• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif/Paradigma Penelitian

2.2 Uraian Teoritis

2.2.3 Media Massa dan Lingkungan Semu

2.2.4.1 Semiotika Komunikasi Visual

Sebelum lebih jauh, Semiotika Komunikasi Visual merupakan pisau pembedah tanda-tanda dalam desain komunikasi visual. Menurut Widagdo (dalam Tinarbuko, 2009: 23), desain komunikasi visual adalah desain yang dihasilkan dari rasionalitas, dilandasi pengetahuan, bersifat rasional dan pragmatis. Tinarbuko (Tinarbuko, 2009: 23) mengatakan desain komunikasi visual adalah ilmu yang mempelajari konsep komunikasi dan ungkapan daya kreatif, yang diaplikasikan dalam pelbagai media komunikasi visual dengan mengolah elemen desain grafis yang terdiri atas gambar (ilustrasi), huruf dan tipografi, warna, komposisi, dan layout. Dalam pandangan Sanyoto, desain komunikasi visual memiliki pengertian secara menyeluruh, yaitu rancangan sarana komunikasi yang bersifat kasat mata. T. Susanto menyatakan bahwa desain komunikasi visual (DKV) senantiasa berhubungan dengan penampilan rupa yang dapat dicerap orang banyak dengan pikiran maupun perasaaan.

Pesan atau informasi yang terdapat hasil karya desain komunikasi visual, yang menjadi objek kajian semiotika komunikasi visual. Pesan yang disampaikan kepada khalayak sasaran dalam bentuk tanda.

Semiotika bukanlah ilmu yang mempunyai sifat kepastian, ketunggalan, dan objektivitas macam itu, melainkan dibangun oleh ‘pengetahuan’ yang lebih terbuka bagi aneka intepretasi. Logika semiotika adalah logika di mana intepretasi tidak diukur berdasarkan salah atau benarnya, melainkan derajat kelogisannya; intepretasi yang satu lebih masuk akal daripada yang lain.

Semiotika Komunikasi Visual adalah sebuah upaya memberikan sebuah intepretasi terhadap keilmuan semiotika itu sendiri, yaitu semiotika sebagai sebuah metode pembacaan karya komunikasi visual. (Tinarbuko, 2009: x). Dilihat dari sudut pandang semiotika, desain komunikasi visual adalah sebuah ‘sistem semiotika’ khusus, dengan perbendaharaan tanda (vocabulary) dan sintaks (syntagm). Di dalam semiotika komunikasi visual melekat fungsi ‘komunikasi’, yaitu fungsi tanda dalam menyampaikan pesan (message) dari sebuah pengirim pesan (sender) kepada para penerima (receiver) tanda berdasarkan aturan atau kode-kode tertentu.

Semiotika dalam hal ini menjadi disiplin ilmu penopang desain komunikasi visual. Sebab, desain komunikasi visual mengandung tanda-tanda komunikatif. Lewat bentuk-bentuk komunikasi visual seperti itulah pesan tersebut menjadi bermakna.

Fungsi utamanya adalah komunikasi, tetapi bentuk-bentuk komunikasi visual juga mempunyai fungsi signifikasi (signification), yaitu fungsi dalam menyampaikan sebuah konsep, isi, atau makna. Fungsi signifikasi adalah fungsi dimana penanda (signifier) yang bersifat konkret dimuati dengan konsep-konsep abstrak, atau makna yang secara umum disebut petanda (signified).

Pada dasarnya, desain komunikasi visual merupakan representasi sosial budaya masyarakat dan salah satu manifestasi kebudayaan yang berwujud produk dari nilai-nilai yang berlaku pada kurun waktu tertentu. Sebagai produk kebudayaan, ia terkait dengan sistem ekonomi dan sosial. Di samping itu, desain bersahabat dengan sistem nilai yang sifatnya abstrak dan spiritual. (Tinarbuko, 2009: 6).

Karya desain komunikasi visual merupakan saksi sejarah atas perkembangandinamika sosial politik bangsa Indonesia (Tinarbuko, 2009 : 8). Sebab, sebagaimana kita ketahui bersama, tren karya desain komunikasi visual tidak bisa lepas dari kondisi sosial politik yang ada di masyarakat. Ketika zama Orde Lama, desain yang muncul tentu akan berbeda dengan masa kejayaan Orde Baru ataupun zaman Reformasi. Desain merepresentasikan keadaan realitas.

Semiotika Komunikasi Visual bertujuan mengkaji tanda verbal (judul, subjudul, dan teks) dan tanda visual (ilustrasi, logo, tipografi, dan tata visual) desain komunikasi visual dengan pendekatan teori semiotika. Pisau analisis diharapkan mampu memperoleh makna yang terkandung di balik tanda verbal dan visual. Tanda verbal terdapat pada aspek ragam bahasa, tema, dan pengertian yang didapatkan. Sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara menggambarkannya, apakah secara ikonis, indeksikal, atau simbolis, dan bagaimana cara mengungkapkan idiom estetiknya (Tinarbuko, 2009: 9). Tanda- tanda yang telah dilihat dan dibaca dari dua aspek secara terpisah, kemudian diklasifikasikan, dan dicari hubungan antara satu dengan yang lainnya.

Di dalam bidang desain pada khususnya, semiotika digunakan sebagai sebuah “paradigma”—baik dalam “pembacaan”—maupun “penciptaaan “ (creating)—disebabkan ada kecenderungan akhir-akhir ini dalam wacana desain untuk melihat objek-objek desain sebagai sebuah fenomena bahasa, yang di dalamnya terdapat tanda (sign), pesan yang ingin disampaikan (message), aturan atau kode yang mengatur (code) serta orang-orang yang terlibat di dalamnya sebagai subjek bahasa (audience, reader, user) (Christomy, 2004: 88).

Berdasarkan perkembangan paradigma baru tersebut, penggunaan semiotika sebagai sebuah “metode” dalam penelitian desaian harus berangkat dari sebuah prinsip, bahwa desain sebagai sebuah objek penelitian tidak saja mengandung berbagai aspek fungsi utilitas, teknis produksi dan ekonomis, tetapi juga aspek komunikasi dan informasi yang di dalamnya desain berfungsi sebagai medium komunikasi.

Ada berbagai macam metode pembacaan semiotika untuk diaplikasikan dalam penelitian semiotika desain, salah satunya dari metode seorang ahli bernama CS Morris. CS Morris menjelaskan tiga dimensi dalam analisis semiotika, yaitu dimensi sintaktik, semantik, dan pragmatik, yang ketiganya saling berkaitan satu sama lainnya. Sintaktis (syntactic) berkaitan dengan studi mengenai tanda itu sendiri secara individual maupun kombinasinya, khususnya analisis yang bersifat deskriptif mengenai tanda dan kombinasinya. Semantika (semantics) adalah studi mengenai relasi antara tanda dan signfikasi atau maknanya. Dalam konteks semiotika struktural, semantik dianggap merupakan bagian dari semiotika. Pragmatik (pragmatics) adalah studi mengenai relasi antara tanda dan penggunanya (interpreter), khususnya yang berkaitan dengan penggunaan tanda secara konkret dalam berbagai peristiwa (discourse) serta efek atau dampaknya terhadap penguna. Ia berkaitan dengan nilai (value), maksud, dan tujuan dari sebuah tanda, yang menjawab pertanyaan: ‘untuk apa’ dan ‘kenapa’, serta pertanyaa mengenai pertukaran (exchange) dan nilai utilitas (kegunaan) tanda bagi pengguna.

Klasifikasi Morris ini sangat penting dalam penelitian desain karena dapat menjelaskan tingkat sebuah penelitian, apakah pada tingkat sintaksis (struktur dan

kombinasi tanda), tingkat semantik (makna sebuah tanda atau teks) atau tingkat pragmatik (penerimaan dan efek tanda pada masyarakat).

Tabel 2.1 Perbandingan Analisis Morris

Level Sintaksis Semantik Pragmatik

Sifat penelitian tentang struktur tanda penelitian makna tanda penelitian efek tanda Elemen penanda/petanda sintagma/sistem konotasi/denotasi metafora/metonimi struktural kontekstual denotasi konotasi ideologi/mitos Penerimaan pertukaran wacana efek (psikologis ekonomi- sosial gaya hidup)

Dikutip oleh Winfried Noth, Handbook of Semiotics, 1995: 50

Dokumen terkait