• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan

BETINA

6. Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan

Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan didefinisikan sebagai awak kapal perikanan yang telah memenuhi syarat kecakapan tertentu untuk bekerja di atas kapal. Sertifikasi awak kapal dilakukan dengan manfaat untuk penerapan kegiatan penangkapan ikan yang bertanggung jawab oleh awak kapal perikanan. Indikator ini didekati dengan mengukur tingkat kepemilikan awak kapal terhadap sertifikasi ANKAPIN dan ATKAPIN. Sertifikasi ini di atur dalam Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2000 tentang kepelautan pasal 2 hingga 6 meliputi sertifikat keahlian pelaut dan sertifikat keterampilan pelaut (National Working Group, 2014).

Kepemilikan ANKAPIN juga diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 9 tahun 2005 tentang Pendidikan dan Pelatihan, Ujian serta Sertifikasi Pelaut Kapal Penangkapan Ikan. Dalam aturan ini disebutkan bahwa awak kapal diwajibkan mempunyai ANKAPIN I-III dan ATKAPIN I-III. Anjuran ini ditegaskan juga dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor UX.II/74/DJPL-09 tentang Sertifikasi Kepelautan Kapal Penangkapan Ikan Tahun 2007,2008,2009.

Surat Edaran ini memerintahkan agar awak kapal, termasuk kapal penangkapan ikan, mempunyai sertifikat keterampilan pelaut.

Berdasarkan laporan kepala Syahbandar Kabupaten Buton, kepemilikan sertifikat bagi awak kapal masih sangat rendah, sertifikat hanya dimiliki oleh 10 nahkoda kapal dari total 22 kapal purse seine yang ada di Kabupaten Buton sedangkan ABK tidak memiliki sertifikat. Sertifikat yang dimiliki merupakan surat

90

kecakapan 60 mil yang seharusnya telah digantikan dengan Sertifikat Ahli Nautikan Kapal Penangkap Ikan (ANKAPIN III) atau Sertifikat Ahli Teknikan Kapal Penangkap Ikan (ATKAPIN III) berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 9 tahun 2005 tentang Pendidikan dan Pelatihan, Ujian serta Sertifikasi Pelaut Kapal Penangkapan Ikan.

Hasil survei dan wawancara terhadap 5 nahkoda kapal dan 10 ABK menunjukan bahwa kepemilikan sertifikat hanya dimiliki oleh 2 orang nahkoda kapal sedangkan yang lainnya tidak memiliki sertifikat. Nelayan beranggapan bahwa sertifikasi tidak diperlukan untuk perekrutan awak kapal. Seluruh nelayan yang diwawancarai mengatakan untuk perekrutan awak kapal baru, bisa siapa saja, tetangga atau saudara yang ingin ikut menangkap ikan tanpa ada kriteria khusus.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi nyata nelayan purse seine mengenai sertifikasi belum sesuai dengan ketentuan tersebut (skor 1). Sosialisasi upaya peningkatan kesadaran perlu terus dilakukan agar responsible fisheries dapat diwujudkan.

7. Penilaian dan sensitivitas atribut

Berdasarkan penilaian terhadap kondisi eksisting setiap atribut dalam dimensi teknik penangkapan ikan, kisaran hasil pembobotan untuk masing-masing kriteria adalah 1 sampai 3. Hasil pembobotan dari setiap atribut untuk dimensi teknik penangkapan ikan disajikan dalam Tabel 18.

Tabel 18. Nilai Skor Hasil Pembobotan dari Setiap Atribut untuk Dimensi Teknik Penangkapan Ikan

No Indikator Skala Skor

1 Penangkapan ikan yang bersifat destruktif

1= Frekuensi pelanggaran > 10 kasus per tahun 2= Frekuensi pelanggaran 5-10 kasus pertahun 3= Frekuensi pelanggaran <5 kasus pertahun 2 2 Modifikasi alat

penangkapan dan alat bantu penangkapan

1= Lebih dari 50% ukuran target spesies <Lm 2= 25-50% ukuran target spesies < Lm

3= <25% ukuran target spesies <Lm 2 3 Fishing

capacity dan Effort

1= R<1 2= R=1 3= R>1

3 4 Selektifitas

penangkapan

1= Rendah, >75%

2= Sedang, 50-75%

3= Tinggi, >50% 3

5 Kesesuaian fungsi dan ukuran kapal penangkapan ikan dengan dokumen legal

1= Kesesuaianya rendah, >50%

2= Kesesuaiannya sedang, 30-50%

3= Kesesuiannya tinggi, <30%

3

6 Sertifikasi awak kapal

perikanan sesuai dengan peraturan

1= Kepemilikan sertifikat, <50%

2= Kepemilikan sertifikat, 50-75%

3= Kepemilikan Sertifikat, >75% 1

Sumber: Data Primer dan Data Sekunder (2018)

Skor dari semua atribut di atas, kemudian dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak RAPFISH. Hasil analisis menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan dimensi teknik penangkapan ikan sebesar 76,02. Nilai indeks dimensi teknik penangkapn ikan tersebut berada pada kisaran 76-100. Kondisi demikian menjelaskan bahwa berdasarkan kriteria status keberlanjutan, indeks dimensi teknik penagkapan ikan layang (Decapterus spp.) di perairan Kabupaten Buton berada pada kategori berkelanjutan. Secara skematis status dimensi teknik penangkapan ikan ataupun ordinasi dimensi teknik penangkapan ikan disajikan pada Gambar 20.

92

Gambar 20. Posisi status keberlanjutan ikan layang (Decapetrus spp.) di perairan Kabupaten Buton pada dimensi teknik penangkapan ikan.

Nilai indeks dimensi teknik penangkapan ikan mengenai kondisi dan status ikan layang yang telah diketahui berdasarkan analisis menggunakan perangkat lunak RAPFISH. Kemudian dilakukan analisis leverage (pengungkit). Kegunaannya adalah untuk mengetahui atribut yang sensitif terhadap status ikan layang. Hasil analisis atribut pengungkit (leverage attributes) RAPFISH untuk dimensi teknik penangkapan ikan ditunjukkan pada Gambar 21.

Gambar 21. Hasil analisis atribut pengungkit (leverage attributes) dimensi teknik penangkapan ikan.

GOOD BAD

UP

DOWN -60

-40 -20 0 20 40 60

0 20 40 60 80 100 120

Other Distingishing Features

Fisheries Sustainability

Real Fisheries References Anchors

76,02

0 2 4 6 8 10

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

Leverage of Attributes

Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan Penangkapan ikan yang bersifat destruktif/ilegal

Modifikasi alat penangkapan dan alat bantu penagkapan Kesuaian fungsi ukuran kapal dengan dokumen legal

Selektifitas penangkapan

Fishing capapcity dan effort 1.33

4.65

7.22 6.26

8.16 3.61

Pada Gambar 21 tersebut menunjukkan bahwa indikator yang menjadi pengungkit utama (leverage attributes) dimensi teknik penangkapn ikan, yaitu:

1) Sertifikasi awak kapal perikanan sesuai dengan peraturan

Sertifikasi awak kapal perikanan merupakan atribut pertama yang berpengaruh terhadap dimensi teknik penangkapan ikan dengan nilai root mean square sebesar 8,16. Sertifikasi awak kapal perikanan menjadi atribut yang sensitif karena kepemilikan sertifikat awak kapal masih sangat rendah, kepemilikan sertifikat hanya dimiliki oleh sebagian nahkoda kapal. Sedangkan seluruh ABK tidak memiliki sertifikat bahkan mereka tidak mengetahui akan pentingnya seritifikat. Sertifikat yang dimiliki oleh sebagian nahkoda kapal purse seine adalah surat kecakapan 60 mil.

Sehingga perlu adanya penyuluhan dari pemerintah daerah tentang sertifikasi awak kapal bagi nelayan purse seine dengan ukuran kapal di atas (>) 5 GT.

2) Penangkapan ikan yag bersifat destruktifdan/atau ilegal

Atribut kedua yang memberikan dampak terhadap keberlanjutan perikanan ikan layang adalah penangkapan ikan yang bersifat destruktif/ilegal dengan nilai root mean square yakni sebesar 7,22. Yang menjadi permasalahan bukan pada alat tangkap purse seine. Akan tetapi yang menjadi permasalahan di perairan Kabupaten Buton adalah terkait dengan pemasangan rumpon sebagai alat bantu penangkapan.Tidak adanya peraturan yang mengatur tentang pemasangan rumpon menyebabkan nelayan purse seine memasang rumpon hanya berdasarkan insting tanpa memperhatikan aturan yang berlaku (pasal 2 Bab II Nomor 26/PERMEN KP/2014), masih banyak rumpon yang dipasang secara illegal, aturan-aturan yang terdapat dalam pasal demi pasal dalam peraturan tersebut belum dilaksanakan dengan baik. Faktor penyebab belum berjalannya aturan, yaitu terkait dengan materi aturan dan pelaksanaannya di lapangan. Sudah saatnya keberadaan peraturan ini untuk dapat dilaksanakan dan ditegakkan dengan benar. Pemahaman terhadap isi

94

peraturan oleh stakeholder perlu di tingkatkan melalui sosialisasi terhadap peraturan yang ada.

Dokumen terkait