• Tidak ada hasil yang ditemukan

SILPA DAN PEMBIAYAAN

Dalam dokumen KAJIAN FISKAL REGIONAL (Halaman 76-80)

PELAKSANAAN APBD

E. SILPA DAN PEMBIAYAAN

(253.507.279.348) 61.344.111.593.204 = (0,41)%

2. Profil dan Jenis Badan Usaha Milik Daerah

Badan Usaha Milik Daerah maupun PT patungan bersama swasta berjumlah 23 perusahaan. BUMD terdiri dari 5 perusahaan, yakni PD Dharma Jaya, PDAM Jaya, PD Pembangunan Sarana Jaya, PD Pasar Jaya, dan PD PAL Jaya. Pemerintah DKI Jakarta melakukan divestasi terhadap 6 perusahaan PT patungan, sehingga jumlah BUMD dan PT patungan yang masih aktif sebanyak 23 perusahaan yang bergerak dalam bidang properti, pariwisata, perdagangan dan industri, perbankan/keuangan,dan jasa/utilitas. Dari tabel 3.6 terilhat bahwa pada tahun 2017 PT Bank DKI memiliki nilai aset terbesar dibandingkan dengan jenis BUMD lainnya yaitu sebesar Rp51.433,14 miliar. Sementara nilai aset terkecil pada tahun 2017 pada PD. Dharma Jaya yaitu sebesar Rp205,52 miliar. Sedangkan nilai aset tahun 2018 tidak terdapat data. (Tabel Terlampir)

E. SILPA DAN PEMBIAYAAN

1. Perkembangan Surplus/Defisit APBD

a. Rasio Surplus /Defisit Terhadap Agregat Pendapatan

Rasio surplus/defisit terhadap agregat pendapatan digunakan untuk mengetahui performa fiskal pemerintah daerah, yang dihitung melalui proporsi surplus terhadap total pendapatannya.

Rasio Surplus terhadap Pendapatan = Surplus / Total Pendapatan APBD

β€œRasio defisit anggaran pada APBD DKI Jakarta tahun 2018 paling rendah apabila dibandingkan dengan tiga provinsi besar lainnya di pulau Jawa yaitu Jabar, Jateng dan Jatim”.

Pada tahun 2018 DKI Jakarta mengalami defisit sebesar 0,41% dibandingkan pendapatan, sementara pada tahun 2017 mengalami surplus sebesar 20%. Defisit tersebut didanai dari SILPA DKI Jakarta yang pada tahun 2017 sebesar Rp13.165,98 miliar Sehingga SILPA pada akhir tahun 2018 sebesar Rp9.681,94 miliar. Bila dibandingkan dengan 3 provinsi besar lainya di Pulau Jawa seperti Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur rasio defisit pendapatan DKI Jakarta pada tahun 2018 jauh lebih kecil, dimana Jawa Barat

Kajian Fiskal Regional Tahun 2018| 57

sebesar 6,26%, Jawa Tengah 2,38% dan Jawa Timur 5,99%. Hal yang perlu digarisbawahi adalah, bahwa defisit tersebut dikarenakan adanya SILPA yang cukup besar yang perlu dioptimalkan penggunaannya untuk kesejahteraan publik.

b. Rasio Surplus terhadap Realisasi Dana Transfer

Rasio ini untuk mengetahui proporsi adanya surplus/defisit anggaran terhadap salah satu sumber pendapatan APBD, yaitu realisasi pencairan dana transfer. Hal ini dapat menjadi sinyal bagi Kementerian Keuangan untuk mengevaluasi

timing pencairan dana transfer, terutama pada daerah yang sangat bergantung

pada dana transfer namun mengalami ekses likuditas.

Rasio Surplus terhadap Dana Transfer = Surplus / Total Realisasi Dana Transfer

Defisit terhadap dana transfer DKI Jakarta tahun 2018 adalah 1,42%, sedangkan pada tahun 2017, DKI Jakarta surplus sebesar 69,1%. Pada tahun 2018 terdapat pengguna dana SILPA tahun anggaran 2017 hanya sebesar 26,46%. Apabila dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah Jawa Timur pada tahun yang sama angka defisit Provinsi DKI Jakarta mempunyai rasio terendah, Jawa Barat sebesar 13,94%, Jawa Tengah 5,10%, dan Jatim sebesar 13,09%.

Selain itu, sebagaimana penjelasan pada rasio surplus/defisit terhadap agregat pendapatan, bahwa defisit tersebut dikarenakan adanya SILPA yang cukup besar yang perlu dioptimalkan penggunaannya untuk kesejahteraan publik.

Rasio surplus/ defisit

thd Dana Transfer = π‘†π‘’π‘Ÿπ‘π‘™π‘’π‘  π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ 𝑑𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑑 π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘™π‘–π‘ π‘Žπ‘ π‘– π‘‘π‘Žπ‘›π‘Ž π‘‘π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘ π‘“π‘’π‘Ÿ = (253.507.279.348) 17.855.177.072.924 = (1,42)% Rasio surplus/ defisit thd PDRB

= Surplus atau defisit APBD PDRB = 13.165.982.127.533 2.410.370.000.000 = 5,46% π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘ π‘“π‘’π‘Ÿ = 13.165.982.127.533 20.256.226.983.229 = 0,65

c. Rasio Surplus/Defisit Terhadap PDRB

Rasio ini diperlukan untuk menggambarkan kesehatan ekonomi regional, semakin kecil rasionya berarti daerah tersebut mampu memproduksi barang dan jasa untuk membiayai defisit anggaran pemerintah daerahnya.

Pada tahun 2018, defisit DKI Jakarta terhadap PDRB sebesar 9,75 %, sementara pada tahun 2017 surplus sebesar 5,43%. Sama seperti rasio-rasio sebelumnya, bahwa defisit tersebut dikarenakan pada tahun 2018 terdapat penggunaan SILPA dikarenakan pada tahun 2017 terdapat SILPA yang cukup besar yaitu sebesar Rp13.165,98 miliar

d. Rasio SILPA terhadap Alokasi Belanja

Rasio ini diperlukan untuk mengetahui proporsi belanja atau kegiatan yang tidak digunakan dengan efektif oleh pemerintah.

Rasio SILPA = Jumlah SILPA / Total Belanja APBD

Rasio surplus/

defisit thd PDRB =

Surplus atau defisit APBD PDRB

= (253.507.279.348)

2.599.170.000.000

= (9,75)%

Rasio SiLPA = Jumlah SILPA

Total belanja APBD

= 9.681.940.500.413

75.093.831.260.213

Kajian Fiskal Regional Tahun 2018| 59

β€œRasio SILPA yang menurun

mengindikasikan kinerja pemerintah daerah dalam optimalisasi belanja APBD mengalami peningkatan dari tahun lalu.”

Berdasarkan perhitungan rasio di atas terlihat bahwa sekitar 15,72% belanja tidak digunakan secara efektif oleh pemerintah daerah.Rasio ini lebih kecil dibandingkan tahun 2017 yang mencapai 24,65%, sehingga menunjukkan bahwa proporsi belanja yang tidak efektif digunakan, mengalami penurunan di tahun 2018. Hal ini berarti bahwa sisa dana yang belum dibelanjakan sampai dengan akhir tahun masih cukup tinggi, walaupun terjadi penurunan rasio karena kondisi yang ideal adalah bahwa semakin kecil rasionya semakin bagus penyerapan belanjanya (0<X<1).

2. Pembiayaan Daerah

a. Rasio Pinjaman Daerah terhadap Total Pembiayaan

Rasio ini untuk mengetahui proporsi pencairan pinjaman yang dilakukan daerah ataupun penerbitan obligasi daerah untuk membiayai defisit APBD.

Pada tahun 2018 besarnya rasio adalah 36%, naik dibandingkan tahun 2017 sebesar 5,99%. Hal ini disebabkan adanya pembiayaan untuk pembangunan MRT, dan JEDI yang berasal dari penerusan pinjaman kepada PEMDA DKI Jakarta. Dengan demikian, pemenuhan kebutuhan pembiayaan daerah dipenuhi dari pinjaman daerah sebesar 36% dan selebihnya dipenuhi oleh SiLPA. Bila dibandingkan dengan 3 daerah besar di pulau jawa yaitu Jabar, Jateng dan Jatim rasio proporsi pencairan pinjaman di DKI Jakarta jauh lebih besar. Rasio proporsi pencairan pinjaman masing-masing provinsi Jabar sebesar 0%, Jateng sebesar 0% dan Jatim sebesar 2,17%.

Rasio Pinjaman Daerah = π‘…π‘’π‘Žπ‘™π‘–π‘ π‘Žπ‘ π‘– π‘π‘–π‘›π‘—π‘Žπ‘šπ‘Žπ‘› π‘‘π‘Žπ‘’π‘Ÿπ‘Žβ„Ž π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ π‘œπ‘π‘™π‘–π‘”π‘Žπ‘ π‘– π‘‘π‘Žπ‘’π‘Ÿπ‘Žβ„Ž π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π‘Ÿπ‘’π‘Žπ‘™π‘–π‘ π‘Žπ‘ π‘– π‘π‘’π‘šπ‘π‘–π‘Žπ‘¦π‘Žπ‘Žπ‘›

= 3.616.720.279.048

9.935.447.779.762

b. Keseimbangan Primer

Keseimbangan primer dipakai untuk melihat tingkat likuiditas suatu pemerintah daerah. Semakin besar keseimbangan primer, maka

semakin baik kemampuan daerah untuk membiayai defisitnya.

β€œBerdasarkan rasio keseimbangan primer APBD 2018, kemampuan pendapatan pemerintah daerah belum cukup untuk membiayai belanja.”

Rasio keseimbangan primer realisasi APBD di Provinsi DKI Jakarta tahun 2018 sebesar -Rp209,45 miliar, artinya rata-rata kemampuan pendapatan pemerintah daerah belum cukup untuk membiayai belanjanya. Angka keseimbangan primer yang negatif menunjukan kondisi likuiditas yang kurang baik. Pemerintah daerah diharapkan dapat menjaga likuiditas fiskal pada posisi yang aman, namun tetap mengoptimalkan realisasi belanja daerahnya. Sedangkan pada tahun 2017 memiliki keseimbangan primer sebesar Rp13.403,84 miliar. Hal ini disebabkan adanya kenaikan realisasi belanja pada tahun 2018 sebesar 20,81% dibandingkan tahun 2017, terutama disebabkan meningkatnya belanja subsidi dan belanja bansos.

Dalam dokumen KAJIAN FISKAL REGIONAL (Halaman 76-80)

Dokumen terkait