• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKUEN STRATIGRAFI SINGKAPAN DAN INTI BOR 1 Parasekuen pada Singkapan dan Inti Bor

DATA SINGKAPAN DAN DATA SUMUR

4.3 SEKUEN STRATIGRAFI SINGKAPAN DAN INTI BOR 1 Parasekuen pada Singkapan dan Inti Bor

Parasekuen, sebagimana telah didefinisikan pada sub bab 2.5, adalah paket lapisan atau himpunan lapisan yang relatif selaras dan dibatasi oleh marine flooding surface dan bidang-bidang lain yang korelatif dengannya. Hingga dewasa ini, keberadaan parasekuen dapat ditentukan dengan keyakinan cukup tinggi dalam paket endapan laut-dangkal dan pesisir. Parasekuen pada paket endapan paparan-luar, laut-dalam, dan terestrial jauh lebih sukar untuk dikenali keberadaannya.

Khuluk parasekuen tergantung pada asosiasi fasies. Sebagian telah dijelaskan oleh Van Wagoner dkk (1990) (lihat sub bab 2.5). Khuluk paling umum dari parasekuen adalah pengkasaran ke atas (coarsening upward) (gambar 4-1), gejala mana banyak ditemukan dalam endapan bahari. Dalam paket tersebut, kadar serpih makin ke atas makin menurun, namun kadar pasir dan ketebalan lapisan-lapisan batuan makin bertambah. Marine flooding surface dapat dikenali berdasarkan adanya perubahan yang tiba-tiba, misalnya serpih bahari terletak di atas batupasir yang mengandung jejak-jejak akar, dimana bidang pembatas itu sendiri mengindikan telah terjadinya erosi. Selain itu ada beberapa aspek lain yang mengindikasikan batas parasekuen, namun sifatnya tidak diagnostik, yaitu:

1. Hadirnya karbonat bahari, fosfat, dan glaukonit yang mengindikasikan rendahnya laju sedimentasi silisiklastik.

2. Hadirnya endapan sisa yang mengindikasikan transgresi di daerah pesisir. Endapan ini sering ditemukan di atas batas parasekuen, namun seringkali tipis (tebalnya kurang dari 10 cm) dan hanya mengandung sedimen yang terletak di bawah batas parasekuen.

3. Hadirnya zona sedimentasi bahari preferensial. Zona ini hanya akan terbentuk apabila marine flooding surface melalui amalgamated marine sandstones.

4. Hadirnya bidang erosi yang bergelombang lemah (relief umumnya hanya beberapa centimeter; jarang yang mencapai satu atau dua meter). Kehadiran bidang ini biasanya hanya dapat dikenal apabila singkapannya baik atau jika inti bor diambil dari sejumlah lubang yang terletak berdekatan.

Parasekuen yang makin "kotor" ke atas (dirtying-upward parasequence), maksudnya parasekuen yang makin ke atas kadar material halusnya makin banyak, juga dapat dikenal pada paket endapan estuarium. Selain itu, parasekuen yang mendangkal ke atas menuju endapan terestris, kadang-kadang juga memiliki serpih paralik atau batubara di bagian puncaknya.

Parasekuen memiliki satuan yang korelatif dengannya pada sistem fluvial. Gejala pendauran pada sistem fluvial umumnya menghasilkan tumpukan fasies alur yang memperlihatkan gejala penghalusan ke atas. Kaitan antara daur-daur alur dengan parasekuen akan dibahas lebih jauh pada Bab 8.

4.3.2 Pola Tumpukan Parasekuen dan Systems tract

Pola tumpukan atau "arsitektur" parasekuen telah dibahas pada anak sub bab 2.5.3. Ada tiga pola tumpukan parasekuen: 1. Progradasional, dimana makin tinggi posisi suatu fasies dalam suatu parasekuen, makin dekat pula lokasi pengendapannya

dengan pusat cekungan.

2. Agradasional, dimana dimanapun posisi suatu fasies dalam suatu parasekuen, fasies itu merepresentasikan lokasi pengendapan yang lebih kurang sama.

3. Pola retrogradasional, dimana makin tinggi posisi suatu fasies dalam sebuah parasekuen, makin dekat lokasi pengendapannya dengan daratan.

Pola-pola tumpukan parasekuen itu dapat dikenali keberadaannya pada singkapan dan dalam inti bor. Posisi setiap parasekuen, relatif terhadap bidang-bidang stratigrafi utama, dapat digunakan untuk menentukan systems tract dimana parasekuen itu berada.

Contoh yang ditampilkan pada gambar 4-2 berasal dari Formasi Viking di Alberta, Canada. Inti bor yang berasal dari sumur 6-11-48-21-W4 memperlihatkan dua parasekuen yang lengkap dan ditafsirkan sebagai endapan tidal sand-sheet environment (Reynold, 1994). Dasar setiap parasekuen itu berupa batupasir halus yang banyak mengandung struktur bioturbasi dan kadang- kadang memperlihatkan adanya laminasi silang-siur berskala gelembur. Peristiwa penurunan kadar pasir secara tiba-tiba menandai flooding surface yang juga mengandung struktur bioturbasi dan butir-butir pasir berukuran sedang. Makin ke atas, kadar pasir makin tinggi disertai dengan terjadinya perubahan pola lubang-lubang galian, dari horizontal menjadi vertikal. Perubahan-perubahan tersebut, bersama-sama dengan makin banyaknya lapisan berstruktur silang-siur yang tidak mengandung struktur bioturbasi, ditafsirkan mengindikasikan peristiwa pendangkalan dan progradasi dalam suatu parasekuen. Puncak parasekuen ditandai dengan menurunnya kadar pasir, diikuti dengan hadirnya sistem bioturbasi seperti yang terjadi pada parasekuen pertama. Namun, untuk parasekuen yang kedua ini, di sekitar puncaknya didominasi oleh batupasir berlapisan silang-siur berskala gumuk (sensu Ashley, 1990). Lapisan silang-siur ini ditafsirkan mengindikasikan aktivitas arus harian dan lokasi pembentukan fasies yang lebih dekat ke darat. Karena itu, kedua parasekuen itu ditafsirkan merupakan parasequence set progradasional. Di atas parasequence set kedua terdapat flooding surface yang ketiga, ditandai oleh adanya endapan sisa (lag deposits) yang cukup tebal . Setelah itu, terjadi perubahan besar butir dan stuktur sedimen secara dramatis. Perubahan proses- proses sedimen yang diindikasikan oleh endapan-endapan tersebut mungkin mengindikasikan bahwa endapan yang disebut terakhir ini merupakan interfluve sequence boundary yang dari pemetaan regional terbukti berkorelasi secara lateral dengan suatu lembah torehan. Parasequence set progradasional tersebut di atas kemungkinan besar adalah highstand systems tract yang kemudian ditutupi oleh batas sekuen.

Tumpukan parasekuen retrogradasional terlihat dengan baik pada singkapan Formasi Scarborough yang berumur Jura di Yorkshire (gambar 4-3; Gowland & Riding, 1991). Di bagian bawah Formasi Scarborough terdapat Anggota Gristhorpe yang dicirikan oleh batupasir endapan bobolan yang mengadung jejak-jejak akar dan mengindikasikan lingkungan dataran delta. Endapan itu berturut-turut ditutupi oleh lapisan batubara dan batulumpur hitam. Batubara ditafsirkan sebagai produk penurunan pasokan sedimen pada tahap awal penaikan muka air laut. Batulumpur hitam sendiri ditafsirkan terbentuk di atas flooding surface, pada lingkungan laguna, sewaktu terjadi transgresi. Batulumpur ditutupi oleh dua parasekuen mengkasar ke atas yang relatif tidak beraturan. Parasekuen yang pertama dimulai oleh batulumpur bioturbasi yang dibatasi oleh kontak tajam dari batulumpur yang ada dibawahnya. Kontak tajam itu ditafsirkan mencerminkan transgresi di daerah pesisir berenergi rendah, sedangkan parasekuennya sendiri ditafsirkan sebagai endapan dataran delta bagian bawah yang berair payau. Tiga parasekuen berikutnya juga memperlihatkan pola mengkasar ke atas. Walau demikian, parasekuen-parasekuen itu dapat dibedakan dari dua parasekuen yang pertama karena flooding surface pada parasekuen-parasekuen yang disebut dimuka itu terbentuk lapisan bioturbasi dan batuan karbonat. Kemudian, dalam parasekuen-parasekuen itu, makin ke atas makin banyak ditemukan lapisan bioturbasi, makin banyak ditemukan fosil, dan makin tinggi kadar karbonatnya. Hal itu mengindikasikan bahwa parasekuen- parasekuen itu merupakan paket endapan retrogradasional. Hasil penelitian geologi regional juga menunjukkan bahwa parasekuen ke-5 merupakan parasekuen yang terbentuk pada lingkungan yang paling dekat ke laut. Di atas itu, parasekuen mengindikasikan progradasi. Dengan demikian, parasequence set retrogradasional ini ditafsirkan sebagai transgresive systems tract.

4.3.3 Bidang-Bidang Stratigrafi Kunci pada Singkapan dan Inti Bor

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, arsitektur parasekuen dapat membantu kita untuk menentukan status suatu bidang stratigrafi. Walau demikian, kita tidak dapat membedakan marine flooding surface dari flooding surface lain yang lebih penting dari singkapan yang terbatas atau dari inti bor yang tidak lengkap. Tanpa batuan data-data wireline logs atau data geologi regional, bidang tersebut hendaknya tidak diinterpretasikan lebih dari sekedar flooding surface. Demikian halnya dengan batas sekuen. Apabila tidak ada singkapan atau data-data lain yang menunjang, sebaiknya kita tidak menyebutkan adanya suatu batas sekuen. Batupasir alur yang berdasar tajam dan memotong endapan dataran banjir mungkin bukan mencerminkan batas

sekuen melainkan hanya sebagai jejak migrasi alur sungai. Dengan kata lain, gejala itu mungkin hanya mengindikasikan proses sedimentasi normal, bukan penorehan fluvial yang terjadi akibat menurunnya muka air laut. Pada kasus dimana kita memper- kirakan bahwa suatu bidang merupakan batas sekuen, tanpa memiliki data-data yang kuat, sebaiknya kita katakan bahwa bidang itu merupakan "kandidat" batas sekuen.

Pengenalan batas sekuen dari singkapan atau dari inti bor memerlukan adanya bukti-bukti perpindahan fasies; adanya fasies relatif proksimal di atas fasies yang relatif distal, tanpa disertai adanya jejak pengawetan fasies-antara dari kedua fasies tersebut di atas (gambar 4-4). Gejala ini tidak akan tampak jelas di setiap lokasi pengamatan. Pada contoh data inti bor tersebut di atas, batas sekuen dicirikan oleh endapan sisa yang dapat dikorelasikan secara regional dengan endapan pengisi lembah torehan. Jika endapan pengisi lembah torehan tersingkap atau tertembus bor, kita akan menemukan adanya "loncatan," dari endapan bahari menjadi endapan fluvial atau endapan estuarium pengisi lembah torehan. Gejala seperti itu terpampang dengan baik pada singkapan Formasi Scarborough. Pada singkapan itu tampak bahwa di atas parasequence set retrogradational terdapat satu unit progradasional yang seluruhnya terbukti merupakan highstand parasequences. Diatasnya lagi terdapat batupasir kasar tebal, disebut Moor Grit, yang memotong Formasi Scarborough (gambar 4-3). Moor Grit adalah endapan pengisi lembah torehan berupa batupasir endapan pasut, dengan sedikit mud drapes, yang seluruhnya mengindikasikan perpindahan fasies, relatif terhadap endapan batulumpur dan batupasir yang terdapat dibawahnya.

Di daerah-daerah dengan singkapan spektrakuler, kita mungkin dapat menemukan bidang stratigrafi utama berdasarkan geometri skala besar. Sebagai contoh, kasus seperti itu ditemukan di Italian Dolomites, di tempat mana batur karbonat Trias progradasional memperlihatkan sedimen lereng (yang merupakan highstand systems tract) menyapun (downlapping) pada batulumpur endapan laut dalam dan karbonat lain yang merupakan endapan transgressive systems tract. Line drawing gambar 4-5 (Bosellini, 1984) memperlihatkan maximum flooding surface di bagian dasar klinoform progradasi dari Formasi Catanaccio.