• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIKAP PETANI TERHADAP PENERAPAN PERTANIAN ORGANIK

Sikap merupakan perasaan suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Sikap juga merupakan kecenderungan berperilaku sesuai dengan sikapnya. Sikap petani terhadap penerapan pertanian organik adalah kecenderungan petani untuk suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, mendukung atau tidak mendukung terhadap penerapan pertanian organik. Sikap petani terhadap penerapan pertanian organik juga dibagi ke dalam dua tingkat, yaitu sikap positif dan sikap negatif. Sikap petani terhadap penerapan pertanian organik memiliki tiga komponen sikap, yaitu kognisi, afeksi, dan konasi. Setiap komponen sikap juga dibagi ke dalam dua tingkatan menjadi sikap positif dan sikap negatif. Masing-masing tingkatan komponen sikap diketahui dengan melakukan statistika deskriptif terhadap skor jawaban responden yang terdapat dalam kuesioner.

Petani di Kabupaten Magelang memiliki sikap yang cukup positif terhadap penerapan pertanian organik. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2 yang menunjukkan bahwa hampir sebagian besar responden memiliki sikap yang positif sebanyak 69 responden atau sebesar 65.7 persen dari total responden. Dan sisanya memiliki sikap yang cenderung negatif sebanyak 36 responden atau sebesar 34.3 persen. Sikap petani yang cenderung positif menunjukkan bahwa petani memiliki pengetahuan, rasa suka, dan memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menerapkan pertanian organik. Petani yang memiliki sikap yang positif menunjukkan petani telah memiliki keyakinan akan manfaat dari penerapan pertanian organik yang tidak hanya bagi tanaman saja, tetapi juga bagi diri petani dan orang-orang disekitar.

Gambar 2 Sikap petani terhadap penerapan pertanian organik 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 65.7% 34.3% Positif Negatif

46

Sikap petani yang cenderung positif terhadap penerapan pertanian organik terbentuk karena menguntungkan secara ekonomi. Petani organik dapat menjual beras hasil produksinya dengan harga Rp6 000-Rp7 000 rupiah per kilogram. Selain itu, kegiatan bercocok tanam dipandang tidak hanya sebagai sumber nafkah utama, tetapi juga merupakan salah satu alternatif untuk terus menjaga kelestarian lingkungan pertanian. Ini artinya, petani memiliki kesadaran akan tanggung jawab untuk menjaga dan melestarikan lingkungan. Petani organik sebagai produsen beras yang dikonsumsi oleh banyak orang, memiliki rasa tanggung jawab untuk menghasilkan beras yang sehat untuk dikonsumsi. Akan tetapi, berbeda dengan responden yang memiliki sikap yang negatif terhadap penerapan pertanian organik. Kegiatan bertani yang dilakukan berorientasi pada peningkatan materi. Harga jual beras non organik kepada pengumpul sebesar Rp4 000-Rp5 000 rupiah per kilogram. Dengan harga jual yang lebih rendah, petani menginginkan dapat menghasilkan produksi sebanyak-banyaknya. Penggunaan bahan-bahan input organik tidak dapat meningkatkan hasil produksi dalam waktu singkat. Petani non organik lebih memilih menggunakan bahan-bahan input kimia yang dapat meningkatkan hasil produksi petani. Kesehatan lingkungan pertanian bukan menjadi tanggung jawab petani. Petani hanya bertanggung jawab untuk memproduksi hasil pertanian sebanyak-banyaknya untuk memenuhi kebutuhan materi petani.

Tingkat Kognisi Petani terhadap Penerapan Pertanian Organik

Salah satu komponen pembentuk sikap ialah komponen kognisi. Komponen kognisi ialah pengetahuan dan keyakinan yang dimiliki oleh seseorang terhadap objek sikap. Komponen kognisi terhadap penerapan pertanian organik merupakan pengetahuan dan keyakinan yang dimiliki oleh responden yang berkaitan dengan manfaat dari penerapan pertanian organik. Sebaran responden berdasarkan komponen kognisi menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki komponen kognisi yang cenderung positif sebanyak 73.3 persen atau 77 responden, sedangkan sisanya memiliki komponen kognisi yang cenderung negatif sebanyak 26.7 persen atau 28 responden. Berdasarkan data pada Gambar 3, dapat dilihat bahwa responden telah memiliki pengetahuan dan keyakinan terhadap manfaat dari penerapan pertanian organik.

Dalam penelitian ini, komponen kognisi responden diukur dari pengetahuan responden mengenai manfaat dari penggunaan pupuk organik, pengendali hama alami, dan rotasi tanaman. Hampir sebagian besar responden menjawab setuju untuk pernyataan pupuk organik dapat menyebabkan lahan menjadi subur (62.9 persen) dan juga lahan semakin gembur dan mudah diolah (61.9 persen). Ini menunjukkan bahwa responden menyadari manfaat dari penggunaan popok organik bagi lahan mereka. Pengetahuan ini ternyata didapat petani dari ajaran orang tua mereka yang juga bertani. Kemudian, sebanyak 37.1 persen menjawab tidak setuju pernyataan menggunakan pupuk organik tidak meningkatkan produksi padi. Menurut petani, penurunan hasil produksi hanya terjadi diawal pemakaian saja karena lambat laun hasil produksi akan meningkat. Petani menyadari menggunakan pupuk organik tidak akan menghasilkan padi sebanyak menggunakan pupuk kimia. Menurut petani, walau pun hasil padi organik tidak

47 lebih banyak dari padi non organik, tetapi harga jual padi organik lebih tinggi dibandingkan padi non organik.

Gambar 3 Tingkat kognisi petani terhadap penerapan pertanian organik Selanjutnya, sebagian besar responden atau sebanyak 59 persen menjawab setuju pernyataan merotasi tanaman akan menjaga lahan tetap subur. Petani mengetahui lahan yang telah digunakan memerlukan waktu untuk mengembalikan kesuburan tanah. Beberapa petani merotasi tanaman mereka dengan tanaman sayuran. Dengan begitu, kesuburan tanah akan terjaga dan meningkat. Untuk pengendali hama, sebagian besar responden atau sebanyak 47.6 persen menjawab setuju pernyataan penggunaan pengendali hama kimia berbahaya bagi tanaman. Petani pun menyadari, pengedali hama kimia tidak hanya berbahaya bagi tanaman, tetapi juga bagi manusia dan hewan.

Tingkat Afeksi Petani terhadap Penerapan Pertanian Organik

Komponen afeksi ialah perasaan emosional seseorang terhadap sesuatu ( Azwar 2003). Dan menurut Sarwono (2010) komponen afeksi ialah perasaan yang timbul, seperti senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Komponen afektif petani terhadap penerapan pertanian organik ialah perasaan suka atau tidak suka, positif atau negatif petani terhadap penerapan pertanian organik. Sebaran responden berdasarkan Gambar 4, komponen afeksi menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki komponen afeksi yang cenderung positif sebanyak 62.4 persen atau 66 responden, sedangkan sisanya memiliki komponen afeksi yang cenderung negatif sebanyak 37.6 persen atau 39 responden. Besarnya presentase komponen afeksi yang positif menunjukkan bahwa responden mengakui adanya kemudahan dalam membuat pupuk organik dan pengendali hama alami, serta responden merasa mendapatkan keuntungan lebih jika merotasi tanamannya. Komponen afeksi responden yang cenderung positif ini sejalan dengan pengetahuan (kognisi) responden yang cukup tinggi terhadap manfaat positif dari penerapan pertanian organik.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 73.3% 26.7% Positif Negatif

48

Dalam penelitian ini, komponen afeksi diukur melalui bagaimana perasaan responden dalam penggunaaan dan pelaksanaan pupuk organik, pengendali hama alami, bibit lokal, dan rotasi tanaman. Sebagian besar responden atau sebanyak 44.8 persen tidak merasa rumit dalam menggunakan pupuk organik. Dan sebanyak 29.5 persen menjawab menggunakan pupuk organik terlalu rumit. Untuk menggunakan pupuk organik membutuhkan proses yang memakan waktu untuk membuatnya. Ketika membuat pupuk kandang, petani memerlukan waktu sekitar dua minggu untuk memfermentasikan pupuk. Selain itu, petani membutuhkan sedikitnya 500 kg pupuk kompos untuk 1000 . Menurut petani, saat ini sudah banyak yang menjual pupuk organik padat maupun cair. Biasanya, petani akan membeli pupuk organik apabila persediaan pupuk organik petani kurang.

Terdapat 56.2 persen responden merasa pengendali hama alami tidak lebih mahal dari pengendali hama kimia. Pengendali hama alami dapat dibuat sendiri oleh petani yang bahan-bahannya tersedia dialam sekitar. Dengan menggunakan pengendali hama alami petani dapat lebih menghemat biaya produksi. Dan sebagian besar responden atau sekitar 49.5 persen merasa senang menggunakan pengendali hama alami karena tidak berdampak buruk bagi kesehatan. Penggunaan pengendali hama kimia diakui petani dapat menyebabkan sesak nafas bahkan keracunan. Berbeda dengan menggunakan pengendali hama alami yang tidak menyebabkan sesak atau dampak buruk lainnya.

Kemudian, sebagian besar responden atau sekitar 49.5 persen responden menyukai merotasi tanaman, dan 29.5 persen menjawab tidak suka. Rotasi tanaman biasanya dilakukan petani saat pasca panen selama dua minggu. Petani biasanya merotasi tanamannya dengan tanaman sayuran, seperti ceisin, kacang panjang, cabe merah, dan cabe rawit. Selain menguntungkan secara ekonomi, merotasi tanaman dapat membantu lahan semakin subur. Dan untuk penggunaan bibit, sebagian besar responden atau sekitar 60 persen responden mengaku lebih senang menggunakan bibit lokal. Bibit lokal yang menjadi unggulan petani adalah bibit jenis Mentik Wangi Susu. Kelebihan dari bibit jenis Mentik Wangi Susu ialah rasanya yang lebih manis, aroma yang lebih wangi, dan lebih pulen. Berbeda dengan bibit rekayasa jenis IR 64 yang sedikit keras, dan tidak terlalu manis.

Gambar 4 Tingkat afeksi petani terhadap penerapan pertanian organik 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 62.4% 37.6% Positif Negatif

49 Tingkat Konasi Petani terhadap Penerapan Pertanian Organik

Komponen konasi merupakan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen konasi petani terhadap penerapan pertanian organik ialah kecenderungan bertindak petani terhadap penerapan pertanian organik. Dalam penelitian ini komponen konasi terbagi menjadi dua tingkatan, yaitu positif, dan negatif. Tingkatan konasi responden ditentukan melalui kecenderung responden untuk merotasi tanaman, menggunakan pupuk organik, pengendali hama alami, dan bibit lokal.

Gambar 5 Tingkat konasi petani terhadap penerapan pertanian organik Sebaran responden berdasarkan komponen konasi menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki komponen konasi yang cenderung positif sebanyak 55.2 persen atau 58 responden. Dan sisanya memiliki komponen konasi yang cenderung negatif sebanyak 44.8 persen atau 47 responden (Gambar 5). Besarnya presentasi pada komponen konasi yang positif menunjukkan bahwa terdapat tendensi atau keinginan responden untuk merotasi tanaman, dan menggunakan bahan input alami, seperti pupuk dan pengendali hama alami, serta bibit lokal. Tingginya keinginan yang positif ini tidak terlepas dari pengetahuan yang dimiliki petani akan manfaat yang diperoleh.

Sebelumnya, terdapat 59 persen responden yang menjawab setuju rotasi tanaman dapat menjaga lahan tetap subur. Sebanyak 49.5 persen responden yang mengaku senang merotasi tanaman. Namun sayangnya, sebagian besar responden yang menjawab setuju untuk pernyataan akan merotasi tanaman karena dapat menyuburkan lahan hanya sekitar 39 persen. Meskipun petani mengetahui manfaat dari merotasi tanaman, tendensi atau keinginan untuk merotasi tanaman pada responden masih kurang. Salah satu alasan petani tidak mau merotasi tanaman karena sempitnya lahan mereka. Sebagian besar responden atau sekitar 41.9 persen menyatakan setuju akan menggunakan pengendali hama alami. Ini

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 55.2% 44.8% Positif Negatif

50

artinya, petani telah memiliki keinginan untuk menggunakan pengendali hama alami.

Untuk menghasilkan kualitas padi yang lebih baik, sebagian besar responden atau sekitar 49.5 persen memiliki tendensi atau keinginan untuk tidak menggunakan bibit rekayasa. Petani lebih memilih bibit lokal jenis Mentik Wangi Susu dibandingkan bibit rekayasa. Kemudian, sebanyak 43.8 persen responden menyatakan akan tetap menggunakan pupuk organik, walau pun panen mereka bisa gagal. Gagal panen dipandang petani sebagai hal yang wajar terjadi. Dan sebanyak 41.9 persen responden menyatakan tidak akan menggunakn pupuk sintetis meskipun secara ekonomi lebih menguntungkan. Petani merasa, menggunakan pupuk organik lebih menguntungkan dibandingkan pupuk sintetis karena petani dapat membuat sendiri.

PERBEDAAN SIKAP PETANI TERHADAP PENERAPAN

Dokumen terkait