Agama seringkali dituduh sebagai bagian dari masalah dalam mengatasi dampak pandemi Covid-19. Hal itu karena beberapa kasus terjadi di berbagai negara. Ada orang-orang dengan mengatasnamakan beribadah pada akhirnya justru menjadi pembawa penyebaran covid. Contohnya di Korea Selatan, Amerika Serikat, Malaysia, dan di Indonesia sendiri seperti yang terjadi di Gowa, Sulawesi Selatan dan sebagainya. Untuk itu ilmu pengetahuan dan agama tidak boleh dipisahkan sebagai upaya untuk mengatasi pandemi Covid-19. Maka, para pemimpin agama dan institusi
agama harus melakukan upaya terbaik untuk menjadi bagian dari solusi menghentikan penyebaran virus.
Dalam hal ini, agama memiliki peran penting dalam mengajak masyarakat untuk mencegah jatuhnya puluhan ribu jiwa yang secara realistis membutuhkan upaya lebih besar daripada sekadar doa. Mengingat vaksin yang belum tersedia, maka sangat realistis untuk mengharapkan peran para pemimpin agama menggunakan bahasa agama untuk memperingatkan orang-orang tentang risiko yang mereka hadapi selama badai pandemi global ini. Krisis ini bisa menjadi alasan bagi lembaga dan para pemimpin agama untuk terlibat dalam menjelaskan dan mendukung temuan-temuan ilmiah rasional untuk menyelamatkan nyawa manusia.
Sikap pemimpin agama di Hindu sudah sangat jelas. Pada Maret 2020 umat Hindu merayakan hari raya yang paling besar dan spektakuler, yaitu Nyepi. Saat itu penyebaran Covid-19 masih sangat awal di Indonesia. Umat Hindu di Bali dan di Yogyakarta memodifikasi ritual Nyepi dengan merayakan ritual tanpa karnaval ogoh-ogoh dengan tujuan menghindari kerumunan yang bisa memudahkan penularan virus corona. Para pemimpin agama memutuskan untuk membatalkan karnaval. Meskipun demikian, masih banyak yang mengabaikan anjuran tersebut, yang berdampak pada meningkatnya risiko penularan virus kepada orang lain. Penyebaran virus terjadi mengikuti pola pergerakan orang, barang dan jasa. Ini bukan hanya terkait mobilitas lintas batas, tetapi pergerakan orang di semua level yang bisa menyebabkan terjadinya penyebaran virus.
Beberapa sikap dan peran pemimpin agama yang perlu dikembangkan di masa pandemi:
1. Mensosialisasikan dan menaati aturan pemerintah tentang penanggulangan wabah. Dalam agama Hindu ada catur guru, yaitu:
a. Guru rupaka (orang tua)
b. Guru pengajian (guru di sekolah) c. Guru wisesa (pemerintah) d. Guru swadiaya (pengalaman).
2. Mengawasi kegiatan umat agar mematuhi aturan protokol kesehatan.
3. Memberi bantuan moril dan material kepada yang kurang mampu dan yang perlu ditolong.
Peran Komunitas Perempuan dalam Menghadapi Krisis
Covid-19
Hampir sebagian besar organisasi perempuan di DIY dan di Indonesia pada umumnya bergerak untuk mencari dana dan mengumpulkan dana secara pribadi dan organisasi untuk membantu para keluarga yang rentan terdampak (orang-orang tua/ lansia dan anak-anak) dengan memberi bantuan, terlebih bantuan material. Mereka juga melakukan sosialisasi bagaimana menjaga diri dengan berpola hidup sehat dan bersih. Mereka hadir di pasar-pasar tradisional untuk mensosialisasikan aturan-aturan protokol kesehatan, membagikan masker dan sabun disinfektan, dan lain-lain.
Lembaga keagamaan seperti FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) maupun gerakan antariman berupaya hadir dan melakukan berbagai pendekatan untuk mencari solusi agar para umat/jemaatnya beribadah di rumah saja untuk memutus penyebaran virus yang semakin meluas.
Penting untuk terus meningkatkan kualitas dan kemandirian perempuan dengan tetap mempertahankan persatuan dan kesatuan serta nilai historis perjuangan kaum perempuan dalam rangka melanjutkan usaha pemberdayaan perempuan, ketahanan keluarga dan kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Misi pemberdayaan perempuan dalam menyikapi pandemi tertuang dalam konsep meningkatkan kualitas hidup perempuan dalam berbagai bidang strategis:
1. Bidang keagamaan.
Dalam Hindu perempuan adalah motornya segala upacara dan upakara sehingga upacara dapat berjalan dengan baik. Umat Hindu harus menjalankan Tri Hita Karana, yaitu:
a. Hubungan manusia dengan Tuhannya. Dalam kondisi pandemi, manusia harus betul-betul mendekatkan diri dan menggerakkan segala permasalahan kepada Tuhan secara terus-menerus karena segala sesuatu terjadi atas kehendak-Nya.
b. Hubungan manusia dengan manusia lain. Sesama manusia harus saling bekerja sama, saling peduli, tolong menolong, dan sebagainya. Karena dalam kondisi wabah, siapa pun kita, kaya atau miskin, punya jabatan atau tidak, berkasta atau tidak, tidak perlu arogan dan menganggap diri lebih dibanding yang lain.
c. Hubungan manusia dengan alam. Lingkungan harus benar-benar dijaga dan dihargai. Tidak hanya memanfaatkan alam, tetapi juga bersahabat dan memberikan kontribusi yang baik sehingga memperoleh hasil yang optimal. 2. Bidang pendidikan formal dan agama.
dan telaten membimbing dan berjuang untuk keluarganya agar mendapat yang terbaik, sehingga terlahir generasi penerus yang berakhlak, berbudi, dan bertanggung jawab.
3. Bidang ekonomi.
Perempuan akan berusaha dan berjuang mati-matian, tidak akan pernah menyerah dan akan melakukan segala upaya dengan berusaha seoptimal mungkin memberdayakan dirinya secara ekonomi, dengan menggunakan segala potensi yang dimilikinya untuk memperjuangkan keluarganya agar tetap bertahan dan sejahtera. Agar tidak terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), maka secara ekonomi perempuan perlu mandiri. Dalam banyak kasus, sebesar apa pun kasusnya, faktanya bahwa perempuan lebih bisa bertahan dibanding laki-laki. Dalam hal ini peran perempuan tidak perlu diragukan lagi.
Hikmah di Balik Wabah
Di setiap peristiwa selalu ada hikmahnya. Pandemi Covid-19 menyibak hikmah yang bisa diambil dalam berbagai sisi kehidupan, antara lain:
1. Dalam kehidupan beragama.
Karena anjuran dari pemerintah harus tetap berada di rumah, maka secara otomatis harus beribadah di rumah sehingga secara positif menjadi lebih dekat dengan Tuhan-Nya. Setiap saat selalu berdoa memohon ampun dan diberikan kemudahan dan ketabahan dalam menghadapi pandemi. Setiap orang mengajak saling mendoakan agar kondisi pandemi segera berakhir dan menyadari bahwa apa pun bisa terjadi bila Tuhan berkehendak lain, kita bukan siapa-siapa. Selain itu, terjadi efektivitas dan efisiensi dalam menyelenggarakan ritual agama. Sebagai contoh upacara odalan yang biasanya berdurasi 5 jam kini menjadi
2 jam, upacara yang megah/besar (utama) dilakukan secara lebih sederhana atau secara madya/menengah atau nista/biasa/ sederhana.
2. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Masyarakat Indonesia menyadari bahwa kita itu satu bangsa/ negara. Oleh karenanya harus bahu-membahu, tidak pandang ras dan agama, berjuang bersama dan bersedia diarahkan demi berakhirnya/tidak berkembangnya wabah ini.
3. Dalam kehidupan manusia.
Penting untuk membangun kesadaran bahwa Covid-19 dan seluruh alam semesta adalah bersaudara (wasudewa kutum
bhakam). Sebagai contoh, jika terjadi masalah terhadap
saudara kita, maka ikut merasakannya. Seperti bila terjadi musibah (termasuk gunung meletus, banjir, Covid-19, dan lain-lain) itu dianggap Barwa Alam Murka atau menyerang, maka kita sebagai manusia perlu menghindar. Sebagai bagian dari masyarakat dunia, diupayakan selalu melihat dan berbagi dengan masyarakat dunia sekalipun tidak saling mengenal. Kita akan mengambil hal-hal positif yang dilakukan negara lain agar kita semua manusia di belahan mana pun berada segera terlepas dari musibah ini. Dalam ajaran agama Hindu ada ajaran
Wakutum Bhakam, yaitu kita semua bersaudara, dengan alam,
dengan manusia, dan dengan yang di Atas/ Tuhan Yang Maha Esa. Yang utama adalah kita harus menyebut nama-Nya, Sang
Hyang Widhi Wase/Tuhan Maha Segalanya. Jika selalu menyebut
nama-Nya, kita akan memperoleh tiga hal, yakni dilindungi apa yang kita miliki, diberi kemudahan, dan tidak diberi malu. Semuanya akan baik-baik saja.