• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Singkat Lahirnya Pancasila

PANCASILA DAN AZAS TUNGGAL

A. Sejarah Singkat Lahirnya Pancasila

Perumusan Pancasila sebagai dasar negara tidak terlepas dari adanya janji pemerintah Jepang di Tokyo yang diucapkan oleh Perdana Menteri Koiso di hadapan parlemen Jepang pada tanggal 7 September 1944, untuk memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia sebagai hadiah dari pemerintahan Jepang yang dilatar belakangi oleh motif dan muatan politik yang sangat kental.

Pemberian janji tersebut tidak terlepas dari perhitungan strategi Jepang yang melihat Indonesia kaya akan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan dukungan pada angkatan perang Jepang dalam memenangkan perang dunia II melawan sekutu. Akan tetapi janji tersebut baru dilakukan setelah balatentara Jepang mengalami kekalahan-kekalahan di semua medan pertempuran dan adanya desakan dari para pemimpin pergerakan bangsa Indonesia, yang kemudian memaksa pemerintah Jepang untuk membentuk “Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai” atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Pada tanggal 1 Maret 1945 diumumkanlah rencana pembentukan BPUPKI. Dalam penyusunan keanggotaan BPUPKI memerlukan jangka waktu yang lama karena terjadi tawar-menawar antara pihak Indonesia dengan Jepang. Meskipun

demikian akhirnya diumumkan juga daftar susunan keanggotaan BPUPKI. Adapun yang menjadi anggota-anggota BPUPKI terdiri atas orang Indonesia dan Jepang.

Pelantikan BPUPKI dilakukan oleh Gunseikan di Jakarta pada tanggal 28 Mei 1945 dengan dr. Radjiman Wediodiningrat sebagai ketua, Bapak Surono sebagai wakil ketua merangkap kepala kantor/Sekretaris dan seorang bangsa Jepang bernama Yoshio Lehibangase, juga menjabat sebagai wakil ketua, serta anggota sebanyak 64 orang. Adapun tugas BPUPKI adalah mempelajari dan menyusun rencana-rencana pembangunan politik pemerintahan Indonesia Merdeka.

Sementara itu dalam sidang BPUPKI yang pertama yang berlangsung antara tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 membahas mengenai persoalan dasar negara Indonesia merdeka.25

Tokoh-tokok kelompok Nasionalis Islam yang hadir dalam sidang-sidang BPUPKI antara lain, K.H. Mas Mansur, Abdul Kahar Muzakkir, Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Masjkur, K.H.A. Wahid Hasyim, Abikusno Tjokrosujoso, dan H. Agus Salim. Adapun para tokok-tokoh penting golongan Nasionalis Sekuler yang hadir dalam sidang-sidang BPUPKI antara lain ialah Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, H. Muhammad Yamin, Radjiman Wediodiningrat, Prof. Soepomo, Wongsonegoro, Sartono, dan RP Soeroso.26 Pada kesempatan itu Soekarno menguraikan apa yang ia

25

Yuli Hananto, Bermuka Dua: Kebijakan Soeharto Terhadap Soekarno Beserta Keluarganya, (Yogyakarta: Ombak, 2005), h. 41-42.

26

Faisal Ismail, Pijar-Pijar Islam: Pergumulan Kultur dan Struktur, (Yogyakarta: LESFIYogya, 2002), h. 37.

namakan “lima sila (dasar)” yang akan menjadi falsafah resmi dari negara yang hendak dibentuk yaitu negara Indonesia Merdeka.

Perdebatan yang panjang mengenai rumusan dasar negara diwarnai dengan adanya konflik kepentingan antara kaum Nasionalis dan Islam. Perdebatan itu seakan tidak menemukan titik temu. Pada tanggal 1 Juni 1945 Soekarno menyampaikan sebuah pidato dihadapan aggota BPUPKI yang menawarkan sebuah gagasan untuk menjembatani perdebatan pendapat antara dua golongan (Nasinalis dan Islam). Gagasan Soekarno tersebut diterima oleh semua anggota BPUPKI sebagai “win-win solution”. Sehingga pada tanggal 1 Juni 1945 ditetapkan sebagai hari lahirnya Pancasila.

Sebagai prinsip dari sila pertama dasar negara yang hendak dibangun oleh Soekarno adalah “kebangsaan”. Akan tetapi lebih lanjut Soekarno menambahkan bahwa yang dimaksudnya bukanlah kebangsaan dalam arti yang sempit. Sedangkan negara yang hendak didirikan menurut Soekarno adalah negara “kebangsaan untuk semua”. Semua orang berhak atas tanah air Indonesia.

Prinsip yang kedua yang ditawarkan oleh Soekarno kepada para anggota BPUPKI adalah ”kemanusiaan” dalam hubungan antara bangsa-bangsa (kekeluargaan bangsa-bangsa). Dalam pandangan itu Soekarno mengatakan bahwa kemanusiaan atau perikemanusiaan sama halnya dengan “Internasionalisme”. Hal ini memberikan penjelasan bahwa “kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia Merdeka, melainkan kita harus menuju pula kekeluargaan bangsa-bangsa “atau” persatuan dunia.

Lebih jelas Soekarno mengatakan bahwa “Internasionalisme” tidak akan dapat tumbuh subur apabila tidak berakar di dalam alam Nasionalisme. Sebaliknya Nasionalisme tidak akan tumbuh subur pula kalau tidak hidup dalam wadah Internasionalisme. Dengan demikian dua hal tersebut saling berkaitan erat. Artinya prinsip kebangsaan sebagai prinsip yang pertama berkaitan erat dengan prinsip yang kedua yaitu perikemanusiaan atau internasionalisme.

Adapun yang menjadi prinsip asas yang ketiga adalah mufakat. Prinsip ini sering pula disebut sebagai prinsip “demokrasi”. Soekarno berpendapat bahwa hal ini hanya dapat dicapai jika semua pihak diwakili sampai kesuatu tingkat yang memuaskan semua orang. Dengan kata lain negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang , bukan satu golongan, walaupun orang kaya. Tetapi kita mendirikan negara yaitu semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu. Hal ini diyakini Soekarno bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia adalah permusyawaratan, perwakilan. Pada intinya gagasan Soekarno tersebut ditujukan kepada golongan Islam supaya tidak bersikeras menuntut pembentukan sebuah Negara Islam yang tidak akan memungkinkan adanya kerja sama yang aktif dari golongan-golongan agama lain.

Selanjutnya sebagai hasil yang dicita-citakan oleh Soekarno diungkap dalam prinsip yang keempat yaitu “kesejahteraan”, prinsip yang menyatakan bahwa tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka. Sehubungan dengan hal itu Soekarno menginginkan badan permusyawaratan yang akan dibentuk hendaknya bukan badan permusyawaratan demokrasi politik saja, tetapi badan yang

bersama-sama masyarakat dapat mewujudkan dua prinsip, yaitu keadilan politik dan keadilan sosial.

Sedangkan prinsip yang kelima menurut Soekarno adalah menyusun Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip itu sering disebut sebagai prinsip “ketuhanan”. Dengan demikian Soekarno menghendaki untuk mengamalkan jalannya agama baik Islam, Kristen, Hindu, Budha, maupun agama-agama yang lain dengan cara masing-masing.27

Pada 22 Juni 1945, setelah menyampaikan pidatonya yang bersejarah itu, Soekarno segera membentuk panitia kecil yang terdiri dari sembilan orang. Panitia ini dikenal dengan nama “Panitia Sembilan”. Di bentuknya panitia ini untuk merumuskan dasar negara, yang berusaha mencari jalan keluar antara apa yang disebut golongan bangsawan mengenai agama dan negara yang masalahnya sudah muncul sejak masa persidangan pertama. Panitia ini akhirnya berhasil mencapai jalan keluar dan diberi bentuk suatu “Rancangan Pembentukan Hukum Dasar” yang kemudian dikenal dengan “Piagam Jakarta”. Panitia ini terdiri dari: Soekarno (sebagai ketua), Mohammad Hatta, Mr. Alfred Andie Maramis, Abikoesno Tjoksoejoso, Abdul Kahar Muzakkir, H. Agus Salim, Mr. Ahmad soebardjo, K.H. Abdul Wahid Hasyim dan Muhammad Yamin.28

27

Hananto, Bermuka Dua, h. 46-48. 28

Endang Saefuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945: Sebuah Konsensus Nasional Tentang Dasar Negara republik Indonesia (1945-1949), (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 28.

Di dalam Piagam Jakarta dimuat rumusan dasar negara sebagai hasil kerja kolektif yang dilakukan oleh panitia sembilan yang terdiri dari 5 (lima) yaitu: (1) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, (5) Keadilan sosial bagi rakyat Indonesia.

Tujuan yang diinginkan dalam pembentukan panitia ini adalah untuk menentukan azas dasar negara, karena pada sidang pertama pembentukan asas itu belum diterima sebagai asas negara Indonesia disebabkan adanya pertentangan. Pertentangan ini terjadi di dua paham. Pertama, menginginkan bahwa Indonesia didirikan sebagai negara Islam. Kedua, menginginkan bahwa Indonesia didirikan atas persatuan nasional yang memisahkan antara urusan negara dan agama, bukan negara Islam.

Panitia sembilan menyetujui sebulat-bulatnya rancangan preambule yang disusun oleh anggota yang terhormat. Adapun dimaksud dengan isi preambule itu adalah bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia yang diumumkan pada 17 Agustus 1945, semuaya itu tidak terlepas atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Dalam preambule yang berisikan empat alinea ini disebutkan adanya dorongan yang penuh, supaya bangsa Indonesia merdeka, dengan tujuan bahwa bangsa Indonesia menjadi sebuah pemerintahan yang membentuk dan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kemudian

menyejahterakan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Alinea terakhir inilah yang mencakup sebuah landasan

ideologi dasar negara Indonesia yang dikenal dengan nama Pancasila.

Berdasarkan isi Piagam Jakarta tersebut menggambarkan bahwa adanya sikap kebangsaan yang dimiliki oleh setiap orang untuk menjadikan Pancasila sebagai

landasan ideologi negara. Nilai-nilai Pancasila yang terdapat di dalam Piagam Jakarta itu sesuai dengan kriteria kehidupan rakyat, dan tidak menentang serta mengabaikan ajaran-ajaran agama apapun yang ada di Indonesia. Sebagaimana yang diklaim oleh kelompok-kelompok yang menolak Pancasila dijadikan sebagai landasan ideologi negara.29

Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dinyatakan kembali kepada UUD 1945 yang berarti perumusan Pancasila dalam UUD 1945 itu yang berlaku secara sah dan resmi hingga lengsernya Orde Baru.

Dokumen terkait