• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Kebijakan Pengelolaan Ikan Layang ( Decapterus spp.) di Perairan Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara

BETINA

J. Strategi Kebijakan Pengelolaan Ikan Layang ( Decapterus spp.) di Perairan Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara

124

J. Strategi Kebijakan Pengelolaan Ikan Layang (Decapterus spp.) di

Berdasarkan Tabel 24, dapat disusun 7 strategi kebijakan yang dapat diterapkan untuk menjaga dan meningkatkan status keberlanjutan ikan layang (Decapetrus spp.) di Kabupaten Buton sebagai berikut :

1. Pengaturan upaya penangkapan ikan layang

Pengaturan upaya penangkapan ikan layang salah satunya dengan cara pengurangan jumlah armada kapal yang beroperasi dan pembatasan volume alat tangkap. Pengurangan armada kapal dilakukan dengan cara pembatasan izin usaha penangkapan di wilayah yang diketahui telah mengalami penurunan seperti di perairan Kabupaten Buton. Pengurangan juga dapat dilakukan dengan cara pengalihan jumlah armada kapal (jumlah dibatasi) ke wilayah yang diketahui masih underfishing, agar memberikan peluang bagi sumberdaya ikan layang diperairan yang diduga mengalami overfishing agar dapat pulih kembali.

2. Peningkatkan efektifitas pelaksanaan pengelolaan perikanan tangkap berbasis daya dukung ekosistem perairan

Peningkatkan efektifitas pelaksanaan pengelolaan perikanan tangkap berbasis daya dukung ekosistem perairan dapat dilakukan dengan 1) Penentapan dan implementasi Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) di setiap wilayah yang memiliki kelimpahan ekosistem seperti mangrove, padang lamun maupun terumbu karang guna menjaga keseimbangan ekosistem perairan, 2) Penguatan dan implementasi kearifan lokal (local wisdom), seperti sasi (ombo) di Desa Wasuemba, Kabupaten Buton.

3. Penerapan peraturan tentang sertifikat kompetensi awak kapal penangkap ikan.

Strategi utama dalam penataan sertifikasi awak kapal penangkap ikan di perairan Kabupaten Buton adalah penerapan peraturan standar kompetensi awak kapal penangkap ikan dengan tegas serta menghentikan dispensasi dalam

126

penerbitan Surat Izin Berlayar bagi kapal yang sertifikat kompetensi awak kapalnya tidak memenuhi syarat.

4. Peningkatan pengawasan dan penegakkan hukum terhadap proses penangkapan yang tidak ramah lingkungan atau illegal.

Peningkatan pengawasan dan penegakkan hukum terhadap proses penangkapan yang tidak ramah lingkungan atau illegal bertujuan untuk menghindari kegiatan Illegal Unregulated and Unreported (IUU) Fishing sehingga diperlukan, 1) peningkatan efektifitas pengawasan melalui pelaksanaan sistem MCS (monitoring, controlling & survelience) terpadu dan kerjasama regional, 2) membangun sistem pengelolaan pemanfaatan sumber daya ikan yang efektif, efisien dan transparan melalui penyusunan sistem akses yang terkendali bagi perizinan kapal ikan, penyelenggaraan sistem perizinan berbasis ketaatan hukum serta penguatan peran pelabuhan perikanan nasional melalui implementasi port state measures (PSM).

5. Pengaturan zonasi daerah penangkapan ikan

Pengaturan zonani daerah penangkapan ikan dilakukan untuk menghindari konflik antara nelayan purse seine >5 GT dan nelayan pancing ulur

<5 GT. Penentuan zonasi dilakukan dengan melakukan penetapan jalur penangkapan yang jelas bagi nelayan pancing ulur dan nelayan purse seine, dimana zonasi penangkapan ikan di wilayah laut 0-4 mil di bawah 5 Grosse Tonase (GT) dan 4-12 mil dengan kapal diatas (>) 5 GT sesuai dengan Permen KP no 71 tahun 2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Sementara itu dalam menghindari konflik antar nelayan purse seine dan nelayan pancing ulur perlu dibentuk tim mediasi yang betujuan menanggulangi dan mencegah konflik di masa mendatang dengan melibatkan

semua pihak/pemangku kepentingan. Untuk itu diperlukan sikap tegas dari pemerintah daerah Kabupaten Buton terhadap segala macam pelanggaran yang terjadi misalnya apabila ada nelayan pancing ulur yang memutuskan tali rumpon nelayan purse seine yang beroperasi di wilayah laut di atas 4 mil maka nelayan pancing ulur wajib dihukum dan mengganti kerugian yang diderita oleh nelayan purse seine sebaliknya, apabila ada nelayan purse seine yang beroperasi di wilayah laut di bawah jarak 4 mil maka nelayan purse seine wajib dihukum dan mengganti kerugian sesuai dengan aturan yang berlaku.

Peran lembaga pemerintah Kabupaten Buton saat ini diperlukan untuk mengawasi dan menjalankan proses penegakkan hukum sehingga dapat menyelesaikan konflik daerah penangkapan antar nelayan pancing ulur dan nelayan purse seine.

6. Pendidikan dan pelatihan bagi pemangku kepentingan.

Partisipasi pemangku kepentingan sangat dibutuhkan untuk kegiatan pengelolaan perikanan. Tingkat keaktifan pemangku kepentingan sangat menentukan keberhasilan kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan. Oleh karena itu, semakin aktif pemangku kepentingan dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan, semakin tinggi tingkat keberhasilan pengelolaan sumberdaya ikan. Karena peran serta pemangku kepentingan sangat penting untuk pengembangan perikanan, maka diharapkan pemerintah dapat memberikan pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan kepada pemangku kepentingan untuk semua tahapan pengelolaan yakni perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemanfaatan hasil perikanan karena masih terbatasnya pengetahuan dan keterampilan nelayan dalam pengeloaan perikanan tersebut. Berdasarkan hal tersebut pemangku kepentingan dapat menumbuhkan kemampuan untuk mengembangkan rasa saling percaya diantara mereka maupun diantara pemangku kepentingan dengan pemerintah.

128

7. Peningkatan kerjasama pengelolaan bagi pemangku kepentingan dan saling mendukung tupoksi masing-masing lembaga.

Kerjasama pemangku kepentingan dan pemerintah daerah ditandai dengan adanya komunikasi antar pemerintah daerah dan pemangku kepentingan dan minimal konflik kepentingan. Peningkatan kerjasama antar pemerintah daerah dan pemangku kepentingan dibutuhkan dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan. Koordinasi pemangku kepentingan dengan instansi terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan sangat dibutuhkan dalam pengawasan, pengendalian kegiatan perikanan, hingga pada penyusunan peraturan daerah mengenai aktivitas penangkapan yang dilakukan nelayan. Diperlukan juga satu program pemerintah yang secara langsung melibatkan pastisipasi masyarakat seperti Pembentukan Kelompok Masyarakat.

Oleh karena itu, kerjasama antar pemangku kepentingan dan lembaga pemerintah sangat dibutuhkan untuk keberlanjutan pengelolaan perikanan. Hal ini perlu kesadaran masing-masing lembaga bahwa bila terjadi sinergisitas antar pemangku kepentingan dalam pengelolaan perikanan, maka pengelolaan perikanannya dapat dianggap berhasil.

Dalam hal mekanisme pengambilan keputusan, program-program yang terkait dengan pengelolaan perikanan masih bersifat single authority dimana perencanaan, pengelolaan, pembinaan, dan pengawasan masih tetap dibawah kendali pemerintah (KKP, DKP Provinsi atau DKP Kabupaten) namun tetap melibatkan partisipasi masyarakat sebagai pemangku kepentingan. Keberadaan KKP, DKP Provinsi atau DKP Kabupaten sebagai otoritas tunggal dalam pengelolaan perikanan sangat tepat jika digunakan dengan cara yang benar dan bertanggungjawab karena kewenangannya dalam mengatur dan mengontrol sangat besar.

Penegakkan aturan hukum untuk pengelolaan sumberdaya perikanan sangat dibutuhkan dalam mekanisme pengambilan keputusan yang berkaitan dengan efektifitasnya. Kesalahan dalam pengambilan keputusan terkait dengan pengelolaan perikanan dapat mengakibatkan miss alocation resource.

Pengambilan keputusan yang tidak didukung dengan tata kelola perikanan yang benar dan tidak didukung dengan prinsip-prinsip perikanan yang bertanggungjawab, tentu akan berdampak negatif bagi masa depan perikanan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, keberhasilan implementasi mekanisme pengembilan keputusan dalam pengelolaan perikanan dapat diindikasikan dengan ada atau tidaknya penegakkan aturan hukum untuk pengambilan keputusan serta dijalankan/tidaknya aturan hukum terkait keputusan tersebut.

Bila kecenderungan keputusan dijalankan secara penuh maka pengelolaan perikanan dianggap berhasil. Namun sebaliknya, pengelolaan perikanan dianggap belum berhasil bila kecenderungan pelaksanaan keputusan tidak dijalankan dengan baik.

BAB V

Dokumen terkait