• Tidak ada hasil yang ditemukan

Signifikansi Nilai-nilai Pendidikan Agama dalam Keluarga

BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN

A. Signifikansi Nilai-nilai Pendidikan Agama dalam Keluarga

Banyak orang tua mempercayakan seratus persen pendidikan agama bagi anaknya ke sekolah, karena di sekolah ada pendidikan agama dan ada guru agama. Orang tua agaknya merasa bahwa upaya itu telah mencukupi. Sebagian orang tua menambah pendidikan agama (Islam) bagi anaknya dengan cara menitipkan anaknya ke ‘pesantren sungguhan’, pesantren kilat, atau mendatangkan guru agama ke rumah. Dengan cara itu, mereka mereka mengira bahwa anak-anak mereka akan menjadi orang yang beriman dan bertaqwa. Tindakan orang tua seperti itu merupakan tindakan yang benar. Tetapi itu ternyata belum mencukupi.

Inti agama adalah iman. Inti keberagamaan ialah keberimanan. Keberimanan itu tidak dapat diajarkan di sekolah, di pesantren, ataupun dengan cara mengundang guru agama ke rumah. Di sekolah dan pesantren diajarkan pengetahuan tentang iman, keimanan, dan keberimanan. Pengajaran itu bersifat kognitif saja, berupa penyampaian pengetahuan (pengetahuan tentang iman, keimanan, dan keberimanan). Adapun, keberimanan itu adalah sesuatu yang berada di dalam hati (al-qalb). Keimanan itu bukan di kepala, bukan berupa pengetahuan. Keberimanan itu bukan persoalan kognitif. Karena iman itu di dalam hati, bukan di kepala, maka iman tidak dapat diajarkan.

71

Lantas bagaimana menjadikan seseorang beriman? Nabi saw. mengajarkan bahwa keberimanan itu perlu ditanamkan.

Penanaman iman itu harus dimulai sejak dini sekali. Tatkala anak itu ada di dalam kandungan ibunya, penanaman keimanan perlu terus dilakukan. Caranya, sama saja dengan mendidik anak yang sudah lahir. Akan tetapi, pendidikan keimanan pada masa ini dilakukan oleh atau kepada ibunya. Hasil penelitian psikologi menjelaskan bahwa apa-apa yang dialami ibu hamil akan mempengaruhi bayi yang dikandungnya. Apabila ibunya mendapatkan pendidikan keimanan, anak yang dikandungya juga akan memperoleh pendidikan keimanan.

Tatkala bayi lahir, ada hal-hal yang harus dilakukan oleh ayah atau ibunya, antara lain memberinya nama yang baik. Ini merupakan salah satu bentuk penanaman iman pada bayi itu. Nama yang baik akan memberikan pendidikan kepada anak itu kelak. Banyak hadis Nabi Saw. yang memberikan petunjuk kepada kita tentang cara melaksanakan pendidikan keimanan pada anak di bawah lima tahun.

Nabi mengajarkan bahwa pendidikan keimanan itu pada dasarnya dilakukan oleh orang tuanya. Caranya melalui peneladanan dan pembiasaan. Nah, peneladanan dan pembiasaan inilah yang tidak mungkin dilakukan di sekolah, pesantren, atau oleh guru agama yang diundang ke rumah. Hanya kedua orang tuanya itulah yang mungkin dapat melakukan hal itu. Penanaman keimanan di rumah tangga saat ini memiliki dua kendala. Pertama, banyak

72

orang tua yang belum menyadari hal itu. Kedua, banyak orang tua yang belum mengetahui caranya.

Untuk orang tua yang belum menyadari tugasnya, mereka perlu mencamkan firman Allah dalam Al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan manusia agar menjaga dirinya dan keluarganya dari siksa neraka. Perintah ini ialah perintah agar menjaga keimanan. Perintah ini ditujukan kepada orang tua di rumah, bukan pada guru di sekolah, kiai di pesantren, atau guru agama yang diundang ke rumah. Tugas guru agama, kiai, dan guru agama yang diundang ke rumah adalah mengajarkan iman, keimanan, dan keberimanan.

Adapun, untuk orang tua yang belum mengetahui caranya, seperti telah disebutkan sebelumnya, ialah dengan peneladanan dan pembiasaan. Yang meneladankan dan membiasakan tentulah kedua orang tua anak tersebut. Masuknya iman ke dalam hati anak-anak memang sangat sulit diidentifikasi. Meskipun demikian, apa yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. dalam menanamkan iman kepada keluarganya dan para sahabatnya dapat kita jadikan sebagai petunjuk tentang cara masuknya iman tersebut ke dalam hati.

Orang tua adalah orang yang menjadi anutan anaknya. Setiap anak, mula-mula mengagumi kedua orang tuanya. Semua tingkah orang tuanya ditiru oleh anak itu. Karena itu, peneladanan sangat perlu. Ketika akan makan, misalnya, ayah membaca basmalah, anak-anak akan menirukan itu. Tatkala orang tuanya salat, anak kecil itu diajak salat, sekalipun mereka belum mengetahui cara dan bacaannya.

73

Tatkala puasa Ramadhan, orang tuanya mengajak anak kecil itu makan sahur, meskipun pada pukul sembilan mereka sudah berbuka. Tatkala salat Idul Fitri, anak-anak itu dibawa ke lapangan atau mesjid (meskipun mereka hanya ribut-ribut saja di sana, tetapi suasana itu akan berpengaruh kepada mereka). Tatkala ayah datang dari bepergian atau tatkala akan meninggalkan rumah, ucapkanlah salam. Begitulah kita lakukan pada ajaran-ajaran yang lain. Intinya, anak itu dilatih dengan cara meneladankan, dan itu dibiasakan. Begitulah yang dilakukan Nabi Muhammad. Hasilnya, keluarga Nabi Saw. dan para sahabatnya menjadi orang-orang yang beriman kuat.

Orang tua adalah pendidik utama dan pertama dalam hal penanaman keimanan bagi anaknya. Disebut pendidik utama, karena besar sekali pengaruhnya. Disebut pendidik pertama, karena merekalah yang pertama mendidik anaknya. Sekolah, pesantren, dan guru agama yang diundang ke rumah adalah institusi pendidikan dan orang yang sekadar membantu orang tua (Tafsir, 1996: 4-8). Keimanan sangat diperlukan oleh anak-anak kita untuk menjadi landasan bagi akhlak mulia. Keimanan diperlukan agar akhlak anak kita tidak merosot, sedangkan keberimanan diperlukan agar anak-anak itu mampu hidup tenteram serta konstruktif pada zaman global nanti.

Anak-anak perlu pendidikan agama semenjak kecil, hal tersebut mengharuskan orang tua untuk memanfaatkan masa kanak-kanak sebaik-baiknya dengan cara menanamkan nilai-nilai keagaaman, sebab anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Di sinilah letak pentingnya pengalaman dan

74

pendidikan agama pada masa-masa pertumbuhan dan perkembangan seseorang.

Jadi, pendidikan agama di dalam keluarga sangatlah perlu, karena keluargalah satu-satunya institusi pendidikan yang mampu melakukan pendidikan keberimanan bagi anak-anaknya. Melakukan pendidikan agama dalam keluarga, berarti ikut berusaha menyelamatkan generasi muda. Dengan demikian, berarti keluarga itu ikut berusaha menyelamatkan bangsa. Dengan cara ini diharapkan generasi muda kita kelak menjadi warga negara yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Keimanan dan ketakwaan itulah yang akan menjadi landasan hidup mereka, menunjukkan tujuan hidup mereka, serta menjadi filter dalam menilai mana yang baik dan mana yang buruk pada zaman global itu.

B. Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Agama dalam Keluarga Menurut