• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

E. Sikap

Sikap adalah kecenderungan psikologis yang diekspresikan dengan

mengevaluasi entitas tertentu dengan beberapa derajat menguntungkan atau

merugikan (Eagle & Chaiver, 1993). Menurut Fazio (1995) sikap adalah asosiasi

dalam memori antara objek yang diberikan dan evaluasi dari rangkuman objek

yang yang diberikan tersebut. Definisi lain dari sikap adalah respon tertutup

seseorang terhadap stimulus atau obyek tertentu, yang sudah melibatkan faktor

pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang – tidak senang, setuju – tidak setuju, baik – tidak baik, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2003). Sikap adalah evaluasi keseluruhan objek yang berdasarkan informasi kognitif, afektif, dan

perilaku (Maio et al, 2009).

Sikap seperti kebanyakan keadaan psikologis lain, tidak dapat secara

langsung diamati. Kita tidak dapat melihat sikap seperti kita melihat berapa tinggi

hanya dapat disimpulkan dari tanggapan mereka (Fazio & Olsson 2003,

Himmelfarb, 1993).

Struktur sikap terdiri dari 3 komponen yang saling menunjang menurut

Notoatmojo(2003), yaitu :

1. Komponen kognitif

Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku

atau apa yang benar bagi objek sikap. Sekali kepercayaan itu terbentuk, maka

akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat

diharapkan dari objek tertentu. Kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak

selalu akurat karena kepercayaan itu kadang terbentuk dari kurang atau tidak

ada informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi.

2. Komponen afektif

Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang

terhadap suatu objek sikap.

3. Komponen konatif

Komponen konatif atau perilaku dalam struktur sikap menunjukkan

bagaimana kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang

berkaitan dengan objek sikap yang dihadapi. Bagaimana orang berperilaku

dalam situasi tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan

dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Kecenderungan berperilaku

secara konsisten, selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini membentuk

Ada beberapa faktor yang menghambat maupun menunjang perubahan sikap,

menurut Notoatmojo (2003) yaitu :

1. Faktor yang menghambat perubahan sikap, yaitu :

a. Stimulus (sifat indeferent) sehingga faktor perhatian kurang berperan

terhadap stimulus yang diberikan.

b. Tidak memberikan harapan untuk mada depan.

c. Adanya penolakan terhadap stimulus tersebut sehingga tidak ada

pengertian terhadap stimulus tersebut.

2. Faktor yang menunjang perubahan sikap, yaitu :

a. Dasar utama terjadinya perubahan sikap adalah adanya imbalan dan

hukuman, dimana individu mengasosiasikan reaksinya yang disertai

dengan imbalan dan hukuman.

b. Stimulus mengandung harapan bagi individu sehingga dapat terjadi

perubahan dalam sikap.

c. Stimulus mengandung prasangka bagi individu yang mengubah sikap

semula.

Menurut Notoatmodjo (2007) ada 4 tingkatan dari sikap, yaitu :

1. Menerima (receiving)

Menerima berarti subjek yang bersedia dan mau memperhatikan stimulus

yang diberikan objek.

2. Merespon (responding)

Merespon berarti bersedia memberikan jawaban apabila ditanya maupun

3. Menghargai (valuing)

Tingkatan ke tiga dari sikap adalah subjek mengajak subjek lain untuk

mengerjakan atau berdiskusi tentang suatu masalah.

4. Bertanggungjawab (responsible)

Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko merupakan tingkatan dari sikap yang tertinggi.

Sikap lansia terhadap obat menunjukkan tingkat ketergantungannya pada

obat. Lansia seringkali tidak mau mengungkapkan perasaannya tentang obat,

khususnya jika mengalami ketergantungan obat. (Potter dan Perry, 2005).

Sikap yang tepat dalam minum obat dalam Potter dan Perry (2005), adalah:

1. Benar obat

Sebelum mempersiapkan obat ketempatnya harus diperhatikan kebenaran obat

sebanyak 3 kali yaitu ketika memindahkan obat dari tempat penyimpanan

obat, saat obat akan diminum, dan saat mengembalikan ketempat

penyimpanan. Melihat label di wadah obat yang akan diminum sesuai atau

tidak dengan obat yang akan diminum. Jika labelnya tidak terbaca, isinya

tidak boleh dipakai.

2. Benar dosis

Minum obat sesuai dosis yang dianjurkan. Untuk menghindari kesalahan

pemberian obat, maka penentuan dosis harus diperhatikan dengan

menggunakan alat standar seperti obat cair harus dilengkapi alat tetes, gelas

ukur, spuit atau sendok khusus, alat untuk membelah tablet dan lain-lain

obat belum terlihat, hal itu akan meningkatkan efek samping yang

ditimbulkan.

Adanya ketidaktepatan dosis ini dapat menimbulkan efek samping yang

tidak diharapkan pada pasien. Dosis yang kurang akan menyebabkan tidak

tercapainya dosis terapi yang berakibat keadaan pasien tidak membaik.

dimana dengan dosis yang lebih besar maka akan menyebabkan konsentrasi

plasma yang lebih besar pula dan lebih besar kemungkinan tercapai dosis

toksik. (Shargel, 1985).

Menurut Rahardja (2007) Lansia menggunakan dosis yang lebih rendah,

yakni:

a. 65-74 tahun : dosis biasa-10%

b. 75-85 tahun: dosis biasa-20%

c. 85 th dan lebih: dosis biasa-30%

3. Benar cara pemberian

Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang

menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum, kecepatan

respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang

diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, topikal, rektal, dan inhalasi.

a. Oral adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai,

karena ekonomis, paling nyaman dan aman.

b. Topikal yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa.

c. Rektal yaitu pemberian obat melalui anus berupa supositoria yang akan

mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh

efek lokal seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol).

Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan

pemberian obat dalam bentuk oral.

d. Inhalasi yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan.

Kebanyakan lansia mengkonsumsi obat dengan oral, melalui injeksi jarang

dilakukan. Pemberian obat juga memperhatikan diberikan sebelum atau

sesudah makan atau bersama makanan

4. Benar waktu

Pemberian obat harus benar-benar sesuai dengan waktu yang diprogramkan,

karena berhubungan dengan kerja obat yang dapat menimbulkan efek terapi

dari obat.

Dokumen terkait