MENGZI IIA :4/6 menulis, “Bahaya yang datang dari ujian Tuhan dapat dihindari, bahaya yang dibuat sendiri tidak dapat dihindari”. Menyikapi situasi yang selalu berubah seperti ini, menjadi sangat penting bagi kita untuk melakukan penguatan nalar keagamaan yang rasional dan holistik. Musibah pandemi bagi kemanusiaan merupakan bencana yang harus dihadapi dengan cara lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Untuk itu, kita harus bijak dalam menyikapi ini dengan menunjukkan sikap rasional. Artinya, mentaati semua prosedur kesehatan yang sudah ditetapkan oleh ahli kesehatan dan harus dibarengi dengan kesungguhan berdoa kepada Tuhan YME, yakin bahwa pandemi ini akan berakhir.
Penguatan kesadaran kemanusiaan karena wabah Covid-19 merupakan ujian ketangguhan keimanan sekaligus sensitivitas kemanusiaan. Dalam konteks ujian seperti ini, beragama di masa pandemi tidak bisa dilakukan secara egois. Misalnya, dengan tetap memaksa pergi beribadah. Dulu ada murid Nabi Kongzi yang sakit, Nabi Kongzi meninjaunya lewat jendela, ini dimaknai dengan menjaga jarak. Kemungkinan sang murid ini terkena wabah.
Disebutkan dalam Kitab Ajaran Besar/Daxue bab 9 ayat 1 “….maka seorang Junzi (Berbudi Luhur) biar tidak keluar rumah, dapat menyempurnakan pendidikan di negaranya. Dengan berbakti kepada ayah bunda, ia turut mengabdi kepada raja (pemimpin); dengan bersikap rendah hati, ia turut mengabdi kepada atasannya; dan dengan bersikap kasih sayang, ia turut mengatur masyarakat.”
Dalam hal ini, biar tidak keluar rumah, kita dapat menyempurnakan pendidikan di rumah. Seperti yang terjadi di masa pandemi ini, pendidikan sangat terdampak, sekolah diliburkan sehingga kini pendidikan dilakukan secara online dari rumah.
Peran Komunitas Perempuan Khonghucu Dalam
Menghadapi Krisis Covid-19
Perempuan dalam Agama Khonghucu memiliki peran yang sangat penting, khususnya dalam masa krisis global dan pandemik seperti ini. Sebagai perempuan, sebagai ibu harus bisa melakukan peran yang sangat sentral sebagai orang tua. Seorang ibu harus bisa menjaga anak-anak, menghindari Covid-19 ini. Selain melakukan pekerjaan rumah sehari-hari, ibu rumah tangga “perempuan Khonghucu” juga melakukan ;
• mempersiapkan peralatan virtual on-line baik bagi dirinya sendiri (bila bekerja) atau ke suaminya,
• mendampingi anaknya dalam sekolah online
• membuat makanan bergizi, karena kalau kurang sehat akan mudah tertular
• sebagai penyemangat dan menciptakan suasana rumah yang nyaman, baik bagi WFH atau Sekolah Online
• Edukasi terkait protokol kesehatan
• Tanggap dan memahami bahwa Perempuan adalah faktor utama penyebaran Corona, karena Perempuan di Indonesia cenderung suka berkumpul, mengobrol, dan lain sebagainya (contoh; arisan) Dengan demikian, maka ibu rumah tangga adalah pahlawan dalam lingkungan keluarga
Peranan ke masyarakat tidak dibedakan antara perempuan maupun laki-laki. Perempuan memang lebih sering bersosialisasi. Pada dasarnya anak perempuan adalah anak yang lebih sering bersosialisasi dan tatap muka dengan sesamanya (istilahnya nongkrong). Dengan adanya pandemik ini, anak perempuan harus melakukan usaha yang lebih terkait mengikuti protokol kesehatan: tidak tatap muka dengan temannya, dan diganti dengan virtual/ online, tidak ngumpul, nongkrong, aktivitas bersama temannya, tidak menonton bioskop atau bersama pacarnya (bila ada), tidak bepergian ke tempat umum (mall salah satunya), membantu ibu mempersiapkan kondisi rumah yang nyaman untuk WFH dan sekolah online, berusaha menghemat pengeluaran, karena kondisi ekonomi.
Selain itu penguatan kesadaran kemanusiaan karena wabah Covid-19 merupakan ujian ketangguhan keimanan sekaligus sensitivitas kemanusiaan. Dalam konteks ujian seperti ini, beragama di masa pandemi tidak bisa dilakukan secara egois.
Yang dilakukan oleh perempuan Khonghucu salah satunya membuat masker yang kemudian dibagi-bagikan ke umat dan masyarakat yang membutuhkan. Kain untuk seragam Perkhin lebihnya dibuat menjadi masker, membagikan hand sanitizer, memberikan kupon makan kepada masyarakat yang membutuhkan dengan dukungan swadaya, pembagian sembako melalui jaringan lintas iman (JIC), penyemprotan disinfektan di rumah-rumah ibadah secara gotong royong bekerja sama dengan GONG (Gotong Royong Lintas Iman), juga menyalurkan pembagian 20 ribu masker bedah ke rumah-rumah sakit dan Ormas Keagamaan dari MATAKIN yang diperoleh dari International Confucian Association.
Liliany mengatakan bahwa perempuan harus tanggap dan memahami bahwa mereka adalah faktor utama dalam penyebaran virus corona, karena perempuan di Indonesia cenderung suka berkumpul, mengobrol, dan lain sebagainya (contoh arisan). Di ajaran Sun Tzu, perempuan-perempuan Khonghucu harus mengenali diri sendiri dan musuh. Harus mengenali virus dengan tujuan agar tahu bagaimana cara melawan. Sebagai perempuan penting untuk mengedukasi anak-anak mengenai penyebab dan penanggulangan virus tersebut.
Seorang peserta dalam diskusi (seorang laki-laki yang menjabat sebagai Wenshi/ rohaniwan Khonghucu) mengatakan, “Sudah saatnya perempuan mengambil peran. Artinya tidak sekadar menjadi pelengkap. Dengan kondisi sekarang perempuan adalah pahlawan, karena menjadi pendamping anak dan suami. Dia menjadi penyemangat bagi anak dan suami untuk bersama-sama menghadapi kondisi sekarang ini.”
Hikmah di Balik Wabah
Hikmah di balik wabah yang dapat dipetik pada masa pandemi ini adalah bahwa semua Majelis Agama, Ormas maupun Komunitas bersatu, gotong royong membantu pemerintah melawan pandemi covid 19. Tidak ada perbedaan suku, agama, ras, budaya, maupun bahasa. Semua secara suka rela saling membantu memberi bantuan bagi yang terdampak Covid-19, juga saling mendoakan agar pandemi segera berlalu. Rasa persaudaraan timbul di saat semua sedang berduka.
Hikmah lainnya adalah berkurangnya emisi karbon di mana sebagian besar tinggal di rumah, langit menjadi lebih bersih. Hubungan dengan keluarga lebih harmonis karena waktu lebih banyak di rumah, komunikasi dengan anak-anak lebih lancar dan menjadikan hubungan lebih dekat. Bekerja di rumah dengan menggunakan teknologi seperti Zoom dan Microsoft Teams atau yang sejenisnya memberi potensi alur kerja dan produktivitas yang lebih ramping. Kebijakan WFH merupakan upaya yang diterapkan kepada masyarakat agar dapat menyelesaikan segala pekerjaan di rumah. Pendidikan di Indonesia pun menjadi salah satu bidang yang terdampak akibat adanya pandemi Covid-19 tersebut. Adanya kebijakan pemerintah untuk melakukan pembelajaran jarak jauh melalui online juga memberikan manfaat yaitu meningkatkan kesadaran untuk menguasai kemajuan teknologi saat ini dan mengatasi permasalahan proses pendidikan di Indonesia.
Kesimpulan
Harmonis adalah kata kunci di dalam hubungan antar manusia, antar Gender, dengan terus melakukan pembinaan diri. Pembinaan diri menuntut individu untuk melepaskan diri dari mementingkan
diri sendiri, tetapi bersikap adil, mempunyai rasa bakti (memuliakan hubungan) dan persaudaraan, rendah hati, berbuat baik kepada orang lain, menjunjung tinggi kebenaran, kelembutan, baik hati dan tahu malu.
Untuk mengatur negara secara baik, pertama-tama yang harus dibereskan adalah rumah tangga. Untuk membereskan rumah tangga, terlebih dahulu membina dirinya, untuk membina dirinya terlebih dahulu harus meluruskan hatinya. Untuk meluruskan hati, terlebih dahulu mengimankan tekad. Untuk mengimankan tekad, terlebih dahulu mencukupkan pengetahuan, dan untuk mencukupkan pengetahuan, maka terlebih dahulu harus meneliti hakikat tiap perkara. Dengan meneliti hakikat tiap perkara dapat cukuplah pengetahuannya. Dengan cukup pengetahuannya akan dapatlah mengimankan tekadnya. Dengan tekad yang beriman akan dapatlah meluruskan hatinya. Dengan hati yang lurus akan dapatlah membina dirinya. Dengan diri yang terbina akan dapatlah membereskan rumah tangganya. Dengan rumah tangga yang beres akan dapatlah mengatur negerinya. Dan dengan negeri yang teratur akan dapat dicapai damai di dunia (Thai Hak Bab Utama: 4,5)
Beberapa refleksi dari peserta FGD
Seorang peserta FGD yang adalah seorang wenshi pria mengajak untuk tidak perlu memperdebatkan agama. Agama adalah pilihan individu masing-masing, yang tujuannya sama, yaitu bagaimana manusia memuliakan Tuhannya, atau (di dalam ajaran Khonghucu) bagaimana manusia bisa berbuat baik sesuai kodratnya sebagai ciptaan Tuhan.
Di masa pandemi ini tentunya tidak boleh membedakan ras dan agama. Kalau kita membedakan, berkelompok, masalah pandemi
ini tidak akan selesai. Ketika merasa lebih mampu, maka seharusnya peduli dan menolong yang lain. Kita tidak bisa terus menunggu pemerintah. Swadaya masyarakat sangatlah penting.
COVID-19 bukan cobaan dari Tuhan. Karena Tuhan Maha Pengasih Maha Penyayang tidak mungkin Tuhan menguji umat-Nya. Adanya pandemi ini membuat kita merasa kecil. Oleh karena itu kita mesti rendah hati. Virus yang kecil bisa mengubah kehidupan di dunia ini. Hal tersebut mestinya menjadi sarana kita berefleksi terhadap apa yang selama ini telah kita lakukan. Kita mesti terus bercermin dan bersyukur bahwa kita masih bisa bersama-sama dengan makhluk lain di dunia ini.