• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran umum Perum Pegadaian

4.1.1 Sejarah Pegadaian

Gadai merupakan praktik transaksi keuangan yang sudah lama dalam sejarah peradaban manusia. Sistem rumah gadai yang paling tua terdapat di negara China pada 3.000 tahun yang silam, juga di Eropa dan kawasan Laut Tengah pada zaman Romawi dahulu. Namun di Indonesia, praktik gadai sudah berumur ratusan tahun, yaitu warga masyarakat telah terbiasa melakukan transaksi utang-piutang dengan jaminan barang bergerak.

Berdasarkan catatan sejarah yang ada, lembaga pegadaian dikenal di Indonesia sejak tahun 1746 yang ditandai dengan Gubernur Jenderal VOC Van Imhoff mendirikan Bank Van Leening. Namun diyakini oleh bangsa Indonesia bahwa jauh sebelum itu, masyarakat Indonesia telah mengenal transaksi gadai dengan menjalankan praktik utang piutang dengan jaminan barang bergerak. Oleh karena itu, Perum Pegadaian merupakan sarana alternatif pertama dan sudah sejak lama serta sudah banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia. Apalagi di kota-kota besar dan kecil di seluruh Indonesia. Namun

banyak orang yang merasa malu untuk datang ke kantor pegadaian terdekat. Hal itu, menunjukkan bahwa pegadaian sangat identik dengan kesusahan atau kesengsaraan bagi seseorang yang melakukan transaksi gadai. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila yang datang ke kantor pegadaian pada umumnya berpenampilan lusuh dengan wajah tertekan. Namun, belakangan ini Perum Pegadaian mulai tampil dan membangun citra baru melalui berbagai media, termasuk media televisi, dengan motto barunya, “Menyelesaikan Masalah Tanpa Masalah”.

Bentuk dari usaha pegadaian di Indonesia berawal dari Bank Van Lening pada masa VOC yang pada tanggal 20 Agustus 1746 didirikan di Batavia melalui surat keputusan Gubernur Jendral Van Imhoff. Induk bank ini berada di Belanda yang mempunyai tugas memberikan pinjaman uang kepada masyarakat dengan jaminan gadai. Sejak itu, bentuk usaha pegadaian telah mengalami beberapa kali perubahan sejalan dengan perubahan peraturan-peraturan yang mengaturnya. Pada tahun 1800 VOC dibubarkan, selanjutnya Indonesia langsung berada di bawah kekuasaan Belanda. Pada tahun 1811 saat Inggris mengambil alih kekuasaan Belanda di Indonesia, Bank Van Leening dibubarkan oleh Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles. Ketika Belanda kembali berkuasa pada tahun 1816, team penelitian bertugas meneliti keberadaan perkembangan serta menetapkan kebijakan pemerintah di bidang lembaga keuangan.

Pada mulanya usaha pegadaian di Indonesia dilaksanaknan oleh pihak swasta, kemudian pada awal abad ke-20 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda melalui Staatsblad tahun 1901 nomor 131 tertanggal 12 Maret 1901 didirikan rumah gadai pemerintahan (Hindi Belanda) di Sukabumi Jawa Barat. Dengan dikeluarkannya peraturan tersebut, maka pelaksanaan gadai dilakukan oleh pemerintahan Hindia Belanda sebagai diatur dalam Staatblad tahun 1901 nomor 131 tersebut sebagai berikut: “Kedua, Sejak saat itu di bagian Sukabumi kepada siapapun tidak akan diperkenankan untuk memberi gadai atau dalam bentuk jual beli dengan hak memberi kembali, meminjam uang tidak melebihi seratua Gulden, dengan hukuman, tergantung kepada kebangsaan pada pelanggar yang diancam dalam pasal 337 KUHP bagi orang-orang Eropa dan pasal 339 KUHP sebagai orang-orang Bumiputera”.

Selanjutnya, dengan Staatblad 1930 No.266 Rumah Gadai tersebut mendapat status Dinas Pegadaian sebagai Perusahaan Negara (PN) dalam arti undang-undang perusahaan Hindi Belanda (Lembaran Negara Hindia Belanda 1927 No.419).

Pada masa pendudukan Jepang, gedung kantor pusat Jawatan Pegadaian yang terletak di Jalan Kramat Raya 162 dijadikan tempat tawanan perang dan kantor pusat Jawatan Pegadaian dipindahkan ke jalan Kramat Raya 132. Tidak banyak perubahan yang terjadi pada masa pemerintahan Jepang baik dari sisi kebijakan maupun struktur

organisasi Jawatan Pegadaian. Jawatan pegadaian dalam bahasa Jepang disebut ‘Sitji Eigeikyuku’, Pimpinan Jawatan Pegadaian dipegang oleh orang Jepang yang bernama Ohno-San dengan wakilnya orang pribumi yang bernama M. Saubari. (www.pegadaian.co.id)

Pada masa selanjutnya, pegadaian milik pemerintah tetap diberi fasilitas monopoli atas kegiatan pegadaian di Indonesia. Dinas pegadaian mengalami beberapa kali perubahaan bentuk Badan Hukum, sehingga akhirnya pada tahun 1990 menjadi Perusahaan Umum. Pada tahun 1960 Dinas Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Negara (PN) Pegadaian, pada tahun 1969 Perusahaan Umum Pegadaian diubah menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan) Pegadaian, dan pada tahun 1990 Perusahaan Jawatan Pegadaian diubah menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 10 tahun 1990 tanggal 10 April 1990. Pada waktu pegadaian masih berbentuk Perusahaan Jawatan, misi social dari pegadaian merupakan satu-satunya acuan yang di gunakan oleh manajernya dalam mengelola pegadaian. Pengelolaan pegadaian bisa dilaksanakan meskipun perusahaan tersebut mengalami kerugian. Sejak statusnya diubah menjadi Perusahaan Umum, keadaan tersebut tidak sepenuhnya dapat dipertahankan lagi. Di samping berusaha memberikan pelayanan umum berupa penyediaan dana atas hukum gadai, manajemen Perum Pegadaian

diharapkan akan dapat mengalami keuntunagan atau setidaknyapenerimaan yang didapat mampu menutup seluruh biaya dan pengeluarannya sendiri. Dengan status sebagai Perum, sifat pegadaian adalah menyediakan pelayanaan bagi masyarakat umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolan perusahaan yang sehat. Peraturan Pemerintah Rapublik Indonesia Nomor 10 tahun 1990 kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2000 tentang Perum Pegadaian dengan sifat usaha adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan adalah sebesar seluruh nilai pernyataan modal negara yang tertanam dalam perusahaan berdasarkan penetapan Menteri Keuangan. Kemudian pada tahun 2011, perubahan status kembali terjadi yakni dari Perum menjadi Perseroan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.51/2011 yang ditandatangani pada 13 Desember 2011. Namun demikian, perubahan tersebut efektif setelah anggaran dasar diserahkan ke pejabat berwenang yaitu pada 1 April 2012.

Kantor Pusat Perum Pegadaian berkedudukan di Jakarta dan dibantu oleh kantor daerah, kantor perwakilan daerah, dan kantor cabang. Saat ini jaringan umum usaha Perum Pegadaian telah meliputi lebih dari 500 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia.