• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.3 Sikap Responden

Dari hasil pengumpulan sampai dengan analisis data di dapat distribusi frekuensi uraian jawaban sikap responden dalam hal pendidikan kesehatan reproduksi/seks terhadap upaya pencegahan tindak kekerasan seksual pada anak sebagai berikut.

No. Katagori Jumlah Persentase (%)

1. Baik 48 88,9

2. Sedang 6 11,1

3. Kurang 0 0

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Uraian Jawaban Sikap Responden Tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi Terhadap Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak

No.

Uraian Jawaban Sikap Setuju % Tidak

Setuju % Jml %

1. Pendidikan kesehata seksual pada anak masih

tabu 30 55,6 24 44,4 54 100

2. Pendidikan kesehatan reproduksi dini menyebabkan anak lebih tertarik mencoba aktivitas seksual lebih awal

12 22,2 42 77,8 54 100

3. Pendidikan kesehatan reproduksi/pendidikan seks diberikan ketika anak telah menstruasi dan mimpi basah

40 74,1 14 25,9 54 100

4. Anak cukup mendapatkan pendidikan kesehatan reproduksi melalui mata pelajaran di sekolah

13 24,1 41 75,9 54 100

5. Penting pendidikan kesehatan reproduksi

diberikan pada anak sejak dini 39 72,2 15 27,8 54 100 6. Pelaku kekerasan seksual pada anak dapat

dilakukan oleh orang asing maupun orang dekat

48 88,9 6 11,1 54 100

7. Pendidikan reproduksi/seks sejak dini dapat mencegah dan menghindarkan anak dari kekerasan seksual

50 92,6 4 7,4 54 100

8. Banyak korban anak dalam kekerasan seksual

yang terjadi di indonesia maupun dunia 49 90,7 5 9,3 54 100 9. Banyak kasus kekerasan seksual pada anak

yang mungkin tidak terungkap di media/publik 51 94,4 3 5,6 54 100 10. Dampak pada anak korban kekerasan dapat

berupa gangguan/kerusakan organ seksual serta trauma yang berakibat pada tumbuhkembang anak

51 94,4 3 5,6 54 100

11. Anak korban kekerasan seksual berpotensi menjadi pelaku akibat perlakuan yang diterimanya

45 83,3 9 16,7 54 100

12. Orangtua telah cukup memberikan pendidikan

kesehatan reproduksi di rumah 22 40,7 32 59,3 54 100 13. Tidak semua orangtua memiliki keterampilan

dalam menyampaikan pendidikan reproduksi pada anak secara tepat

45 83,3 9 16,7 54 100

14. Pendidikan kesehatan reproduksi dapat

diberikan di sekolah 49 90,7 5 9,3 54 100

15. Peran guru dapat membantu orangtua dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah

53 98,1 1 1,9 54 100

16. Guru dan orangtua saling mendukung dan bekerjasama dalam pemberian pendidikan kesehatan reproduksi

53 98,1 1 1,9 54 100

17. Pendidikan kesehatan reproduksi pada anak dimasukkan dalam kurikulum khusus di sekolah

39 72,2 15 27,8 54 100

18. Sumber informasi pendidikan seks tanpa pengawasan dapat mengarahkan anak pada tindak penyimpangan

49 90,7 5 9,3 54 100

19. Penanganan pemerintah sudah dapat menanggulangi kasus kekerasan seksual pada anak

14 25,9 40 74,1 54 100

20. Perlu sosialisasi dan pelatihan agar guru dapat menyampaikan pendidikan kesehatan reproduksi yang tepat dan terarah

53 98,1 1 1,9 54 100

21. Perlu regulasi yang sesuai terkait pendidikan kesehatan reproduksi baik kebijakan sekolah maupun nasional yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di sekolah

Dalam uraian jawaban sikap pada Tabel 4.8 dapat dilihat pada pernyantaan pendidikan kesehata seksual pada anak masih tabu sebanyak 30 orang (55,6 %) menjawab setuju. Pernyataan tidak setuju sebanyak 24 orang (44,4 %).

Pernyataan pendidikan kesehatan reproduksi sejak dini menyebabkan anak lebih tertarik mencoba aktivitas seksual lebih awal, 12 orang (22,2 %) menyatakan setuju. Yang menyatakan tidak setuju sebanyak 42 orang (77,8 %).

Pada pernyataan pendidikan kesehatan reproduksi/pendidikan seks diberikan ketika anak telah menstruasi dan mimpi sebanyak 40 orang (74,1 %) setuju. Pernyataan tidak setuju sebbanyak 14 orang (25,9 %).

Pernyataan setuju bahwa anak cukup mendapatkan pendidikan kesehatan reproduksi melalui mata pelajaran di sekolah berjumlah 13 orang (24,1 %). Sisanya menyatakan tidak setuju sebanyak 41 orang (75,9 %).

Pada pernyataan ke-5, sebanyak 39 orang (72,2 %) setuju bahwa penting memberikan pendidikan kesehatan reproduksi pada anak sejak dini. Sebaliknya yang menyatakan tidak setuju sebanyak 15 orang (27,8).

Sebanyak 48 orang (88,9 %) setuju bahwa pelaku kekerasan seksual pada anak dapat dilakukan oleh orang asing maupun orang dekat. Sedangkan sikap tidak setuju pada pernyataan tersebut sebanyak 6 orang (11,1 %).

Pada pernyataan selanjutnya mengenai pendidikan reproduksi/seks sejak dini dapat mencegah dan menghindarkan anak dari kekerasan seksual terdapat 4 orang (7,4 %) yang tidak setuju. Sisanya sebanyak 50 orang (92,6 %) menyatakan setuju.

Ada sebanyak 49 orang (90,7 %) setuju bahwa telah banyak korban anak dalam kekerasan seksual yang terjadi baik di dunia maupun Indonesia. Pernyataan tidak setuju tentang pernyataan itu sebanyak 5 orang (9,3 %).

Pernyataan tidak setuju bahwa anak korban kekerasan seksual berpotensi menjadi pelaku akibat perlakuan yang diterimanya sebanyak 9 orang (16,7 %). Sisanya sebanyak 45 orang (83,8 %) meyakini bahwa anak-anak tersebut berpotensi menjadi pelaku kekerasan seksual.

Pernyataan mengenai orangtua telah cukup memberikan pendidikan kesehatan reproduksi di rumah, sebanyak 22 orang (40,7 %) setuju. 32 orang (59,3 %) sisanya tidak setuju. Selanjutnya pernyataan pendidikan kesehatan reproduksi dapat diberikan di sekolah disetujui oleh 49 orang (90,7 %) sedangkan 5 orang (9,3 %) tidak setuju.

Pernyataan peran guru dapat membantu orangtua dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah serta pernyataan guru dan orangtua saling mendukung dan bekerjasama dalam pemberian pendidikan kesehatan reproduksi sebanyak 53 orang (98,1 %) menjawab setuju. 1 orang (1,9 %) menyatakan tidak setuju.

Selanjutnya anggapan setuju bila pendidikan kesehatan reproduksi pada anak dimasukkan dalam kurikulum khusus di sekolah sebanyak 39 orang (72,2 %). Yang menyatakn tidak setuju sebanyak 15 orang (27,8 %).

Pada pernyataan selanjutnya sebanyak 40 orang (74,1 %) tidak setuju bahwa penanganan pemerintah sudah dapat menanggulangi kasus kekerasan seksual pada anak. Sebanyak 14 orang (25,9 %) menyatakan setuju pada pernyataan tersebut.

Perlunya sosialisasi dan pelatihan agar guru dapat menyampaikan pendidikan kesehatan reproduksi dengan tepat dan terarah, 53 orang (98,1 %) setuju dan 1 orang (1,9 %) tidak setuju. Selanjutnya 51 orang (94,4 %) mengatakan setuju perlu adanya regulasi yang sesuai terkait pendidikan kesehatan reproduksi baik dari tingkat sekolah maupun nasional yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi dan hanya 3 orang (5,6 %) yang tidak setuju.

Dari hasil di atas, tingkat sikap guru dalam hal kesehatan reproduksi/pendidikan seks terhadap upaya pencegahan kekerasan pada anak di Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 tahun 2016 dapat dikatagorikan sebagai berikut: Tabel 4.9 Katagori Tingkat Sikap Responden Dalam Hal Pendidikan

Kesehatan Reproduksi Terhadap Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak Sekolah Dasar Harapan 1 dan 2 Medan Tahun

Berdasarkan Tabel 4.9 terlihat katagori tingkat sikap responden dalam hal pendidikan kesehatan reproduksi terhadap upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak berada pada tingkat baik dengan total nilai 75-100 % sebanyak 47 responden (87,0 %), tingkat sedang dengan total nilai 65-74 % sebanyak 6 orang (11,1 %) dan tingkat kurang dengan total nilai kurang dari 65 % sebanyak 1 responden (1,9 %). Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden memiliki sikap yang baik atau positif dalam hal pendidikan kesehatan reproduksi maupun pencegahan kekerasan seksual pada anak.

No. Katagori Jumlah Persentase (%)

1. Baik 47 87,0

2. Sedang 6 11,1

3. Kurang 1 1,9

Dokumen terkait