BAB III METODE PENELITIAN
B. Setting, Waktu, dan Lama Penelitian
Setting penelitian berkaitan dengan obyek penelitian, yaitu dimana kegiatan penelitian dilakukan. Penentuan setting penelitian dimaksudkan untuk mempermudah dan memperjelas obyek yang menjadi sasaran penelitian.
Seting penelitian ini di RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren Kecamatan Gondokusuman. Peneliti memfokuskan pada peran keluarga dalam mengurus Lansia dan meningkatkan kesehatan lansia. Waktu penelitian untuk mengumpulkan data dilaksanakan selama 2 bulan.
53 C. Subyek Penelitian
Penentuan informan penelitian dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Purposive sampling dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik dan dimiliki oleh sampel itu serta dipilih dengan cermat hingga relevan dengan Kampungin penelitian (Nasution, 2006: 98).
Sugiyono (2013: 300) menerangkan bahwa dalam menentukan obyek penelitian ini dilakukan secara purposive, yaitu teknik pengambilan informan dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial yang akan diteliti.
Cara memilih informan dengan menggunakan purposive sampling adalah dengan memilih informan tergantung dengan kriteria apa yang digunakan.
Sehingga kita menentukan terlebih dahulu kriteria-kriteria informan yang diambil. Dalam penelitian ini peneliti meneliti tentang peran Bina Keluarga Lansia dalam meningkatkan kesehatan lansia.
Kriteria informan sebagai berikut:
1. Kader kegiatan lansia (BKL dan TPL) 2. Keluarga yang memiliki lansia
3. Lansia berusia 60 tahun ke atas
Informan dalam penelitian ini adalah kader kegiatan yang berjumlah dua orang yaitu Ibu SS dan Ibu DQ. Lima orang warga lanjut
54
usia yang berusia 60 taun ke atas yang masih bisa diajak berkomunikasi yaitu Bapak Wdd (63 Th), Bapak Ksr (75 Th), Ibu Sm (65 Th), Ibu Wj (66 Th), Ibu Hm (70 Th) yang bertempat tinggal di RW 11 Kepuh.
D. Metode Pengumpulan Data 1. Pengamatan / observasi
Penelitian ini diawali dengan melakukan observasi lapangan terlebih dahulu dengan harapan memperoleh data yang relevan. Observasi yaitu melukiskan dengan kata-kata secara cermat dan tepat apa yang diamati, mencatat kemudia mengolahnya dalam rangka masalah yang diteliti secara ilmiah, sehingga hasil pengamatan itu valid dan reliable, serta hingga obyek pengamatan itu representative bagi gejala yang bersamaan.
(Nasution, 2006: 106)
Metode ini digunakan untuk memperoleh data atau informasi yang lebih lengkap dan terperinci.Data informasi yang diperoleh melalui pengamatan ini, selanjutnya dituangkan dalam bentuk tulisan. Metode observasi ini berupa pengamatan langsung yang digunakan untuk mendapatkan data tentang Peran Keluarga dalam Meningkatkan Kesehatan Lansia Melalui Kegiatan BKL dan TPL di RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta.
2. Wawancara Mendalam
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan dua pihak antara pewawancara dan terwawancara untuk mendapatkan informasi (Lexy Moleong, 2011: 186). Dalam teknik
55
wawancara terdapat pedoman wawancara yang digunakan sebagai petunjuk atau pedoman tentang pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Namun, pertanyaan akan mengalir pada saat peneliti melakukan wawancara dengan informan sesuai dengan kebutuhan dan informasi yang ingin digali.
Langkah-langkah yang disiapkan peneliti sebelum melaksanakan wawancara yaitu menyusun draft wawancara, membuat jadwal wawancara dengan informan dan melaksanakan wawancara dengan informan.
Wawancara dilakukan secara mendalam kepada subyek penelitian sehingga data tersebut dapat menggambarkan bagaimana pelaksanaan kegiatan lansia dan peran keluarga dalam mengurus lansia.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subyek penelitian. Dokumentasi dapat berupa buku harian, surat pribadi, laporan, catatan khusus (case record) dalam pekerjaan sosial dan dokumen lainnya (Soehartono, 2005: 70). Dalam penggunaan metode dokumentasi ini peneliti mengumpulkan data berdasarkan dokumen yang nyata dan ada sehingga data yang diperoleh mendukung keakuratan penelitian
E. Instrumen Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto yang dikutip oleh Nurul Zuriah (2005:
168) Menyusun instrumen dalam penelitian merupakan langkah penting yang harus dipahami betul oleh peneliti. Kualitas instrumen yang dibuat akan
56
menentukan kualitas data yang terkumpul. Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuanya.Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri yang menggunakan pedoman wawancara, pedoman observasi, dan pedoman dokumentasi yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan dibantu oleh dosen pembimbing.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis interaktif. Menurut (Milles & Huberman, 1992:20) analisis interaktif adalah penggambaran dari tulisan, ucapan, dan perilaku yang diamati. Ada tiga komponen pokok dalam model analisis ini, yaitu:
1. Reduksi data ( data reduction )
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses reduksi data berlangsung secara terus menerus selama penelitian, bahkan sebelum benar-benar terkumpul. Intinya, reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara yang sedemikian rupa hingga kesimpulannya dapat ditarik dan diverifikasi.
57 2. Penyajian data ( data display )
Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data-data dan informasi yang sudah dikelompokan kemudian disajikan dalam bentuk narasi dan detail agar setiap data dan informasi tidak lepas dari kondisi permasalahan yang ada.
3. Penarikan kesimpulan ( conclusion drawing )
Merupakan kegiatan mencari arti data, mencatat keteraturan, pola-pola penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat dan proporsi. Penarikan kesimpulan digunakan sebagai langkah untuk meringkas data dalam bentuk kesimpulan, sehingga peneliti dapat mengetahui data apa saja yang telah diperolah yang dapat mendukung penelitian dan menjawab permasalahan yang dirumuskan secara lebih mendalam.
G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber. Triangulasi sumber menurut Patton (dalam Moleong, 2006: 178) berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu info yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Misalnya dengan membandingkan hasil wawancara dari informan yang satu dengan informan yang lain.
58 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian
1. Deskripsi Kegiatan Lansia (BKL, TPL) di RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren, Kecamatan Gondokusuman, Yogyakarta
a. Kegiatan BKL dan TPL
BKL (Bina Keluarga Lansia) dan TPL merupakan kegiatan lansia yang dilaksanakan secara rutin setiap bulannya di RW 11 Kepuh, Kelurahan Klitren. TPL merupakan Taman Pendidikan Lansia, di Rw 11 kegiatan TPL dan Posyandu Lansia menjadi satu sehingga kegiatan bersenang-senang dan pemeriksaan rutin dilaksanakan secara bersamaan agar terwujudnya lanjut usia yang sehat, mandiri dan bahagia. BKL merupakan kegiatan untuk keluarga yang mempunyai lansia agar mereka mendapatkan pelajaran atau ilmu yang berhubungan dengan lansia atau merawat lansia. kegiatan BKL dan TPL saling berhubungan karena dengan adanya BKL, lansia menjadi termotivasi untuk mengikuti kegiatan.
BKL berdiri pada taun 2004 dan TPL berdiri pada tahun 2012.
Kemudian pelaksanaan BKL dan TPL ini terus berlanjut setiap bulan dan sampai sekarang yang terus dikelola oleh kader-kader dan masyarakat setempat.
b. Letak Geografis
BKL dan TPL merupakan kegiatan lansia di tingkat RW yang memiliki tugas memberikan pelayanan bagi keluarga lansia dan pelayanan
59
keseatan bagi lansia di masyarakat. dimana kegiatan ini beralamatkan di Rt 43 RW 11 Kepuh Gk 3/884 Kelurahan Klitren Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta.
d. Tabel Data Kader Kegiatan Lansia Tabel. 2
Nama Kader Kegiatan lansia di RW 11 Kepuh
No Nama Usia Lama Menjadi Kader
60 e. Struktur Organisasi
1) Kegiatan BKL
2) Kegiatan TPL
Gambar 2. Struktur Organisasi KETUA
IBU SRI SUYATNI
WAKIL KETUA IBU RUBIDI
SEKRETARIS IBU SARJINAH
SUKIMAN BENDAHARA
IBU Hj. NAWANGSIH
61 f. Fasilitas
Fasilitas yang dimiliki oleh TPL ini berupa tempat pelaksanaan kegiatan Posyandu yang berada dirumah Bapak RW, alat penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan, alat pengukur tekanan darah (tensi), buku (buku KMS, buku pendaftaran), alat tulis (pensil dan pulpen) meja dan kursi, kemudian tersedia juga obat-obatan yang dibutuhkan oleh para lanjut usia. Sedangkan fasilitas yang dimiliki oelh kegiatan BKL berupa meja, kursi, dan juga buku pelajaran.
2. Deskripsi Hasil Penelitian
Peran Bina Keluarga Lansia (BKL) dalam meningkatkan kesehatan lansia terdiri dari :
a. Peran Keluarga dalam Meningkatkan Kesehatan Lansia
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dan utama dalam kehidupan manusia di mana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial di dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya. Di dalam keluarga, manusia pertama-tama belajar memperhatikan keinginan-keinginan orang lain, belajar bekerja sama, bantu membantu, dan lain-lain.
Keluarga yang mempunyai lansia harus selalu memperhatikan kondisi kesehatan lansia dikarenakan di usia yang sudah lanjut kesehatan menjadi prioritas yang sangat penting sehingga peran keluarga sangat diharapkan.
Peran keluarga yang dijalankan tergantung dengan keluarga dan kondisi kesehatan lansia.
Ibu SY selaku keluarga lansia mengungkapkan:
62
“kalau peran khusus kesehatan Ibu ya sebagai anak saya mengingatkan ibu buat jaga kesehatannya, tidak kecapekan, cek kondisi kesehatan, selalu memotivasi Ibu untuk tetap jaga kesehatan dan mengikuti TPLyang rutin dilaksanakan setiap bulan.”
Bapak AF selaku keluarga lansia juga mengungkapkan:
“perannya selalu mengingatkan Bapak buat jaga kesehatan, Bapak ada riwayat sakit, jadi mengingatkan buat rutin minum obat, cek kesehatan, memperhatikan pola makan, ya sederhana tapi dapat meningkatkan kesehatan Bapak.”
Ibu WD mengungkapkan hal serupa bahwa:
“peran anak dalam meningkatkan kesehatan orang tua ya sederhana saja mbak, selalu mengingatkan buat cek kesehatan, jaga kesehatan mengatur makannya, kalau sudah lansia kan tidak sembarang makanan dibolehkan. Memberi dukungan buat aktif di kegiatan lansia khususnya yang berkaitan dengan kesehatan.”
Bapak Wdd selaku lansia mengungkapkan:
“anak mengingatkan agar selalu menjaga kesehatan, cek kesehatan, minum obat, dan lainnya yang menyangkut kesehatan saya”
Berdasarkan hasil penelitian di atas peran keluarga terhadap lansia khususnya untuk meningkatkan kesehatan adalah anggota keluarga selalu memberikan dukungan kepada lansia agar lansia rutin memeriksakan kondisi kesehatannya di kegiatan posyandu lansia atau kegiatan TPL.
Posyandu Lansia merupakan suatu forum komunikasi, alih teknogi dan pelayanan kesehatan oleh masyarakat dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia khususnya lanjut usia (Depkes, 2001). Di RW 11 Kegiatan Posyandu Lansia dilaksanakan secara bersamaan dengan kegiatan TPL. Adanya kegiatan ini di Kampung RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren, Kecamatan Gondokusuman, kesehatan masyarakan lansia menjadi lebih terjamin. Keteraturan jadwal
63
pelaksanaan juga memberi kenyamanan bagi anggota keluarga lansia untuk teratur memeriksakan keluarga lansia di keluarganya. Maka perlu kiranya meningkatkan kualitas penyuluhan dan sosialisasi tentang manfaat TPL tersebut. tidak kalah pentingnya adalah dukungan dari semua pihak, agar menjadi sinergi positif untuk meningkatkan pelayanan bagi para lansia tersebut.
Sasaran kerja TPL di Kampung RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren, Kecamatan Gondokusuman adalah kelompok pra usia lanjut 45-59 tahun, usia lanjut 60 tahun keatas dan kelompok usia lanjut resiko tinggi 70 tahun keatas. Hal tersebut ternyata sejalan dengan WHO yang menetapkan batasan usia lansia berupa 45-59 (middle age), 60-74 tahun (elderly), 76-90 tahun (old) dan 90 tahun keatas (very old).
Selama ini kegiatan TPL berjalan dengan baik. Terbukti para lansia merasakan kebermanfaatan dari kegiatan tersebut. Namun daripada itu, masih ada beberapa hal yang perlu dievaluasi. Seperti kasus yang terjadi adalah posyandu lansia tersebut ternyata hanya ramai pada awal kegiatan saja, sedangkan semakin hari peserta TPL tersebut semakin berkurang. Dari hasil pengamatan peneliti selama melaksanakan penelitian, ternyata masih banyak lansia yang tidak datang ke TPL Kampung kepuh tersebut. Dari hasil rekapitulasi daftar hadir selama tiga bulan terakhir, didapat data sebagai berikut:
64 Tabel. 3. Data kehadiran lansia
NO BULAN HADIR TIDAK
Berdasarkan data tabel di atas bisa diketahui bahwa dari 85 lansia yang terdaftar hanya sekitar 30 lansia saja yang aktif mengikuti posyandu lansia.
Ketidakhadiran lansia disebabkan oleh beberapa alasan, diantaranya sakit ataupun tidak ada yang mengantar. Selain alasan tersebut, ketidakhadiran lansia juga dikarenakan rasa malas yang timbul dari dalam diri dan kurangnya motivasi dari keluarga. Mencermati tabel kehadiran lansia di atas bisa dikatakan bahwa hanya sekitar 30 lansia yang aktif hadir di TPL setiap bulannya. Jika dibandingkan dengan jumlah total anggota lansia di RW 11 Kepuh yang berjumlah 85 orang, maka bisa dikatakan keaktifan lansia di RW tersebut hanya 35%.
65
3 Posyandu RW 11 Kepuh 5 Agustus 2016 Ada 4 Posyandu RW 11 Kepuh 5 September2016 Ada 5 Posyandu RW 11 Kepuh 5 Oktober 2016 Ada
Dari tabel di atas bisa dipahami bahwa di RW 11 Kepuh terdapat satu TPL. Kegiatan tersebut dijadwalkan setiap tanggal 5 di setiap bulannya.
Keteraturan jadwal tersebut sangat membantu bagi keluarga yang mempunyai lansia agar bisa menjadwalkan agenda hariannya. Pasalnya tidak sedikit dari lansia yang merasa sudah terlalu sulit untuk berjalan jauh, kesulitan mencari tumpangan dan lain sebagainya. Kegiatan TPL yang berjalan dengan baik dan terjadwal akan sangat membantu lansia dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dasar, sehingga kualitas kesehatan mereka lebih bisa terjaga dengan baik dan optimal. Dengan adanya dokter di setiap pelaksanaan kegiatan, maka lansia lebih bersemangat untuk mengikuti kegiatan TPL.
b. Peran Kader dalam meningkatkan Kesehatan Lansia
RW 11 Kepuh merupakan perkampungan yang memilik kegiatan lansia terlengkap dan aktif diantara RW lainnya di kelurahan Klitren. Salah satu kegiatan yang aktif adalah BKL (Bina Keluarga Lansia). BKL sendiri adalah usaha untuk menjadikan keluarga sebagai pembina lansia dalam rumah tangganya merupakan suatu nuansa yang baru. Seluruh keluarga harus bisa memberikan suasana yang tenteram tetapi dinamis agar lansia yang tinggal dalam rumah bisa menikmati sisa hidupnya secara produktif dan bahagia untuk meningkatkan pengetahuan serta keterampilan keluarga yang memiliki
66
lanjut usia dalam pengasuhan, perawatan, pemberdayaan lansia agar dapat meningkatkan kesejahteraannya.
Selain itu, ada pula kegiatan TPL yang bermanfaat untuk mengetahui perkembangan kondisi kesehatan lansia. Tetapi tidak sedikit lansia yang tidak mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil latar belakang lansia mengikuti kegiatan lansia.
Ibu SS selaku kader mengungkapkan bahwa:
“kalau TPL karena lansia sendiri ingin cek kesehatan dan bertemu dengan lansia-lansia yangg lain, kalau yang BKL karena lansia atau keluarga yang mempunyai lansia ingin menambah ilmu atau pengetauan yang berkaitan dengan lansia.”
Bapak Ksr selaku lansia di RW 11 mengungkapkan bahwa:
“daripada tidak ada kerjaan dirumah mending ikut kegiatan, bisa tambah pengetahuan, bisa mengetahui kondisi kesehatan, bisa tambah teman, banyak hal-hal positif yang didapatkan.”
Berdasarkan pernyataan di atas, terlihat bahwa yang melatar belakangi lansia mengikuti kegiatan lansia adalah adanya kemauan dari dalam diri lansia sendiri untuk aktif dalam kegiatan.
Di dalam kegiatan lansia, khususnya yang TPL terdapat orang-orang yang berperan penting dalam meningkatkan kesehatan lansia, salah satunya adalah kader.
Ibu SS selaku kader mengungkapkan bahwa:
“perannya mengingatkan para lansia agar tetap ikut kegiatan khsusunya saat pelaksanaan posyandu lansia, agar mereka bisa cek kesehatan dan tau kondisi keseatan mereka.”
Ibu DQ mengungkapkan hal serupa :
67
“mengingatkan lansia agar selalu cek kesehatan, ikut di kegiatan posyandu lansia, cek tensi, kadang ada lansia yang arus dioyakoyak agar mengikuti posyandu lansia.”
Ibu Sm selaku lansia mengungkapkan bahwa:
“sudah baik mbak, bagus, semua kader sudah menjalankan perannya dengan maksimal. Kader selalu memberi motivasi kepada lansia agar mengikuti kegiatan yang ada.”
Berdasarkan hasil penelitian di atas peran dari kader itu sendiri khusunya untuk meningkatkan kesehatan lansia adalah kader sebagai motivator. Peran kader dalam pelayanan motivasi sangat berpengaruh pada lansia untuk mengikuti kegiatan. Karena motivasi itu adala suatu penggerak agar lanjut usia senang dalam memeriksakan dirinya serta ikut dalam kegiatan pelaksanaan TPL. Oleh karena itu kader selalu memberikan dukungan, motivasi kepada lansia agar tertib mengikuti kegiatan TPL dan lansia dapat mengatahui kondisi kesehatan. Selain memberikan motivasi, peran kader lansia juga mendampinga lansia saat pelaksanaan kegiatan, melakukan pemeriksaan tensi, berat badan, dan sebagainya.
c. Faktor pendukung dan penghambat lansia mengikuti kegiatan TPL
Dalam setiap kegiatan tentunya tidak lepas dari adanya faktor pendukung dan penghambat. Dalam kegiatan lansia yang ada di RW 11 Kepuh terdapat beberapa faktor pendukung yang mampu mengaktifkan para lansia dalam mengikuti kegiatan lansia. Dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti bahwa yang menjadi faktor pendukung adalah:
1) Adanya kemauan dari diri sendiri
68
Kemauan dari dalam diri merupakan salah satu faktor pendukung yang sangat berpengaruh dalam melakukan aktivitas lansia di kegiatan yang ada. Seperti yang diungkapkan ole Ibu SS selaku kader bahwa:
“faktor pendukungnya yang pasti dari diri sendiri ada niat untuk mengikuti kegiatan dan kader serta keluarga selalu memberi motivasi.”
Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak “SH” selaku keluarga lansia bahwa:
“faktor pendukungnya ya otomatis dari diri sendiri untuk ikut dalam kegiata lansia jadi ada semangatnya”
Tidak lain dengan Ibu WJ bahwa:
“faktor pendukungnya dari diri sendiri, semangat mengikuti kegiatan dan adannya dukungan dari keluarga, dari kader juga.”
2) Adanya dukungan dari keluarga
Keluarga juga sering memberi motivasi dan dukungan kepada lansia agar para lansia lebih semangat dalam mengikuti kegiatan. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak AF selaku keluarga lansia bahwa
“faktor pendukungnya dari keluarga selalu memberi dukungan maupun motivasi, senang karena bisa cek kesehatan,”
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu SY selaku keluarga lansia bahwa:
“faktor pendukungnya adanya dukungan dari keluarga jadi semangat mengikuti kegiatan lansia, rumah dekat dengan tempat kegiatan, terus dukungan dari kader yang selalu memberi motivasi.”
Ibu HM selaku lansia mengungkapkan bahwa:
“faktor pendukungnya adalah adanya motivasi dukungan dari anak-anak, keinginan dari diri sendiri,”
69 3) Rasa solidaritas yang tinggi
Rasa solidaritas juga menjadi faktor pendukung Lansia untuk mengikuti kegiatan oleh karena itu mereka bisa bertemu dengan sesama lansia dan bersosialisasi serta bisa berkomunikasi dengan teman lansia yang umurnya sebaya, atau hanya sekedar bertemu dengan lansia lain dapat menambah semangat buat mengikuti kegiatan. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu DQ selaku kader bahwa:
“faktor pendukungnya yaitu ada dukungan dan ingin bertemu teman-teman lansianya.”
Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu WD selaku keluarga lansia bahwa:
“faktor pendukungnya ya ingin bertemu dengan teman-temannya, bersosialisasi dengan lainnya jadi mempunyai semangat”
Ibu SM selaku lansia juga mengungkapkan bahwa:
“faktor pendukungnya adalah ingin bersosialisasi dengan teman-teman lansia lainnya, ingin cek kesehatan,kader yang aktij jadi menambah semangat buat aktif di kegaiatan lansia juga.”
Bapak WD mengungkapkan bahwa:
“faktor pendukungnya karena selalu ada dukungan dari keluarga, bisa bertemu teman-teman lansia lainnya.”
Dari hasil wawancara di atas perlu adanya faktor pendukung dalam menjalankan kegiatan lansia. dengan adanya faktor-faktor pendukung akan sangat membantu dalam meningkatkan keaktifan lansia dalam mengikuti kegiatan lansia di RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta.
70
Di samping faktor pendukung, terdapat pula faktor penghambat lansia dalam mengikuti kegiatan. Faktor penghambat tersebut akan berpengaruh terhadap proses pelaksanaan dan keaktifan lansia.
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan kader, keluarga lansia, dan lansia bahwa yang menjadi faktor penghambat adalah karena memang tidak ada kemauan dari dalam diri lansia dan motivasi untuk aktif dikegiatan. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu DQ selaku kader bahwa:
“Faktor penghambatnya yaitu diri sendiri lansia yang memang tidak pengen aktif dalam kegiatan lansia.”
Selain tidak ada kemauan dari diri sendiri, cuaca dan tidak ada anggota keluarga yang mengantar juga terkadang menjadi penghambat lansia untuk tidak berangkat saat kegiatan berlangsung. Seperti yang diungkapkan ole Ibu EK selaku keluarga lansia menyatakan bahwa:
“kalau cuaca tidak mendukung atau pas tidak ada yang mengantar.”
Ibu HM selaku lansia juga mengungkapkan bahwa:
“kalau cuaca tidak mendukung atau pas tidak ada yang mengantar.”
Ibu WJ selaku lansia mengungkapnak bahwa:
“faktor pengambatnya itu kalau lagi hujan atau lagi ada acara jadi tidak datang pas kegiatan berlangsung.”
Hal-hal kecil seperti di atas yang menjadi faktor penghambat lansia untuk datang saat kegiatan berlangsung, tetapi tetap banyak yang mengikuti kegiatan lansia karena memang para lansia senang dan mempunyai kemauan dari diri sendiri untuk aktif di kegiatan tersebut.
71 B. Pembahasan
Peran Bina Keluarga Lansia (BKL) dalam meningkatkan kesehatan lansia terdiri dari:
1. Peran Keluarga dalam Meningkatkan Kesehatan Lansia
Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia ke tempat kegiatan. Mengingatkan lansia jika lupa jadwal TPL dan berusaha membantu mengatasi segala permasalahan bersama lansia. Seringkali pada lansia terdapat penurunan memori sehingga mereka lupa terhadap jadwal kegiatan TPL serta terjadi penurunan fungsi tubuh sehingga membutuhkan bantuan orang lain apabila pergi ke suatu tempat, termasuk pergi ke TPL.
Dukungan keluarga yang diberikan pada lansia dalam pemanfaatan
Dukungan keluarga yang diberikan pada lansia dalam pemanfaatan