• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN TRANSFER

5.1 Implementasi Kebijakan Transfer Pricing Documentation

5.1.4 Sikap (Disposisi)

Sikap para pelasana yang mendukung pelaksaan suatu kebijakan yang telah ditetapakan merupakan faktor yang mempunyai konsekuensi dalam implementasi kebijakan. Jika para Wajib Pajak bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu maka hal ini ada kemungkinan besar para pihak Administrasi Pajak melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal. Sebaiknya bila tingkah laku atau perspektif para Wajib Paja berbeda dengan pembuat keputusan maka proses pelaksanaan suatu kebijakan menjadi lebih sulit.

Sikap Wajib Pajak dalam kesediaan menerima dan melaksanakan suatu kebijakan tanpa suatu paksaan merupakan keberhasilan dalam pengimplementasian suatu kebijakan. Apabila ada perbedaan dari sikap Wajib Pajak yang tidak sepakat dalam melihat peraturan suatu kebijakan dengan pandangan mereka maka hal sebaliknya yang akan terjadi. Sikap para Wajib Pajak yang menghindari pajak yang seharusnya terhutang di Indonesia dan dialihkan ke luar negeri sehingga dapat dikatakan sebagai tax avoidance sudah menunjukan sikap kurang bertanggung jawab sebagai Wajib Pajak Indonesia.

Keberhasilan implementasi kebijakan juga dapat dipengaruhi oleh bagaimana karakteristik implementator dan resipient dengan berbagai permasalahan yang dihadapinya. Perbedaannya dapat dilihat dari misalnya aspek lokasi geografis, sosial-ekonomi, dan sosial budaya dari negara-negara yang bersangkutan dengan kegiatan transaksi yang dilakukan Wajib Pajak yang memiliki hubungan istimewa yang berasal dari luar Indonesia. Untuk mencapai keberhasilan implementasi faktor sumber daya patut mendapat perhatian dari pihak otoritas pajak itu sendiri. Perlunya pembekalan yang lebih lagi dari pihak instansi pemerintah untuk menangani masalah isu transfer pricing yang ada di Indonesia.

Pihak Direktorat Jendral Pajak mengharapakan adanya sikap dan antusiasme dari Wajib Pajak untuk terus mengikuti perkembangan peraturan yang mengatur masalah transfer pricing di Indonesia. Walaupun peraturan terus diperbaharui tapi Wajib Pajak diharapkan tetap menjalankan kewajibannya sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Misalnya dari hasil wawancara dengan Bapak Arman Imranyang dikutip sebagai berikut:

“WP diharapkan juga aktif tapi sepengetahuan saya WP yang besar-besar itu minimal mereka udah pakai konsultan dan konsultan itu jauh lebih cepat. Nah, WP yang melakukan TP juga bukan WP biasa-biasa, gede-gede. WP yang multinasional”

Sikap aktif Wajib Pajak yang diharapkan dari pihak Direktorat Jendral Pajak agar keduanya bisa melakukan kewajibannya sesuai dengan jalannya.

Melihat berjalannya kebijakan ini tidak hanya karena satu pihak, maka tidak hanya sisi otoritas pajak saja yang harus bekerja keras untuk menjalankan kebijakan ini melainkan ada partisipasi yang besar juga yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Ketika kebijakan tersebut tidak berjalan sesuai dengan tujuan utama yang diharapkan tidak boleh ada pihak-pihak yang menyalahkan satu dengan yang lain, karena untuk meraih tujuan tersebut diperlukan kerja sama. Dalam kasus transfer pricing ini tidak hanya melibatkan Wajib Pajak dalam negeri saja, tapi ada Wajib Pajak luar negeri yang memiliki hubungan istimewa.

Kewajiban membuat transfer pricing documentation sudah dijelaskan dalam PER-32/PJ/2011 dengan ketentuan yang berlaku di dalamnya. Sikap yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak sudah jelas harus membuat dan mendokumentasikan dengan sebenar-benarnya. Sikap ada kemauan dalam membuat transfer pricing documentation harus dihargai oleh para otoritas pajak. Kenyataannya di Indonesia masih ada Wajib Pajak yang memiliki hubungan istimewa dan melakukan transaksinya tetapi tidak melampirkannya di dalam lampiran 3A bahkan tidak melakukan kewajibannya membuat transfer pricing documentation. Adanya Wajib Pajak yang sudah mau mendokumentasikan transaksinya walaupun di kesimpulannya tidak wajar dalam bertransaksi sebaiknya ada pertimbangan dan diskusi yang membicarakan masalah ini. Para Administrasi Pajak tidak perlu memanfaatkan hal ini sehingga Wajib Pajak menjadi merasa dirugikan.

Berdasarkan kutipan wawancara dengan Bapak Arman Imran terkait masalah ini adalah sebagai berikut:

“WP seharusnya sudah besikap proaktif waktu dia membuat, melakukan TP Doc tadi. Karena itu tadi, TP itu tidak selalu tax avoidance. TP itu banyak alasannya, sekarang agar kita menerima alasan WP itu bukan karena tax avoidance itu maka siapkanlah TP Doc nya itu sesuai dengan peraturan yang kita buat atau sesuai” Wajib Pajak yang sudah menjalankan kewajibannya dan bisa membuktikan bahwa transaksi yang selama ini dilakukan memang sesuai

dengan arm’s length principle maka pihak Ditjen Pajak tidak akan mempermasalahkan apa-apa lagi. Mendokumentasikan semua dengan disertai dokumentasi penunjang sehingga dapat diterima oleh para otoritas pajak maka tidak sampai pada tahap pemeriksaan. Tapi lain hal jika para otoritas pajak menemukan hal-hal yang dianggap tidak wajar dan ternyata Wajib Pajak tersebut juga tidak mendokumentasikan transaksi tersebut maka masalah ini menjadi pekerjaan tambahan lagi bagi para Administrasi Pajak.

Sikap kemauan dari Wajib Pajak sendiri untuk mau menjalankan kewajibannya untuk membuat transfer pricing documentation mendukung kebijakan ini. Apabila semua Wajib Pajak yang memiliki hubungan istimewa dan mempunyai kewajiban yang sama untuk mendokumentasikan punya kemauan untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan kebijakan ini maka implementasi dari kebijakan ini pasti akan berjalan dengan baik. Dokumentasi yang dibuat harus dengan keadaan yang sebenar-benarnya dan membuktikan kewajaran bertransaksi dengan pihak yang berafiliasi dan dari sisi Wajib Pajak seperti ini dan sisi Direktorat Jendral Pajak juga sudah sesuai dengan kode etiknya maka kebijakan ini dapat dikatakan sudah efektif. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Mas Jati dari Konsultan Pajak Erns & Young yang menyebutkan sebagai berikut: “DJP sudah in the right track, policy nya sudah in the right track. Cuma sekarang implementasinya yang masih agak sulit”

Untuk itu kelemahan dari masing-masing faktor dapat sebisa mungkin diselesaikan sehingga kebijakan yang sudah ada sampai sekarang ini dapat terimplementasikan dengan sebaik mungkin. Semua pihak yang mempunyai peranan masing-masing dapat menjalankan kewajibannya dan membenahi apa yang kurang, sehingga tidak ditemukan hambatan lagi dari masing-masing pihak dalam melaksanakan kebijakan ini.

5.2 Hambatan dalam Pengimplementasian Transfer Pricing