• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKUEN DALAM PAKET ENDAPAN PARALIK 1 Batas Sekuen dan Penorehan Lembah

DIAGRAM KRONOSTRATIGRAF

BAB 8 SISTEM PARALIK

8.3 SEKUEN DALAM PAKET ENDAPAN PARALIK 1 Batas Sekuen dan Penorehan Lembah

Dalam paket endapan paralik, batas sekuen dicirikan oleh pergeseran sabuk fasies ke arah cekungan atau "ke bawah". Ada dua ciri penting yang berasosiasi dengan penuruna alas kikis, yakni (1) penorehan lembah; dan (2) forced regression.

8.3.1.1 Penorehan Lembah

Tanggapan sistem fluvial terhadap penuruna muka air laut relatif telah dibahas pada Bab 7. Jika lintaran sungai baru lebih curam dibanding profil kesetimbangan sungai, maka sungai pertama-tama akan bertambah lurus dan kemudian akan menoreh untuk membentuk suatu lembah. Lembah torehan merupakan suatu ciri khas dari paket endapan paralik (Van Wagoner dkk, 1990). Lembah torehan itu penting karena merepresentasikan bukti yang sangat kuat mengenai batas sekuen serta karena lembah itu dapat membentuk suatu jebakan hidrokarbon.

8.3.1.2 Pengenalan Lembah Torehan

Dengan terbatasnya data sumur atau data singkapan, kita seringkali menemukan kesukaran untuk membedakan (1) individu-individu alur (misalnya alur sungai atau tidal distributary channel); (2) multistorey channel sand bodies; dan (3) lembah torehan. Baik lembah torehan maupun alur memiliki bidang batas bawah yang tajam serta umumnya diisi oleh paket endapan yang menghalus ke atas. Demikian pula, baik lembah torehan maupun multistorey channel sandstone dapat terdiri dari dua atau lebih tubuh batupasir endapan alur yang bertumpuk satu di atas yang lain. Walau demikian, ada beberapa ciri kunci yang memungkinkan kita untuk membedakan tubuh-tubuh sedimen tersebut, yakni:

1. Material pengisi lembah torehan umumnya lebih lebar dan lebih tebal dibanding material pengisi alur. Lembah torehan umumnya memiliki nisbah lebar terhadap ketebalan sekitar 1 : 1000, atau lebih, sedangkan alur biasanya relatif sempit dengan nisbah lebar terhadap ketebalan sekitar 1 : 100 (Reynolds, 1994b; tabel 8-2).

2. Suatu lekukan dapat ditafsirkan sebagai lembah torehan apabila pada lekukan itu kita dapat menemukan kerukan yang dalam (kerukan yang lebih dalam daripada ketebalan individu alur). Secara umum, jejak torehan itu diwujudkan dalam bentuk teras.

3. Penorehan lembah seringkali disertai dengan pembentukan ruang akomodasi pada laju yang makin lama makin lambat, kemudian diikuti oleh suatu fasa dimana akomodasi terbentuk dalam laju yang lebih cepat. Perubahan progresif seperti itu kemungkinan besar akan terekam dalam rekaman batuan yang mengindikasikan jejak-jejak kedekatannya dengan batas sekuen. Sebagai contoh, apabila laju pembentukan ruang akomodasi menurun, maka ketebalan parasekuen dan volume endapan bobolan (crevasse splay deposits) kemungkinan besar juga akan menurun, sedangkan hubungan antar alur kemungkinan besar akan bertambah.

4. Fasies yang mengisi lembah torehan merekam pergeseran sabuk fasies ke arah cekungan. Ada dua tipe endapan pengisi lembah torehan yang sering ditemukan dalam paket endapan paralik: (1) endapan estuarium; dan (2) endapan yang berevolusi dari endapan fluvial menjadi endapan estuarium. Batulumpur bahari juga dapat mengisi lembah torehan (gambar 8-4).

5. Sebagai akibat terjadinya peremajaan sungai, lembah torehan umumnya mengandung sedimen paling kasar yang tersedia secara lokal.

6. Haq dkk (1988) berpendapat bahwa fasa-fasa penurunan muka air laut global jarang terjadi pada jarak lebih dari 100 m. Karena itu, kedalaman lembah torehan yang terbentuk akibat penurunan muka air laut global tidak mungkin lebih dari 100 m. Hal ini mungkin akan membantu kita dalam membedakan lembah torehan dari ngarai lereng benua.

8.3.1.3 Pola Lembah Torehan

Lembah torehan dalam rekaman batuan memiliki pola yang sangat beragam. Penelitian-penelitian regional (mis. Dolson dkk, 1991) memperlihatkan pola-pola yang seperti pola penyaliran pada umumnya. Di lain pihak, pemetaan detil terhadap daerah yang relatif sempit (mis. Jennette dkk, 1992) umumnya memperlihatkan geometri yang kompleks, dicirikan oleh lekukan-lekukan pendek diantara lembah-lembah yang berdampingan, oleh lebar lembah yang bervariasi, serta oleh jarak antar lembah torehan yang juga bervariasi. Sebagaimana semua sistem fluvial, lembah torehan pada umumnya terletak sejajar satu sama lain dan memiliki pengarahan yang lebih kurang sejajar dengan arah kelerengan purba. Apabila dasar cekungan tersingkap sewaktu terjadinya penuruna muka air laut, maka orientasi lembah torehan mungkin terletak tegak lurus terhadap sistem fluvial dan sistem anak sungai yang ada dalam highstand systems tract sebelumnya.

8.3.2 Batas Sekuen pada Daerah-Antar-Lembah-Torehan

Lembah-lembah torehan dipisahkan satu sama lain oleh daerah-antar-lembah-torehan (interfluve) (gambar 8-4). Selama berlangsungnya penurunan muka air laut, daerah-antar-lembah-torehan tersingkap dan dikenai oleh erosi dan pedogenesis.

Sejalan dengan naiknya muka air laut, lembah torehan teragradasi dan daerah-antar-lembah-torehan sedikit demi sedikit ter- onlap. Dalam paket endapan paralik, lembah menoreh pantai atau dataran delta yang ada sebelumnya. Karena itu, daerah- antar-lembah-torehan cenderung memiliki puncak yang datar. Ketika suatu lembah torehan terisi hingga posisinya lebih kurang sama dengan level dataran pantai lama, maka proses penaikan muka air laut berikutnya akan menyebabkan daerah-antar- lembah-torehan tertutup air sedemikian rupa sehingga terbentuklah suatu ruang akomodasi yang bervolume besar dan, pada gilirannya, menyebabkan garis pantai untuk berpindah ke arah darat dengan relatif cepat. Akibatnya, banyak daerah-antar- lembah-torehan dicirikan oleh suatu bidang erosi yang tajam, yang merupakan produk ravinement, serta ditutupi oleh suatu endapan sisa transgresi yang tipis.

Dalam banyak hal, ciri-ciri daerah-antar-lembah-torehan tersebut di atas mirip dengan marine flooding surface sederhana. Walau demikian, batas sekuen di daerah-antar-lembah-torehan mungkin: (1) dialasi oleh paleosol yang berkembang baik dan mengindikasikan proses penyingkapan dalam rentang waktu yang lama; dan (2) ditutupi oleh suatu endapan sisa yang sangat kasar dan disusun oleh kecur-kecur yang dipasok ke dalam cekungan oleh sungai selama posisi muka air laut relatif rendah, namun tidak tersedia dalam paket endapan highstand yang terletak dibawahnya.

8.3.3 Bidang Transgresi

Bidang transgresi (transgressive surface) adalah marine flooding surface pertama yang penting artinya dan melampar melalui paparan dan terletak di dalam suatu sekuen (Van Wagoner dkk, 1988). Bidang itu menandai puncak lowstand systems tract dan dasar dari highstand systems tract. Bidang transgresi umumnya berimpit dengan batas sekuen yang pada daerah - antar-lembah-torehan yang telah dijelaskan di atas. Bidang transgresi juga akan menindih endapan pengisi lembah torehan (gambar 8-4).

Dalam paket endapan dataran delta dan dataran pantai, kita seringkali sukar untuk mengenal bidang yang ekivalen dengan bidang transgresi di daerah yang relatif dekat dengan daratan. Karena itu, meskipun kita dapat mengenal endapan pengisi lembah torehan dan maximum flooding surface, namun kita mungkin tidak dapat membagi paket endapan itu menjadi paket endapan lowstand systems tract dan paket endapan highstand systems tract (gambar 8-5).

8.3.4 Forced Regression

Forced regression adalah pergerakan garis pantai ke arah cekungan akibat penurunan muka air laut. Forced regression tidak tergantung pada pasokan sedimen (Posamentier dkk, 1992; Posamentier & James, 1993) serta diwujudkan oleh pergeseran sabuk fasies ke arah cekungan atau "ke bawah". Pasir pesisir biasanya menindih batulumpur paparan luar secara tajam. Kontak yang tajam antara kedua endapan itu mencerminkan terbentuknya kembali kesetimbangan antara profil dasar laut dengan proses-proses shoreface dan paparan-dalam, sebelum terjadinya pengendapan pasir dan progradasi garis pantai. Ada dua lowstand shoreline yang dapat dikenal: (1) attached shoreface yang menindih pasir dari highstand systems tract yang terletak dibawahnya; dan (2) detached shoreface yang terisolasi dalam serpih lepas pantai (gambar 8-6; Ainsworth & Pattison, 1994; Fitzsimmons, 1994). Selain itu, kita dapat mengenal adanya dua ekspresi batas sekuen yang dapat dikenal dalam forced regression. Dalam ekspresi yang pertama, batas sekuen dengan cepat menghilang ke arah cekungan, kepada keselarasan yang korelatif dengan ketidakselarasan itu (a.l. Plint, 1988; Posamentier & Chamberlain, 1993). Dalam ekspresi kedua, batas sekuen tetap merupakan bidang erosi tajam untuk jarak 10-20 km ke arah cekungan dan selalu ditindih oleh suatu pasir yang khas dan umumnya memperlihatkan gutter cast (Fitzsimmons, 1994).

Hingga dewasa ini, forced regression sebagian besar dikenal dalam paket yang didominasi oleh gelombang dan paket yang didominasi oleh badai, dalam paket endapan mana forced regression menghasilkan isopak-isopak pasir yang sejajar dengan garis pantai (a.l. Bergman & Walker, 1988). Walau demikian, penurunan muka air laut juga terjadi dalam paket yang didominasi oleh pasut dan arus semi-permanen. Reynolds (1994a) berpendapat bahwa sederetan bidang erosi yang bergelombang dan memiliki penyebaran luas dalam Formasi Viking di Alberta (Canada) terbentuk di bawah kolom air oleh arus pasut setelah terjadinya penurunan muka air laut (lihat sub bab 8.6).

8.3.5 Maximum Flooding Surface

Dalam paket endapan paralik, maximum flooding surface seumur dengan posisi paling darat garis pantai. Secara umum, maximum flooding surface dialasi oleh suatu retrogradational parasequence set dan ditutupi oleh suatu progradational parasequence set. Walau demikian, dalam banyak kasus, sukar bagi kita untuk mengenal adanya suatu bidang tunggal-diskrit dari maximum flooding surface. Sebagai gantinya, apa yang dapat dikenal biasanya berupa suatu "maximum flooding zone". Dalam zona itu, dua atau lebih bidang diskrit dapat berperan sebagai kandidat dari maximum flooding surface.

Mulai dari garis pantai ke arah cekungan, maximum flooding zone direpresentasikan oleh lanau dan batulumpur paparan- luar. Kandidat-kandidat maximum flooding surface dicirikan oleh: (1) endapan yang paling halus; (2) bukti-bukti terjadinya kondensasi, misalnya firmground; atau (3) kehadiran karbonat paparan-luar (lihat kembali gambar 4-3). Tingginya nilai sinar- gamma dan tingginya kadar material organik mencerminkan dasar laut anoxic. Kondisi seperti itu sering terjadi selama berlangsungnya transgresi dan pada bagian bawah maximum flooding zone.

Di dataran delta, maximum flooding zone dicirikan oleh pengaruh pasut pada alur penebar (Shanley & McCabe, 1993), pembobolan alur, dan perluasan danau (Atkinson, 1983) serta oleh kehadiran paleosol yang lebih basah. Dalam paket endapan laguna, kita mungkin dapat mengenal maximum flooding surface diskrit diantara backstepping dan forestepping parasequence delta hulu teluk (gambar 8-5).