• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BIOGRAFI NOVEL

E. Sinopsis Novel Pesantren Impian

Novel ini berkisah tentang lima belas remaja putri yang

mendapatkan undangan secara misterius untuk menetap di Pesantren

Impian. Sebuah pondok kecil yang didirikan oleh Umar (Teungku

Budiman). Pesantren ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kedua

bagi siapa saja yang memiliki masalalu yang gelap untuk kembali ke jalan-

Nya Allah.

Semua gadis rata-rata memiliki masalah tersendiri, diantaranya

yaitu Ina (Gadis) yang menjadi buronan polisi karena telah membunuh.

Rini gadis kalem dan lugu yang hamil diluar nikah karena menjadi korban

pemerkosaan yang dilakukan Paklek Kusumo yang merupakan pamannya.

Butet memiliki masalah dengan salah satu bos narkotik terbesar di Medan,

karena ia telah membawa kabur barang dalam jumlah besar. Si kembar

(Santi dan Sinta) yang memiliki problem dengan orang tuanya sehingga

sikembar tumbuh menjadi gadis yang mengenal dunia kebebasan.

Sementara Sissy seorang model seksi yang ketergantungan dengan

narkoba, Selain mereka masih banyak remaja dengan sederet persoalan

yang mereka hadapi.

Tidak mudah mencairkan suasana yang kaku diantara santriwati

32

masih sunyi, sebab masalalu dan berbagai persoalan yang menghampiri

mereka sudah berkarat. Berkat Ustadz dan Ustazah yang selalu

membimbing dan menyemangati para santriwati sehingga kekakuan itu

kini berubah menjadi persahabatan yang begitu dekat. Keceriaanlah yang

kini tampak diantara mereka bahkan secara berlahan pintu hati mereka

terbuka dan mulai mengenal Islam.

Para santriwati mulai mengikuti semua tata tertib dan kegiatan

yang ada di pesantren, mulai dari berbusana muslim, shalat berjamaah,

mengaji, mendengarkan tausiyah, mengikuti kelas tambahan, dan bahkan

sampai kegiatan olahraga. Suatu malam, para santriwati beranjak ke kamar

masing-masing untuk istirahat. Tiba-tiba terdengar suatu teriakan dari

sebuah kamar, ternyata teriakan itu bersumber dari kamar sikembar (Sinta

dan Santi). Kehebohanpun terjadi, semua para santriwati berhamburan

keluar kamar dan menuju kamar si kembar. Berkat bantuan Ina pintu

kamar dapat dibuka dan kondisi kamar sudah porak-poranda, Sinta

terjongkong lemas di sudut kamar, sedangkan Santi berdiri dengan pisau

terhunus kearah saudara kembarnya. Ustadz Agam berjalan pelan-pelan

mendekati Santi dan akhirnya Santi dapat dikendalikan. Setelah itu

sikembar dibawa ke klinik untuk dirawat.

Peristiwa yang menimpa si kembar membuat para pengasuh

pondok secara diam-diam memeriksa ulang disetiap kamar. Ditemukan

beberapa jenis obat terlarang dalam jumlah besar di sebuah kamar

33

segera menghadap Ustadz Agam dan menjelaskan bahwa peristiwa yang

menimpa si kembar itu berasal dari barang haram yang dibawanya. Setelah

beberapa hari kondisi pesantren pun kembali normal, si kembar sudah

diperbolehkan kembali ke pondok dan mengikuti kegiatan seperti

biasanya.

Semua santriwati sedang sibuk dengan kegiatan olahraga, namun

Eni sedang duduk di tangga sambil memutar-mutar otaknya untuk berfikir

dan mencari tahu siapa diantara temannya itu yang telah melakukan

pembunuhan di hotel malam itu. Namun kecerobohan Eni yang

meletakkan buku hariannya disembarang tempat membuat si Gadis

mengetahui bahwa dirinya adalah seorang polisi yang sedang mencari

pembunuh yang tidak lain adalah dirinya. Setiap hari Eni selalu

memperhatikan gerak-gerik para santriwati tetapi usaha yang

dilakukannya ini tidak membuahkan hasil yang baik. Bahkan Eni sempat

menyebarkan berita kesantriwati tentang gadis pembunuh di hotel itu.

Semua santriwati merasa ketakutan, namun Eni belum juga berhasil

menemukan tersangka pembunuhan itu.

Suatu hari terorpun datang dan menghantui, sosok tidak dikenal

menyelinap di sekitar pondok pesanten dan peristiwa pembunuhan terjadi.

Terbunuhnya Yanti merupakan pukulan terberat bagi pesantren, suasana di

pesantren menjadi suram, para santriwati dihantui rasa takut. Pengurus

pondok pesantren mulai memperketat keamanan di sekitar pondok, namun

34

Gadis medan yang sudah lama menjadi incaran bos bandar narkoba itu

diculik oleh dua orang bertopeng, namun aksi penculikan itu dapat

digagalkan oleh Eni. Keahliannya dalam bela diri membuatnya dapat

mencegah para penculik dan membuat lelaki bertopeng itu lari ketakutan.

Permasalahan yang menimpa pondok pesantren tidah hanya

berhenti pada kasus penculikan Butet. Kini masalah menimpa ibu muda

(Rini), kejadian di kebun dan di tebing saat itu hampir saja merenggut

nyawanya. Kesigapan Umar dan Mz Bagus dapat menyelamatkan nyawa

Rini, namun akibat peristiwa itu, bayinya tidak dapat diselamatkan.

Peristiwa itu merupakan jawaban dari setiap pertanyaan Rini, Kini ia telah

mengetahui kebenaran tentang laki-laki yang telah memperkosanya, dan

laki-laki yang memperkosa malam itu tidak lain adalah pamannya sendiri

yakni Paklek Kusumo.

Waktupun begitu cepat berlalu, suasana pesantren putri hiruk pikuk.

Tinggal beberapa hari lagi mereka pulang, semua santriwati mulai

merencanakan apa yang akan dilakukan setelah keluar dari ponok. Mereka

mulai mengemas barang-barangnya, kecuali Eni dan Butet. Kehidupan

masalalu membuatnya tidak ingin kembali ke tempat asalnya. Keinginan

untuk membalas semua jasa atas kenyamanan hidup yang telah diberikan

pesantren membuat dua gadis ini memutuskan untuk mengabdi dan

membantu pesantren untuk menjadi relawan.

Ketika para santri berbahagia menyambut hari kepulangannya, tiba-

35

pulang lebih awal. Anak-anaknya dalam masalah besar, perpisahan bagi si

Gadis pun terjadi lebih awal. Langkah kepergian si Gadis di pelabuhan

terhenti saat Ustazah Hanum memanggilnya, saat itu pula si Gadis dan

Ustazah Hanum kembali ke Pondok atas perintah Umar. Tidak menunggu

waktu lama, Umar segera melamar si Gadis yang sudah menjadi

pujaannaya sejak lama dan akhirnya Si Gadis dan umar menikah.

Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba, yakni hari dimana para santri

kembali ke rumah. Kini semua santriwati kembali melakukan aktivitas

masing-masing dan melanjutkan hidupnya. Rini melanjutkan kuliahnya,

Sri dan Ipung menjalankan usaha bersama, Evi memutuskan kembali ke

Kalimantan untuk meneruskan kuliah. Eni, polisi cantik itu mulai

melepaskan jabatannya dan kini mengabdi di Pondok pesantren bersama

Butet. Sedangkan Ina kembali berkumpul bersama anak-anak, dan kini ia

ditemani oleh suaminya (Umar). Semua para santri yang dahulunya

memiliki kehidupan gelap, kini telah berubah menjadi kehidupan yang

36

Dokumen terkait