• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PRAKTIK JUAL BELI PAKAIAN IMPOR BEKAS dan

A. Gambaran Umum Jual Beli dan Mekanisme Masuknya Pakaian Impor

1. Sejarah Jual Beli Pakaian Impor Bekas di Kota Salatiga

Indonesia merupakan Negara yang dikategorikan masih berkembang sejak era reformasi, banyak usaha- usaha yang mulai dikembangkan di Indonesia, salah satunya usaha garment. Para pengusaha di bidang garmentbersaing menciptakan model- model pakaian terbaru untuk menarik minat para pembeli. Model pakaian yang beraneka ragam dengan harga yang bermacam- macam menjadi opsi bagi beberapa pembeli untuk membeli pakaian sesuai dengan selera dan kebutuhan masing- masing orang, ini adalah salah satu hal yang memicu perkembangan fashion di Indonesia.

Dari wawancara yang dilakukan peneliti dengan Bapak Parman (39) yang merupakan asisten Bapak Amshar Chaniago pada hari Kamis (7/7), diketahui bahwa pada saat Indonesia mengalami krisis moneter pada tahun 1997- 1998, para pengusaha

garment mulai gulung tikar dikarenakan melonjaknya harga- harga di pasaran. Harga pakaian yang biasanya normal menjadi berkali-

48

kali lipat lebih mahal, oleh karena itu peminat pakaian menjadi menurun.

Dari kondisi inilah kemudian muncul pakaian impor bekas, di saat Indonesia mengalami krisis moneter pakaian impor bekas hadir untuk memenuhi kebutuhan sandang masyarakat dengan harga yang lebih murah. Banyak masyarakat yang beralih untuk membeli pakaian impor bekas, mereka berfikir membeli pakaian bekas tidak menjadi masalah di saat seperti ini. Yang penting pakaian masih layak untuk dipakai dan harganya murah itu sudah cukup untuk saat dimana Indonesia mengalami masa tersulit seperti ini.

Awal masuknya pakaian impor bekas melalui jalur laut tepatnya di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau dan Jalur darat melalui daerah Entikong Kalimantan Barat. Pakaian impor bekas mudah masuk di daerah ini karena secara geografis wilayah tersebut berbatasan langsung dengan Negara Malaysia yang tentunya memudahkan para pedagang untuk memasukan pakaian bekas di Indonesia. Pakaian masuk secara bebas di Negara Indonesia, karena pada saat itu regulasi mengenai pakaian impor bekas belum ada seperti sekarang ini.

Kemudian setelah berhasil menguasai pasar di Pulau Sumatera dan Kalimantan barulah pakaian impor bekas mulai masuk di Pulau Jawa melalui jalur laut. Pengepul terbesar pakaian

49

bekas di Pulau Jawa terdapat di daerah Tanah Abang dan Kota Bandung, pakaian bekas diperoleh dari beberapa Negara sepertiThailand, Korea, Jepang, dan Hongkong. Setelah dari Tanah Abang barulah pakaian bekas didistributorkan di daerah Jawa seperti Bandung, Semarang, Yogyakarta, Salatiga, dan masih banyak kota- kota besar lainnya. Para penjual biasanya hanya bermodalkan kepercayaan dengan penjual lainnya, mereka sering berkomunikasi menggunakan telfon atau pesan singkat. Biasanya para pedagang memesan pakaian impor bekas sebanyak 2 sampai 3 bal dengan harga beraneka macam tergantung kebutuhan.

Pakaian impor bekas mulai menjamur di kota Salatiga sejak tahun 2000an, saat itu banyak masyarakat Salatiga yang membeli pakaian impor bekas karena harganya yang murah dan pilihanya yang beraneka ragam tergantung selera dan kebutuhan masing- masing pembeli. Dari sinilah yang kemudian membuka peluang usaha jual beli pakaian impor bekas di Kota Salatiga sampai saat ini.

2. Lapak Penjual Pakaian Impor Bekas di Kota Salatiga

Salatiga merupakan kota kecil yang jumlah penduduknya lumayan padat, berbagai macam usaha juga banyak ditemui di Salatiga dan salah satunya penjual pakaian impor bekas. Tidak sulit mencari para penjual pakaian impor bekas di kota Salatiga, lapak

50

mereka bisa ditemui dipinggir- pinggir jalan utama di Salatiga. Mereka biasanya menjajakan daganganya dari pagi hingga malam hari. Berikut ini beberapa daftar lapak penjual pakaian impor bekas yang ada di Salatiga yang masih ada hingga saat ini:

Tabel 3.1 Daftar Penjual Pakaian Impor Bekas di Kota Salatiga

No. Nama Pemilik Kota

Asal Alamat

1. Amshar Chaniago Bandung Jl. Diponegoro Salatiga 2. Ashari Salatiga Pasar Raya II Salatiga 3. Sugiyanto Salatiga Jl. Bangau No. 18 Salatiga 4. Menik Jakarta Jl. Muwardi Salatiga

5. Martin Ambon Jl. Veteran Salatiga (Depan RSUD Salatiga)

Meskipun hingga tahun 2016 masih tersisa lima lapak penjual pakaian impor bekas, namun lapak- lapak yang ada cukup besar dan lengkap.

Bapak Amshar Chaniago, salah satu pemilik yang berasal dari Kota Bandung memiliki lapak yang diberi nama “AULIA

AWUL- AWUL yang beralamat di Jalan Diponegoro (Depan Kantor Pajak Salatiga), dengan luas lapak 7 X 10 m² . Dari wawancara yang dilakukan peneliti pada hari kamis (7/7) dengan Bapak Parman (39) sebagai asisten Bapak Amshar Chaniago yang sudah bekerja selama 6 tahun sejak pertama kali lapak dibuka sampai saat ini. Beliau mengatakan sudah membuka usaha ini sejak tahun 2009 dan lapak “AULIA AWUL- AWUL” merupakan

51

lapakterlengkap, pakaian dari harga 5000 hingga ratusan ribu rupiah semua ada di sini. Di lapaknya ini beliau memiliki 3 orang kariyawan yang rata- rata pendidikanya hanya sampai Sekolah Menengah Pertama. Dengan modal awal 200 juta rupiah Bapak Amshar mulai membuka usahanya, Bapak Parman (asisten Bapak Amshar) menjelaskan bahwa usaha yang dijalani ini sudah tersebar di daerah Sumatera dan Jawa, beliau memesan pakaian impor bekas dari Tanah Abang yang kemudian dikirim ke Salatiga dengan menggunakan jasa paket. Para penjual pakaian impor bekas juga saling berhubungan antara satu dengan yang lain, namun untuk organisasi antar penjual pakaian impor bekas saat ini belum ada.

Yang lebih mengherankan, usaha penjualan pakaian impor bekas miliknya ternyata juga mendapatkan surat izin usaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Kota Semarang. Dalam surat tersebut tertulis izin usaha berupa pedagang eceran pakaian, yang berlaku sampai dengan tahun 2020. Bagaimana hal ini bisa terjadi, padahal sudah jelas dalam peraturan yang dibuat oleh Pemerintah jika perdagangan pakaian impor bekas dilarang. Tetapi pada kenyataanya hal ini masih terjadi dan mendapatkan izin dari Pemerintah, jika hal seperti ini terjadi mengapa harus ada regulasi mengenai larangan penjualan pakaian impor bekas.

Kemudian menyusul Ibu Menik salah satu penjual pakaian impor bekas yang berasal dari Kota Jakarta. Lapak milik beliau

52

beralamat di Jalan Muwardi Salatiga, tidak banyak informasi yang diperoleh peneliti di lapak ini. Karena peneliti hanya menemui 2 karyawan dan Pemiliknya sendiri sedang berada di Jakarta. Karyawan Ibu Menik tidak berani memberikan informasi lebih lengkap mengenai usaha penjualan pakaian impor bekasnya. Mungkin mereka sebenarnya sudah paham bahwa usaha yang dibuka Ibu Menik merupakan usaha yang sebenarnya dilarang Pemerintah.

Dari wawancara yang dilakukan peneliti pada hari Kamis (7/7) dengan Bapak Sugiyanto (57) penjual asli dari Kota Salatiga. Lapakyang diberi nama “ BERKAH FASHION” beralamatkan di Jalan Bangau No. 16 Salatiga, sudah buka selama kurang lebih 15 tahun, dan menurut beliau selama membuka usaha ini Alhamdulillah tidak memiliki kendala yang berarti, karena Bapak Sugiyanto membuka usahanya dengan modal sendiri. Beliau sering membeli pakaian impor bekas dari kota Bandung dengan harga perbal (100kg) 6 juta sampai 7 juta rupiah, dan dengan harga sekian beliau sudah memperoleh pakaian dengan jenis kaos, hem, celana panjang, celana pendek, dan jaket. Beliau sebenarnya sudah tahu jika usaha yang dijalaninya sebenarnya dilarang oleh Pemerintah, namun beliau menanggapi hal ini dengan tenang saja. Karena sampai saat ini tindakan yang dilakukan Pemerintah masih sebatas memberikan penyuluhan saja. Pemerintah belum mengambil

53

tindakan tegas seperti apa yang mestinya tertulis di PERMENDAG No. 51/ M- DAG/ PER/ 7/ 2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas yakni memusnahkan pakaian impor bekas yang masih beredar dipasaran.

Selanjutnyadari wawancara yang dilakukan peneliti pada hari kamis (7/7) dengan salah satu penjual yang merupakan asli orang Salatiga, bernama Bapak Azhari (40). Beliau sudah berdagang pakaian impor bekas sejak 3 tahun terakhir ini, menurutnya pendapatan penjualan pakaian bekas tidak menentu terkadang banyak yang membeli terkadang juga tidak ada sama sekali dalam sehari itu. Lapak Bapak Azhari terletak di Pasar Raya II lantai dasar, lapak dengan ukuran sekitar 2 X 2 meter yang dipenuhi dengan tumpukan- tumpukan pakain bekas yang sudah tertata rapi dengan warna yang sedikit sudah memudar. Jika dilihat dari lapak yang lain, lapak Bapak Azhari lebih luas dan lebih lengkap saat ditanya alasannya menjual pakaian bekas, alasan beliau menjual pakaian impor bekas karena harga yang lebih murah, jika dibanding beliau harus membuka usaha menjual pakaian baru yang modalnya bisa 10 kali lipat. Pakaian bekas yang di jual di Pasar Raya II juga diperoleh dari makelar yang biasanya menjual secara karungan, dengan harga perkarung kisaran 2 juta hingga 4 juta rupiah.

54

Pasar Raya II memang pasar yang disediakan Pemerintah khusus untuk menjual pakaian dan sepatu dengan harga yang terjangkau. Di sini pembeli bisa melakukan transaksi dengan cara tawar menawar dengan penjualnya, yang terpenting antara penjual dan pembeli sama- sama sepakat dengan harga yang disetujui. Tak beda dengan pembeli pakaian baru, para pembeli pakaian bekas biasanya juga menawar saat membeli pakaian bekas. Tetapi tidak hanya pakaian impor bekas ada juga pakaian bekas yang memang sengaja dijual oleh para pemiliknya karena mereka ingin membeli kebutuhan lain atau para pengepul yang biasanya membeli baju- baju bekas itu dari daerah- daerah desa dan kemudian mereka menjualnya kembali di kota. Di Pasar Raya II sendiri ada sekitar 10 lapak yang menjual pakain impor bekas atau pakaian bukan impor. Pakaian bukan impor sendiri biasanya batik atau baju- baju dinas yang sudah tidak terpakai lagi oleh pemiliknya.

Kemudian peneliti juga melakukan wawancara dengan Bapak Martin (59) pada hari sabtu (27/8), penjual pakaian impor bekas yang berasal dari Ambon ini sudah membuka usaha jual beli pakaian impor bekas sejak lima tahun yang lalu, tepatnya di awal tahun 2011. Beliau membuka usahanya ini dengan modal awal 70 juta rupiah, dan itu sudah termasuk biaya sewa tempat. Lapak Bapak Martin buka dari jam 13.00 WIB hingga malam hari, dan pembeli paling ramai di jam- jam sore hari. Kebanyakan dari

55

mereka ibu- ibu, bapak- bapak, dan mahasiswa. Terkadang para mahasiswa membeli pakaian sebanyak 20 potong untuk dijual kembali kepada teman- temannya di kampus. Harga pakaian impor bekas mulai dari 25 ribu hingga ratusan ribu rupiah, tergantung dari jenis pakaian dan kualitasnya. Barang dagangan milik beliau diperoleh dari luar negeri, seperti Malaysia, Singapura, Jepang, Taiwan, dan Korea. Pakaian impor bekas masuk ke Indonesia melalui Pelabuhan Tanjung Balai Kepulauan Riau, yang selanjutnya dikirim melalui Pulau Sumatera dengan jalur darat dan pakaian impor bekas didrop di Kota Kediri yang kemudian didistributorkan ke daerah- daerah seperti Salatiga, Solo, Boyolali dan kota- kota besar di Pulau Jawa lainya. Pakaian impor bekas didrop di Kota Kediri agar tidak ketahuan oleh Pemerintah. Dari pemaparan beliau, usaha penjualan pakaian impor bekas juga ada organisasinya, namun beliau tidak mau memberikan penjelasan lebih mengenai siapa- siapa saja yang menjadi ketua, dan anggota- anggota penjualan pakaian impor bekas. Beliau juga memaparkan jika pakaian- pakain impor bekas yang dijual kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan pakaian- pakaian dari Indonesia, seperti jahitanya, dan jenis kainnya. Beliau membeli pakaian impor bekas dengan harga perbal dari 4 juta hingga 7 juta rupiah, pakain impor bekas dikirim ke Kota Salatiga dengan menggunakan jasa paket seperti Dakota dan JNE.

56

Keuntungan yang diperoleh dalam usaha jual beli pakaian impor bekas juga tidak menentu setiap bulannya. Biasanya pedagang memperoleh laba bersih 1 juta hingga 10 juta perbulan. Para penjual pakaian impor bekas juga menjual pakaian- pakaian sisa ekspor yang mereka peroleh dari pemasok yang berada di Dermaga Ekspor Barang di Pelabuhan Tanjung Mas Semarang atau di Pelabuhan Merak di daerah Banten.

Dokumen terkait