaimana pengetahuan

orang Gayo mengenai ekosistem ikan Depik. Setiap penelitian diharapkan memberi

manfaat baik untuk masyarakat, untuk para peneliti tentang perikanan di air tawar,

maupun bagi orang Gayo sendiri. Tersedianya data-data dan informasi menyangkut

ekosistem ikan Depik, maka sangat besar manfaatnya bagi masyarakat untuk dapat

memahami cara hidup ikan Depik. Disamping itu juga sebagai bahan masukan dalam

kebijaksanaan pembinaan dan pengembangan perikanan bagi masyarakat, tetapi sekaligus

sebagai usaha dalam melestarikan nilai-nilai budaya bangsa.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah terbentuknya perhatian yang

lebih besar di kalangan masyarakat peneliti, ilmuan sosial budaya, khususnya di

Indonesia dan Aceh Tengah, sehingga lahirlah konsep-konsep, teori-teori, metode serta

model-model pemikiran sebagai bahan masukan dalam kebijaksanaan pembinaan dan

pengembangan perikanan dan mempertahankan pengetahuan Orang Gayo tentang ikan

Depik dan ekosistemnya.

1.5 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai bulan Oktober 2013.

(29)

memilih wilayah Kecamatan Kebayakan karena dominan nelayan ikan Depik tinggal di

Kecamatan ini. Tidak menjadi patokan informan harus berasal atau tinggal di daerah

Kecamatan Kebayakan, semua Orang Gayo yang mengetahui hidup ikan Depik dan

Danau Laut Tawar dapat dijadikan sebagai narasumber atau informan. Hal ini

dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang pengetahuan orang Gayo mengenai

ekosistem danau dan ikan Depik.

1.6 Metode Penelitian

Keadaan lingkungan Danau Laut Tawar semakin memburuk dan tidak sehat.

Kondisi Danau Laut Tawar yang semakin memburuk itu dapat dilihat melalui makhluk

yang hidup di dalamnya.Danau Laut Tawar merupakan tempat hidup bagi ikan endemik

yaitu ikan Depik, yang kini keberadaannya terancam karena selalu diekslpoitasi oleh

manusia. Yang lebih unik lagi Orang Gayo memiliki teknik tradisional dalam

penangkapan ikan Depik yaitu dedesen dan peyangkulen.Hal tersebut membuat saya

tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang “icon” dari kota Takengon yaitu Danau Laut

Tawar dan ikan Depik.

Selain itu karena kedekatan dan kecintaan saya dengan suku Gayo membuat saya

harus melakukan penelitian tentang Gayo, sebagian orang berpikir kalau saya memilih

tempat penelitian di Takengon karena Ibu saya Orang Gayo, dan banyak saudara yang

disana sehingga saya berada di zona nyaman saat melakukan penelitian. Tanggapan itu

tidak saya salahkan zona nyaman tersebut memang saya rasakan selama saya melakukan

penelitian, akan tetapi tujuan yang paling penting adalah bagaimana saya sebagai manusia

yang memiliki keturunan Gayo ingin memberikan sumbangsih berupa hasil penelitian

(30)

Awal bulan September malam tepatnya pada pukul 20.00 wib saya memulai

perjalanan saya ke kota Takengon, dengan menggunakan kendaraan yaitu bus umum.

Perjalanan dari Medan ke Takengon menghabiskan waktu lebih kurang 11 jam. Selama

berada di perjalanan tidak ada masalah, namun aroma pengharum bus terlalu menyengat

sehingga beberapa kali saya merasa mual, untuk mengatasinya mulut saya tidak berhenti

untuk menghisap permen agar mual yang dialami sedikit berkurang. Jalan lintas

Medan-Banda Aceh terkenal mulus, namun jalan ke Takengon khususnya dari Bireun ke

Takengon ada pembangunan jalan, sehingga ada beberapa badan jalan tertutupi oleh

tanah dan banyak tikungan, jelas rasa mual itu terasa lagi.

Udara dingin semakin menusuk ke tubuh membuat saya semakin bersemangat

karena udara dingin menandakan kami sudah berada di tanah Gayo. Dan flu mulai

menyerang saya di hari pertama di kota Takengon, dan itu sudah biasa bagi saya setiap ke

daerah ini, hidung saya selalu basah (pilek) dari hari pertama sampai pulang ke Medan.

Pukul 07.00 wib saya tiba di Takengon dan langsung menuju ke rumah kerabat

yang merupakan saudara perempuan ibu saya. Saya memanggilnya dengan sebutan bibi.

Selama melakukan penelitian saya tinggal di rumahnya, dan berhubung rumah bibi saya

tersebut dekat dengan lokasi dan mempermudah akses saya selama melakukan penelitian.

Setelah dua hari di kota Takengon penelitian saya awali dengan mendatangi kantor camat

Kebayakan, dengan tujuan meminta izin untuk melakukan penelitian di daerah

Kebayakan. Karena nelayan ikan Depik banyak tinggal di daerah ini tepatnya di daerah

mendale, namun tidak ada batasan informan dalam penelitian ini, selagi orang tersebut

Orang Gayo dan paham tentang ikan Depik saya jadikan sebagai informan. Informan

pertama saya adalah bapak Ismail yang biasanya dipanggil Aman Nani. Saya ke rumah

(31)

melakukan aktifitas Aman Nani meminta saya untuk menjelaskan apa yang akan saya

tanyakan terhadapnya dan Aman Nani akan menuliskan penjelasannya di beberapa kertas.

Saat itu saya sedikit ragu, apakah seorang antropolog yang sedang melakukan

penelitian diperbolehkan mendapatkan data melalui tulisan informan, namun saran dari

Aman Nani itu saya iyakan.Dan tidak lama kami pulang dan saya tidak mendapatkan

data. Beberapa hari kemudian saya kembali lagi mendatangi rumah Aman Nani, dan

beliau mengatakan bahwa tulisannya sudah dibuat namun dihilangkan oleh cucunya. Lalu

kami mengobrol yang diawali dengan pembicaraan ringan, ini merupakan kesempatan

saya untuk menyinggung sedikit tentang ikan Depik dan secara tidak sadar Aman Nani

sudah saya wawancarai. Saya memulai dari yang paling sering diceritakan oleh Orang

Gayo mengenai Danau Laut Tawar yaitu legenda sejarahnya ikan Depik. Digenggaman

saya ada sebuah handphone yang sudah siap untuk merekam semua obrolan kami.

Memang data dari pembicaraan tersebut tidak terlalu banyak menguak tentang hidup ikan

Depik dan ekosistem Danau Laut Tawar.

Kedatangan ketiga kalinya sedikit membaik, Aman Nani mengambil dua carik

kertas yang sudah ditulis tangan dan beliau menjelaskan dan membaca hasil tulisannya

secara mendetail tidak lupa pula alat perekam sudah saya siapkan. Karena saya banyak

tanya maka kertas yang tadinya 2 lembar jadi bertambah menjadi 5 lembar, belum lagi

obrolan penting yang tidak ditulis tetapi terekam di handphone saya. Akhirnya banyak

informasi yang saya dapatkan, seperti penjelasan mengenai alat tangkap yang digunakan

untuk menangkap ikan Depik dan perangkat-perangkatnya.

Data yang sudah didapatkan masih sangat kurang kemudian bibi saya

menganjurkan untuk bertemu dengan seorang pemilik dedesenyaitu bapak Herman

(Aman Fijas) kemudian kami menentukan jadwal untuk wawancara dengan Aman Fijas.

(32)

melangsungkan wawancara tepatnya mengobrol dan keadaan tidak kaku. Pada obrolan

kali ini semakin banyak informasi yang didapat seperti ikan Depik dari dedesen mengenai

perilaku ikan Depik dan tanggal khusus untuk menangkap ikan khas tersebut, sehingga

dapat melengkapi informasi sebelumnya.

1.6.1 Lapangan

Untuk memperoleh data-data dilapangan peneliti akan menggunakan teknik

pengumpulan data sebagai berikut:

1.6.2Observasi

Observasi yaitu pengamatan langsung terhadap berbagai gejala yang terjadi pada

saat penelitian. Selama melakukan penelitian,saya melakukan observasi ke beberapa

tempat. Tempat pertama, saya mengobservasi pemukiman warga yang dominan warganya

berprofesi sebagai nelayan,tepatnya di Kala Lengkio. Saat melakukan observasi saya

ditemani oleh Ibu Ami yang tidak lain adalah bibi saya. Setibanya di lokasi kami melihat

kegiatan dimana ibu-ibu yang berprofesi sebagai moge1, sedang bercerita dengan empat orang bapak-bapak paruh baya yang juga berprofesi sebagai nelayan.

Ternyata mereka melakukan interaksi yang sifatnya santai, isi pembicaraan mereka

yang saya dengar mengenai kehidupan mereka sehari-hari. Bagaikan bercerita dengan

teman dan kerabat tidak ada yang berbeda, ditempat itu (dipinggir danau yang letaknya

berada di belakang rumah warga). Karena kami datang terlalu siang maka kami tidak

melihat aktivitas nelayan yang baru pulang dari tengah danau untuk menangkap ikan

Depik, kemudian beberapa nelayan menyarankan agar kembali lagi di hari berikutnya

sekitar jam setengah tujuh pagi. Hari minggu pagi dijadikan sebagai jadwal observasi

(33)

berikutnya, di pagi itu terasa sangat dingin bahkan untuk bangun dari ranjangpun terasa

berat karena sudah merasa nyaman di tumpukan selimut.

Kami bergegas menuju tempat nelayan di Kala Lengkio pukul setengah tujuh

dengan ditemani bibi dan suami bibi saya dengan mengendarai sepeda motor, tiba

dilokasi sudah terlihat beberapa orang yang bapak-bapak, yang sebagian berjongkok

sambil menghisap rokok dengan sarung(upuh kerung) yang dikalungkan dileher2 sambil bercerita.Para ibu-ibu berdiri sebagian sambil menggendong anaknya, dan yang paling

menarik saat itu adalah sebuah perahu yang baru kembali ke darat dengan membawa hasil

tangkapan ikan Depik yang di tangkap melalui jaring (doran) kedatangannya disambut

dengan seorang ibu yang tak lain adalah istrinya sendiri.

Kemudian istrinya bergegas dan memeriksa jaring untuk melihat hasil tangkapan

ikan Depik pada hari itu, dan mengambil ikan Depik dari jeratan jaring. Itu pengalaman

pertama saya melihat ikan Depik yang baru tertangkap dan masih di jaring secara

langsung. Disela-sela pengamatan saya gunakan juga untuk berinteraksi dengan beberapa

nelayan, dan kemudian bertemu dengan informan bernama Ruhdan (Aman Tina) berusia

35 tahun yang merupakan ketua kelompok pengolah dan pemasaran ikan Depik dan

memulai obrolan mengenai ikan Depik. Setelah beberapa lama mengobrol kami kembali

melanjutkan perjalanan ke tempat dedesen milik kerabat dari wawak saya (suami bibi)

dan saat itu angin bertiup kencang dan menurunkan rintik-rintik hujan yang membuat

udara semakin dingin tangan serasa membeku, hidung saya merah dan pilek yang saya

derita semakin menjadi-jadi.

Kemudian sampai di tempat dedesen ternyata pagarnya digembok sehingga kami

tidak bisa masuk kemudian wawak saya menghubungi temannya dan memutuskan untuk

      

2

Sarung yang diselepangkan dan dililit ke bagian leher menjadi fenomena khas di di tanah Gayo. Biasanya para lelaki yang sering menggunakan sarung (upuh kerung) dengan cara dililitkan keleher atau

(34)

mendatangi tempat dedesen kembali mengendarai sepeda motor sambil menikmati

pemandangan Danau Laut Tawar di keadaan cuaca berangin dan gerimis dan sampai

ditempat, untuk mencapai tempat dedesen kami harus berjalan lebih kurang 150 meter

dan menuruni tebing di pinggir danau, dengan nafas terengah-engah dan hati-hati kami

menuju dedesendan saya sangat menikmati perjalanan itu.

Tiba di tempat dedesen terlihat beberapa kubus yang ditutupi oleh daun serule yang

sudah kering, di tempat itu terlihat 3 susunan dedesen yang terlihat sangat rapi dan bersih

air danau pun sangat jernih, sehingga terlihat batu-batu yang ada di dasar danau dan

melihat mata air yang keluar dari celah-celah tebing. Terlihat jelas dedesen yang

dimaksud oleh Orang Gayo, sebelumnya saya hanya membanyangkan bentuknya dari

penjelasan yang sudah diberikan, pengalaman yang sangat mengesankan pada saat itu.

Teknik observasi ini dilakukan peneliti untuk melihat langsung, mendengar, dan

mencatat kejadian-kejadian ataupun aktifitas yang terjadi pada proses kegiatan yang

dilakukan oleh nelayan ikan Depik. Dalam penelitian ini menggunakan metode observasi

tanpa partisipasi. Dalam observasi tanpa partisipasi peneliti akan mengamati tanpa harus

ikut serta dengan nelayan. Kemudian peneliti akan langsung terjun kelapangan dengan

cara bersosialisasi dengan para nelayan ikan Depik dan masyarakat sekitar. Observasi

ini berguna untuk mendapatkan data yang benar tanpa rekayasa. Hasil observasi atau

penelitian ini kemudian dituangkan dalam bentuk catatan lapangan.

1.6.3Wawancara

Wawancara mendalam dengan informan, yaitu proses tanya jawab secara langsung

yang ditujukkan terhadap informan di lokasi penelitian dengan meggunakan interview

guide (pedoman wawancara). Informan kunci dipilih berdasarkan pengetahuan mereka

(35)

mereka ketahui tentang pengetahuan dan kearifan lokal yang mereka miliki tentang

ekosistem ikan depik, maka semakin banyak informasi yang peneliti dapatkan.

Dalam peneliti ini saya mendapatkan tiga informan kunci yaitu Bapak Ismail

(Aman Nani), Bapak Herman (Aman Fijas) dan Bang Ruhdan (Aman Tina). Ketiga

informan kunci berprofesi sebagai nelayan dan memahami tentang hidup ikan Depik dan

Danau Laut Tawar. Saat melakukan wawancara dengan informan saya berusaha santai

sehingga informan tidak kaku dan memancing informan untuk berbicara lebih banyak

sehingga banyak hal-hal yang terungkap yang tidak saya ketahui.

Peneliti menggunakan teknik indepth interviewatau wawancara mendalam untuk

mendapat data seperti bagaimana sejarah munculnya ikan Depik di Danau Laut Tawar,

istilah-istilah untuk sebutan ikan Depik ada di danau tersebut, bagaimana tanda-tanda

musim ikan Depik, dan bagaimana perilaku ikan Depik. Pencarian informan ini akan

dibantu oleh salah satu masyarakat desa tersebut yang dikenal dan dapat dipercaya.

Nelayan ikan depik dan Orang Gayo yang dapat menjawab fokus yang menjadi objek

penelitian.

Untuk melengkapi data yang diperoleh dari lapangan, peneliti mencari data

kepustakaan yang terkait dengan masalah penelitian yang berupa buku-buku, majalah,

surat kabar, artikel dari situs internet dan tulisan-tulisan lainnya untuk menambah

pemahaman peneliti terhadap permasalahan yang diteliti.

1.6.4 Artefak

Artefak atau alat-alat yang mereka pergunakan dapat menambah informasi data,

dan dapat memahami nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat melalui makna dari

(36)

nelayan untuk menangkap ikan depik yaitu penyangkulen, dedesen, doran (jaring). Dari

alat yang mereka gunakan maka dapat dipahami makna dari alat yang mereka gunakan.

1.6.5 Historis

Untuk menjawab keinginan peneliti dalam menguak bagaimana pengetahuan

masyarakat dan keadaan tentang ekosistem di Danau Laut Tawar. Dari metode historis

ini, peneliti dapat mengetahui perbedaan keadaan tentang Danau Laut Tawar dan dapat

mengetahui perubahan teknik untuk menangkap ikan Depik di Danau Laut Tawar.

Peralatan-peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa alat perekam yang

digunakan saat wawancara, dan alat dokumentasi seperti kamera yang digunakan pada

saat observasi. Dengan adanya peralatan-peralatan tersebut mempermudah peneliti untuk

mendapatkan data yang lebih lengkap serta adanya bukti yang fakta dari lapangan.Sejalan

dengan ini peneliti juga menggunakan referensi-referensi yang diperlukan untuk

mendukung penelitian ini. Adapun referensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

buku, bahan-bahan dari internet, dan lain-lain. Hal ini dilakukan agar mempermudah

peneliti untuk mengolah data yang didapat dari lapangan.

Rapport (menjalin hubungan baikdengan informan) menjadi satu hal pokok yang

perlu dijelaskan secara lebih rinci. Bagaimana seorang peneliti bisa masuk dalam suatu

lingkungan dan diterima agar lebih mudah untuk mendapatkan data yang akurat. Pada

penelitian ini, peneliti memposisikan diri sebagai orang yang tidak mengetahui tentang

ikan Depik dan ekosistemnya. Sehingga ingin mendapatkan pengetahuan secara

mendalam tentang ikan Depik . Bersikap ramah dan terbuka merupakan cara yang efektif

dalam mendekatkan diri dengan informan. Selain itu, peneliti sudah memiliki hubungan

baik dengan salah satu penduduk yang tinggal disekitar danau sehingga lebih

(37)

1.6.6 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti melakukan wawancara dan

mendapatkan data. Data yang didapat dari wawancara dengan informan, disimpan melalui

alat perekam. Dalam pengumpulan data ini peneliti melakukan perubahan bentuk

rekaman wawancara ke dalam tulisan atau biasa disebut dengan transkrip wawancara.

Transkrip wawancara dibuat dengan tujuan untuk mempermudah peneliti dalam

mengklasifikasi data. Proses dalam membuat transkrip wawancara ini membutuhkan

waktu yang lumayan lama, pada penelitian ini penulis memerlukan waktu satu

minggu.Karena pada tahapan ini peneliti harus fokus mendengarkan rekaman wawancara.

Pekerjaan ini sangat menjenuhkan bagi saya, karena untuk satu kalimat saja bisa

diulang sampai tiga kali bahkan sampai kuping terasa panas. Karena terkadang

percakapan yang direkam tidak terdengar dengan jelas. walaupun begitu transkrip

wawancara memiliki fungsi sebagai bukti validitas penelitian, sehingga para peneliti

wajib membuat dan memiliki transkrip wawancara.

Selain membuat transkrip wawancara, catatan selama melakukan penelitian juga

sangat diperlukan. Karena tidak semua interaksi peneliti dengan informan terekam

melalui alat perekam, biasanya catatan tersebut ditulis ketika ada interaksi dengan

informan yang waktunya singkat dan penting sehingga peneliti tidak sempat merekam,

dan kemudian ditulis dengan tujuan agar peneliti tidak lupa. Karena bentuknya yang tidak

teratur terkadang peneliti bingung ketika membaca kembali tulisan yang sudah ditulis

sebelumnya.

1.6.7 Analisa Data

Analisis data dalam penelitian merupakan suatu pandangan mengenai penulis

(38)

data ulang untuk melihat kelengkapan data. Data yang diperoleh dari lapangan akan

dianalisis secara kualitatif dan disusun sesuai dengan kategori-kategori tertentu

sebagaimana yang dikemukakan oleh informan. membuat Kemudian dilakukan

pengalisaan hubungan dari setiap bagian yang telah disusun untuk memudahkan saat

mendeskripsikannya. Kesimpulan diambil berdasarkan hasil analisa data dan telaah

pustaka yang disesuaikan dengan tujuan dari peneliti.

Penelitian antropologist dengan metode etnografi memberikan suatu bentuk

analisis data lapangan berupa “ongoing analysis” yang berarti sebagai proses analisis

berjalan terhadap kerja lapangan yag berdasarkan pada observasi dan wawancara

terhadap informan. Langkah selanjutnya data-data ini akan dianalisis secara kualitatif

melalui teknik taksonomi, sehingga data yang diperoleh akan diklasifikasi berdasarkan

kelasnya. Keseluruhan data yang diperoleh dari observasi, wawancara dan sumber

kepustakaan disusun berdasarkan pemahaman akan fokus penelitian atau berdasarkan

(39)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Letak Geografis dan Sejarah Kabupaten Aceh Tengah

Aceh tengah merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Nangroe Aceh

Darussalam. Ibukota Kabupaten Aceh Tengah yaitu Takengon, yang memiliki luas

wilayah 445.404,12 Ha terdiri dari 14 Kecamatan dan 268 Desa. Kota Takengon terletak

pada ketinggian 200-2600 meter di atas permukaan laut. Daerah ini terletak pada

4°10’-4°58’ Lintang Utara dan 96°18’-96°22’ Bujur Timur. Ditinjau dari letaknya Kabupaten

Aceh Tengah, pada bagian Utara berbatasan dengan Kabupaten Bieruen dan Kabupaten

Aceh Utara. Pada bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Pidie dan Kabupaten Aceh

Barat. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur. Sedangkan disebelah

selatan berbatasan dengan Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Gayo Lues.

Kabupaten Aceh Tengah terbagi lagi menjadi 14 Kecamatan, Kecamatan tersebut

antara lain: Atu Lintang, Bebesen, Bies, Bintang, Celala, Jagong Jeget, Kebayakan,

Ketol, Kute Panang, Linge, Lut Tawar, Pegasing, Rusip Antara, dan Silih Nara. Data

selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1

Pembagian Wilayah Administrasi Kecamatan Kabupaten Aceh Tengah

No Kecamatan Luas (Ha)

1 Linge 176.624,89

2 Bintang 57.826,07

3 Lut Tawar 8.310,16

4 Kebayakan 4.817,95

(40)

No Kecamatan Luas (Ha)

Sumber : Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Aceh Tengah

Awal mula nama kota Takengon berasal dari bahasa Gayo “Beta ku engon” yang

berarti begitu saya lihat. Dan diduga kata-kata tersebut diucapkan oleh Genali yang

merupakan orang pertama yang dipercaya menemukan kota Takengon. Kabupaten Aceh

Tengah berdiri pada tanggal 14 April 1948 berdasarkan Oendang-oendang No. 10 tahoen

1948 dan dikukuhkan kembali sebagai sebuah Kabupaten pada tanggal 14 November

1956 melalui Undang-undang No.7 (Drt) Tahun 1956.

Wilayahnya meliputi tiga kewedanaan yaitu kewedanaan Takengon, Gayo Lues

dan Tanah Alas. Kemudian pada tahun 1974 Kabupaten Aceh Tengah dimekarkan

kembali menjadi Kabupaten Aceh Tengah dan Aceh Tenggara melalui Undang-undang

No. 4 Tahun 1974, pemekaran ini terjadi karena sulitnya transportasi dan didukung oleh

masyarakat. Dan kembali lagi dimekarkan pada tanggal 7 Januari 2004 Kabupaten Aceh

Tengah tetap menjadi Ibukota Takengon dan Bener Meriah menjadi Ibukota Simpang

Tiga Redelong, dengan Undang-undang No. 41 Tahun 2003.

Kolonial Belanda memasuki wilayah Aceh Tengah sekitar tahun 1904, kolonial

Belanda tertarik untuk datang ke Aceh Tengah karena potensi perkebunan tanah Gayo

(41)

Aceh Tengah dijadikan Onder Afdeeling Nordkus Atjeh dengan Sigli sebagai Ibukotanya.

Pada masa itu juga di kota Takengon mulai berkembang menjadi pusat pemasaran hasil

bumi dataran tinggi Gayo, khususnya sayuran dan kopi. Kemudian masuknya penduduk

Jepang pada tahun 1942-1945 sebutan Onder Afdeeling Takengon diubah menjadi Gun

yang dipimpin oleh Gunco. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia yang

diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 sebutan tersebut berganti lagi menjadi wilayah

yang kemudian berubah lagi menjadi Kabupaten.

2.2 Iklim

Kabupaten Aceh Tengah termasuk ke dalam daerah yang beriklim Tropis, dan

memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim penghujan

berlangsung dari bulan September sampai November.Curah hujan rata-rata setiap tahun

1.082 mm sampai dengan 2.409 mm, rata-rata hujan setiap tahun 113 hari sampai dengan

160 hari per tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November yang mencapai

316,5 mm, curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli yang mencapai 6,2 mm.

Sedangkan pada musim kemarau berlangsung pada bulan Januari sampai Agustus.

Selengkapnya dapat diilihat dalam tabel 2.2.

Tabel 2.2

Data Curah Hujan Kabupaten Aceh Tengah

Tahun 2007 – 2012

Tahun Curah Hujan

2007 138,75 mm

2008 162,71 mm

2009 292,52 mm

2010 216,98 mm

2011 165,77 mm

2012 196 mm

(42)

Kabupaten Aceh Tengah memiliki suhu udara yang sejuk antara 10-20°C, suhu

terpanas terjadi pada bulan April dengan suhu 26,6°C. Dan suhu terdingin pada bulan

September dengan suhu 19,700C. Kelembaban udara di Aceh Tengah berkisar 80,08%,kelembaban udara terbasah 86,28% dan terkering 74,25%. Kecepatan angin

tercepat 2,53m/det dan terlambat 0,95m/det.

2.3 Topografi

Kabupaten Aceh Tengah memiliki topografi wilayah yang bervariasi mulai dari

dataran dengan kemiringan lereng 0-2%, landai dengan kemiringan 2-8%, berombak

dengan kemiringan lereng 8-15%, bergelombang dengan kemiringan lereng 15-25%,

berbukit dengan kemiringan lereng 25-40%, bergunung dengan kemiringan lereng >40%.

Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3

Kemiringan Lahan, Bentuk dan Luas Wilayah Kabupaten Aceh Tengah

5 >40 Bergunung 115,295,30 25,89

Jumlah 445.404,12 100,00

Sumber: Buku Putih Sanitasi (BPA) Kabupaten Aceh Tengah

Kabupaten Aceh Tengah memiliki ketinggian tempat yang beragam, dimulai dari

(43)

mdpl 12,29%, ketinggian 750-1000 mdpl 13,85%, ketinggian 1000-1250 mdpl 17,47%,

ketinggian 1250-1500 mdpl 20,35%, ketinggian 1500-1750 mdpl 24,18%, ketinggian

1750-2000 mdpl 6,60% dan ketinggian >2000 mdpl 0,53%. Lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel 2.4.

Tabel 2.4

Ketinggian Tempat dan Luas Wilayah Kabupaten Aceh Tengah Sumber: Buku Putih Sanitasi (BPA) Kabupaten Aceh Tengah

2.4 DAS (Daerah Aliran Sungai)

Daerah aliran sungai yang ada di Kabupaten Aceh Tengah, antara lain; Kreung

Peusangan, Kreung Woyla, Kreung Jambo Aye, Kreung Meureubo, Kreung Tripa,

Kreung Tamiang, Kreung Seunagan. Sungai dimanfaat oleh masyarakat sekitar sebagai

sumber air untuk pertanian, perkebunan, kebutuhan sehari-hari dan digunakan untuk

pembangkit listrik. Sungai-sungai yang digunakan untuk pembangkit listrik yaitu Sungai

(44)

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan di alirkan ke Kecamatan Silih Nara yaitu di

Dusun Singkiren Kampung Semelit Mutiara. Kemudian Sungai Peusangan dan anak-anak

Sungai Woyla dimanfaatkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH)

yang di pasok untuk kebutuhan listrik di beberapa tempat, yakni; Kampung Bergang dan

Karang Ampar Kecamatan Ketol dengan kapasitas 45 kw; Kampung Berawang Dewal

dan Kampung Merah Said Kecamatan Jagong Jeget dengan kapasitas 200 kva; Kampung

Tanjung dan Kampung Kuala Rawa Kecamatan Rusip Antara dengan kapasitas 150 kw;

dan Kampung Tanoh Depet dan Depet Indah Kecamatan Celala dengan kapasitas 45 kw.

2.5Danau Laut Tawar

Kabupaten Aceh Tengah juga memiliki sebuah danau, danau tersebut dinamakan

dengan Danau Laut Tawar. Biasanya orang setempat menyebutnya dengan Danau Lut

Tawar. secara astronomis Danau Laut Tawar ini terletak di040 50’ LU dan 960 50’ BT

memiliki luas kira-kira 5.472 Ha dengan panjang 17 km dan lebar 3.219 km, volume air

kira-kira 2.537.483.884 m3 atau 2,5 triliun liter. Pasokan air Danau Laut Tawar didapat dari 14 sungai dan anak sungai yaitu Wih Nareh, Wih Gembrik, Wih Empan, Wih Rawe,

Wih Nosar, Wih Menganya, Wih Bewang, Wih Uning, Wih Kala Rengki, Wih

Kebayakan, Wih Ulung (ular) Gajah, Wih Bintang, dan Wih Linung Bulen.

Danau Luat Tawar ini dikelilingi oleh barisan gunung dan bukit antara lain bur ni

Kelieten, bur ni Birang Panyang, bur ni Telege, bur ni Lelabu, maka tidak heran Danau

Laut Tawar ini juga dijadikan sebagai komoditi pariwisata. Selain itu Danau Laut Tawar

juga dimanfaatkan warga sekitar untuk memenuhi kebutuhan warga. Maka warga sekitar

Danau Laut Tawar tidak sedikit yang berprofesi sebagai nelayan air tawar, dan air danau

tersebut juga dimanfaatkan sebagai irigasi untuk petani sawah yang ada di sekitar danau

(45)

yaitu; Kecamatan Lut Tawar, Kecamatan Kebayakan, Kecamatan Bebesen dan

Kecamatan Bintang.

Danau Laut Tawar memiliki kedalaman yang bervariasi berdasarkan relief danau,

berikut ukuran kedalaman Danau Laut Tawar:

- 35 meter dari pinggir danau memiliki kedalaman 8,9 meter

- 100 meter dari pinggir danau memiliki kedalaman 19,27 meter

- 620 meter dari pinggir danau memiliki kedalaman 51,13 meter

Begitu pula dengan suhu di Danau Laut Tawar, suhu air di danau ini juga

bervariasi berdasarkan tingkat kedalamannya. Berikut ukuran suhu air Danau Laut Tawar

berdasarkan kedalamannya:

- Kedalaman 1 meter dengan suhu 21,55° C

- Kedalaman 5 meter dengan suhu 21,37° C

- Kedalaman 10 meter dengan suhu 21,15° C

- Kedalaman 20 meter dengan suhu 20,70° C

- Kedalaman 50 meter dengan suhu 19,35° C

Di sekeliling Danau Laut Tawar terdapat lahan hutan Pinus namun secara

perlahan hutan Pinus ini semakin berkurang. Salah satu faktor yang menyebabkan

berkurangnya hutan di sekeliling danau yaitu hutan yang dijadikan lahan perkebunan.

Alih fungsi lahan ini berdampak pada menyusutnya debit air dan tingginya sedimentasi di

(46)

Danau Laut Tawar dikelilingi oleh batu gamping3 dan batuan metasedimen4 umumnya struktur geologi di sekitar Danau Laut Tawar berupa Karts yang ditandai

dengan gua-gua yang ada di sekeliling danau, struktur perlipatan, dan Sesar yang ditandai

dengan adanya air terjun. Lingkungan Danau Laut Tawar terdiri dari kemiringan yang

landai, curam, dan sangat curam. Lingkungan danau yang kemiringan yang landai yaitu

berada di sekitar Kecamatan Kebayakan, Kecamatan Lut Tawar, Kecamatan Bebesen,

dan Kecamatan Bintang. Lingkungan dengan kemiringan yang curam berada di sekitar

Kecamatan Lut Tawar, Kecamatan Kebayakan, dan Kecamatan Bintang. Serta

lingkungan dengan kemiringan sangat curam berada di sekitar Kecamatan Lut Tawar.

Keindahan alam menjadikan Danau Laut Tawar sebagai tempat yang banyak

menarik wisatawan baik dari dalam maupun luar negri. Selain itu Danau Laut Tawar juga

memiliki peran penting dalam pengendalian keseimbangan air khusus untuk Kota

Takengon dan menjadi sumber air untuk Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Bireun,

Kabupaten Aceh Utara. Danau Laut Tawar diduga oleh Ir. P.J Jansen terbentuk karena

adanya sesuatu material yang hilang dari dalam gunung berapi, lalu akibat dari

kekosongan yang terjadi dasar tanah turun ke pusat bumi hal ini terbukti bahwa tepi

bagian utara dan selatan sangat curam5. Air Danau Laut Tawar ini dipasok dari mata air yang ada di celah-celah tebing yang berdampingan dengan Danau Laut Tawar, informasi

ini saya peroleh dari salah satu informan saya yang bernama Aman Nani. Berikut

pernyataannya:

      

3

Batu gamping adalah batuan fosfat yang sebagian besar tersusun oleh mineral kalsium karbonat (CaCo3). 4

Batuan metasedimen adalah batuan malihan yang berasal dari batuan sedimen. Beberapa contoh batu malihan Sabak, Filit, Sekis, Marmer dst. Selengkapnya dapat dilihat melalui

http://one2land.wordpress.com/2010/01/22/mineral-dan-batuan/ 5

Gambar

Tabel 2.2
Tabel 2.3 Kemiringan Lahan, Bentuk dan Luas Wilayah
Tabel 2.4 Ketinggian Tempat dan Luas Wilayah
Tabel 2.5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mengetahui jenis-jenis cacing parasitik yang menginfestasi ikan konsumsi air tawar dan laut serta distribusi sel mast dan sel goblet pada

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dikemukakan simpulan bahwa persepsi masyarakat terhadap potensi ikan air tawar di

Penentuan spesies dengan mengaplikasikan DNA barcode dalam penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam pengembangan akuakultur maupun konservasi ikan air tawar, khususnya

Berdasarkan hasil penelitian terhadap parasit pada ikan nila di Danau Limboto diperoleh kesimpulan bahwa jenis ektoparasit yang ditemukan pada bagian insang, sirip

Pemanfaatan lahan di sekitar kawasan Danau Laut Tawar disesuaikan dengan karakteristik fisik kawasan yang terdiri dari kemampuan dan kesesuaian lahan, sehingga direkomendasikan

Hasil penelitian pengetahuan lokal nelayan mengenai ikan bawal di Kelurahan Nipah Panjang I Kabupaten Tanjung Jabung Timur dapat disimpulkan bahwa pengetahuan lokal

KESIMPULAN Berdasarkan hasil dari penelitian ini diperoleh bahwa dengan menggunakan SPK dengan mengimplementasikan metode ARAS dalam pemilihan ikan air tawar yang sangat

PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan pembahasan maka hasil penelitian ini disimpulkan bahwa perspektif wisatawan terhadap destinasi pariwisata danau lut tawar Aceh Tengah yang yang diukur