• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat dan Media Pengaduan

Dalam dokumen K A T A P E N G A N T A R (Halaman 167-174)

c) Kota Gorontalo

2.1.5. Sifat dan Media Pengaduan

Hasil pengumpulan informasi mengenai Sifat dan Media Pengaduan Masyarakat di kelurahan tipologi kota sedang mengenai sifat dan media pengaduan masyarakat adalah sebagai bkerikut dibawah ini.

2.1.5.1. Sifat Pengaduan

Informan yang memberikan jawaban sifat pengaduan informatif di lokasi penelitian tipologi kota sedang, memiliki kecenderungan yang berbeda. Jumlah prosentasi jawaban sifat pengaduan informatif akan berkorelasi dengan prosentasi jawaban informan yang menjawab sifat pengaduan adalah penyimpangan. Perbandingan jawaban informan sifat pengaduan pengaduan informatif di masing-masing kota tipologi sedang dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, informan yang memberikan jawaban sifat pengaduan masyarakat adalah pengaduan

informatif di Kota Bengkulu 33,03% mewakili dua kelurahan yaitu Kelurahan Kandang dan Kelurahan Sukarami, di Kota Pasuruan 40,95% mewakili Kelurahan Bangilan dan Kelurahan Purworejo, dan di Kota Gorontalo 57,30% mewakili Kelurahan Huongubotu dan Kelurahan Biawao. Dari ketiga kota di tipologi kota sedang, pengaduan informatif yang tertinggi adalah Kota Gorontalo dan yang terendah Kota Bengkulu. Di Kota Gorontalo, tingginya pendapat informan yang menjawab sifat pengaduan informatif dikarenakan di kedua kelurahan lokasi penelitian yaitu Kelurahan Huongubotu dan Kelurahan Biawao tidak ada pengaduan penyimpangan Dana BLM, pengaduan penyimpangan yang dilaporkan adalah penyimpangan prosedur, seperti penyaluran bantuan sosial dan ekonomi yang dinilai oleh masyarakat tidak sesuai dengan hasil Pemetaan Sosial (PS), bantuan disalurkan kepada orang-orang yang dekat dengan elite. Sementara informan yang menjawab pengaduan informatif rendah dan terendah yaitu Kota Pasuruan dan di Kota Bengkulu, dikedua kota tersebut terdapat penyimpangan Dana BLM yang melibatkan Koordinator PK-BKM, pada saat penelitian dilakukan di Kelurahan Bangilan Kota Pasuruan sedang dalam proses penyelesaian dan akan dilaksanakan Musyawarah Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) BKM difasilitasi oleh Lurah Bangilan. Musyawarah LPJ dengan agenda : (a) Laporan Pertanggung Jawaban PK-BKM dan (b) Pemilihan PK-BKM Periode 2009-2011. Sementara di Kelurahan Sukarami Kota Bengkulu, penyelesaian masalah penyimpangan Dana BLM sedang dalam proses penyelesaian difasilitasi oleh PJOK dan Camat Kecamatan Selebar. Di Kelurahan Sukarami, Musyawarah LPJ –PK BKM sudah dilaksanakan termasuk penggantian PK-BKM.

Kedua, informan yang memberikan jawaban sifat pengaduan penyimpangan di Kota Bengkulu 32,11%, Kota Pasuruan 24,76% dan Kota Gorontalo 16,85%. Dari ketiga kota tipologi kota sedang, prosentasi pengaduan penyimpangan tertinggi adalah di Kota Bengkulu (32,11%) dan terendah adalah Kota Gorontalo (16,85%). Tingginya informan yang menjawab pengaduan penyimpangan di Kota Bengkulu dan Kota Pasuruan, dikarenakan di kedua kota tersebut terjadi penyimpangan Dana BLM Ekonomi yang diduga dilakukan oleh Koordinator PK-BKM dengan Sekretaris BKM di Kelurahan Bangilan Kota Pasuruan, dan di Kelurahan Sukarami diduga dilakukan oleh PK-BKM dengan Koordinator UPK.

Ketiga, informan yang menjawab tidak tahu di Kota Bengkulu 34,86%, di Kota Pasuruan

34,29% dan di Kota Gorontalo 25,84%. Pendapat informan yang menjawab tidak tahu mengenai sifat pengaduan masyarakat tertinggi adalah Kota Bengkulu 34,86% dan yang terendah adalah Kota Gorontalo 25,84%. Tingginya informan yang menjawab tidak tahu mengenai sifat pengaduan dikarenakan sosialisasi penanganan pengaduan masyarakat baru dilaksanakan kepada pelaku P2KP dan elit di tingkat kelurahan.

2.1.5.2. Media Pengaduan

Jawaban informan di kelurahan tipologi kota sedang mengenai media pengaduan masyarakat memiliki kecenderungan yang sama yaitu menggunakan media lisan dan media telepon/sms, dengan penjelasan sebagai berikut :

Pertama, Jawaban informan di ketiga kota tipologi sedang mengenai media pengaduan

masyarakat memiliki kecenderungan yang sama yaitu media lisan. Di Kota Bengkulu 61,47% informan menjawab media yang digunakan oleh masyarakat terutama warga miskin dalam menyampaikan pengaduannya adalah media lisan, di Kota Pasuruan 47,62% informan menjawab media pengaduan masyarakat adalah lisan dan di Kota Gorontalo 57,30%. Tingginya prosentasi media pengaduan lisan di masing-masing kota disebabkan masyarakat, terutama warga miskin pada umumnya enggan menggunakan media tertulis dikarenakan ada kekhawatiran akan terjadi konflik antara pelapor dan yang dilaporkan. Masyarakat di Kota Pasuruan bila ada masalah dilingkungannya mereka biasanya membicarakan (gosip) di warung kopi yang mereka sebut “cangkru’an”. Yang dibicarakan dalam cangkru’an ini adakalanya disampaikan kepada elit dilingkungan tempat tinggalnya. Sementara di Kota Gorontalo masyarakat dan pada umumnya ibu-ibu bila ada masalah mereka ngerumpi atau istilah populer di kalangan mereka “carlota”. Sama halnya dengan di Pasuruan apa yang diisukan warga biasanya ada yang menyampaikan kepada elit dilingkungan domisilinya.

Kedua, informan yang menjawab pengaduan masyarakat menggunakan media telepon/sms di

Kota Bengkulu 22,02%, di Kota Pasuruan 18,10% dan di Kota Gorontalo 16,85%. Media telepon/sms biasanya digunakan oleh para elit (seperti : Ketua RT/RW, tokoh masyarakat, ibu-ibu PKK, dan mereka yang biasa berkomunikasi dengan PK-BKM atau Unit pengelola). Masyarakar miskin jarang menggunakan media telepon/sms disebabkan adanya hambatan psikologis karena mereka yang menjadi PK-BKM maupun koordinator Unit Pengelola (UPK,UPL, dan UPS) biasanya elit di tingkat kelurahan.

“Masyarakat,
 terutama
 warga
 miskin
 di
 tingkat
 kelurahan
 telah
 terbiasa
 mengadukan
 masalahnya
 dengan
 lisan
 kepada
 elit
 dilingkungan
 domisilinya,
 disamping
 telah
 membudaya
 bila
 mengadukan
 
 dengan
 tertulis
 maka
 pengaduan
 telah
 menjadi
 formal
 dan
berimplikasi
hukum.”



Ketiga, informan yang menjawab tidak tahu di Kota Bengkulu 16,51%, di Kota Pasuruan

18,10% dan di Kota Gorontalo 25,84%. Banyaknya informan yang menjawab tidak tahu di Kota Gorontalo disebabkan dua keadaan yaitu belum adanya sosialisasi penanganan dan hasil penanganan pengaduan masyarakat dan tidak adanya pengaduan masalah penyimpangan Dana BLM, sementara di Kota Bengkulu dan di Oota pasuruan tingginya informan yang menjawab media pengaduan disebabkan di Kelurahan Sukarami dan Kelurahan Bangilan pengaduan penyimpangan Dana BLM yang ada masih dalam proses penyelesaian dan warga masyarakat miskin pada umumnya terlibat dalam proses pengaduannya.

Keempat, kebiasaan masyarakat menyampaikan pengaduannya dengan lisan dan telepon/sms,

sehingga Kotak Pengaduan di Sekretariat BKM selalu kosong. Di Kota Bengkulu, di Kelurahan Kandang kotak pengaduan tersimpan di gudang Sekretariat BKM/Kelurahan. Sementara di Kelurahan Sukarami kotak pengaduan terpasang dihalaman Sekretariat BKM/Kelurahan tidak pernah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menyampaikan pengaduan. Demikian pula halnya dengan di Kelurahan Huongubotu Kota Gorontalo, menurut PK-BKM dulu kami memiliki kotak pengaduan di Sekretariat BKM, namun karena tidak pernah dimanfaatkan oleh warga, pada saat Sekretariat BKM pindah ke Kantor Kelurahan tidak dipasang lagi.

Berdasarkan deskripsi diatas, di ketiga kota tipologi kota sedang memiliki kecenderungan yang sama terhadap media pengaduan yaitu dengan cara lisan dan media telepon/sms. Pengaduan masyarakat yang menggunakan media massa atau website di tingkat kelurahan tidak ditemui. Selama kegiatan penelitian di Kota Pasuruan, terdapat pengaduan menggunakan media website yang melaporkan adanya dugaan penyimpangan dana yang dilakukan oleh Senior Faskel (SF) dan sedang dalam penanganan oleh Korkot. Penggunaan media lisan dan media telepon/sms pada dasarnya memiliki kesamaan yaitu tidak dapat dijadikan data autentik sebagai data pelaporan bagi penanganan pengaduan masyarakat. Sebagaimana telah dikemukakan diatas, penggunaan media lisan dalam menyampaikan pengaduannya telah menjadi kebiasaan dan membudaya pada masyarakat di tingkat kelurahan, dan untuk mengubah kebiasaan ini kepada penyampaian pengaduan secara tertulis sangat sulit disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : Pertama, masyarakat merasa enggan untuk menuliskan pengaduannya disebabkan ada kekhawatiran akan terjadi konflik atau gesekan antara pelapor dan yang dilaporkan serta pengaduan mejadi formal dan berimplikasi hukum bila menyangkut penyimpangan Dana BLM. Kedua, masyarakat khususnya warga miskin dalam menyampaikan pengaduannya melalui perwakilan kepada elit di tingkat kelurahan, dengan demikian dilingkungan masyarakat tingkat kelurahan sebenarnya sudah

“Karena
masyarakat
menyampaikan
pengaduannya
secara
lisan
dan
media
telepo/sms,
 maka
 Kotak
 Pengaduan
 Masyarakat
 tidak
 pernah
 dimanfaatkan
 dan
 selalu
 dalam
 keadaan
kosong.”



159
 terbangun hirarki kepemimpinan informal melalui peran elit (Ketua Rt/RW, tokoh agama, tokoh pendidikan, tokoh budaya/adat, tokoh pemuda dan tokoh perempuan). Hirarki kepemiminan ini disatu sisi menghambat proses demokratisasi dalam pelaksanaan pembangunan TRIDAYA, dimana posisi warga masyarakat miskin tetap termarjinalkan dan hanya sebagai penerima manfaat sosial, ekonomi dan prasarana lingkunga. Untuk itu dibutuhkan usaha-usaha penyesuaian antara kebiasaan masyarakat yang telah membudaya dengan unsue-unsur baru agar proses-proses perubahan sosial dan kebudayaan dapat berjalan dalam upaya penanggulangan kemiskina di perkotaan.

“Adakalanya unsur-unsur baru dan lama bertentangan secara bersamaan mempengaruhi norma-norma dan nilai-nilai yang kemudian berpengaruh pula pada warga masyarakat. Itu berarti adanya gangguan yang kontinu terhadap keserasian masyarakat. Keadaan tersebut berarti bahwa ketegangan-ketegangan serta kekecewaan diantara para warga tidak mempunyai saluran pemecahan. Apabila keserasian dapat dipulihkan kembali setelah terjadi perubahan, maka keadaan tersebut dinamakan penyesuaian (adjustment). Bila sebaliknya yang terjadi maka dinamakan ketidak penyesuaian sosial (maladjustment) yang mungkin terjadinya anomie.” (Soeryono Soekanto, 2003:384)

2.1.6. Kategori dan Derajat Masalah

Kategori dan derajat masalah di kota tipologi sedang memiliki kecenderungan yang sama, yaitu : Pertama, masalah yang banyak dilaporkan oleh masyarakat yaitu Kategori Masalah-7 yaitu pengaduan masalah lain-lain atau pengaduan informatif. Kategori Masalah-7, terdapat disemua kelurahan kota tipologi sedang, di Kota Bengkulu informan yang menjawab Kategori Masalah-7 adalah 41,28%, di Kota Pasuruan 56,19% dan di Kota Gorontalo 60,67%. Kategori Masalah-7 atau pengaduan informatif pada umumnya dapat diselesaikan di tingkat BKM atau di kelurahan. Pengaduan mmasyarakat yang dapat diselesaikan di tingkat kelurahan masuk dalam Derajat Masalah-1. Kedua, Kategori Masalah-2 yaitu pengaduan penyimpangan yang terdiri dari penyimpangan prosedur dan penyimpangan Dana BLM. Penyimpangan prosedur pada umumnya yang muncul di kelurahan lokasi penelitian antara lain adalah : (a) penerima manfaat sosial dan ekonomi tidak sesuai dengan hasil Pemetaan Sosial (PS); (b) prosedur pembayaran HOK; (c) mekanisme penyaluran bantuan sosial dan ekonomi, dan lainnya dan dapat diselesaikan di tingkat Unit Pengelola atau BKM. Kategori penyimpangan prosedur pada umumnya masuk dalam Derajat Masalah-1. Sementara Kategori Masalah-2 penyimpangan Dana BLM muncul di Kelurahan Sukarami Kota Bengkulu yaitu penyimpangan Dana BLM ekonomi yang diduga dilakukan oleh Koordinator PK-BKM bersama Koordinator UPK. Masalah ini sedang dalam proses penyelesaian, dimana pelaku telah membuat Surat Pernyataan kesanggupan pengembalian difasilitasi oleh PJOK dan Camat, masalah ini masuk kedalam Derajat Masalah-2, yaitu diselesaikan di tingkat kecamatan. Sedangkan masalah penyimpangan Dana BLM di Kelurahan Bangilan masuk dalam Derajat Masalah-1, diselesaikan di kelurahan difasilitasi oleh Lurah.

“Kami
tidak
tahu
perkembangan
pelaksanaan
P2KP
di
kelurahan‐kelurahan
karena
BKM
 tidak
pernah
memberikan
laporan.
Mereka
(PK‐BKM
&Faskel)
datang
kalau
memerlukan
 tanda
tangan
saja.
Tapi
selama
ini
tidak
ada
laporan
mengenai

penyimpangan
Dana
BLM


2.2. Pertanyaan Penelitian 2

Apakah sistem penanganan benar-benar mampu menangkap dan menangani secara rata dan adil semua relevan yang ada di berbagai strata masyarakat ?

Untuk menjawab pertanyaan penelitian 2 diatas, digunakan dua variabel yaitu Variabel Sumber Pengaduan dan Variabel Penanganan Penyelesaian Masalah. Variabel Sumber Pengaduan digunakan untuk mengetahui siapa dan apakah pengadu (pelapor) yang ada ditingkat kelurahan telah mewakili seluruh strata masyarakat yang ada. Dan Variabel Penanganan Penyelesaian Pengaduan digunakan untuk mengetahui apakah pelayanan BKM kepada seluruh pelapor dari berbagai strata masyarakat telah rata dan adil.

2.2.1. Sumber Pengaduan

Sumber pengaduan di kelurahan tipologi kota sedang memiliki kecenderungan yang sama yaitu terdiri dari warga masyarakat miskin, elit di tingkat kelurahan. Di Kota Bengkulu 39,45% pendapat informan di kedua kelurahan lokasi penelitian memberikan informasi bahwa sumber pengaduan adalah masyarakat miskin, sementara di Kota Pasuruan pendapat serupa disampaikan oleh 49,52% informan dan di Kota Gorontalo 44,94%. Informan yang memberikan jawaban sumber pengaduan adalah tokoh masyarakat di Kota Bengkulu 29,36%, di Kota Pasuruan 41,90% dan di Kota Gorontalo 33,71%. Sedangkan informan ynag menjawab tidak tahu di Kota Bengkulu 31,19%, di Kota Pasuruan 8,57% dan di Kota Gorontalo 21,35%.

Berdasarkan deskripsi diatas, di ketiga kota tipologi sedang ini sumber pengaduan dari warga masyarakat miskin menunjukan prosentasi tertinggi. Selanjutnya untuk Kota Pasuruan dan Kota Gorontalo prosentasi informan yang menjawab tokoh masyarakat (elit) sebagai sumber pengaduan merupakan kedua tertinggi, berbeda dengan di Kota Bengkulu informan yang menjawab tidak tahu menduduki prsentasi kedua tertinggi. Tingginya informan yang memberikan informasi sumber pengaduan adalah tokoh masyarakat di Kota Pasuruan dan Kota Gorontalo, karena dalam persepsi sebagaian informan bahwa pada dasarnya masyarakat banyak yang tidak paham mengenai mekanisme dan prosedur pelaksanaan pembangunan TRIDAYA, dan yang tahu hanya para tokoh masyarakat dilingkungan kelurahan. Oleh karenanya masyarakat, khususnya warga miskin dalam menyampaikan pengaduannya kepada para tokoh masyarakat ini yang dinilai mengatahui dan dapat menjawab persoalan-persoalan yang ada dan atau menjadi media bagi masyarakat untuk meneruskan pengaduannya kepada BKM. Bila dibandingkan informan yang menjawab tidak tahu mengenai sumber pengaduan masyarakat di Kota Bengkulu 31,19%, di Kota Pasuruan 8,57% dan di Kota Gorontalo 21,35% dapat dijelaskan sebagai berikut : Pertama, sosialisasi hasil PPM belum dilaksanakan

di kelurahan lokasi penelitian tipologi kota sedang. Kedua, di Kota Pasuruan dengan adanya kasus penyimpangan Dana BLM, dimana dalam penanganannya dimotori oleh para tokoh masyarakat di tingkat kelurahan (para Ketua RT/RW, Guru, Kader Kesehatan, Kader PAUD, Ketua LPMK, PKK dan lainnya). Ketiga, di Kota Gorontalo pengaruh elit di tingkat kelurahan sangat kuat baik itu Ketua RT/RW, aktivis partai politik, pengusaha, aktivis perempuan, Guru, pegawai negeri, polisi, tentara dan lainnya.

2.2.2. Penanganan Penyelesaian Pengaduan Masyarakat

Pendapat informan mengenai penanganan penyelesaian pengaduan masyarakat di kota-kota tipologi sedang memiliki kecenderungan yang sama, yaitu :

Pertama, mayoritas informan menjawab bahwa dalam penyelesaian pengaduan masyarakat

BKM telah memberikan pelayanan yang adil dan rata kepada semua pelapor dari berbagai strata. Di Kota Bengkulu informan yang memberikan jawaban BKM telah memberikan pelayanan yang adil dan rata kepada semua strata pelapor adalah 40,37%, di Kota Pasuruan 64,76% dan di Kota Gorontalo 65,17%. Dari komposisi prosentasi jawaban informan diatas, prosentasi tertinggi terdapat di Kota Gorontalo 65,17% dan yang terendah Kota Bengkulu 40,37%.

Kedua, informan yang menjawab belum adil dan rata di Kota Bengkulu 24,77%, di Kota

Pasuruan 17,14% dan di Kota Gorontalo 0,00%. Pendapat informan tertinggi yang menyatakan bahwa pelayanan BKM belum adil dan rata adalah di Kota Bengkulu 24,77% dan di Kota 17,14%, sentara di Kota Gorontalo tidak ada yang menjawab atau 0,00%. Ketiga, informan yang menjawab tidk tahu di Kota Bengkulu 34,86%, di Kota Pasuruan 18,10% dan di Kota Gorontalo 34,83%. Perbandingan prosentasi informan yang menjawab tidak tahu di Kota Pasuruan sangat kecil yaitu 18,10% bila dibandingkan dengan kedua kota lainnya (Kota Bengkulu 34,83% dan Kota Gorontalo 34,83%). Kondisi ini disebabkan di Kota Pasuruan, khusunya di Kelurahan Bangilan penyelesaian penanganan pengaduan masyarakat terkait dengan kasus penyimpangan Dana BLM oleh Koordinator PK-BKM dan Sekretaris BKM telah menjadi perhatian seluruh komponen masyarakat, mengingat tingginy angka Dana BLM ekonomi yang belum kembali ke Kas BKM, dan diketahui adanya ketidak cocokan jumlah piutang BKM antara pembukuan di UPK dengan kenyataan sisa angsuran di Anggota KSM.

“Pengaduan
 pada
 dasarnya
 merupakan
 aspirasi
 ,
 keluhan
 ataupun
 ketidakpuasan
 terhadap
 implementasi
 P2KP.
 Terlepas
 dari
 siapapun
 dan
 dimanapun
 yang
 menyampaikan
pengaduan...”


Pedoman
Umum
P2KP
tahun
2005


“Penanganan
 penyelesaian
 pengaduan
 kepada
 semua
 pelapor
 dari
 berbagai
 strata
 masyarakat
diperlakukan
sama.”


Dalam dokumen K A T A P E N G A N T A R (Halaman 167-174)