• Tidak ada hasil yang ditemukan

Silogisme dan Bentuknya

Silogisme140 kategoris, merupakan struktur suatu dedikasi berupa suatu proses logis yang terdiri dari tiga bagian dan tiap-tiap bagian berupa pernyataan kategoris. Bisa juga dikatakan bahwa silogisme kategoris adalah silogisme yang semua posisinya merupakan proposisi kategorik, demi lahirnya konklusi maka pangkal umum tempat kita berpijak harus merupakan proposisi universal (U), sedangkan pangkalan khusus tidak berarti bahwa proposisinya harus partikuler atau sinjuler, tetapi bisa juga proposisi universal (U) tetapi ia diletakkan di bawah aturan pangkalan umumnya.

140 Silogisme merupakan argument deduktif yang terdiri dari dua premis dan satu kesimpulan.

Silogisme disebut juga sebagai penyimpulan tidak langsung, yang dari dua proposisi (premis- premis) disimpulkan suatu proposisi yang baru (kesimpulan). Lihat: Rafael Raga Maran, Pengantar Logika, Grasindo: Jakarta, 2007, Hlm: 103. Silogisme dalam bekerjanya selalu melibatkan tiga (3) bagian utama yakni. Dua (2) bagian pertama adalah premis-premis atau pangkal tolak penalaran (deduktif) syllogistic. Sedangkan bagian yang ketiga merupakan perumusan hubungan yang terdapat antara kedua bagian pertama melalui pertolongan term penengah (M). bagian ketiga ini adalah kesimpulan atau disebut juga sebagai pengetahuan yang baru (konsekuens). Proses penarikan suatu kesimpulan tersebut, disebut sebagai penyimpulan. Lihat: Poespoprodjo & EK. T. Gilarso, Logika Ilmu Menalar, Op cit: 150.

ASAS – ASAS BERPIKIR LOGIKA DALAM HUKUM | - 151 -

Artinya, silogisme kategoris ini, merupakan argumen deduktif yang terdiri dari dua premis dan satu kesimpulan, yang semuanya merupakan proposisi-proposisi kategoris. Sementara itu suatu silogisme kategoris hanya dapat disebut standar jika semua proposisi yang terkandung di dalamnya (premis-premis dan kesimpulan) merupakan proposisi-proposisi kategoris standar. Kecuali itu, suatu silogisme kategoris standar selalu berisikan tiga term atau tiga kelas, yang masing-masingnya hanya boleh muncul dalam dua proposisi silogisme.

Bentuk sebuah kesimpulan dari silogisme kategoris standar yang berupa proposisi kategoris standar itu mengandung dua dari tiga term silogisme: yakni term subjek (Ts) dan term predikat (Tp). Term predikat dari kesimpulan disebut “term mayor” silogisme, sedangkan term subjek

dari kesimpulan disebut “term minor” silogisme. Jadi, dalam bentuk silogisme kategoris standar, seperti:

Semua pahlawan adalah orang dewasa

Beberapa prajurit adalah pahlawan (Term Minor)

Jadi. Beberapa prajurit adalah orang berjasa. (Term Mayor) Term prajurit adalah term minor dan term orang berjasa adalah term mayor. Term ketiga dari silogisme, yang tidak terdapat dalam kesimpulan, tetapi yang hanya termuat dalam kedua premis, disebut “term menengah” (M singkatan dari: terminus medius). Dalam contoh di atas, term pahlawan adalah term menengah. Term mayor dan term minor dari sebuah silogisme kategoris standar masing - masingnya terkandung dalam salah satu dari kedua premis silogisme.

Premis yang mengandung term mayor disebut “premis mayor”, sedangkan premis yang mengandung term minor disebut “premis minor”. Dalam silogisme di atas, premis mayor adalah “Semua

- 152 - | ASAS -ASAS BERPIKIR LOGIKA DALAM HUKUM

pahlawan adalah orang berjasa”, sedangkan premis minor adalah

“Beberapa prajurit adalah pahlawan”.

Dalam silogisme standar, berlaku ketentuan sebagai berikut;

1. Premis mayor selalu ditempatkan sebagai proposisi pertama pada baris pertama,

2. Sedangkan premis minor selalu ditempatkan sebagai proposisi kedua pada baris kedua.

3. Premis mayor dan premis minor ini berfungsi sebagai pangkal tolak seluruh penalaran.

4. Kesimpulan penalaran diturunkan dengan memperhatikan hubungan antara premis mayor dan premis minor tersebut atau, dalam contoh di atas, antara term menengah (M) dengan term predikat (P) dalam premis mayor, dan antara term subjek (S) dengan term menengah (M) dalam premis minor. Itu berarti, kalau memang ternyata bahwa M sama dengan P, sedangkan S sama dengan M, maka S mesti sama juga dengan P:

M=P S=M S = P

Penalaran yang menggunakan term menengah (M) untuk menarik kesimpulan itu, dalam sistem Aristoteles, disebut penalaran tidak langsung. Dari segi tinjauan logika, bentuk argumen merupakan aspek yang paling penting. Masalah kesahihan atau ketidaksahihan silogisme kategoris tergantung semata-mata pada bentuk (forma)-nya dan sama sekali tidak tergantung pada isi (materi)-nya. Dan, seperti sudah disinggung, pembicaraan tentang isi suatu silogisme kategoris adalah pembicaraan tentang benar tidaknya proposisi-proposisinya (premis-premis dan kesimpulan). Jadi istilah sahih dan tidak sahih

ASAS – ASAS BERPIKIR LOGIKA DALAM HUKUM | - 153 -

hanya dapat dikenakan pada (bentuk) argumen, sedangkan istilah- istilah benar dan tidak benar hanya dapat dikenakan pada proposisi- proposisi.

Silogisme dengan bentuk, seperti:

Semua M adalah P Semua M adalah P Jadi, semua S adalah P

Adalah suatu argumen yang sahih tanpa memperhatikan isi-nya.

Itu artinya, term-term apapun yang digunakan untuk menggantikan lambang-lambang "S", "P", dan "M" argumen yang dilahirkan akan tetap sahih. Jika kita menggantikan lambang-lambang tersebut dengan term- term mahasiswa-mahasiswa Fakultas Hukum UNIKOM; hewan berakal budi, dan manusia, maka kita akan memperoleh argumen yang sahih:

Semua manusia adalah hewan berakal budi

Semua mahasiswa Fakultas Hukum UNIKOM adalah manusia Jadi, semua mahasiswa Fakultas Hukum UNIKOM adalah

hewan berakal budi

Dan apabila, dalam bentuk yang sama, kita menggantikan lambang- lambang tersebut dengan term-term lele, binatang yang hidup dalam air, dan ikan, maka:

Semua ikan adalah binatang yang hidup dalam air.

Semua lele adalah ikan.

Jadi, semua lele adalah binatang yang hidup dalam air. adalah juga argumen yang sahih.

- 154 - | ASAS -ASAS BERPIKIR LOGIKA DALAM HUKUM

Suatu silogisme kategoris yang sahih adalah argumen yang sahih secara formal, sahih berdasarkan bentuknya saja. Ini menunjukkan bahwa silogisme lain, asal menggunakan bentuk yang sama, juga tetap disebut sahih. Sebaliknya, jika suatu silogisme tertentu ternyata tidak sahih, maka silogisme lain mana pun, sejauh menggunakan bentuk yang sama, tetap juga tidak sahih.

Perhatikanlah kedua contoh berikut ini:

1. Semua penyanyi adalah orang yang bersuara bagus.

Beberapa mahasiswa Fakultas Hukum UNIKOM adalah orang yang bersuara bagus

Jadi, beberapa mahasiswa Fakultas Hukum UNIKOM adalah penyanyi.

2. Semua Harimau adalah binatang berkaki empat.

Semua Kucing adalah binatang berkaki empat.

Jadi, semua Kucing adalah Harimau.

Dari contoh (1) kita melihat bahwa premis-premis dan kesimpulan, dari segi isi (menurut kenyataan), adalah benar. Namun dari segi bentuk, argumen itu tidak sahih.

Dalam contoh (2) kita melihat bahwa, dari segi isi, premi s- premisnya benar sedangkan kesimpulannya salah. Hal ini disebabkan justru karena jalan pikirannya tidak lurus; dengan kata lain, argumen tersebut, menurut bentuknya, tidak sahih. Persoalan mengenai bentuk argumen ini akan dengan lebih mudah dipahami bila kita mendalami sungguh-sungguh semua seluk beluk yang berkaitan dengan hukum- hukum silogisme.

Sementara itu bentuk pangkalan khusus bisa menyatakan permasalahan yang berbeda dari pangkalan umumnya, akan tetapi bisa juga merupakan kenyataan yang lebih khusus dari permasalahan umumnya dengan demikian satu pangkalan umum dan satu pangkalan khusus dapat di hubungkan dengan berbagai cara tetapi hubungan itu harus diperhatikan kwalitas dan kuantitasnya agar kita dapat

ASAS – ASAS BERPIKIR LOGIKA DALAM HUKUM | - 155 -

mengambil konklusi yang valid.

Contoh :

Semua binatang harus makan Kuda adalah binatang

Jadi, kuda harus makan.

Hukum-hukum Silogisme Kategorik, adalah sebagai berikut;

1. Apabila salah satu premis bersifat partikular, maka kesimpulan harus partikular juga.

Contoh :

Semua yang halal dimakan menyehatkan (mayor).

Sebagian makanan tidak menyehatkan (minor).

Jadi, sebagian makanan tidak halal dimakan (konklusi).

2. Apabila salah satu premis bersifat negatif, maka kesimpulannya harus negatif juga.

Contoh :

Semua korupsi tidak disenangi (mayor).

Sebagian pejabat korupsi (minor).

Jadi, sebagian pejabat tidak disenangi (konklusi).

3. Apabila kedua premis bersifat partikular, maka tidak sah diambil kesimpulan.

Contoh :

Beberapa politikus tidak jujur (premis 1).

Sandiaga uno adalah politikus (premis2).

- 156 - | ASAS -ASAS BERPIKIR LOGIKA DALAM HUKUM

Kedua premis tersebut tidak bisa disimpulkan. Jika dibuat kesimpulan, maka kesimpulannya hanya bersifat kemungkinan (bukan kepastian). Sandiaga no mungkin tidak jujur (konklusi).

4. Apabila kedua premis bersifat negatif, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Hal ini dikarenakan tidak ada mata rantai yang menghubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan dapat diambil jika salah satu premisnya positif.

Contoh :

Buku Logika bukan bunga mawar (premis 1).

Kucing bukan bunga mawar (premis 2).

Kedua premis tersebut tidak mempunyai kesimpulan.

5. Apabila term penengah dari suatu premis tidak tentu, maka tidak akan sah diambil kesimpulan.

Contoh;

Semua ikan berdarah dingin.

Binatang ini berdarah dingin.

Maka, binatang ini adalah ikan?

Mungkin saja binatang melata.

6. Term-predikat (Tp) dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang ada pada premisnya. Apabila tidak konsisten, maka kesimpulannya akan salah.

Contoh :

Kuda adalah binatang. (premis 1) Kambing bukan Kuda. (premis 2) Jadi, kambing bukan binatang?

ASAS – ASAS BERPIKIR LOGIKA DALAM HUKUM | - 157 -

Binatang pada konklusi merupakan term negatif sedangkan pada premis 1 bersifat positif

7. Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda kesimpulan menjadi lain.

Contoh:

Bulan itu bersinar di langit.(mayor) Januari adalah bulan.(minor) Jadi, januari bersinar dilangit?

8. Silogisme harus terdiri tiga term, yaitu term subjek (S), predikat (P), dan term, tidak bisa diturunkan konklasinya.

Contoh :

Kucing adalah binatang.(premis 1) Domba adalah binatang.(premis 2), Beringin adalah tumbuhan.(premis3)

2. Silogisme Hipotesis

Silogisme yang premisnya berupa pernyataan bersyarat, predikat diakui atau dimungkiri tentang subyek tidak secara mutlak, akan tetapi tergantung kepada suatu syarat. Silogisme Hipotesis adalah argument yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik sedangkan premis minornya adalah proposisi kategorik yang menetapkan atau mengingkari terem antecindent atau terem konsekuen premis mayornya.

Silogisme hipotetis adalah model argumentasi yang premis mayornya berupa sebuah proposisi kondisional. Premis mayor ini terdiri dari dua bagian: bagian pertama mengandung syarat (sebab) yang dimulai dengan “Jika…”; lazimnya disebut antesedens, dan bagian

- 158 - | ASAS -ASAS BERPIKIR LOGIKA DALAM HUKUM

kedua mengandung apa yang disyaratkan (akibat) yang dimulai dengan

“Maka…”; lazimnya disebut konsekuens.

Dalam logika, premis mayor dari argumentasi ini biasanya tersusun dalam empat pola, yakni:

“Jika A, maka B”

“Jika A, maka bukan B”

“Jika bukan A, maka B”

:Jika bukan A, maka bukan B”

Sebenarnya silogisme hipotetik tidak memiliki premis mayor maupun premis minor karena kita ketahui premis mayor itu mengandung term predikat pada konklusi, sedangkan primis minor itu mengandung term subyek pada konklusi.

Bentuk atau tipe silogisme hipotesis, adalah sebagai berikut;

1. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent.

Contoh :

Jika hujan, saya naik becak Sekarang Hujan.

Jadi saya naik becak.

2. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian konsekuensinya.

Contoh:

Jika hujan saya naik becak.(mayor) Sekarang hujan.(minor)

Jadi, saya naik becak (konklusi).

3. Silogisme hipotetik yang premis Minornya mengingkari antecendent.

Contoh : Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.

ASAS – ASAS BERPIKIR LOGIKA DALAM HUKUM | - 159 -

Politik pemerintah tidak dilaksanakan dengan paksa, Jadi kegelisahan tidak akan timbul.

4. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekwensinya

Contoh :

Bila mahasiswa turun kejalanan, pihak penguasa akan gelisah Pihak penguasa tidak gelisah Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan.

Hukum-hukum Silogisme Hipotetik mengambil konklusi dari silogisme hipotetik jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting menentukan kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar.

Apabil antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, maka hukum silogisme hipotetik adalah:

Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.

Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah Bila B terlaksana,

maka A terlaksana. (tidak sah = salah)

Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.

3. Silogisme Disjungtif

Silogisme disjungtif merupakan bentuk silogisme yang premis mayornya adalah keputusan disjungtif sedangkan premis minornya bersifat kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor.

Seperti pada silogisme hipotetik istilah premis mayor dan premis minor adalah secara analog bukan yang semestinya. Silogisme ini ada dua macam yaitu:

- 160 - | ASAS -ASAS BERPIKIR LOGIKA DALAM HUKUM

1. Silogisme disjungtif dalam arti sempit

Berarti mayornya mempunyai alternatif kontradiktif.

Contoh:

Heri jujur atau berbohong.(premis1) Ternyata Heri berbohong.(premis2)

Jadi, Ia tidak jujur (konklusi).

2. Silogisme disjungtif dalam arti luas

berarti premis mayornya mempunyai alternatif bukan kontradiktif.

Contoh :

Hasan di rumah atau di pasar.(premis1) Ternyata tidak di rumah.(premis2) Jadi, Hasan di pasar (konklusi).

Hukum-hukum Silogisme Disjungtif, melingkupi sebagai berikut;

1. Silogisme disjungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid.

Contoh:

Hasan berbaju putih atau tidak putih.

Ternyata Hasan berbaju putih. Jadi, Hasan bukan tidak berbaju putih.

2. Silogisme disjungtif dalam arti luas, kebenaran konklusinya adalah Bila premis minor mengakui salah satu alternatif, maka konklusinya sah (benar).

Contoh:

Budi menjadi guru atau pelaut.

Budi adalah guru.

Jadi, Maka Budi bukan pelaut.

ASAS – ASAS BERPIKIR LOGIKA DALAM HUKUM | - 161 -

3. Bila premis minor mengingkari salah satu alternatif, maka konklusinya tidak sah (salah).

Contoh:

Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogyakarta.

Ternyata tidak lari ke Yogyakarta Jadi, dia lari ke Solo?

Konklusi yang salah karena bisa jadi dia lari ke kota lain.