• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Kajian Teori

4) Sistem Energi

a. ATP (Adenosine Tri Phosphate)

Sumber energi yang sewaktu-waktu harus memenuhi kebutuhan untuk aktivitas otot adalah ATP. Bahan ini disimpan dalam jumlah yang terbatas dalam otot, dan diisi kembali bila diperlukan, dari bahan-bahan yang ada dalam tubuh untuk keperluan energi berikutnya.

Tabel 1. Klasifikasi Aktivitas Maksimum pada Berbagai Durasi serta Sistem Penyediaan Energi untuk Aktivitas (Janssen, 1987:14)

Durasi Aerob/Anaerob Energi Observasi

1 – 4 detik Anaerob, alaktik ATP -

4 – 20 detik Anaerob, alaktik ATP + PC -

20 – 45 detik Anaerob, alaktik + Anaerob

ATP + PC + glikogen otot

Dengan meningkatnya durasi, produksi laktat menurun

120 – 140 detik Aerob

+ anaerob, laktik Glikogen otot

Dengan meningkatnya durasi, produksi laktat menurun

240 – 600 detik Aerob Glikogen otot + asam lemak

Dengan meningkatnya durasi, dibutuhkan andil lemak yang tinggi

Sumber energi terpenting untuk melakukan olahraga secara intensif adalah karbohidrat. Karbohidrat mampu menyediakan energi terbanyak per unit waktu. Bilamana intensitas eksersi lebih rendah, pembakaran lemak mulai memegang peran penting.

commit to user

Tabel 2. Berbagai Substrat untuk Pasok Energi dan Ciri-cirinya

Substrat Dekomposisi Ketersediaan Kecepatan produksi energi Kreatin fosfat (CP) Anaerob, alaktik Sangat terbatas Sangat cepat

Glikogen/glukosa Anaerob, laktik Terbatas Cepat Glukosa/glikogen Aerob, alaktik Terbatas Lambat

Asam lemak Aerob, alaktik Tak terbatas Sangat lambat

ATP dapat diberikan kepada sel otot dalam tiga cara, dua diantaranya secara anaerob, maksudnya adalah oksigen tidak mutlak diperlukan dalam menghasilkan ATP, yaitu sistem ATP-PC dan sistem LA, yang ketiganya adalah sistem aerob (memerlukan oksigen untuk menghasilkan ATP) (Smith, J, 1983:184). ATP (Adenosin Tri Phosfat) dapat disediakan melalui 3 cara seperti gambar berikut;

Gambar 1. Penyediaan ATP (Foss, Marle L, 1998:19)

Semua energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh berasal dari ATP-ATP yang banyak terdapat dalam otot. Apabila otot berlatih lebih banyak, maka persediaan ATP lebih besar. Padahal yang tersedia dalam otot sangat terbatas jumlahnya, maka untuk dapat berkontraksi berulang-ulang ATP

ATP ATP-PC Stropes Laktic Acid System O2 of Aerobic System

commit to user

yang digunakan otot harus dibentuk kembali. Pembentukan ATP kembali (resistensis ATP) juga diperlukan energi. Supaya otot dapat berkontraksi dengan cepat atau kuat maka ATP harus dibentuk lebih cepat guna membantu pembentukan ATP lebih cepat ada senyawa. Phospho Creatin (PC) yang terdapat dalam otot. Phospho Creatin adalah senyawa kimia yang mengandung fosfat (P), maka senyawa tersebut disebut sebagai “Phosphagen system” . Apabila PC pecah akan keluar energi, pemecahan ini tidak memerlukan oksigen PC ini jumlahnya sangat sedikit tetapi PC merupakan sumber energi yang tercepat untuk membentuk ATP kembali.

Gambar 2. Penyediaan ATP (Foss, Marle L, 1998:21)

Dengan latihan yang cepat dan berat, jumlah ATP-PC tersebut dapat ditingkatkan. Energi yang tersedia dalam sistem ATP-PC hanya untuk bekerja yang cepat dan energi cepat habis. Untuk pembentukan ATP lagi kalau cadangan PC habis, maka dilakukan pemecahan glukosa tanpa oksigen atau disebut sebagai “ Anaerobics glycolisis”. Creatin P P ADP-PI-ATP E n e

commit to user

Tabel 3. Kapasitas ATP dan Jumlah Tenaga / Menit dalam Sistem Energi Sistem Energi Kapasitas ATP

(jumlah mol)

Tenaga Mol/Menit

Timbunan phospagen / ATP-PC 0,6 3,6

Glikolisis anaerobics 1,2 1,6

Erobics - 1,0

b. Sistem ATP-PC (Adenosine Tri Phosphate – Phospo Creatine)

Untuk energi yang digunakan mendadak, misalnya sampai 10 detik, ATP segera diperoleh dari PC, suatu bahan yang tersedia di dalam otot rangka. Latihan dapat meningkatkan jumlah ATP dan PC yang dapat dipakai untuk kegiatan jangka pendek, kebutuhan energi yang besar dalam “sprint”. Kerugian sistem ini adalah terlalu sedikitnya jumlah simpanan bahan tersebut.

c. Sistem LA (Laktic Acid)

Apabila simpanan ATP dan PC menyusut maka energi untuk jangka pendek berikutnya diperoleh dari metabolisme anaerob glikogen. Dalam sistem anaerob yang kedua, glikogen dipecah menjadi asam laktat (Lactic acid). ATP untuk kegiatan dengan intensitas tinggi yang berlangsung sampai 3 menit dapat dipenuhi oleh sistem LA. Latihan yang dapat meningkatkan produksi ATP dari sistem anaerob ini akan menghasilkan potensi untuk kegiatan yang berat yang berlangsung antara 1-3 menit. Akan tetapi dalam proses ini asam laktat tertimbun dalam otot dan darah, yang dapat menimbulkan gejala kelelahan.

Sistem glikolisis anaerobik lebih rumit di banding dengan ATP-PC (2 reaksi). Ciri-cirinya sebagai berikut;

1) Menyebabkan terbentuknya asam laktat yang dapat menyebabkan kelelahan. 2) Belum membutuhkan 02.

commit to user 3) Hanya menggunakan karbohidrat.

4) Memberikan energi untuk resistensi beberapa molekul ATP saja.

Glykogen asam laktat + energi

Gambar 3. Oksigen Asam Laktat (Glikolisis Anaerobics) (Foss, Marle L. 1998:23)

Reaksi tidak effisien, dari 1 mol (180 gram) glikogen hanya terbentuk 3 mol ATP, sedangkan kalau dengan pertolongan 02 akan manghasilkan 39 mol ATP.

d. Sistem Aerob

Apabila aktivitas dengan intensitas rendah yang dilakukan lebih dari satu menit, oksigen digunakan dalam suplai aerobik untuk memproduksi ATP yang digunakan untuk kontraksi otot. Efektivitas penggunaan oksigen tergantung pada sumber bahan lemak dan dan glikogen di dalam otot. Makin lama aktivitas dilakukan suplai aerobik makin penting, dan sumber bahan bakar lemak semakin penting.

Glicogen

Energi

Laktid acid

commit to user

Dalam kaitannya dengan sistem energi yang telah diuraikan, kebanyakan cabang olahraga menggunakan secara kombinasi. Kegitan fisik dalam jangka waktu singkat dan eksplosif sebagian besar energi diperoleh dari sistem anaerobik (ATP-PC dan LA), sedangkan kegitan fisik yang dalam jangka waktu yang lama, energi dicukupi dari sistem aerobik. Olahraga ketahanan yang tidak memerlukan gerakan yang cepat pembentukan ATP terjadi dengan metabolisme aerobik. Apabila cukup 02 maka 1 mol glikogen dipecah secara sempurna menjadi C02 dan H20, serta mengeluarkan energi yang cukup untuk resintesa 39 mol ATP. Reaksi tersebut diperlukan beratus-ratus reaksi kimia serta pertolongan beratus-ratus enzim, dengan demikian sangat rumit dibandingkan dengan sistem anaerobik.

Metabolisme aerobik ini meskipun terjadi di otot, tetapi letaknya agak jauh dari mekanisme kontraksi, oleh karena itu pengaruhnya juga lebih lambat dan tidak dapat digunakan secara tepat. Rekasi kimia aerob terjadi didalam “metochondria”. Pengetahuan mengenai persediaan energi dan penggunaan itu sangat penting bagi seorang pelatih maupun atlet. Perlu diketahui tentang sistem energi utama pada pembentukan energi.

Pada umumnya olahraga tidak murni menggunakan energi anaerob atau aerob saja, namun biasanya campur. Tetapi yang perlu dipahami adalah sistem energi utama. Olahraga cepat “anaerob”, olahraga endurance jangka panjang dan kontinyu “aerob”.

Latihan aerob telah dinyatakan yang membedakan antara peningkatan VO2 maxdan ketahanan aerob. VO2 max yang utama adalah kemampuan jantung untuk memompa darah, kemampuan paru untuk menyerap oksigen dan

commit to user

kemampuan sel-sel untuk menyerap oksigen. Ada beberapa pendapat peningkatan VO2 max antara lain; ada ahli yang mengatakan bahwa untuk meningkatkan VO2 max dengan latihan aerob, dengan alasan bahwa latihan aerob sudah ada pembebanan yang meningkatkan kerja jantung. Tetapi ada pula yang mengatakan bahwa untuk meningkatkan VO2 max melalui latihan anaerob dengan alasan latihan anaerob dapat diberikan beban maksimal pada sistem jantung dan paru. Pembebanan submaksimal sudah dapat meningkatkan VO2 max, tetapi beban submaksimal ini sebagian sudah merupakan peristiwa anaerob. Jadi sebaiknya untuk meningkatkan VO2 maxdilakukan latihan anaerob dengan interval istirahat (rest relief interval).

Dalam program latihan anaerobik terdapat dua macam beban latihan (loading) yang harus diketahui, yakni beban luar (outer load) dan beban dalam (inner load). Beban luar menyangkut; volume, intensitas, frekuensi, pulih asal, serta ritme dan durasi, sedangkan beban dalam berkaitan dengan efek fisiologis kenaikan denyut nadi karena beban luar. Beban dalam disini dikatakan maksimal jika denyut nadi seseorang setelah melakukan satu unit latihan meningkat 2,5 – 3,5 kali denyut nadi normal per-menit.

Latihan diketahui bahwa latihan fisik yang dilakukan secara teratur dan terukur dengan dosis dan waktu yang cukup, menyebabkan perubahan fisiologis yang mengarah pada kemampuan menghasilkan energi yang lebih besar dan memperbaiki penampilan atau prestasi fisik. Menurut Fox, Edward L. Richard W. Bower, Marle. L, (1984:324) mengatakan bahwa perubahan fisiologis yang

commit to user

terjadi akibat latihan fisik diklasifikasikan menjadi tiga macam perubahan antara lain;

1) Perubahan yang terjadi pada tingkat jaringan, yakni perubahan yang behubungan dengan biokimia.

2) Perubahan yang terjadi secara sistematik, yakni perubahan pada sistem sirkulasi dan respirasi, termasuk sistem pengangkutan oksigen.

3) Perubahan lain yang terjadi pada komposisi tubuh, kadar kolesterol darah dan trigleserida, perubahan tekanan darah, dan perubahan yang berkenaan dengan aklimatisasi panas.

Perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi menunjukkan bahwa tidak semua pengaruh latihan dapat diharapkan dari program latihan tunggal. Pengaruh latihan adalah khusus, yakni sesuai dengan program latihan yang digunakan, apakah itu perogram latihan aerob (endurance) atau anaerob (sprint). Pengaruh latihan anaerob secara khusus akan dikemukakan, hal ini mengingat penelitian menngunakan program latihan anaerob.

1) Perubahan-perubahan biokimia.

Perbaikan penampilan dalam olahraga seperti sprint di satu sisi belum dapat dijelaskan oleh adaptasi dalam metabolisme anaerob akibat latihan. Disisi lain bentuk-bentuk latihan anaerob digunakan dalam cabang olahraga untuk menimbulkan adaptasi pada serabut-serabut otot. Terutama disini karena meningkatkan phosfate kaya energi dan glikogen intramuscular yang bergabung untuk meningkatkan aktifitas dari beberapa enzim.

commit to user

Menurut Fox, Edward L. Richard W. Bower, Marle L. (1984:327) mengatakan perubahan biokimia yang terjadi dalam sistem anaerob meliputi perubahan-perubahan;

a). Meningkatkan cadangan ATP dan PC dalam otot.

b). Peningkatan enzim-enzim anaerob dan aerob dan jadi dilaktasi jantung dan hipertropi otot jantung. Kecuali hipertropi dan dilaktasi jantung akibat latihan terjadi pula perubahan-perubahan;

(1).Turunnya frekwensi detak jantung. (2).Bertambahnya volume sekuncup.

(3).Kenaikan frekwensi yang lebih kecil pada waktu latihan.

(4).Permulihan kembali ke frekwensi dan desakan pada waktu istirahat berlangsung lebih cepat.

2) Perubahan-perubahan lain yang terjadi dalam latihan.

Disamping perubahan biokimia dan perubahan kardiorespiratori, latihan juga menghasilkan perubahan-perubahan lain yang penting seperti;

a). Perubahan dalam komposisi tubuh.

b). Perubahan dalam kadar kolesterol dan trigleserida. c). Perubahan dalam tekanan darah.

d). Perubahan dalam aklimatisasi panas.

e). Perubahan dalam jaringan-jaringan penghubung (Fox, Edward L. Richard W. Bower, Marle L. 1984:347)

Perubahan terpenting sesudah latihan adalah bergesernya titik defleksi ke denyut nadi yang lebih tinggi. Setelah latihan titik defleksi bergerak dari 130 ke

commit to user

180 detak denyut nadi per-menit. Suatu exercise dengan intensitas di atas denyut nadi titik defleksi akan menghasilkan penimbunan asam laktat. Kapasitas aerob yang besar memungkinkan atlet mempertahankan eksersi yang lebih lama pada ritme atau face yang lebih tinggi. Sistem anaerob dimanfaatkan hanya untuk eksersi-eksersi endurance dengan intensitas yang sangat tinggi, dengan konsekwensi terjadi penimbunan laktat (Janssen, 1987:24). Kurva denyut nadi laktat untuk setiap individu berbeda. Perubahan keadaan kondisi sangat mempengaruhi pola kurve.

12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0,5

Gambar 4. Kurva Denyut Nadi Laktat (Janssen, 1987:24) 130 180 detak DN per-menit

Nilai ambang anaerob terlatih

commit to user

Dokumen terkait