• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Sesuai dengan rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini, maka diperoleh simpulan penelitian sebagai berikut:

1. Leksikon ekologi kesungaian Lau Bingei terdiri atas 14 kelompok leksikon antara lain : (1) leksikon benda-benda Lau Bingei, (2) bagian Lau Bingei, (3) nama alat penangkap nurung„ikan‟, (4) nama nurung „ikan‟, (5) nama dukut

(rumput-rumputan), (6) nama tumbuhan yang dapat dimakan, (7) nama tumbuhan yang tidak dapat dimakan, (8) nama tumbuhan obat, (9) nama hewan sekitar Lau Bingei, (10) nama piduk „burung‟, (11) nama serangga,

(12) nama perangkat rumah tradisional yang bahannya berasal dari Lau Bingei, (13) tradisi yang menggunakan Lau Bingei dan (14) teknologi yang menggunakan Lau Bingei.

Dari keempat belas kelompok leksikon tersebut diperoleh 409 leksikon nomina dan 111 leksikon verba. Total leksikon ekologi kesungaian Lau Bingei terdiri atas 520 leksikon. Leksikon yang banyak menggunakan verba derivasi adalah kelompok leksikon benda-benda dan bagian Lau Bingei. Leksikon nomina nama tumbuhan rumput-rumputan sama sekali tidak memiliki leksikon verba derivasi ekologi kesungaian Lau Bingei. Verba derivasi leksikon ekologi Lau Bingai memiliki afiksasi dalam bentuk prefiks (er-, i-, m-, me-, n-, ng-, nge-, dan pe-), sufiks (-en, -i, -n, -ken) dan konfiks (er-ken, i-i, me-sa, m-en, m-i, n-i, ng-i, ng-ken, ter-i, ter-en).

2. Pemahaman guyub tutur bahasa Karo Kecamatan Sei. Bingei terhadap leksikon ekologi kesungaian Lau Bingei terdiri atas dua kelompok:

a. Pemahaman guyub tutur bahasa Karo terhadap leksikon nomina

Pertama, pemahaman leksikon nomina ekologi kesungaian Lau Bingei dapat disimpulkan bahwa kategori A secara umum diperoleh JP 12093 (30,79%), kategori B dengan JP 14898 (37,94%), kategori C dengan JP 5251 (13,39%), dan kategori D dengan JP 7018 (17,87%).

Kedua, Perbandingan pemahaman guyub tutur generasi usia ≥ 46 tahun, usia 21-45, dan usia 15-21 tahun terhadap leksikon nomina mengalami penyusutan. pemahaman dengan kategori A (pernah melihat, mendengar, dan menggunakan) dari usia ≥ 46 tahun ke generasi usia 21-45 tahun mengalami penyusunan sebanyak 1738 JP (13,28%). Penyusutan dari usia 21-45 tahun ke generasi usia 15-20 tahun juga terjadi sebanyak 731 JP (5,58%). Kategori B (pernah melihat dan mendengar) dari usia ≥ 46 tahun ke generasi usia 21-45 tahun sebanyak 2120 JP (16,19%). Penyusutan dari usia 21-45 tahun ke generasi usia 15-20 tahun juga terjadi sebanyak 596 JP (4,56%). Kategori C (pernah mendengar saja) dari usia ≥ 46 tahun ke generasi usia 21-45 tahun mengalami kenaikan pemaham sebanyak 1236 JP (9,45%). Dari usia 21-45 tahun ke generasi usia 15-20 tahun juga mengalami kenaikan sebanyak 426 JP (3,26%). Kategori D (tidak tahu (tidak pernah melihat, mendengar, dan menggunakan)) dari usia ≥ 46 tahun ke generasi usia 21-45 tahun mengalami kenaikan sebanyak 2620 JP (20,02%). Dari usia 21-45 tahun ke generasi usia 15-20 tahun juga terjadi kenaikan sebanyak 1755 JP (13,41%).

Ketiga, pemahaman leksikon nomina ekologi kesungaian Lau Bingei guyub tutur bahasa Karo dalam 16 kelurahan yang memiliki persentase tertinggi adalah Kelurahan Telagah, Rumah Galuh dan Belinteng, sedangkan kelurahan dengan persentase terendah adalah Kelurahan Emplasmen Kwala Mencirem, Purwobinangun, Kwala Mencirem Pasar VI, dan Pasar IV Namo Terasi. Hal ini disebabkan oleh faktor letak geografis yang lebih jauh dari Lau Bingei dan dekat dengan kota madya serta percampuran suku bangsa.

b. Pemahaman guyub tutur bahasa Karo terhadap leksikon verba

Pertama, dari keempat kategori yang telah dianalisis menunjukkan bahwa guyub tutur Kecamatan Sei. Bingei dengan kategori A dan B menyatakan bahwa leksikon verba yang diujikan masih bertahan dan sering digunakan dalam kalimat sehari-hari. Walaupun sebagian mengalami penyusutan yang terlihat pada kategori C dan D. Kelompok leksikon verba dengan JP tertinggi adalah leksikon verba tumbuhan yang dapat dimakan dengan persentase 83,88%. Hal ini karena guyub tutur lebih banyak menggunakan leksikon tersebut sebagai percakapan sehari-hari.

Kedua, Persentase pemahaman leksikon paling tinggi diperoleh oleh generasi ≥ 46 tahun dan yang paling rendah adalah generasi usia 15-20 tahun. Hal ini disebabkan kelompok leksikon nomina ekologi sudah mulai berkurang, ekologi sungai yang sudah semakin jarang digunakan, dan kurangnya rasa ingin tahu terhadap tumbuhan obat, tumbuhan besar, dan ikan yang langka pada leksikon nomina juga berakibat kepada penggunaan leksikon verba pada kalimat. Misalnya kata lambo (n) „alat penangkap ikan‟ ngelambo (v)

„melakukan penangkapan dengan lambo‟, jika kegiatan tersebut tidak

dilakukan maka otomatis verba tersebut tidak digunakan.

Ketiga, pemahaman leksikon verba ekologi kesungaian Lau Bingei guyub tutur bahasa Karo dalam 16 kelurahan memiliki persentase tertinggi adalah Kelurahan Belinteng, Mekar Jaya, Telagah, dan Rumah Galuh, sedangkan persentase pemahaman leksikon terendah adalah Kelurahan Emplasmen Kwala Mencirem, Purwobinangun, Kwala Mencirem Pasar VI, dan Pasar IV Namo Terasi.

3. Leksikon ekologi kesungaian Lau Bingei guyub tutur bahasa Karo mengandung nilai-nilai budaya, yaitu (1) nilai sejarah, (2) nilai religius dan keharmonisan, (3) nilai sosial dan budaya, (4) nilai kesejahteraan dan (5) nilai ciri khas. Leksikon ekologi kesungaian Lau Bingei juga mengandung nilai kearifan lingkungan yaitu (1) nilai kedamaian, (2) nilai kesejahteraan dan gotong royong, (3) penentuan batas wilayah, dan (4) penentuan arah.

7.2 Saran

Sekaitan dengan simpulan di atas, saran yang dapat disampaikan adalah:

1. Pertama, Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat diharapkan dapat membukukan dan melestarikan lingkungan serta budaya sebagai warisan budaya. Kedua, masyarakat Kecamatan Sei Bingei juga diharapkan bersama- sama dapat melestarikan bahasa Karo, khususnya bahasa Karo Jahe. Ketiga, Kementerian Lingkungan Hidup agar bersama-sama memperhatikan, mencegah kerusakan, dan melestarikan lingkungan kesungaian Lau Bingei.

2. Ada penelitian lanjutan yaitu (a) tentang kata atau nama yang berubah sehingga diduga atau diasumsikan hilang sesungguhnya kata itu dan benda tersebut masih ada, (b) leksikon ajektiva kesungaian Lau Bingei dan metafora lingkungan kesungaian Lau Bingei

3. Guyub tutur bahasa Karo dapat melestarikan budaya Karo dan lingkungannya dengan cara (a) menerapkan pemakaian bahasa Karo di keluarga dan menanamkan pentingnya menghargai lingkungan, (b) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dapat menerapkan bahasa Karo sebagai muatan lokal yang berkarakter lingkungan disekolah-sekolah dasar yang umumnya penutur bahasa Karo. (c) mengadakan penyuluhan kepada guyub tutur bahasa Karo dengan menyampaikan bahwa budaya Karo dan lingkungannya sarat dengan nilai-nilai yang dapat digunakan sebagai upaya pencegahan kerusakan lingkungan dan kerusuhan antarpemuda di lingkungan kesungaian Lau Bingei.

DAFTAR PUSTAKA

Rujukan dari Buku:

Alwi, Dardjowidjojo, Lapoliwa, dan Moeliono. 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

al-Gayoni, Yusradi Usman. 2012. Ekolinguistik. Jakarta: Pang Linge Bekerjasama dengan Research Center for Gayo (RCfG).

Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat. 2012. Kabupaten Langkat Dalam Angka 2012. Stabat: BPS Kabupaten Langkat.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat (Koordinator Statistik Kecamatan Sei Bingai). 2012. Kecamatan Sei Bingai Dalam Angka 2012. Stabat: BPS Kabupaten Langkat.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat. 2011. Kabupaten Langkat Dalam Angka 2011. Stabat: BPS Kabupaten Langkat.

Chaer, Abdul. 2007. Leksikologi dan Leksikografi Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. [edisi revisi]. Jakarta: Rineka Cipta.

Chomsky, Noam 2000. New Horizon in the Study of Language and Mind.

Cambridge: Cambridge University Press.

Crystal, David. 2008. A Dictionary of Linguistics and Phonetics 6 Edition. United Kigdom: Blackwell Publishing.

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Denzin dan Lincoln. 2009. Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. (Diterjemahkan oleh Dariyatno, Fata, Abi, dan Rinaldi). Fill, Alwin and Peter Mühlhäusler. 2001. The Ecolinguistics Reader Language,

Haugen, Einar. 1972. “The Ecology of Language”. The Ecology of Language. Ed. Anwar S. Dil. California: Stanford University. 325-339.

Haviland, William A. 1999. Antropologi. Edisi Keempat, Jilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kushartanti, Yuwono, dan Lauder. 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Koentjaraningrat. 2004. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Lindo, Anna Vibeke dan Jeppe Bundsgaard (eds). 2000. Dialectical Ecolinguistics Three Essays for the Symposium 30 Years of Language and Ecology in Graz December 2000. Austria: University of Odense Research Group for Ecology, Language and Ecology.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. [Edisi Revisi]

Bandung: Rosdakarya.

Mubin dan Ani Cahyadi. 2006. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Quantum Teaching.

Maryono, Agus. 2005. Eko-Hidraulik Pembangunan Sungai. Yogyakarta: Magister Sistem Teknik Program Pascasarjana UGM.

Palmer, F.R. 1976. Semantics a New Outline. Cambridge: Cambridge University. Parera, Jose Daniel. 1986. Studi Linguistik Umum dan Historis Bandingan.

Jakarta: Nusa Indah.

Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.

Pelly, Usman, 1994. Teori-Teori Sosial Budaya. Proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan.

Prinst, Darwin. 2010. Kamus Karo – Indonesia. Medan: Bina Media Perintis. Prinst, Darwin. 2004. Adat Karo. Medan: Bina Media Perintis.

Prosser, M. 1978. The Cultural Dialoque: An Introduction to Intercultural Communication. Boston: Houghton-Mifflin.

Ricklefs, Robert E. 1976. The Economy of Nature A Textbook in Basic Ecology. New York: Chiron Press Incorporated.

Sibarani, Robert. 1997. Leksikografi. Medan: USU Press.

Sibarani, Robert. 2012. Kearifan Lokal. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan (ATL). Simanjuntak, Mangantar. 2009. Pengantar Neuropsikolinguistik. Medan:

Perpustakaan Nasional RI.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Wierzbicka, Anna. 1997. Understanding Cultures Through Their Key Words: English, Russian, Polish German, and Japanese. Newyork: Oxford University Press.

Woollams, Geoff. 2004. Tata Bahasa Karo. Medan: Bina Media Perintis.

Rujukan dari Jurnal:

Adisaputera, Abdurahman. 2009. “Potensi Kepunahan Bahasa Pada Komunitas Melayu Langkat di Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara”. [Jurnal Logat Volume V No. 1 April 2009]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Mbete, Aron Meko. 2002. ”Ungkapan-Ungkapan Dalam Bahasa Lio Dan

Fungsinya Dalam Melestarikan Lingkungan”. [Jurnal Linguistika, Vol. 19 No. 17, September 2002]. Bali: Udayana.

Rasna, I Wayan. 2010. ”Pengetahuan dan Sikap Remaja Terhadap Tanaman Obat Tradisional di Kabupaten Buleleng dalam Rangka Pelestarian Lingkungan: Sebuah Kajian Ekolinguistik”. [Jurnal Bumi Lestari] Volume 10 No.2, halaman 321 s.d. 332.

Sukhrani, Dewi. 2010. ”Leksikon Bahasa Gayo dalam Lingkungan Kedanauan Lut Tawar: Kajian Ekolinguistik”. Dalam Jurnal Kajian Linguistik [Jurnal Ilmiah Ilmu Bahasa] Tahun 7 Nomor 1 Halaman 40 s.d. 57. ISSN 1693- 4660. Medan: Ikatan Alumni Linguistik dengan Program Studi Linguistik SPs USU.

Umiyati, Mirsa. 2011. “Ketahanan Khazanah Lingual Pertanian Guyub Tutur Bahasa Bima dalam Persfektif Ekolinguistik Kritis”. [International Seminar ”Language Maintenance and Shift” July 2, 2011] Master Program in Linguistics. Diponegoro University.

Rujukan dari Makalah Seminar:

Fasya, Mahmud. 2011. “Leksikon Waktu Harian dalam Bahasa Sunda: Kajian Linguistik Antropologi”. [Konferensi Linguistik Tahunan Atma Jaya 9: Tingkat Internasional]. Jakarta: Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Unika Atma Jaya.

Mahsun. 2001. ”Peran Bahasa Ibu dalam Membangun Kebudayaan Daerah”. [Makalah yang disajikan dalam Musyakarah Reaq Adat Tanaq Samawa]. Sumbawa.

Mbete, Aron Meko. 2009. ”Selayang Pandang Tentang Ekolinguistik: Perspektif Kelinguistikan Yang Prospektif”. [Bahan Untuk Berbagi Pengalaman Kelinguistikan Dalam Matrikulasi Program Magister Linguistik Program Pascasarjana Universitas Udayana, 12 Agustus 2009]. Bali: Udayana. Mbete, Aron Meko. 2009. ”Refleksi Ringan tentang: Problematika Keetnikan dan

Kebahasaan dalam Perspektif Ekolinguistik”. [Disajikan dalam Seminar Nasional Budaya Etnik III USU, Departemen Sastra Daerah, LPPM-USU, dan Balai Bahasa Medan, 25 April 2009]. Medan: Departemen Sastra Daerah, LPPM USU, dan Balai Bahasa Medan.

Mbete, Aron Meko. 2012. ”Hak Hidup Bahasa-Bahasa Minor, Ancaman, dan Strategi Pelestariannya”. [Disajikan dalam Seminar Nasional Bahasa Ibu V. Diselenggarakan oleh Program Pascasarjana Universitas Udayana, 17 s.d. 18 Februari 2012]. Bali: SPs Udayana.

Sudana, Dadang. 2012. ”Proposal Penelitian Hibah Penelitian Etnopedagogi: Eksplorasi Nilai Pendidikan Lingkungan Hidup dalam Leksikon Etnobotani”. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Rujukan dari Tesis dan Disertasi:

al-Gayoni, Yusradi Usman. 2010. “Penyusutan Tutur dalam Masyarakat Gayo: Pendekatan Ekolinguistik”. [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Amri, Yusni Khairul. 2011. “Tradisi Lisan Upacara Perkawinan Adat Tapanuli

Selatan (Pemahaman Leksikon pada Remaja di Padang Sidempuan)”. [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Handayani, Donna. 2012. ”Tradisi Ritual Lukah Gilo pada Masyarakat Suku Bonai Provinsi Riau”. [Tesis]. Medan. Universitas Sumatera Utara.

Saryono, Dj. 1997. “Representasi Nilai Budaya Jawa dalam Prosa Fiksi Indonesia”. [Disertasi]. Malang: Universitas Negeri Malang.

Rujukan dari Internet:

Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Kamis 11 November 2010. ”Pencemaran Lingkungan Hidup di Kabupaten Langkat”. [online] http://buletininfo.com/?menu=news&id=2695.

Lampiran 1

TABEL 1.1

DAFTAR LEKSIKON EKOLOGI KESUNGAIAN LAU BINGEI

NO BAHASA KARO (Nomina) GLOS (Nomina) BAHASA KARO (Verba) GLOS (Verba) BAHASA LATIN (Nomina) (1) (2) (3) (4) (5) (6)

I Benda Lau Bingei

1 batu buruh batu apung batu-batun;

iburuh

kapalan; memijit kedua bibir dengan kuku

2 batu gingging batu gingging

3 batu mangga batu sebesar

mangga

4 batu nabun batu untuk

mencuci

nabuni mencuci

5 batu perkas batu halilintar

6 batu

penggilingen

batu gilingan

7 batu rintik batu kerikil

8 batu talah batu sebesar

kelapa

9 bunga lau/ugub bunga air

10 kersik pasir erkersik berpasir

11 kubang lumpur erkubang;

erkubang- kubang;ngkuba ngi berlumpur- lumpur; melumpuri

lau air erlau; erlau-

lau; ngelaui

berair;bermain air; memasukkan air

12 lau malir air mengalir maliren mengalir;

13 lau telneng air tergenang

14 taneh dagal tanah cadas

15 taneh mbiring tanah hitam mbiringken menghitamkan

16 taneh gara tanah merah ngarai membuat jadi

marah atau emosi

17 taneh liat tanah liat

II Bagian Lau Bingei

1 aras bagian pinggir

sungai yang dangkal

ngaras mengeringkan

lubuk

2 aleren aliran maler; maleren;

ngalerken

mengalir;terus mengalir;mengalir kan

3 alur, aluren alur sungai maluri; ngaluri;

ngalur

membaluri;mengi kuti;menelusuri; mengikuti

4 lingling tepi sungai, jurang

5 baluren alur sungai,

lekungan panjang

erbaluren beralur, berlekuk

6 batur-baturen tumpukan batu mbaturi menumpuk batu

7 mboah sandi melewati

sungai

remboah menggunakan

kata mboah;

berteriak „mboah‟

8 cinah sesuatu atau

lumpur berwarna hitam kebiru- biruan atau biru tua biasa terdapat di tepi sungai dan sawah dan digunakan sebagai pewarna benang atau kain

icinahi; cinahi memasukkan sesuatu ke dalam larutan untuk memperoleh warna gelap; celupi, dicelup, diwarnai dengan larutan yang berlumpur berwarna hitam atau dengan sabut kelapa

9 elok bentuk sungai relok-elok berliku-liku

10 julu,kenjulu Hulu njului;

terjului; julun; terjulun seseorang mandi kea rah hulu;menjului; tidak terlampaui lebih ke hulu

11 jahe; kahe hilir terjahen;

mejahesa terus ke hilir; terlalu ke hilir; pergi ke hilir 12 kuala pertemuan sungai erkuala berjumpa

13 lubang lubang, liang di

sungai erlubang erlubang- lubang; ngelubangi berlubang; berlubang-lubang; melubangi

14 lepar seberang sungai kepari

ngepari; ngeparken; terkepari lewati;seberangi; menyeberangkan; dapat diseberangi

15 namo lubuk sungai ernamo berlubuk

16 paler-paler rembesan dari air

mengalir

palerken; pemaler

alirkan; dialirkan

17 palung lekukan sungai

18 pancur pipa air terbuat

dari bambu

mancuri; mancurken

memancurkan;ber ulang-ulang

19 tapin tempat mandi ertapinken menggunakan

sungai sebagai tapin

20 ulu mata air rulu bermata air

III Alat Penangkap Nurung

1 bedil mbedil menembak

2 bubu penangkap ikan

ternuat dari bilah

bambu

3 durung tangguk ndurung menangguk

4 jala jala njala menjala

5 kawil kail engkawil memancing

6 lambo alat penangkap

ikan

ngelambo meranjau

7 areh-areh alat untuk

mengeringkan sungai

ngarehi mengeringkan

8 petar-petar tembak kecil

terbuat dari kayu dan besi

9 perdah alat penangkap

ikan

10 seterum seterum

11 tuba racun dari

tumbuhan

nubai meracuni

12 tuwar alat penangkap

ikan

13 l. tempuling alat penangkap

ikan

14 piso/sekin pisau/parang

15 oncor obor ngoncor mengoncor

IV Nama Nurung

1 ancin-ancin ikan

2 bado gabus ophiochepalus

gachua

3 belut belut fluta alba

4 bias-bias ikan

5 buntal ikan yang kalau

dipukul semakin besar

mbuntal membesar

6 cancan sejenis kaperas cancanken habiskan poropuntius sp.

7 cibaro ikan

8 cibakut lele clarias batracus

9 cibet

10 cih siput mecih-cih;

mecihcihen

menjadi luka;berlecetan

lymnaea sp.

11 dung-dung sejenis lele

jumbo, panjang

dung-dungen merinding

12 gampual sejenis kaperas poropuntius sp.

13 galabue sejenis keong

mas

14 gayo kepiting sungai ngayoi menjepiti parathelphusa sp.

15 garap kura-kura kecil

16 gemuh ikan besar

17 itek sejenis gabus ophiochepalus

gachua

18 jurung ikan khas LB njurung nanduk

19 kaperas ikan bersisik poropuntius sp.

20 lebo penyu penaeus sp.

21 ndurabit ikan bersisik

sp.

23 rakut batu

24 sulung bersisik poropuntius sp.

25 tereb-tereb sejenis lele clarias batracus

V Tumbuhan Dukut

1 acem-acem rumput asam

2 bayang-bayang

3 benggala

4 bero

5 bubuk biang

6 ciperut-ciperut

7 dukut taneh rumput tanah

8 gadung-gadung rumput

menyerupai ubi

9 genjer-genjer rumput

menyerupai genjer

10 kawat-kawat rumput sekeras

kawat

11 kembili-kembili teki

12 paha labang

13 parang teguh

14 page-page seperti padi

15 rih ilalang sporobulus

indicus auctt (L) R.

16 risi-risi

17 sabagori

18 sampe lulut

19 sampun rumput tanah

lapang 20 sanggar 21 seperatus 22 sirap-rap 23 tengkua 24 terbiah

25 tilam buaya rumput tebal

VI Tumbuhan dapat Dimakan

acem: asam iacemi

ngacemi acemi

mengasami

1 acem cikala asam kala

2 acem gelugur asam gelugur

3 acem kana asam kana

4 arum bayam 5 bewan talas 6 boncis buncis 7 bungke rimbang 8 cimpedak cempedak 9 cimen timun

Dokumen terkait