• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sektor Pertanian

Dalam dokumen KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (Halaman 22-35)

1.3. Sisi Penawaran

1.3.1 Sektor Pertanian

Tabel 1.6 Pertumbuhan dan Kontribusi PDRB menurut Sektor Ekonomi

Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Timur, diolah

1.3.1 Sektor Pertanian

Laju pertumbuhan sektor pertanian di triwulan IV-2013 dibanding triwulan sebelumnya mengalami perbaikan dari 3,84% menjadi 8,01% (yoy). Sumbangan pertumbuhan yang diberikan juga meningkat dari 0,27% menjadi 0,52%. Dengan demikian, pertumbuhan sektor ini tercatat tumbuh melambat dari 5,66% di tahun 2012 menjadi 4,67% di tahun 2013. Perbaikan kinerja sektor ini sebagian besar dipengaruhi oleh subsektor tanaman bahan makanan dan kehutanan. Semakin baiknya pertumbuhan produksi padi dan jagung menjadi faktor utama penyumbang pertumbuhan di triwulan ini (Grafik 1.18).

Grafik 1.18 Perkembangan Produksi Padi Sawah

Sumber: BPS Provinsi Kaltim, diolah

Grafik 1.19 Produksi dan Luas Panen Padi Sawah

Sumber: BPS Provinsi Kaltim, diolah

Membaiknya kinerja produksi tanaman padi juga terkonfirmasi dari angka ramalan (ARAM II) yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), dimana hasil produksi dan luas panen akan meningkat pada akhir tahun (Grafik 1.19). Sentra produksi padi di Kaltim berada di kabupaten Kutai Kartanegara, Bulungan, dan Penajam Paser Utara. Selain padi, pertumbuhan yang membaik ini juga disumbang oleh kenaikan produksi pada tanaman jagung di akhir tahun 2013 (Grafik 1.20) Sementara itu produksi peternakan yang melambat disumbang dari hasil produksi sapi, kambing, dan ayam dari daerah Paser dan Kutai Kartanegara yang cenderung sedikit menurun.

Tw I-2013 Tw II-2013 Tw III-2013 Tw IV-2013 Total Tw I-2013 Tw II-2013 Tw III-2013 Tw IV-2013 Total

Pertanian 1.56 5.57 3.84 8.01 4.67 0.11 0.38 0.27 0.52 0.32 Pertambangan -0.04 0.81 -0.89 -0.82 -0.23 -0.02 0.35 -0.38 -0.35 -0.10 Industri Pengolahan -5.78 -6.52 -0.07 -3.09 -3.93 -1.35 -1.51 -0.02 -0.69 -0.89 Listrik, Gas, Air 5.20 4.78 4.00 3.93 4.47 0.02 0.02 0.01 0.01 0.02 Bangunan 13.75 10.20 8.89 8.04 10.13 0.59 0.46 0.42 0.39 0.46 Perdagangan, Hotel, Resto 4.78 6.28 6.54 6.10 5.93 0.46 0.61 0.65 0.61 0.58 Pengangkutan, Komunikasi 7.61 7.14 7.23 8.24 7.56 0.48 0.46 0.48 0.55 0.50 Keuangan, Persewaan 17.75 12.98 11.11 10.52 12.93 0.64 0.50 0.45 0.44 0.51 Jasa-jasa 8.39 8.00 8.01 8.60 8.25 0.19 0.19 0.19 0.21 0.19

PDRB 1.13 1.45 2.08 1.69 1.59 1.13 1.45 2.08 1.69 1.59

PDRB TANPA MIGAS 5.23 5.34 4.46 5.63 5.17 3.58 3.69 3.15 3.95 3.59

Sektor Ekonomi Pertumbuhan (yoy) Kontribusi Pertumbuhan

-20% 0% 20% 40% 60% 80 100 120 140 160 180 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 2011 2012 2013 growth Indeks Padi Sawah g (yoy)

11

Grafik 1.20 Produksi dan Luas Panen Jagung

Sumber: BPS Provinsi Kaltim, diolah

Grafik 1.21 Indeks Produksi Kelapa Sawit

Sumber: BKPM, diolah

Di sisi lain, hasil produksi sub sektor perkebunan kelapa sawit sebagai sektor yang menjadi prioritas revitalisasi di Kaltim mengalami pelambatan namun masih pada area yang positif (Grafik 1.21). Faktor curah hujan yang cukup tinggi pada semester lalu berpengaruh pada turunnya hasil produksi di periode laporan. Curah hujan rata-rata pada triwulan II berada pada level menengah menuju ke tinggi (201-300 mm). Meski demikian, optimisme pengusaha untuk melakukan ekspansi di subsektor kelapa sawit saat ini masih tinggi karena besarnya potensi permintaan ke depan. Selain itu peluang harga untuk kembali ke level yang tinggi

seperti tahun 2011 juga masih sangat terbuka (rebound). Selama triwulan IV-2013 harga CPO

internasional tercatat masih cukup rendah di level US$752/MT sampai dengan US$805/MT(Grafik 1.22). Harga ini cenderung masih lebih rendah dibandingkan rerata harga 5 tahun yang berada di level US$851/MT. Sebaliknya, rerata harga TBS di tingkat lokal sudah

mengalami rebound karena banyaknya tanaman yang memasuki umur produktif.

Indikator pendukung dari sisi penyaluran kredit (berdasarkan lokasi proyek di Kaltim) untuk sektor pertanian tercatat masih tumbuh tinggi meskipun melambat dari 39,72% (yoy) menjadi 22,65% (yoy). Kredit yang disalurkan ke sektor pertanian sampai dengan periode akhir triwulan IV-2013 mencapai Rp15,14 trilyun (Grafik 1.23).

Grafik 1.22 Harga TBS Kaltim

Sumber: Disbun Kaltim & Bloomberg

Grafik 1.23 Perkembangan Kredit Sektor Pertanian

Sumber: LBU - KPw BI Prov.Kaltim

0% 10% 20% 30% 50 80 110 140 170 200 230 260 290 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 2011 2012 2013 growth Indeks Produksi Kelapa Sawit (TBS) g (yoy)

400.00 600.00 800.00 1,000.00 1,200.00 1,400.00 1,600.00 1,800.00 1 2009 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2010 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2011 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2012 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2013 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2014 (Rp/Kg) (USD/MT) Rerata Harga TBS Kaltim International CPO Price 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 0 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 2010 2011 2012 2013 Kredit Pertanian g (yoy) (RHS) (Rp miliar)

12

1.3.2 Sektor Pertambangan

Sektor pertambangan dan penggalian tercatat sebagai salah satu sektor yang mengalami kontraksi pada triwulan IV-2013. Kontraksi yang terjadi di sektor ekonomi terbesar ini tercatat 0,82%, sedikit membaik dibandingkan periode lalu berkontraksi 0,89% (yoy). Sejalan dengan itu kontribusi pertumbuhannya terhadap perekonomian makro juga turun, meskipun dengan magnitude membaik dari -0,38% menjadi -0,35%. Dengan demikian, sektor ini tercatat turun dari 5,07% di tahun 2012 menjadi kontraksi 0,23% di tahun 2013. Untuk pertambangan migas berkontraksi semakin dalam dari 5,84% menjadi kontraksi 9,06% (yoy) pada laporan. Di sisi lain pertambangan non migas (batubara) mengalami peningkatan pertumbuhan dari 0,93% (yoy) menjadi 2,48% (yoy).

Sumur-sumur migas di Kaltim yang semakin tua menjadi pemicu utama terus menurunnya tingkat produksi. Dengan asumsi tidak adanya sumur baru, maka tingkat

penurunan produksi secara alami (natural declining) sebesar 11% untuk gas alam dan 4,5-5%

untuk minyak bumi per tahunnya. Usaha yang dilakukan dalam mengurangi kontraksi adalah dengan cara penjajakan eksplorasi di laut dalam. Asesmen penurunan pertambangan migas tersebut terkonfirmasi dari data lifting minyak dan gas yang masih menunjukkan kontraksi pertumbuhan hampir selama dua tahun terakhir (Grafik 1.24 & 1.25).

Grafik 1.24 Lifting Gas Alam Kaltim

Sumber: Kementerian ESDM

Grafik 1.25 Lifting Minyak Bumi Kaltim

Sumber: Kementerian ESDM Grafik 1.26 Produksi Batubara PKP2B Kaltim

Sumber: McCloskey Indonesian Coal Report

Grafik 1.27 Harga Batubara Domestik&Internasional

Sumber: Kementerian ESDM dan Bloomberg Sementara itu peningkatan kinerja pertambangan non migas ditopang oleh perbaikan harga batubara acuan, meskipun dengan magnitude melambat (Grafik 1.26). Namun demikian pertumbuhan ini belum maksimal karena permintaan dari India melambat secara signifikan

-30% -25% -20% -15% -10% -5% 0% -50 100 150 200 250 300 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 2011 2012 2013 Lifting Gas g (yoy) (RHS) -35% -30% -25% -20% -15% -10% -5% 0% 5% 10% -2 4 6 8 10 12 14 16 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 2011 2012 2013 Lifting Minyak g (yoy) (RHS) (jt barel) -20% -10% 0% 10% 20% 30% 40% -5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 2011 2012 2013 Produksi PKP2B g (yoy) (RHS) (juta ton) 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 1 2009 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2010 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2011 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2012 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2013 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2014 (USD/MT)

Harga Batubara Acuan (HBA)

International Coal Price

13

dari 28,42% (yoy) di triwulan III-2013 menjadi 7,42% (yoy) di triwulan laporan. Lemahnya permintaan India merupakan dampak dari penurunan pada industri manufaktur di India. Hal ini dikonfirmasi dengan indeks produksi manufaktur (PMI) India pada bulan triwulan IV-2013 hanya sedikit berada di atas garis 50, bahkan sempat berada di bawah garis 50 pada awal triwulan (Grafik 1.28). Penurunan terjadi terutama pada industri otomotif dan konstruksi yang merupakan industri utama di India. Penurunan pada industri manufaktur di India semakin diperburuk oleh depresiasi Rupee sebagai dampak dari defisit neraca perdagangan dan penurunan suku bunga perbankan. Sebaliknya, volume ekspor batubara ke Cina mengalami perbaikan menjelang tahun baru Imlek dimana pedagang dan penguasa melakukan penambahan stok. Selain itu, perbaikan harga juga memberi kontribusi pada positifnya nilai tambah. Kebutuhan batubara dari dua negara tujuan ekspor utama Kaltim, yaitu Cina dan India terutama untuk kebutuhan PLTU dan sumber energi industri sehingga apabila terjadi pelemahan ekonomi di dua negara tersebut, terutama di industri manufaktur pada akan besar dampaknya terhadap kinerja ekspor batubara Kaltim. Jika dilihat dari sisi permintaan domestik juga masih tumbuh positif meskipun cenderung melambat dari 44,84% menjadi 20,67% di triwulan laporan (Grafik 1.29).

Grafik 1.28 PMI Manufaktur Cina & India

Sumber : HSBC

Grafik 1.29 Penjualan Domestik (DMO) PKP2B

Sumber : IHS McCloskey Coal Report

Dari sisi harga, perbaikan harga internasional mulai terjadi di triwulan ini sampai dengan USD63,17/MT. Perbaikan harga internasional ini berdampak langsung pada perbaikan HBA yang pada posisi akhir tahun menguat ke USD80,31/MT. Penguatan dalam level terbatas

diperkirakan dapat terjadi sampai dengan akhir tahun 2014. Hal ini tercermin dari future price

komoditas batubara yang cenderung volatile mengarah naik, namun masih di bawah level terbatas di bawah USD100/MT sampai dengan akhir tahun 2014 (Grafik 1.30).

Dari sisi produksi, faktor yang menahan pertumbuhan terjadi karena hilangnya pemain-pemain kecil sebagai dampak tergerusnya margin. Namun demikian aktivitas pada perusahaan besar masih tinggi karena adanya kontrak jangka panjang dengan pembeli dan perusahaan kontraktor. Selain itu, dalam menjaga keuntungan di tengah margin yang masih rendah, memaksimalkan volume adalah pilihan utama penambang selain efisiensi biaya. Dalam menahan keuntungan, penambang besar memiliki Bauran Kebijakan produksi dalam rangka meminimalisir ongkos produksi yang berakhir pada terjaganya margin. Bauran strategi yang dilakukan perusahaan besar antara lain dengan cara melakukan penambangan secara selektif

dengan cara menambang batubara dengan stripping ratio rendah, meminimalisir level

40 42 44 46 48 50 52 54 56 58 60 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2011 2012 2013 China India (Indeks) -50% 0% 50% 100% 150% 200% -1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 2011 2012 2013 DMO PKP2B g (yoy) (RHS) (juta ton)

14

adanya permintaan ataupun menunggu harga berada di level yang menguntungkan. Namun demikian, efisiensi yang dihasilkan dari strategi tersebut belum sepenuhnya berhasil menahan margin penambang di tengah lemahnya permintaan.

Grafik 1.30 Harga Futures Komoditas Batubara

Sumber: Globalcoal Report

Grafik 1.31 Perkembangan Kredit Pertambangan

Sumber: LBU Bank Indonesia

Faktor cuaca curah hujan rata-rata pada triwulan IV-2013 dengan curah hujan menengah pada level menengah (151-200 mm), bahkan curah hujan di beberapa daerah cenderung tinggi (301-400mm) menjadi hambatan bagi perusahaan pertambangan batubara di Kaltim untuk dapat mengoptimalkan kinerja produksinya. Kondisi curah hujan diperkirakan tetap berada di tingkat menengah pada level tinggi (201-400 mm) pada bulan Januari 2014 diwaspadai oleh pengusaha batubara. Dari sisi penyaluran kredit berlokasi proyek di Kaltim untuk sektor pertambangan sampai dengan periode akhir triwulan IV-2013 mencapai Rp13,03 triliun atau tumbuh 17,12% (yoy). Pertumbuhan kredit ini membaik dibandingkan triwulan lalu yang hanya tumbuh 2,34% (yoy) (Grafik 1.31).

1.3.3 Sektor Industri Pengolahan

Penurunan nilai tambah produksi migas yang lebih dalam dibandingkan periode lalu cukup membawa dampak terhadap perlambatan ekonomi Kaltim secara agregat, mengingat perannya mencapai 24,55% terhadap pembentukan PDRB. Level kontraksi pertumbuhan industri pengolahan Kaltim pada triwulan IV-2013 semakin dalam dibandingkan kondisi periode sebelumnya, dari -0,07% menjadi -3,09% (yoy). Dengan demikian, magnitude kontraksi di sektor ini tercatat membaik dari -5,91% di tahun 2012 menjadi -3,93% di tahun 2013. Kondisi ini didorong oleh semakin dalamnya kontraksi pertumbuhan industri migas dari -5,84% menjadi -9,06% (yoy). Sementara industri pengolahan non migas yang didominasi oleh industri pupuk dan kertas tumbuh lebih tinggi dibanding triwulan lalu.

Berdasarkan data yang dimiliki bahwa produksi kilang minyak Kaltim di triwulan IV-2013 tercatat tumbuh negatif 0,98%, jauh melebihi pertumbuhan triwulan lalu yang mengalami kontraksi sebesar 7,03% (Grafik 1.32). Perlu dicermati bahwa mayoritas minyak yang diproses di kilang minyak Kaltim berasal dari daerah lain dan impor dari luar negeri. Dari 35 jenis minyak mentah yang digunakan, hanya ada 3 jenis minyak yang berasal dari Kaltim yang berkontribusi cukup tinggi yakni jenis Handil, Bunyu dan Sepinggan. Ada pula beberapa

70 75 80 85 90 95 Jan'14 Feb'14 Q1'14 Q2'14 Q3'14 Q4'14 2014 2015 2016 2017 ICE Rotterdam

ICE Richards Bay ICE global COAL NEWC (USD/ton) -20% -10% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 0 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 2010 2011 2012 2013 Kredit Pertambangan g (yoy) (RHS) (Rp miliar)

15

minyak Kaltim lainnya yang menjadi bahan baku seperti Bekapai, Mamburungan, Tarakan dan

Westseno, namun sharenya rendah.

Sementara itu produksi gas yang pangsanya mencapai 76% dari industri pengolahan migas Kaltim secara umum juga masih mengalami kontraksi pertumbuhan. Realisasi pengiriman LNG Kaltim selama semester IV-2013 diperkirakan tumbuh sebesar 3,58% (yoy) dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu ditengah turunnya harga internasional yang memicu belum maksimalnya nilai tambah. Adapun total produksi sepanjang tahun 2013 diperkirakan hanya akan mencapai 191 kargo atau secara keseluruhan akan turun 7,5% dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 206 kargo (Grafik 1.33 dan 1.34).

Namun demikian, natural declining produksi gas Kaltim dapat ditekan seiring dengan

berproduksinya gas dari proyek South Mahakam Development 1 dan 2 pada pertengahan 2013. Produksi puncak gas lapangan ini diperkirakan 250 mmscfd. Lapangan South Mahakam merupakan lapangan baru yang dikembangkan oleh Total E&P Indonesie yang merupakan pengembangan dari Blok Mahakam dengan alokasi investasi dana mencapai US$ 140 juta.

Grafik 1.32 Pengapalan LNG Kaltim

Sumber: Hasil Liaison Bank Indonesia

Grafik 1.33 Pangsa Penjualan LNG

Sumber: Hasil Liaison Bank Indonesia

Grafik 1.34 Kredit Perindustrian

Sumber: LBU Bank Indonesia

Pertumbuhan kinerja industri pengolahan Kaltim yang membaik secara relatif cukup dapat dikonfirmasi oleh indikator kredit sektor industri pengolahan pada triwulan IV-2013 yang mencapai Rp9,47 triliun, atau tumbuh semakin tinggi dibanding triwulan sebelumnya dari 222,53% menjadi 256,06% (yoy). Tingginya realisasi kredit perindustrian ini diakibatkan

-30% -25% -20% -15% -10% -5% 0% 5% 10% 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 Tw 1 Tw 2 Tw 3 Tw 4 2011 2012 2013 (yoy)

Cargo Std. Cargo Growth (yoy)

48% 16% 28% 7% 47% 16% 24% 13% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%

Jepang Taiwan Korea Domestik Pangsa 2012 Pangsa 2013 -100% -50% 0% 50% 100% 150% 200% 250% 300% 0 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000 9,000 10,000 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 2010 2011 2012 2013 Kredit Perindustrian g (yoy) (RHS) (Rp miliar)

16

adanya pinjaman baru yang cukup besar kepada industri pupuk Urea dalam rangka ekspansi usaha berupa pembuatan pabrik baru (Grafik 1.35).

1.3.3 Sektor Lainnya

Sektor lainnya yang menjadi pendukung di Kaltim selain tiga sektor utama adalah sektor PHR dan bangunan. Pada triwulan ini, sektor Perdagangan Hotel dan Restoran tercatat melambat dari 6,54% (yoy) menjadi 6,1% (yoy). Perlambatan yang terjadi di sektor PHR ini merupakan imbas langsung dari pelemahan yang terjadi di sektor pertambangan batubara dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini terindikasi dari lemahnya omzet restoran dan belum maksimalnya tingkat hunian hotel di triwulan laporan .

Grafik 1.35 Tingkat Hunian Hotel

Sumber: Hasil Liaison Bank Indonesia

Grafik 1.36 Omzet Restoran

Sumber: Hasil Liaison Bank Indonesia

Sementara itu, pertumbuhan sektor bangunan juga mengalami perlambatan dari 8,89% (yoy) menjadi 8,04% (yoy). Seiring dengan perlambatan pertumbuhan, kontribusi pertumbuhan juga tercatat turun dari triwulan ini dibandingkan dengan triwulan ini. Perlambatan yang terjadi di sektor bangunan ini merupakan dampak dari tingginya kebutuhan semen yang masih belum dapat dipenuhi oleh distributor di Kalimantan Timur. Kebutuhan semen Kalimantan Timur yang cukup tinggi, yakni 90.000 ton per bulan sampai saat ini belum dapat sepenuhnya dipenuhi oleh distributor. Bahkan pada akhir tahun kebutuhan semen di Kaltim dapat menlonjak sampai dengan 50% dibandingkan bulan lainnya. Hal ini terindikasi dari melonjaknya harga semen sampai dengan Rp67.000/sak di tingkat eceran pada tengah triwulan IV-2013, bahkan di akhir triwulan sempat mencapai Rp90.000/sak. Sampai dengan

saat ini sudah ada packing plant semen yang beroperasi di Palaran dengan kemampuan

distribusi 4.000 ton/hari. Kedepannya akan dibangun silo di Kariangau dengan kapasitas 110 ton per jam dan packing plant yang berkapasitas 22.000 ton per bulan. Dampak hal ini adalah tidak maksimalnya pembangunan yang terjadi di akhir tahun 2013, meskipun banyak proyek besar pemerintah dan swasta yang digesa di triwulan terakhir tahun ini.

-15% -10% -5% 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% -20 40 60 80 100 120 140 160 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2011 2012 2013

Malam Kamar Terjual (Hotel) g(yoy) (RHS) 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% -50 100 150 200 250 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2011 2012 2013

Boks 1.

Dampak Kenaikan BI Rate terhadap Kinerja Perusahaan Studi Kasus Provinsi Kaltim

Latar Belakang Survei

BI Rate atau suku bunga acuan Bank Indonesia diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter. Sasaran operasional kebijakan moneter dicerminkan pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan diikuti oleh perkembangan di suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan. Oleh karena itu BI Rate merupakan sebuah komponen penting yang memberi dampak pada perekonomian Indonesia. Kenaikan maupun penurunan yang terjadi pada BI Rate tidak hanya mempengaruhi kinerja perusahaan keuangan, tetapi juga memberikan dampak lanjutan kepada perusahaan yang bergerak di bidang non keuangan.

Selama tahun 2013, BI Rate ditetapkan naik secara berangsur-angsur dari 5,75% menjadi 7,50% di akhir tahun sebagai respon terhadap meningkatnya eskpektasi inflasi atas kondisi internal dan eksternal perekonomian, serta menjadi indikasi adanya pengetatan likuiditas oleh Bank Sentral. Dari sisi internal, kenaikan BI Rate merupakan upaya Bank Indonesia untuk menekan konsumsi masyarakat ditengah tingginya laju inflasi akibat kebijakan pengurangan subsidi BBM. Sementara dari sisi eksternal, membaiknya perekonomian negara maju terutama Amerika Serikat yang diindikasikan dengan turunnya pengangguran dan pengurangan pembelian obligasi pemerintah AS (tapering off) oleh Bank Sentral AS (The Fed) berpotensi memberikan tekanan pada nilai Rupiah. Potensi pelemahan nilai Rupiah ini merupakan dampak dari potensi capital outflow seiring dengan turunnya resiko investasi di negara maju, terutama AS. Pelemahan nilai Rupiah pada akhirnya akan memberikan tekanan lanjutan pada inflasi Indonesia karena naiknya harga barang-barang impor (imported inflation) yang berujung pada turunnya daya beli masyarakat.

Diagram B1.1 - Jalur Transmisi BI Rate

Sumber : Bank Indonesia

Berdasarkan kondisi yang telah disebutkan di atas, Kantor Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Timur berinisiatif untuk melakukan survei deteksi dini pengaruh kenaikan BI Rate kinerja perusahaan di provinsi Kalimantan Timur. Responden survei yang diperhitungkan sebanyak 148 perusahaan dengan komposisi di sektor perbankan sebanyak 10,81%, lembaga keuangan non bank (3,38%), bangunan (20,27%), PHR (25,68%), pertambangan (4%), dan industri pengolahan (10%) dengan total sampel. Adapun yang menjadi tujuan survei antara lain untuk mengetahui persepsi pelaku usaha terhadap kebijakan suku bunga acuan BI (BI Rate), memperoleh informasi terkait dampak kenaikan BI Rate dan respon pelaku usaha pasca kenaikan BI Rate.

Grafik B1.1 - Perkembangan Inflasi & BI Rate

Sumber : BI & BPS

Grafik B1.2 - Profil Responden Survei

Sumber : Survei KPw BI Prov. Kaltim

Persepsi Responden

Hasil survei memperlihatkan bahwa sebagian besar responden cukup memahami kebijakan BI dalam menetapkan BI Rate sebagai suku bunga acuan, dimana hanya 11% responden yang menyatakan tidak memahami. Selanjutnya sebanyak 40% responden menyatakan bahwa kenaikan BI Rate tidak tepat dalam merespon situasi ekonomi, baik internal maupun eksternal. Yang menarik adalah dari 89% responden yang paham tentang BI Rate tersebut, sebagian besar atau 59% diantaranya merupakan responden yang menyatakan bahwa kenaikan BI Rate bukanlah kebijakan yang paling tepat untuk merespon kondisi ekonomi saat ini.

Masih terkait dengan persepsi responden, sebanyak 93% responden memahami bahwa kenaikan BI Rate akan bertransmisi kepada kenaikan suku bunga perbankan. Berdasarkan persepsi yang dimiliki, mayoritas berargumen bahwa besaran BI Rate yang tepat adalah di bawah 10%, yakni pada kisaran 7-9%.

Grafik B1.3 Persepsi Umum tentang BI Rate

Sumber : Survei KPw BI Prov. Kaltim

Grafik B1.4 - Persepsi Ketepatan Kebijakan BI Rate

Sumber : Survei KPw BI Prov. Kaltim

Grafik B1.5 - Suku Bunga Kredit yang Tepat

Sumber : Survei KPw BI Prov. Kaltim

Grafik B1.6 - Transmisi BI Rate thd Suku Bunga

Sumber : Survei KPw BI Prov. Kaltim

Dampak Kenaikan BI Rate terhadap Kinerja Perusahaan

Dari 148 perusahaan yang menjadi sampel survei, 92% menyatakan kenaikan BI Rate memberikan dampak pada perusahaan. Bagi sektor perbankan, sebanyak 53,33% dari 15 Bank Umum

-1.00% -0.50% 0.00% 0.50% 1.00% 1.50% 2.00% 2.50% 3.00% 3.50% 5.00% 5.50% 6.00% 6.50% 7.00% 7.50% 8.00% BI Rate (LHS) Inflasi (mtm) (RHS) K e na ik an B B M 7% 4% 10% 20% 26% 7% 12% 11% 3% Pertanian Pertambangan Industri Bangunan PHR Pengangkutan dan Komunikasi 9% 47% 33% 10% 1% Sangat mengerti Mengerti Cukup mengerti Tidak mengerti Sangat tidak mengerti

2% 37% 21% 37% 3% Sangat tepat Tepat Ragu-ragu Tidak tepat Sangat tidak tepat

54% 37% 6% 3% <10% 10 - 12% 12 - 14% 14 - 16% 93% 1% 6% Ya Tidak Ragu-ragu

yang disurvei menyatakan bahwa kenaikan BI Rate belum mempengaruhi volume kredit saat ini. Namun 71,43% responden sependapat akan mempengaruhi volume kredit 6 bulan mendatang, dan sisanya menyatakan bahwa dampaknya terhadap penurunan kredit akan terjadi pada 3-6 bulan yang akan datang.

Grafik B1.7 - Penurunan Volume Kredit Saat ini

Sumber : Survei KPw BI Prov. Kaltim

Grafik B1.8 - Penurunan Volume Kredit Mendatang

Sumber : Survei KPw BI Prov. Kaltim

Dari sisi suku bunga kredit, 40% bank menyatakan bahwa kenaikan BI Rate sama sekali tidak mempengaruhi suku bunga kredit yang diberikan kepada nasabah existing. Sebaliknya, 53,33% bank menyatakan bahwa kenaikan BI Rate telah mempengaruhi suku bunga yang diberikan kepada nasabah. Untuk suku bunga kredit 3-6 bulan mendatang, 53,33% responden menyatakan bahwa kenaikan BI Rate akan mengakibatkan kenaikan suku bunga kredit untuk seluruh jenis kredit. Sebaliknya, responden menyatakan bahwa untuk debitur baru suku bunga sudah dinaikkan. Hanya 13% responden yang menyatakan bahwa suku bunga tidak akan dinaikkan dan 20% menyatakan bahwa suku bunga akan dinaikkan 3-6 bulan mendatang. Kenaikan BI Rate juga berdampak pada suku bunga dana pihak ketiga baik tabungan, deposito, ataupun giro, dimana hanya 13% responden perbankan yang berpendapat bahwa BI Rate tidak mengakibatkan kenaikan suku bunga DPK.

Grafik B1.9 - Kenaikan Sk.Bunga pada Kredit Existing

Sumber : Survei KPw BI Prov. Kaltim

Grafik B1.10 - Kenaikan Sk. Bunga pada Kredit Baru

Sumber : Survei KPw BI Prov. Kaltim

Transmisi BI Rate terhadap suku bunga perbankan, baik suku bunga kredit maupun DPK secara langsung juga memberikan dampak pada perusahaan non keuangan selain sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor pertambangan. Hal ini diduga karena sebagian besar perusahaan tambang dimiliki atau dikelola oleh masyarakat di luar Kaltim sehingga mayoritas menggunakan pinjaman dari perbankan/lembaga keuangan di luar Kaltim maupun luar negeri. Kondisi yang sama juga terjadi pada sektor pengangkutan, khususnya transportasi laut bisnis penyewaan tug boat dan tongkang untuk mendukung aktivitas industri batubara. Dampak yang ditimbulkan oleh perubahan BI Rate tidak hanya dirasakan oleh perusahaan yang memiliki pinjaman dalam struktur modalnya, tetapi juga pada perusahaan yang sepenuhnya menggunakan modal sendiri atau modal perusahaan induk. Namun demikian, dampak yang timbul bervariasi sesuai dengan karakteristik perusahaan dimana responden yang memiliki omzet lebih dari Rp50 miliar, telah berusaha lebih dari 10 tahun lebih inelastis terhadap BI Rate.

53.33% 46.67% Tidak Ya 71.43% 28.57% 3-6 bulan > 6 bulan 40% 7% 13% 40%

Tidak sama sekali Direncanakan dalam 3-6 bln yad Kenaikan khusus u/ penambahan plafon Sudah dinaikkan 1 - 3% 13% 20% 54% 13%

Tidak sama sekali Direncanakan dalam 3-6 bln yad

Sudah ada kenaikan untuk seluruh jenis kredit Kenaikan terbatas pada jenis kredit konsumsi

Selain itu, ditemukan juga bahwa perusahaan yang memiliki tenaga kerja kurang dari 5 orang lebih kuat terhadap faktor eksternal seperti kenaikan suku bunga acuan.

Grafik B1.11 - Dampak BI Rate

Sumber : Survei KPw BI Prov. Kaltim

Grafik B1.12 - Dampak Sektoral BI Rate

Sumber : Survei KPw BI Prov. Kaltim

Dari sisi 92% perusahaan yang merasakan dampak kenaikan BI Rate tersebut, sebanyak 66% diantaranya sudah merasakan adanya penurunan omzet saat ini. Dimana 19% responden mengalami penurunan omzet sebesar 5%, dan 24% responden menyatakan omzet menurun 5 hingga 10%. Adapun 9% perusahaan mengalami penurunan omzet sekitar 10-12% dan selebihnya menyatakan bahwa omzet turun lebih dari 20%. Hal yang sama juga terjadi untuk prediksi omzet 3-6 bulan mendatang dimana hanya 36% responden menyatakan bahwa kenaikan BI Rate tidak memberi dampak terhadap omzet yang dihasilkan, sedangkan sisanya menyatakan adanya potensi penurunan yang bervariasi, antara 5 sampai lebih dari 20% sebagaimana terlihat pada grafik berikut ini.

Grafik B1.13 - Dampak BI Rate terhadap Omzet Saat ini

Sumber : Survei KPw BI Prov. Kaltim

Dalam dokumen KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (Halaman 22-35)