commit to user
TERHADAP PENINGKATAN VOLUME OKSIGEN MAKSIMAL (ÞO2max) PEMAIN SEPAKBOLA MAHASISWA DITINJAU DARI
RASIO KERJA-ISTIRAHAT 1:2 DAN 1:3
(Studi Eksperimen pada Mahasiswa Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Keolahragaan
Diajukan Oleh
I Komang Sukarata Adnyana A120809016
PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN CONTINUOUS CIRCUIT DAN FOOTBALL CIRCUIT
TERHADAP PENINGKATAN VOLUME OKSIGEN MAKSIMAL (ÞO2max) PEMAIN SEPAKBOLA MAHASISWA DITINJAU DARI
RASIO KERJA-ISTIRAHAT 1:2 DAN 1:3
(Studi Eksperimen pada Mahasiswa Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha)
Diajukan oleh
I Komang Sukarata Adnyana A120809016
Telah Disetujui oleh Tim Pembimbing
Dewan Pembimbing
Jabatan Nama Tanda Tangan Tangggal
Pembimbing I Prof. Dr. Sugiyanto
Nip. 194911081976091001
---, 2011
Pembimbing II Prof. Dr. H. M. Furqon H, M.Pd Nip. 196007271987021001
---, 2011
Ketua Program Studi Ilmu Keolahragaan, Pascasarjana UNS
commit to user
iii TERHADAP PENINGKATAN VOLUME OKSIGEN MAKSIMAL (ÞO2max)
PEMAIN SEPAKBOLA MAHASISWA DITINJAU DARI
RASIO KERJA-ISTIRAHAT 1:2 DAN 1:3
(Studi Eksperimen pada Mahasiswa Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha)
Ketua Program Studi Ilmu Keolahragaan Pascasarjana UNS
Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D NIP. 195708201985031004
commit to user
iv Nama : I Komang Sukarata Adnyana
NIM : A120809016
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Continuous Circuit dan F ootball Circuit terhadap Peningkatan
Volume Oksigen Maksimal ( O2Max)Pemain Sepakbola Mahasiswa Ditinjau dari
Rasio Kerja-Istirahat 1:2 dan 1:3” , adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang
bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari
tesis tersebut.
Surakarta, Januari 2011 Yang membuat pernyataan
commit to user
v
“MOTTO”
“
BAHAGIALAH Kamu JIKA MAMPU
“MENGALAHKAN” DIRI SENDIRI”
‘Keberhasilan Sejati Seseorang Sebenarnya Adalah Bukan Disaat
Kita Bisa Menaklukan “Lingkungan” Tetapi Disaat
Kita Bisa Menaklukan Diri Sendiri’
commit to user
vi
‘KATA PERSEMBAHAN’
Dengan Ketulusan dan Kerendahan Hati, Karya Tulis (TESIS) Ini
Kupersembahkan Kepada:
1.
KEDUA ORANG TUAKU TERCINTA ;
I MADE YASA DAN NI KETUT NAKTI
2.
SAUDARA/SAUDARIKU TERSAYANG ;
* NI WAYAN NARIANTI BESERTA KELUARGA
* NI MADE TINI BESERTA KELUARGA
* ADIKKU I KETUT MANDIKA BESERTA KELUARGA
* ADIKKU I WAYAN DIARTA
3.
ISTRIKU TERCINTA LUH WEDA WATI ARIANI, S.Pd
4.
Teman –teman seperjuangan yang sudah
commit to user
vii KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Continuous Circuit dan Football Circuit Terhadap peningkatan volume oksigen maksimal(Þo2max) pemain sepakbola mahasiswaditinjau dari rasio kerja-istirahat 1:2 dan 1:3”. dalam rangka meneyelesaikan pendidikan Program Magister. Berkat petunjuk, bimbingan dan arahan dari Prof. Dr. Sugiyanto dan Prof. Dr. H. M. Furqon H, M.Pd. Serta bantuan dari berbagai pihak segala kesulitan dan tantangan dalam proses penyelesaian tesis dapat teratasi. Pada kesempatan ini, perkenankan penulis menyampaikan terima kasih yang tiada terhingga kepada:
1. Prof. Dr. dr. Much. Syamsulhadi, Sp, KJ, (K), selaku Rektor Universitas Sebelas
Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti pendidikan di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Prof. Dr. I Ketut Sudiana, M.Pd, selaku Rektor Universitas Pendidikan Ganesha,
yang telah memberikan ijin untuk pengambilan data dalam menyelesaikan
penulisan tesis ini.
3. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D, selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti pendidikan di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
4. Prof. Dr. Sudjarwo, M.Pd, Ketua Program Studi Ilmu Keolahragaan, Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memotivasi penulis
commit to user
viii yang telah memberikan ijin dalam pengambilan data pada mahasiswa FOK yang
mengambil mata kuliah pembinaan prestasi sepakbola.
6. Prof. Dr. Sugiyanto, selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan
bimbingan dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
7. Prof. Dr. H. M. Furqon H, M.Pd selaku pembimbing II yang telah banyak
memberikan bimbingan dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini.
8. Keluarga tercinta serta orang yang paling dekat dihati yang telah menjadi motivasi
tersendiri bagi penulis untuk meyelesaikan studi Program Pascasarjana di
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
9. Para mahasiswa Fakultas Olahraga dan Kesehatan, UNDIKSHA (Uviversitas
Pendidikan Ganesha), yang telah bersedia menjadi sample pengambilan data ini.
10.Teman sejawat dan semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini, yang
tidak dapat penulis sebutkan satu demi satu.
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat
dan hidayat-Nya kepada kita semua.
Surakarta, Desember 2011 Penulis
commit to user
ix
HALAMAN HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
ABSTRAK ... xvii
ABSTRACT ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 7
D. Rumusan Masalah ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 9
commit to user
x
A. Kajian Teori ... 11
1. Karakteristik Permainan Sepakbola ... 11
1) Permainan Sepakbola ... 11
2) Pergerakan Olahraga Modern serta Karakteristik ... 12
a. Pergerakan Olahraga Modern ... 12
b. Karakteristik Perkembangan Fisik dan Gerak ... 15
3) Volume Oksigen Maksimal (ÞO2 max) ... 17
4) Sistem Energi ... 25
a. ATP (Adenosin Tri Phosphate) ... 25
b. Sistem ATP-PC (Adenosin Tri Phosphate – PhospoCreatin) ... 28
c. Sistem LA (Laktid Acid) ... 28
d. Sistem Aerob ... 29
2. Metode Latihan ... 35
1) Latihan ... 35
a. Tujuan Latihan ... 36
b. Batasan Latihan. ... 38
c. Prinsip-prinsip Dasar Latihan. ... 40
d. Intensitas, Volume, Densitas dan Frekuensi Latihan. .... 44
2) Metode Latihan Sirkuit (Circuit Training) ... 58
a. Metode Latihan Sirkuit Berlanjut ... 60
commit to user
xi
1) Rasio Kerja-istirahat 1:2 ... 88
2) Rasio Kerja-istirahat 1:3 ... 88
B. Penelitian Yang Relevan ... 89
C. Kerangkan Berpikir ... 90
D. Hipotesis ... 94
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 95
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 95
1. Tempat Penelitian ... 95
2. Waktu Penelitian ... 95
B. Metode Penelitian ... 95
C. Variabel Penelitian ... 97
D. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 97
E. Populasi dan Sampel Penelitian ... 99
1. Populasi Penelitian ... 99
2. Sampel Penelitian ... 99
F. Kerangka Operasional Penelitian ... 102
G. Teknik Pengumpulan Data ... 103
H. Teknik Analisis Data ... 105
1. Uji Normalitas ... 105
2. Uji Homogenitas ... 107
commit to user
xii
A. Deskripsi Data ... 111
B. Pengujian Prasyarat Analisis ... 115
1. Uji Normalitas ... 115
2. Uji Homogenitas ... 116
C. Pengujian Hipotesis ... 117
1. Pengujian Hipotesis I ... 119
2. Pengujian Hipotesis II ... 120
3. Pengujian Hipotesis III ... 120
D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 121
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 130
A. Kesimpulan ... 130
B. Implikasi ... 131
C. Saran ... 135
DAFTAR PUSTAKA ... 138
commit to user
xiii HALAMAN
Tabel 1. Klasifikasi Aktivitas Maksimum pada Berbagai Durasi
serta Sistem Penyediaan Energi untuk Aktivitas ... 25
Tabel 2. Berbagai Substrat untuk Pasok Energi dan Ciri-Cirinya ... 26
Tabel 3. Kapasitas ATP dan Jumlah Tenaga / Menit dalam Sistem Energi ... 28
Tabel 4. Ukuran Intensitas untuk Latihan Kecepatan dan
Kekuatan ... 45
Tabel 5. Lima Daerah Intensitas Untuk Olahraga Siklik ... 46
Tabel 6. Empat Daerah Intensitas Berdasarkan Reaksi Denyut
Jantung terhadap Beban Latiha ... . 52
Tabel 7. Informasi Penting untuk Penulisan Resep Latihan Interval
Berdasarkan “Waktu” Latihan ... 78
Tabel 8. Informasi Penting untuk Penulisan Resep Latihan Interval
Berdasarkan “Jarak” Latihan ... 79
Tabel 9. Berbagai Cabang Olahraga, Aktivitas dan Sistem-Sistem Energi
yang Utama ... 81
Tabel 10. Berbagai metode latihan dan Pengembangan Sistem Energi Utama. 82
Tabel 11. Berbagai Metode Latihan dan Penggunaan Sistem Energi Utama
untuk Kegiatan Berbagai Olahraga ... 85
Tabel 12. Prediksi Pulih Asal dan Diet ... 87
commit to user
xiv The Cooper Institute for Aerobics Research, Dallas TX,
Revised 1997 Printed in Advance Fitness Assessment &
Exercise Prescription, 3rd Edition, Vivian H. Heyward ... ... 104
Tabel 15. Ringkasan ANAVA Rancangan Faktorial 2 X 2... 109
Tabel 16. Deskiripsi Data Hasil Tes Kemampuan Volume Oksigen Maksimal
(ÞO2 max) Tiap Kelompok Berdasarkan Penggunaan Metode
Latihan dan Rasio Kerja-Istirahat... 111
Tabel 17. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data... 115
Tabel 18. Ringkasan uji Homogenitas Data... 116
Tabel 19. Ringkasan Nilai Rata-Rata Kemampuan Volume Oksigen Maksimal
Berdasarkan Rasio Waktu Kerja-Istirahat pada Metode Latihan
Sirkuit ... 117
Tabel 20. Ringkasan Hasil Analisis Varians untuk Metode Latihan Sirkuit
(A1 dan A2) ... 118
Tabel 21. Ringkasan Hasil Analisis Varians untuk Rasio Waktu Kerja-Istirahat
(B1 dan B2) ... 118
Tabel 22. Ringkasan Hasil Analisis Varians Dua Jalur ... 118
Tabel 23. Ringkasan Hasil Uji Newman-Keul Setelah Analisis Varians ... 119
Tabel 24. Pengaruh Sederhana, Pengaruh Utama dan Interaksi Faktor A dan B
commit to user
xv
HALAMAN GAMBAR 1. Penyediaan ATP ... 26
GAMBAR 2. Penyediaan ATP ... 27
GAMBAR 3. Oksigen Asam Laktat ( Glikolisis Anaerobic) ... 29
GAMBAR 4. Kurva Denyut Nadi Laktat ... 34
GAMBAR 5. Prinsip Beban Bertambah ... 41
GAMBAR 6. Prinsip Beban Berlebih ... 42
GAMBAR 7 Efek Latihan. ... 43
GAMBAR 8 Sirkuit Berlanjut. ... 64
GAMBAR 9 Sirkuit Sepakbola. ... 71
GAMBAR 10 Proses Interval Kerja dan Interval Istirahat. ... 84
GAMBAR 11. Kerangka Operasional Penelitian ... 102
GAMBAR 12. Teknik Pelaksanaan Multiple Fitness Test... 103
GAMBAR 13. Histogram Nilai Rata-Rata Hasil Tes Awal Dan Tes Akhir Kemampuan Volume Oksigen Maksimal ( ÞO2 max ) Tiap Kelompok Berdasarkan Metode Latihan dan Rasio Kerja-Istirahat... 113
GAMBAR 14. Histogram Nilai Yang Dicapai Dalam Kemampuan Volume Oksigen Maksimal (ÞO2 max) pada Tiap Kelompok Perlakuan.. 114
commit to user
xvi
HALAMAN Lampiran 01. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 140
Lampiran 02. Prosedur Pengumpulan Data ... 144
Lampiran 03. Program Latihan ... 147
Lampiran 04. Program latihan individu ... 161
Lampiran 05. Data Hasil Free Test dan Post Test ... 165
Lampiran 06. Sample Penelitian ... 167
Lampiran 07. Deskripsi Data Hasil Tes Kemampuan Oksige Maksimal (ÞO2 max)... 169
Lampiran 07. Uji Normalitas Data Dengan Chi Kuadrat ... 171
Lampiran 09. Tabel Kerja Untuk Menghitung Nilai Homogenitas dan Analisis Variansi ... 175
Lampiran 10. Hasil Perhitungan Data Untuk Analis Varians ... 176
Lampiran 11. Uji Homogenitas Dengan Uji Bartlett ... 177
Lampiran 12. Analisis Varians ... 179
Lampiran 13. Daftar f ... 180
Lampiran 14. Foto Pengambilan Data ... 181
Lampiran 15. Surat Permohonan Ijin Penelitian ... 186
Lampiran 16. Surat Pemberian Ijin Penelitian ... 187
commit to user
xvii I Komang Sukarata Adnyana A120809016. Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Sirkuit berlanjut dan sirkuit sepakbola terhadap peningkatan volume oksigen maksimal (ÞO2 max) pemain sepakbola mahasiswa ditinjau dari Rasio Waktu Kerja-Istirahat 1:2 dan 1:3. TESIS. Program Pascasarjana UNS, Januari 2011.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) perbedaan pengaruh metode latihan sirkuit berlanjut (continuous circuit) dan sirkuit sepakbola (football
circuit) terhadap peningkatan volume oksigen maksimal (ÞO2 max) pada pemain
Penelitian ini termasuk “eksperimen lapangan” dengan rancangan faktorial 2 X 2. Sampel penelitian sebanyak 40 orang. Sampel dibagi menjadi 4 kelompok eksperimen yaitu; (1) kelompok eksperimen 1 (N=10 orang) dengan metode latihan sirkuit berlanjut dengan rasio waktu kerja-istirahat 1:2, (2) kelompok eksperimen 2 (N=10 orang) dengan metode latihan sirkuit berlanjut dengan rasio waktu kerja-istirahat 1:3, (3) kelompok eksperimen 3 (N=10 orang) dengan metode latihan sirkuit sepakbola dengan rasio waktu kerja-istirahat 1:2, (4) kelompok eksperimen 4 (N=10 orang) dengan metode latihan sirkuit sepakbola dengan rasio waktu kerja-istirahat 1:3. Kelompok eksperimen 1 melakukan latihan sirkuit berlanjut (continuous circuit) dengan diselingi interval istirahat 1:2 (work relief), kelompok eksperimen 2 melakukan latihan sirkuit berlanjut (continuous circuit) dengan diselingi interval istirahat 1:3 (work relief), kelompok eksperimen 3 melakukan latihan sirkuit sepakbola (football circuit) dengan diselingi interval istirahat 1:2 (work relief), kelompok eksperimen 4 melakukan latihan sirkuit sepakbola (football circuit) dengan diselingi interval istirahat 1:3 (work relief). Latihan dalam penelitian dilakukan 3 kali setiap minggu, selama 24 kali pertemuan.
Data Volume Oksigen Maksimal (ÞO2 max) sebelum dan sesudah perlakuan dianalisis secara statistika dengan menggunakan Analisis Varians 2 jalur pada taraf signifikansi 5%. Berdasarkan analisis data diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Ada perbedaan pengaruh metode latihan sirkuit berlanjut (continuous circuit) dan
sirkuit sepakbola (football circuit) terhadap peningkatan volume oksigen maksimal (ÞO2 max). Masing-masing; untuk metode latihan sirkuit berlanjut adalah 2,32 dan untuk metode latihan sirkuit sepakbola adalah 2,715.
2. Ada perbedaan hasil peningkatan volume oksigen maksimal (ÞO2 max) pada pemain sepakbola antara rasio kerja-istirahat 1:2 dengan rasio kerja-istirahat 1:3. Masing-masing; untuk rasio waktu kerja-istirahat 1:2 adalah 1,715 dan rasio waktu kerja-istirahat 1:3 adalah 3,32.
3. Tidak ada pengaruh interaksi antara metode latihan sirkuit dan rasio waktu kerja – istirahat terhadap peningkatan volume oksigen maksimal (ÞO2 max) pada pemain sepakbola.
commit to user
xviii I Komang Sukarata Adnyana. A120908016. The Effects of continuous and football circuit training method for The Increase Of Maximal Oxygen Volume (ÞO2 max)of students football players observed by 1:2 and 1:3 Resting-Working Ratio. THESIS. Postgraduate Program of The Sebelas Maret University of Surakarta, January 2011.
The aims of the research is to find out: (1) the differences between the effects of continuous circuit training method and football circuit training method on the The number of sample involved in the research was 40 people which was divided into 4 groups namely (1) experiment group 1 (10 people) with continuous circuit training method and 1:2 working-resting ratio (2) experiment group 2 (10 people) with continuous circuit training method and 1:3 working-resting ratio (3) Experiment group 3 (10 people) with football circuit training method and 1:2 working-resting ratio (4) experiment group 4 with football circuit training method and 1:3 working-resting ratio
Group experiment 1 did the continuous circuit training with interval of 1:2 work relief. The second group did the same training but was given 1:3 break interval. Group 3 and 4, however, did the football circuit training with 1:2 and 1:3 work relief interval respectively. The training was conducted three times per week, covered in 24 meetings.
Thus, the data of Maximal Oxygen Volume (ÞO2 max) before and after the treatment was analysed statistically through two way Variant Analysis at 5% significance level. Based on the analysis, a conclusion can be drawn as follows:
1. There is significant difference on the increase of Maximal Oxygen Volume (ÞO2
max) as the effects of using the continuous circuit training method and football circuit training method. With the continous circuit training method, the increase of Maximal Oxygen Volume reaches 2,32. On the other hand, with the football circuit training method, the increase reaches 2,715.
2. There is significant difference on the increase of Maximal Oxygen Volume (ÞO2 max) of football players as the effects of giving the 1:2 and 1:3 working-resting time ratios. With 1:2 working-working-resting ratio the increase reaches 1,715 and with 1:3 working-resting ratio the increase reaches 3,32.
3. There is not interaction effects between circuit training methods used and working-resting time ratios given on the increase of Maximal Oxygen Volume (ÞO2 max) of football players.
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebugaran dan prestasi seorang atlet atau olahragawan sifatnya tidak
statis, tetapi berubah-ubah sesuai dengan aktivitas fisik yang dilakukan khususnya
latihan olahraga. Latihan kondisi fisik diperlukan untuk mencapai kebugaran
jasmani dan prestasi, yang disesuaikan dengan tuntutan masing-masing cabang
olahraga yaitu dengan latihan yang direncanakan, sistematik, berjenjang,
meningkat (progresif overload) dan berkelanjutan, untuk mencapai standar yang
telah ditentukan (Bompa, 1999 : 45). Untuk menyusun program latihan fisik yang
tepat dan mencapai sasaran dalam cabang olahraga tertentu, selengkapnya harus
memperhatikan prinsip-prinsip dasar latihan keseluruhan yaitu; (1) beban
berlebih (the overload principle), (2) prinsip beban bertambah (the principle of
progressive ressistance), (3) prinsip latihan beraturan (the principle of arrange
ment of exercise), (4) prinsip kekhususan (the principle of specificity), (5) prinsip
individualisme (the principle of individuality), (6) prinsip pulih asal (reversible
principle), dan (7) prinsip beragam (variety principle). Salah satu prinsip yang
perlu mendapat perhatian khusus yaitu prinsip beban bertambah (the principle of
progressive ressistance). Bompa (1999 : 46) mengatakan pencapaian peningkatan
seorang atlet adalah suatu hasil yang langsung menyangkut jumlah dan mutu
latihan. Dari langkah awal/atlet pemula (inisiasi) sampai pada atlet yang
berkualitas, beban kerja dalam latihan harus meningkat secara berangsur-angsur
menurut kemampuan psikologis dan fisiologis individu. Dalam olahraga, sasaran
commit to user
latihan utama adalah meningkatkan potensi fungsi organ (fisiologis), di dalam
peningkatan beban latihan harus tidak tinggi. Ozalin 1971 dalam Bompa, (1999 :
46 - 47) menyatakan bahwa suatu peningkatan dalam beban harus sekitar 3%
sampai 6% dari suatu kemampuan maksimum atlet.
Olahraga sepakbola merupakan bentuk olahraga yang memerlukan
koordinasi semua organ tubuh, dan kebugaran jasmani yang prima. Kebugaran
jasmani yang prima akan berimplikasi pada kecepatan, kelentukan, keakuratan,
kelincahan, power, dan daya tahan yang prima pula. Teknik bermain sepakbola
merupakan dasar bagi setiap pemain ,diantaranya operan dan tahan bola (passing
and control), menggiring bola (driblling), memainkan bola dengan kepala
(heading), menembakan bola ke gawang (shooting) (Nurhasan 2001: 157-163).
Kondisi fisik pemain dituntut selalu prima. Sepakbola juga memerlukan
pamantapan kondisi lokomotor untuk mendapatkan ketahanan otot. Bahkan sangat
perlu pemantapan kondisi jantung dan pernafasan, kelentukan dan relaksasi yang
dinamis. Latihan fisik yang dilakukan secara teratur dapat meningkatkan
kebugaran jasmani yang optimal. Unsur yang paling penting pada kebugaran
jasmani adalah daya tahan kardiorespirasi. Konsumsi oksigen maksimal
(O2 max) dipakai sebagai parameter derajat kebugaran jasmani yang menopang terciptanya koordinasi gerak lain yang diperlukan pada spesifikasi dalam cabang
olahraga sepakbola.
Permainan sepakbola pada saat ini merupakan olahraga yang sangat
populer di dunia termasuk di Indonesia. Untuk dapat bersaing ke tingkat pemain
commit to user
kebugaran dan kesehatan yang bagus. Pemain sepakbola khususnya di Undiksha
masih belum bisa menunjukan prestasi yang bagus. Ini dapat dilihat dari prestasi
yang mampu dicapai dalam kompetisi baik di tingkat daerah maupun nasional,
serta sedikitnya jumlah pemain yang dapat berkiprah di ajang Liga Nasional.
Dengan mencermati permasalahan tersebut di atas maka sangat di perlukan
pendekatan latihan dan metode latihan yang tepat. Untuk melatih pemain
sepakbola terutama dalam meningkatkan kapasitas aerobik maksimal (O2 max) yang pada nantinya dapat menopang terciptanya koordinasi gerak lain yang
diperlukan pada spesifikasi dalam cabang olahraga sepakbola seperti; kecepatan,
kelentukan, keakuratan, kelincahan, power, dan daya tahan kardiovaskuler adalah
dengan penerapan pelatihan sirkuit (Circuit Training).
Latihan sirkuit (Circuit Training) merupakan salah satu metode
pengkondisian yang pada mulanya dipelopori oleh Morgan dan Admson pada
tahun 1953 di University of Leeds Inggris (Harsono, 1988 : 227). Latihan sirkuit
(Circuit Training) adalah program dengan berbagai jenis beban kerja yang
dilakukan secara simultan dan terus menerus dengan diselingi istirahat pada
pergantian jenis beban kerja tersebut. Program latihan ini sangat baik, karena
dapat membentuk berbagai kondisi fisik secara serempak. Tetapi beberapa faktor
yang harus diperhatikan ( Hazeldine, 1985 : 18) adalah; (1) antara delapan sampai
lima belas pos yang berbeda yang paling umum. Masing-Masing latihan perlu
memilih untuk potensinya di dalam mengembangkan; kualitas, apakah itu untuk
kebugaran secara umum dan yang berhububungan dengan kekuatan. (2)
paru-commit to user
paru dan peredaran sistem yang akan dilatih, (3) banyaknya pos dalam latihan
yang akan digunakan berhubungan dengan alat dan fasilitasnya, sesuai dengan
hasil yang diharapkan (4) latihan yang diberikan harus disesuaikan sedemikian
rupa sehingga mampu untuk melaksanakan pengulangan sebanyak mungkin
dengan kira-kira interval 60 detik dalam tiap pos sehingga menimbulkan
kelelahan yang cukup berarti, (5) dalam pemilihan organisasi waktu istirahat
(interval) sangat penting guna proses pemuliahan proses fisiologis seperti proses
sistem energi sepanjang latihan, (6) sangat memungkinkan menghitung
banyaknya pengulangan yang dilakukan dalam waktu tertentu dengan batasan
waktu yang dilakukan dalam setiap penyelesaian antar set di semua pos, sehingga
membantu monitoring kemajuan dan motivasi dalam pelaksanaan latihan.
Bentuk latihan sirkuit (Circuit Training) memiliki tiga karakteristik yaitu;
1). meningkatkan kebugaran kardiorespirasi dan kebugaran otot. 2). menerapkan
prinsip tahanan progresif. 3). memungkinkan banyak individu berlatih dalam
waktu yang sama, didasarkan pada kemampuan tiap individu, dan memperoleh
latihan maksimal dalam waktu pendek. Pelaksanaan program latihan sirkuit
(Circuit Training) terdiri dari beberapa pos. Dalam penelitian ini akan memakai
latihan sirkuit berlanjut (continuous circuit) dengan 10 pos yaitu; 1) vault over the
buck, 2) double-footed jumps over a bench, working forward, 3) two forward rolls
on mats, working forwards, 4) steeplechase jump, 5) sprint ten metres between
two skittles, 6) continuous run up three box, 7) throught voult over the horse, 8)
Crab walk ten matres between two skittles, 9) jump to touchfootball net or
commit to user
metre apart ( Hazeldine, 1985 : 25), dan menggunakan latihan sirkuit sepakbola
(football circuit) dengan 12 pos yaitu; 1) sprint and head, 2) throw in, 3)
dribbling, 4) wallbar knee raise, 5) dribbling and return, 6) astride jumps, 7)
abdominal curl, 8) shutlle run, 9) back extention 10)hurdle jump, 11) straight
arm overthrow, 12) leg curl. ( Hazeldine, 1985 : 27-29)
Berdasarkan beberapa kajian ilmiah yang telah diungkapkan secara
teoritis; yaitu latihan hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip dasar latihan
(salah satunya prinsip beban bertambah (the principle of progressive ressistance))
dengan memperhatikan interval waktu istirahat. Maka dalam penelitian ini akan
mengkaji pengaruh latihan sirkuit (continuous circuit) dan (football circuit)
dengan rasio waktu kerja-istirahat 1:2 dan 1:3 terhadap peningkatan volume
oksigen maksimal (O2 max) pada pemain sepakbola Undiksha singaraja.
B. Identifikasi Masalah.
Pengembangan metode latihan dan evaluasi berdasarkan metode latihan
yang tepat merupakan perwujudan dari pengembangan dan kemajuan metode
latihan dalam olahraga. Pelatih yang baik adalah pelatih yang tidak hanya
mengacu pada pengalaman pada saat menjadi atlet, tetapi berpedoman dengan
kelemahan-kelemahan yang terjadi dengan dasar ilmiah, sehingga tidak
menghambat peningkatan latihan bahkan merusak penampilan (performance)
commit to user
Inovasi dalam bidang metodologi latihan yang mengkaji pada
pengembangan teori dan metodologi serta penemuan baru dalam bentuk hasil
penelitian secara ilmiah yang relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi adalah perlu mendapat perhatian, sehingga produk yang dihasilkan
dapat dimanfaaatkan untuk kemajuan olahraga.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
masalah-masalah yang timbul dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Latihan continuous circuit dengan rasio kerja-istirahat 1:2 dan 1:3 terhadap
perkembangan volume oksigen maksimal (O2 max)pada pemain sepakbola. 2. Latihan football circuit dengan dengan rasio kerja-istirahat 1:2 dan 1:3
terhadap peningkatan volume oksigen maksimal (O2 max)pada pemain sepakbola.
3. Seseorang dengan latihan interval yang tidak sama akan memberikan
pengaruh yang berbeda pada peningkatan volume oksigen maksimal (O2 max).
4. Pemberian bentuk latihan dengan prinsip beban bertambah (the principle of
progressive ressistance) yang berbeda dapat mempengaruhi peningkatan
volume oksigen maksimal (O2 max).
commit to user
C. Pembatasan Masalah
Untuk membatasi ruang lingkup penelitian agar tidak menimbulkan
penafsiran yang salah, perlu pembatasan penelitian yang menjadikan pusat
penelitian semakin jelas yaitu;
1. Pengaruh latihan continuous circuit dengan rasio kerja-istirahat 1: 2 terhadap
peningkatan volume oksigen maksimal (O2 max) pada pemain sepakbola. 2. Pengaruh latihan continuous circuit dengan rasio kerja-istirahat 1:3 terhadap
peningkatan volume oksigen maksimal (O2 max) pada pemain sepakbola. 3. Pengaruh latihan football circuit dengan rasio kerja-istirahat 1:2 terhadap
peningkatan volume oksigen maksimal (O2 max) pada pemain sepakbola. 4. Pengaruh latihan football circuit dengan rasio kerja-istirahat 1:3 terhadap
peningkatan volume oksigen maksimal (O2 max) pada pemain sepakbola. 5. Pengaruh Interaksi latihan continuous circuit dan football circuit dengan rasio
kerja-istirahat 1:2 dan 1:3 terhadap peningkatan volume oksigen maksimal
commit to user
D. Rumusan Masalah
Prestasi seseorang merupakan perwujudan dari out put suatu proses latihan
yang juga tidak bisa terlepas dari in put proses tersebut. Berkaitan dengan proses
latihan continuous circuit dan football circuit dengan rasio kerja-istirahat 1:2 dan
1:3 terdapat beberapa permasalah yang berhasil dirumuskan yang perlu dicermati
sebagai berikut;
1. Adakah perbedaan pengaruh antara latihan continuous circuit dan football
circuit terhadap peningkatan volume oksigen maksimal (O2 max) pada pemain sepakbola?
2. Adakah perbedaan hasil peningkatan volume oksigen maksimal (O2 max) pada pemain sepakbola antara metode latihan sirkuit dengan rasio
kerja-istirahat 1:2 dan rasio kerja-kerja-istirahat 1:3?
3. Adakah pengaruh interaksi antara latihan circuit dengan rasio kerja-istirahat
commit to user
E. Tujuan Penelitian
Suatu bentuk kegiatan yang sifatnya ilmiah harus mempunyai tujuan yang
jelas, apalagi dalam kegiatan penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara latihan continuous circuit dan
football circuit terhadap peningkatan volume oksigen maksimal (O2 max) pada pemain sepakbola.
2. Untuk mengetahui perbedaan hasil peningkatan volume oksigen maksimal
(O2 max) pemain sepak bola antara metode latihan sirkuit dengan rasio kerja-istirahat 1: 2 dan rasio kerja -istirahat 1:3.
3. Untuk mengetahui pengaruh interaksi antara latihan circuit dengan rasio
commit to user
F. Manfaat Penelitian
Keberhasilan suatu hasil karya ilmiah dapat dilihat dari seberapa besar
manfaat yang diberikan untuk dapat dinikmati oleh orang lain (pelaku olahraga).
Semakin besar manfaat yang diberikan semakin berhasil pula hasil karya yang
telah diciptakan. Begitu pula latihan continuous circuit dan football circuit
dengan rasio kerja-istirahat 1:2 dan 1:3 terhadap perkembangan volume oksigen
maksimal (O2 max) pada pemain sepakbola. Metode ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi olahraga dalam metode melatih khususnya dalam meningkatkan volume
oksigen maksimal (O2 max).
Bagi para pelatih akan lebih memudahkan dalam proses melatih untuk
mencapai prestasi, dan bagi proses latihan itu sendiri akan lebih kreatif, inovatif
commit to user
BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Karakteristik Permainan Sepakbola
1) Permainan Sepakbola.
Permainan sepakbola adalah permainan yang dimainkan oleh dua regu yang
berlawanan dimana tiap regu yang melakukan permainan di dalam lapangan
terdiri dari 11 orang dan berusaha memasukkan bola sebanyak mungkin ke
gawang lawan, sedangkan pemain pengganti sebanyak-banyaknya maksimal 7
orang, sehingga tiap regu paling banyak terdiri dari 18 orang pemain. Permainan
sepakbola dimainkan di atas lapangan berumput yang sengaja diadakan untuk itu,
baik di lapangan terbuka maupun di ruangan tertutup ( Sudjarwo, dkk. 2005; 4). Pada hakekatnya, tiap-tiap regu mempunyai kesempatan untuk menyerang dan
memasukkan bola sebanyak-banyaknya ke gawang lawan dan sedapat mungkin
untuk tidak kemasukan. Secara garis besar permainan sepak bola dilakukan
dengan mempergunakan empat unsur teknik yang menjadi pokok permainan,
yakni : mengoper dan menghentikan bola (passing and controling), menggiring
bola (dribbling), memainkan bola dengan kepala (heading) serta menembak
(shooting). Keempat unsur teknik tadi berkembang menjadi berpuluh-puluh teknik
lanjutan yang memungkinkan permainan sepakbola hidup dan bervariasi.
Misalnya, dalam teknik mengoper dan menghentikan bola terdapat beberapa cara
seperti : operan jarak jauh (loong pass), operan jarak dekat (short pass),
menghentikan bola dengan kepala, dengan dada dan kaki dan lain sebagainya.
commit to user
Sebagai bagian dari cabang olahraga terbuka, sepakbola merupakan jenis
permainan yang tidak dapat diramalkan (unpredictable). Implikasi dari adanya
situasi yang tidak dapat diramalkan (unpredictable) tersebut “memaksa” pemain
yang terlibat dalam permainan ini harus pandai-pandai memilih dan memutuskan
suatu gerakan ketika berada dalam situasi bermain. Pembiasaan menilik pola
gerak yang “paling efektif” diserasikan dengan kemampuan individunya, menjadi
prasyarat memadai. Kemampuan untuk mengambil satu keputusan tersebut
sungguh mungkin akan jadi pemicu keberhasilan, terutama jika didukung oleh
kemampuan berpikir atlet. Pemberian kesempatan untuk “bereksplorasi’ bagi atlet
dalam proses latihan gerak memungkinkan atlet lebih siap untuk mengantisipasi
segala kemungkinan dalam situasi yang serba tak terduga.
2) Pergerakan olahraga modern serta karakteristik perkembangan fisik
dan gerak
a. Pergerakan olahraga modern
Membahas tentang olahraga, maka terdapat sekian banyak
karakte-ristik yang dapat diungkapkan. Pernyataan ini berdasarkan kenyataan
bahwa karakteristik olahraga secara langsung berkaitan dengan ciri-ciri
perilaku manusia dan dengan berbagai macam kegiatannya di
masyara-kat. Memang ada orang yang beranggapan bahwa kegiatan olahraga
ter-pisah dari kehidupan nyata, terlepas dari kepercayaan, nilai- nilai, atau
commit to user
mendalam, maka kegiatan olahraga merupakan bagian yang tak terpisah
dari semua aspek kehidupan manusia. Dalam pengertian yang lebih
spesifik, pelaksanaan olahraga pada tingkat individual, kelompok,
atau komunitas dipengaruhi langsung oleh aspek biologis, psikis, dan
lingkungan sosial budaya. Karena itu, deskripsi tentang karakteristik
olahraga perlu diungkapkan berdasarkan sudut pandang yang luas. Apalagi
dipandang sebagai suatu kebutuhan hidup.
Rusli Lutan, 1991 dalam Iwan ( 2009; 8) mengatakan, kebutuhan
bergerak yang spesifik yang dilakukan secara sadar dan bertujuan sangat
diperlukan oleh manusia. Gerak itu merupakan keniscayaan dan tergolong
kebutuhan dasar seperti halnya makan dan minum. Karena bergerak, manusia
mampu bertahan hidup dan melalui gerak itulah manusia mencapai beberapa tujuan
seperti pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan sosial. Apabila manusia
menderita kekurangan gerak maka manusia akan mengalami pelbagai kelainan
fisik, mental, atau sosial. Kekurangan gerak yang diderita manusia itu disebut
hipokinesia, atau penyakit kurang gerak. Kurang gerak ini sering timbul karena
ulah manusia itu sendiri. Di sepanjang kehidupannya, manusia selalu berusaha agar
bisa hidup lebih nyaman dan lebih ringan. Dorongan ini menyebabkan
kebudayaan berkembang, terutama teknologi yang maju dengan pesat.
Akibatnya ialah kehidupan manusia menjadi lebih ringan, mudah, dan
nyaman. Namun di sisi lain kehidupan modern yang dikuasai oleh otomatisasi
itu yang mengambil alih penyelesaian tugas atau kerja dengan tenaga manusia
commit to user
nampak dalam bidang transportasi di darat yakni orang lebih suka naik
kendaraan ketimbang berjalan kaki. Kondisi inilah yang sering menimbulkan
wabah penyakit kurang gerak yang juga dapat dialami olah kaum intelektual
mahasiswa yang hanya sibuk belajar, duduk dan diam tanpa aktivitas
jasmaniah yang memadai.
Bergerak wajib bagi manusia. Pelakunya akan memperoleh manfaat
posisif sedangkan yang tidak bergerak akan memperoleh efek samping yang
akan ditimbulkannya. Namun syarat utama yang perlu diperhatikan ialah
aktivitas jasmaniah itu dilakukan secara teratur, terkendali, dan terarah.
Alasannya ialah karena sebagian gerak manusia, terutama olahraga harus
dipelajari dan dibina dengan memperhatikan berbagai kaidah seperti kebutuhan
dan perkembangan manusia itu sendiri.
Pembentukan gerak yang tak teratur, tak terkendali, dan tak terarah dapat
membahayakan keselamatan manusia. Inilah sisi lain dari pendidikan gerak yang
secara umum disebut pendidikan jasmani. Pendidikan tanpa arah atau salah arah
akan menghasilkan demagogi. Hal ini berlaku bagi pendidikan jasmani. Karena
itu pendidikan jasmani bertujuan membina manusia seutuhnya meliputi aspek
jasmaniah, intelektual, emosional, sosial, dan mental-spiritual melalui
peman-faatan gerak yang teratur, terkendali dan terarah dengan memperhatikan aspek
kemanusiaan.
Gerak manusia berkembang sesuai dengan daya kreasinya. Gerak pada
commit to user
didasarkan pada tujuan yang ingin dicapai. Berkaitan dengan uraian di atas,
dapat kita simpulkan bahwa olahraga merupakan salah satu dari puncak kreasi
manusia. Dan melalui kegiatan tersebut, manusia menyempurnakan
pertumbuhan fisik dan psikisnya. Olahraga tidak bisa semata-mata ditelaah dari
aspek biologis, tapi juga dari aspek psikologis. Gerak manusia tidaklah
semata-mata sebagai rangkaian gerak tubuh atau anggota badan dalam ruang dan waktu.
Gejala tersebut tidak cukup ditinjau dari sudut fungsi psikologis tubuh manusia.
Akan tetapi, salah satu tinjauan penting tentang gerak sebagai sari olahraga
adalah tinjauan dari aspek biologis. Para ahli ilmu faal misalnya, memahami
gerak manusia sebagai satu kaitan dari sekelompok fungsi dalam sistem
anatomi. Tubuh manusia membutuhkan pemulihan guna memperoleh
keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran energi (Bompa. 2009; 97 ).
b. Karakteristik perkembangan fisik dan gerak
a) Perkembangan fisik.
Karakteristik individu dalam berkembang dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal, faktor-faktor tersebut sangat beragam dan bervariasi,
sehingga menyebabkan karakteristik fisik yang berbeda-beda pada setiap
individu.
Faktor fisik di dalamnya meliputi proporsi tubuh dan kapasitas fisik
dari anggota-anggota tubuh mempunyai peranan yang sangat besar dalam
upaya mencapai prestasi yang tinggi dalam olahraga. Postur tubuh yang ideal
dan tingkat kesiapan fisik yang baik akan mendukung penguasaan teknik
commit to user
unsur yang harus diperhatikan dalam usaha mengembangkan keterampilan
gerak olahraga, karena kesiapan di dalam belajar gerak dipengaruhi oleh
gabungan faktor biologis, lingkungan dan faktor fisik seseorang (Gallahue
dan ozmun, 1998 : 52)
Sehubungan dengan penelitian penelitian ini, yang akan dilakukan
pada Perguruan Tinggi (dewasa muda yang dimulai dari umur 18 tahun)
(Kathleen M. Hawood, 1986 : 8). Pada masa dewasa muda ini atlet sudah siap
dinyatakan secara fisik untuk menghadapi berbagai gerakan yang akan
dilakukan. Karena siklus perkembangan fisik sebelumnya telah dilalui yaitu;
prenatal, neonate, infancy, adolescence. Perkembangan biologis yang
kompleks terjadi pada masa periodisasi masa remaja (adolescence) yaitu
meliputi percepatan pertumbuhan, perubahan bentuk tubuh, perubahan dalam
komposisi tubuh, kematangan ciri-ciri seks primer dan, perkembangan pada
system pernafasan dan kerja jantung serta perkembangan system syaraf dan
endokrin akan memberikan manfaat terutama dalam memprakarsai perubahan
kapasitas fisiologis (Kathleen M. Hawood, 1986 : 1 -34).
b). Perkembangan gerak.
Seperti halnya peranan kesiapan fisik (cardiovascular), faktor kesiapan
atlet dalam menggerakkan anggota bagian-bagian tubuh sangat diperlukan
dalam menunjang keberhasilan atau prestasi dalam bidang olahraga.
Perubahan-perubahan dalam penampilan gerak pada masa dewasa muda
cendrung diakibatkan karena efek yang ditimbulkan dari aktifitas yang
commit to user
berarti dalam kemampuan gerak, hal ini disebabkan karena adanya
peningkatan kemampuan kerja organ fisiologis yang lebih efisien. Sugiyanto
dan Sudjarwo (1994 : 119) mengatakan bahwa; peningkatan kemampuan
gerak tersebut dapat diidentifikasi dalam bentuk, yaitu gerakan yang
dilakukan dengan mekanika tubuh yang efisien, lancar dan terkontrol, serta
pola atau bentuk gerakan semakin bervariasi dan bertenaga. (Gallahue dan
Ozmun, 1998 : 284 - 293). Sistem kerja cadiovascular adalah salah satu
bagian penting dalam peningkatan kemampuan gerakan yang dilakukan.
Perkembangan gerak bukan merupakan proses statis, tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor biologis, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan dan tugas-tugas fisik (Gallahue dan Ozmun, 1998 : 60). Dari
uraian ini, maka apabila tugas-tugas fisik yang diberikan mampu mestimulasi
perkembangan gerak dengan memodifikasi metode latihan yang sesuai
dengan kebutuhan atlet pemain sepakbola tentu akan memberikan implikasi
positif terhadap perkembangan gerak atau prestasi mereka.
3) Volume Oksigen Maksimal (VO2 max).
VO2 max adalah kemampuan seseorang untuk menghirup,
mengedarkan dan menggunakan oksigen (O2) selama kegiatan maksimal.
Energi yang dibutuhkan pada saat aktivitas atau berolahraga merupakan
energi yang dihasilkan melalui sistem aerobik. Porsi dari masing-masing
sistem tergantung dari intensitas latihannya (McArdle,1986; 190). Pada saat
melakukan pengerahan tenaga maksimal (melakukan aktivitas fisik atau
commit to user
energi yang dikeluarkan persatuan waktu merupakan energi maksimum yang
dikenal sebagai keluaran energi maksimal (Mc Ardle, 1986; 192) Daya
aerobik maksimal lazim disebut VO2 max, yaitu banyaknya ambilan
(konsumsi) oksigen persatuan waktu pada saat tubuh melakukan pengerahan
tenaga maksimum ( Jansen, 1987; Rushall, 1990; Soekarman, 1992 dalam
Iwan. 2009; 66).
Berdasarkan hasil penelitian pada atlet yang berprestasi pada olahraga
daya tinggi, ditemukan VO2 max yang tinggi, yaitu di atas 50 cc O2/kg.BB/menit atau superior. Kapasitas aerobik maksimal biasanya
dinyatakan sebagai “ maksimal oksigen uptake” dan merupakan salah satu
faktor penting untuk menunjang prestasi kerja atau ketahanan fisik seseorang
(Kent. 1994 dalam Iwan 2009; 67). VO2 max merupakan faktor yang dominan terhadap kemampuan tubuh seseorang. Kemampuan aerobik pada hakekatnya
merupakan gambaran besarnya kemampuan motorik (motoric power) dari
proses aerobik seseorang. Dengan demikian, seseorang akan besar
kemampuannya untuk memikul beban kerja yang berat dan lebih cepat pulih
kesegaran fisiknya sesudah bekerja. Penggunaan oksigen maksimal
merupakan faktor yang menentukan suksesnya penampilan daya tahan, yaitu
pengangkutan dan penggunaan oksigen maksimal oleh otot. Pada titik dimana
pemakaian oksigen maksimal dicapai, maka konsumsi oksigen tidak
meningkat lagi, walaupun beban diperberat, ini disebut penggunaan oksigen
commit to user
Oksigen diperlukan untuk oksidasi karbohidrat maupun lemak
menjadi energi yang siap pakai dalam tubuh yaitu Adenosin Tri Pospat
(ATP). Jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh jaringan itu bervariasi
banyak faktor yang mempengaruhinya seperti: jenis kelamin, umur dan
tingkat aktivitas seseorang. Pada keadaan istirahat rata-rata oksigen yang
dikonsumsi itu sekitar 0,2 - 0,3 liter permenit, dan dapat meningkat menjadi
3 - 6 liter permenit saat latihan yang maksimal. Volume oksigen
maksimal yang dapat di-konsumsi oleh jaringan selama melakukan latihan
permenit disebut " oxygen consumption" atau volume oksigen
maksimal atau VO2max., ”V” menunjukkan volume, 02 menyatakan
oksigen, titik di atas huruf "V" menyatakan per satuan waktu biasanya
permenit dan max menyatakan jumlah maksimal oksigen yang dikonsumsi
jaringan (Fox, 1984: 234 - 6).
Pendapat lain menyebutkan volume oksigen maksimal (V02max)
dengan istilah "ma xima l oxygen upta ke" yang diartikan sebagal volume
oksigen maksimal yang dapat ditangkap, diedarkan dan dipakai oleh tubuh
selama aktivitas fisik. Satuan yang dipakai biasanya mililiter perkilogram
berat badan permenit (Bompa, 2009 : 289-292)
Selama otot bekerja akan memerlukan banyak oksigen. Oksigen
dapat dicukupi melalui dua jalan yaitu meningkatkan jumlah darah yang
mengalir ke dalam jaringan (curah dan meningkatkan kapasitas
ekstraksi oksigen). Pada atlet endurance terjadi perubahan biokimia
commit to user
atlet endurance untuk mencukupi kebutuhan oksigen cukup dengan volume
darah yang sedikit dengan kemampuan ekskstraksi yang tinggi (Fox, 1984:
235-7).
Volume oksigen maksimal juga dipengaruhi oleh komposisi tubuh,
umur maupun jenis kelamin. Pada kedua jenis kelamin V02ma x mencapai
puncaknya sekitar umur 15 - 20 tahun dan setelah umur 30 tahun mulai
menurun sekitar 10% per dekade. Latihan fisik yang dilakukan secara
teratur dan terprogram dapat meningkatkan V02ma x sekitar 5% - 20%
(Foss, 1998: 298 - 300). Proses fisiologis yang menggambarkan hubungan
antara V02ma x dengan curah jantung, pengangkutan oksigen dan ekstraksi
oksigen dirumuskan oleh Fick sebagai berikut;
Keterangan:
Q = Curah jantung (cardiac out put). HR = Denyut jantung (heart rate).
SV = volume sekuncup jantung (stroke volume) a – v O2 diff = Selisih kadar oksigen antara anteri dengan vena
(anterio – venous O2 difference)
Vo2 = Volume oksigen yang dikonsumsi jaringan.
V02 = Q x a – v O2 diff
commit to user
Q menggambarkan kemampuan pengangkutan oksigen a – v O2 diff
menggambarkan kemampuan jaringan untuk ekstraksi oksigen. Pengukuran
volume oksigen maksimal pada orang yang sama dan alat yang sama
menghasilkan suatu nilai dengan standard deviasi sebesar 3% (Astrand, P.
1970: 30 - 41).
Pada setip kerja atau pembebanan terhadap tubuh, diperlukan
energi. Energi yang siap pakai dalam tubuh kita berupa ATP (Adenosis Tri
Pospat). Energi hasil dari pemecahan ATP ini diperlukan untuk kepentingan
dasar fisiologis yaitu sebagai: a) energi mekanik misalnya untuk kontraksi
otot, b) energi untuk transport aktif berbagai zat melalui membran,
misalnya transport aktif natrium, kalium, pemasukan glukosa ke dalam
sel, c) energi untuk sintesis zat kimia dalam tubuh misalnya untuk sintesis
DNA, RNA, sintesis glikogen dari glukosa (Ardle, 1986: 65). Karena ATP
merupakan satu-satunya sumber energi dalam tubuh yang siap
digunakan, maka tanpa ATP kegiatan fisiologis dalam tubuh akan berhenti.
Jumlah ATP di dalam tubuh sangat terbatas, sehingga
untuk kerja yang berkesinambungan ATP harus diresintesis. Untuk
resintesis ATP dapat melalui dua jalur, yaitu melalui proses aerobik
dan anaerobik. Proses aerobik artin ya menggunakan oksigen (pada
kerja dengan intensitas rendah, waktu lama) proses anaerobik artinya
tanpa menggunakan oksigen (pada kerja dengan intensitas tinggi, waktu
pendek). Proses aerobik hanya terjadi di dalam mitokhondria. Sumber ATP
-commit to user
kemudian diolah oleh tubuh kita secara mekanis maupun kimiawi. Sistem
energianaerobik terdiri dari dua jalur yaitu: a) sistem ATP – PC atau sistem
alaktasid dan b) sistem glikolisis anaerobik yang menghasilkan asam laktat
sehingga disebut juga sistem laktat (Clenaghan, Pate R. Rotella, 1984: 11- 4).
Sistem ATP-PC disebut juga sistem Phosphagen. Pada olahraga yang
memerlukan intensitas yang sangat tinggi dalam waktu pendek seperti lari
100 meter, angkat berat yang diperlukan persediaan energi yang sangat cepat,
dan ini hanya dapat dipenuhi melalui ATP yang sudah tersedia dalam
otot. Apabila ATP sudah habis, ATP habis diresintesis menggunakan
energi dari pemecahan PC. Pospo Creatin (PC) yang tersedia dalam otot
dalam jumlah terbatas, apabila pecah akan keluar energi, dan energi yang
keluar dari PC ini digunakan untuk resintesis ATP (Fox, 1984: 11-21).
a) Sistem Anaerobik
(1) Sistem ATP-PC
Molekul ATP Adenosine
Molekul ATP :
Pemecahan ATP :
Energi dari pemecahan ATP untuk energi mekanik, sintesis zat, transport
aktif.
Pemecahan PC : PC Pi + Creatin + energi
Energi untuk : resintesis ATP, yaitu energi + Pi + ADP ATP.
Adenosin P P P
commit to user
(2) Sistem glikolisis anaerobik atau sistem LA. Berasal dari pemecahan
glikogen dalam otot tanpa menggunakan oksigen dan setiap satu molekul
glikogen hanya menghasilkan 3 ATP, sedangkan apabila pemecahan
glikogen menggunakan oksigen menghasilkan 39 ATP.
Pemecahan glikogen; (C 6H1 206)n 2C3,H603 + energi
Glikogen asam laktat
Energi untuk: energi + 3ADP + 3 Pi 3ATP
b) Sistem energi aerobik dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
(1) Glikolisis aerobik: pemecahan glikogen atau glukose dengan
menggunakan oksigen pada tahap permulaan hanya menghasilkan 2 ATP
(glukose) atau 3 ATP (glikogen).
(C6H1206)n 2C3H403 +energi
Glikogen asam piruivat
energi. + 3 ADP + 3Pi 3 ATP
(2) Siklus Kreb: Asam piruvat selanjutnya dipecah dengan pertolongan Co
enzym A asam piruvat + Co enzym A acetyl A + 2CO2, + 4H
(3) Sistem transport elektron: kelanjutan pemecahan glikogen adalah
terbentuknva H2O yang dihasilkan dari persenyawaan H+ yang terjadi
dalam siklus Kreb serta 02, yang kita hirup. Rangkaian reaksi
sampai terjadinva H20 disebut sistem transport elektron yang terjadi
commit to user 4H + 4e + 02 2 H2O
Pada umumnya sistem energi yang digunakan pada berbagai cabang
olahraga tidak murni menggunakan sistem anaerobik saja atau aerobik
saja, melainkan terjadi campuran. Namun sistem energi predominan yang
digunakan pada olahraga intensitas tinggi waktu pendek adalah anaerobik,
sedangkan untuk olahraga endur a nce adalah aerobik (Fox, 1984:31).
Menurut (Fox, 1984: 35) membagi sistem energi predominan menjadi 4
bagian berdasarkan lamanya penampilan yaitu:
(1).Waktu penampilan kurang dari 30 detik, predominan energi adalah
ATP – PC Contoh kegiatan: lari 100 meter, tolak peluru, memukul
bola tenis, golf.
(2).Waktu penampilan 30 detik – 1,5 menit, predominan energi ATP – PC
+ LA Contoh kegiatan: lari cepat 200-400 meter, renang 100 meter.
(3).Waktu penampilan 1,5 menit-3 menit, predominan energi : LA + 02.
Contoh kegiatan: lari 800 meter, senam, tinju (3
menit/ronde), gulat (2 menit/ronde).
(4).Waktu penampilan lebih dari 3 menit, predominan energi adalah O2.
commit to user
4) Sistem Energi
a. ATP (Adenosine Tri Phosphate)
Sumber energi yang sewaktu-waktu harus memenuhi kebutuhan untuk
aktivitas otot adalah ATP. Bahan ini disimpan dalam jumlah yang terbatas dalam
otot, dan diisi kembali bila diperlukan, dari bahan-bahan yang ada dalam tubuh
untuk keperluan energi berikutnya.
Tabel 1. Klasifikasi Aktivitas Maksimum pada Berbagai Durasi serta Sistem Penyediaan Energi untuk Aktivitas (Janssen, 1987:14)
Durasi Aerob/Anaerob Energi Observasi
1 – 4 detik Anaerob, alaktik ATP -
+ anaerob, laktik Glikogen otot
Dengan meningkatnya
Sumber energi terpenting untuk melakukan olahraga secara intensif adalah
karbohidrat. Karbohidrat mampu menyediakan energi terbanyak per unit waktu.
Bilamana intensitas eksersi lebih rendah, pembakaran lemak mulai memegang
commit to user
Tabel 2. Berbagai Substrat untuk Pasok Energi dan Ciri-cirinya
Substrat Dekomposisi Ketersediaan Kecepatan produksi energi Kreatin fosfat (CP) Anaerob, alaktik Sangat terbatas Sangat cepat
Glikogen/glukosa Anaerob, laktik Terbatas Cepat Glukosa/glikogen Aerob, alaktik Terbatas Lambat
Asam lemak Aerob, alaktik Tak terbatas Sangat lambat
ATP dapat diberikan kepada sel otot dalam tiga cara, dua diantaranya
secara anaerob, maksudnya adalah oksigen tidak mutlak diperlukan dalam
menghasilkan ATP, yaitu sistem ATP-PC dan sistem LA, yang ketiganya adalah
sistem aerob (memerlukan oksigen untuk menghasilkan ATP) (Smith, J,
1983:184). ATP (Adenosin Tri Phosfat) dapat disediakan melalui 3 cara seperti
gambar berikut;
Gambar 1. Penyediaan ATP (Foss, Marle L, 1998:19)
Semua energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh berasal
dari ATP-ATP yang banyak terdapat dalam otot. Apabila otot berlatih lebih
banyak, maka persediaan ATP lebih besar. Padahal yang tersedia dalam otot
sangat terbatas jumlahnya, maka untuk dapat berkontraksi berulang-ulang ATP ATP
ATP-PC Stropes
Laktic Acid
commit to user
yang digunakan otot harus dibentuk kembali. Pembentukan ATP kembali
(resistensis ATP) juga diperlukan energi. Supaya otot dapat berkontraksi dengan
cepat atau kuat maka ATP harus dibentuk lebih cepat guna membantu
pembentukan ATP lebih cepat ada senyawa. Phospho Creatin (PC) yang terdapat
dalam otot. Phospho Creatin adalah senyawa kimia yang mengandung fosfat (P),
maka senyawa tersebut disebut sebagai “Phosphagen system” . Apabila PC pecah
akan keluar energi, pemecahan ini tidak memerlukan oksigen PC ini jumlahnya
sangat sedikit tetapi PC merupakan sumber energi yang tercepat untuk
membentuk ATP kembali.
Gambar 2. Penyediaan ATP (Foss, Marle L, 1998:21)
Dengan latihan yang cepat dan berat, jumlah ATP-PC tersebut dapat
ditingkatkan. Energi yang tersedia dalam sistem ATP-PC hanya untuk bekerja
yang cepat dan energi cepat habis. Untuk pembentukan ATP lagi kalau cadangan
PC habis, maka dilakukan pemecahan glukosa tanpa oksigen atau disebut sebagai
“ Anaerobics glycolisis”.
Creatin P
P
ADP-PI-ATP E
commit to user
Tabel 3. Kapasitas ATP dan Jumlah Tenaga / Menit dalam Sistem Energi
Sistem Energi Kapasitas ATP (jumlah mol)
Tenaga Mol/Menit
Timbunan phospagen / ATP-PC 0,6 3,6
Glikolisis anaerobics 1,2 1,6
Erobics - 1,0
b. Sistem ATP-PC (Adenosine Tri Phosphate – Phospo Creatine)
Untuk energi yang digunakan mendadak, misalnya sampai 10 detik, ATP
segera diperoleh dari PC, suatu bahan yang tersedia di dalam otot rangka. Latihan
dapat meningkatkan jumlah ATP dan PC yang dapat dipakai untuk kegiatan
jangka pendek, kebutuhan energi yang besar dalam “sprint”. Kerugian sistem ini
adalah terlalu sedikitnya jumlah simpanan bahan tersebut.
c. Sistem LA (Laktic Acid)
Apabila simpanan ATP dan PC menyusut maka energi untuk jangka
pendek berikutnya diperoleh dari metabolisme anaerob glikogen. Dalam sistem
anaerob yang kedua, glikogen dipecah menjadi asam laktat (Lactic acid). ATP
untuk kegiatan dengan intensitas tinggi yang berlangsung sampai 3 menit dapat
dipenuhi oleh sistem LA. Latihan yang dapat meningkatkan produksi ATP dari
sistem anaerob ini akan menghasilkan potensi untuk kegiatan yang berat yang
berlangsung antara 1-3 menit. Akan tetapi dalam proses ini asam laktat tertimbun
dalam otot dan darah, yang dapat menimbulkan gejala kelelahan.
Sistem glikolisis anaerobik lebih rumit di banding dengan ATP-PC (2
reaksi). Ciri-cirinya sebagai berikut;
1) Menyebabkan terbentuknya asam laktat yang dapat menyebabkan kelelahan.
commit to user 3) Hanya menggunakan karbohidrat.
4) Memberikan energi untuk resistensi beberapa molekul ATP saja.
Glykogen asam laktat + energi
Gambar 3. Oksigen Asam Laktat (Glikolisis Anaerobics) (Foss, Marle L. 1998:23)
Reaksi tidak effisien, dari 1 mol (180 gram) glikogen hanya terbentuk 3
mol ATP, sedangkan kalau dengan pertolongan 02 akan manghasilkan 39 mol
ATP.
d. Sistem Aerob
Apabila aktivitas dengan intensitas rendah yang dilakukan lebih dari satu
menit, oksigen digunakan dalam suplai aerobik untuk memproduksi ATP yang
digunakan untuk kontraksi otot. Efektivitas penggunaan oksigen tergantung pada
sumber bahan lemak dan dan glikogen di dalam otot. Makin lama aktivitas
dilakukan suplai aerobik makin penting, dan sumber bahan bakar lemak semakin
penting.
Glicogen
Energi
Laktid acid
commit to user
Dalam kaitannya dengan sistem energi yang telah diuraikan, kebanyakan
cabang olahraga menggunakan secara kombinasi. Kegitan fisik dalam jangka
waktu singkat dan eksplosif sebagian besar energi diperoleh dari sistem anaerobik
(ATP-PC dan LA), sedangkan kegitan fisik yang dalam jangka waktu yang lama,
energi dicukupi dari sistem aerobik. Olahraga ketahanan yang tidak memerlukan
gerakan yang cepat pembentukan ATP terjadi dengan metabolisme aerobik.
Apabila cukup 02 maka 1 mol glikogen dipecah secara sempurna menjadi C02 dan
H20, serta mengeluarkan energi yang cukup untuk resintesa 39 mol ATP. Reaksi
tersebut diperlukan beratus-ratus reaksi kimia serta pertolongan beratus-ratus
enzim, dengan demikian sangat rumit dibandingkan dengan sistem anaerobik.
Metabolisme aerobik ini meskipun terjadi di otot, tetapi letaknya agak jauh
dari mekanisme kontraksi, oleh karena itu pengaruhnya juga lebih lambat dan
tidak dapat digunakan secara tepat. Rekasi kimia aerob terjadi didalam
“metochondria”. Pengetahuan mengenai persediaan energi dan penggunaan itu
sangat penting bagi seorang pelatih maupun atlet. Perlu diketahui tentang sistem
energi utama pada pembentukan energi.
Pada umumnya olahraga tidak murni menggunakan energi anaerob atau
aerob saja, namun biasanya campur. Tetapi yang perlu dipahami adalah sistem
energi utama. Olahraga cepat “anaerob”, olahraga endurance jangka panjang dan
kontinyu “aerob”.
Latihan aerob telah dinyatakan yang membedakan antara peningkatan VO2
maxdan ketahanan aerob. VO2 max yang utama adalah kemampuan jantung
commit to user
kemampuan sel-sel untuk menyerap oksigen. Ada beberapa pendapat peningkatan
VO2 max antara lain; ada ahli yang mengatakan bahwa untuk meningkatkan VO2
max dengan latihan aerob, dengan alasan bahwa latihan aerob sudah ada
pembebanan yang meningkatkan kerja jantung. Tetapi ada pula yang mengatakan
bahwa untuk meningkatkan VO2 max melalui latihan anaerob dengan alasan
latihan anaerob dapat diberikan beban maksimal pada sistem jantung dan paru.
Pembebanan submaksimal sudah dapat meningkatkan VO2 max, tetapi beban
submaksimal ini sebagian sudah merupakan peristiwa anaerob. Jadi sebaiknya
untuk meningkatkan VO2 maxdilakukan latihan anaerob dengan interval istirahat
(rest relief interval).
Dalam program latihan anaerobik terdapat dua macam beban latihan
(loading) yang harus diketahui, yakni beban luar (outer load) dan beban dalam
(inner load). Beban luar menyangkut; volume, intensitas, frekuensi, pulih asal,
serta ritme dan durasi, sedangkan beban dalam berkaitan dengan efek fisiologis
kenaikan denyut nadi karena beban luar. Beban dalam disini dikatakan maksimal
jika denyut nadi seseorang setelah melakukan satu unit latihan meningkat 2,5 –
3,5 kali denyut nadi normal per-menit.
Latihan diketahui bahwa latihan fisik yang dilakukan secara teratur dan
terukur dengan dosis dan waktu yang cukup, menyebabkan perubahan fisiologis
yang mengarah pada kemampuan menghasilkan energi yang lebih besar dan
memperbaiki penampilan atau prestasi fisik. Menurut Fox, Edward L. Richard
commit to user
terjadi akibat latihan fisik diklasifikasikan menjadi tiga macam perubahan antara
lain;
1) Perubahan yang terjadi pada tingkat jaringan, yakni perubahan yang
behubungan dengan biokimia.
2) Perubahan yang terjadi secara sistematik, yakni perubahan pada sistem
sirkulasi dan respirasi, termasuk sistem pengangkutan oksigen.
3) Perubahan lain yang terjadi pada komposisi tubuh, kadar kolesterol darah dan
trigleserida, perubahan tekanan darah, dan perubahan yang berkenaan dengan
aklimatisasi panas.
Perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi menunjukkan bahwa tidak
semua pengaruh latihan dapat diharapkan dari program latihan tunggal.
Pengaruh latihan adalah khusus, yakni sesuai dengan program latihan yang
digunakan, apakah itu perogram latihan aerob (endurance) atau anaerob
(sprint). Pengaruh latihan anaerob secara khusus akan dikemukakan, hal ini
mengingat penelitian menngunakan program latihan anaerob.
1) Perubahan-perubahan biokimia.
Perbaikan penampilan dalam olahraga seperti sprint di satu sisi belum
dapat dijelaskan oleh adaptasi dalam metabolisme anaerob akibat latihan.
Disisi lain bentuk-bentuk latihan anaerob digunakan dalam cabang
olahraga untuk menimbulkan adaptasi pada serabut-serabut otot. Terutama
disini karena meningkatkan phosfate kaya energi dan glikogen
intramuscular yang bergabung untuk meningkatkan aktifitas dari beberapa
commit to user
Menurut Fox, Edward L. Richard W. Bower, Marle L. (1984:327)
mengatakan perubahan biokimia yang terjadi dalam sistem anaerob
meliputi perubahan-perubahan;
a). Meningkatkan cadangan ATP dan PC dalam otot.
b). Peningkatan enzim-enzim anaerob dan aerob dan jadi dilaktasi jantung
dan hipertropi otot jantung. Kecuali hipertropi dan dilaktasi jantung
akibat latihan terjadi pula perubahan-perubahan;
(1).Turunnya frekwensi detak jantung.
(2).Bertambahnya volume sekuncup.
(3).Kenaikan frekwensi yang lebih kecil pada waktu latihan.
(4).Permulihan kembali ke frekwensi dan desakan pada waktu istirahat
berlangsung lebih cepat.
2) Perubahan-perubahan lain yang terjadi dalam latihan.
Disamping perubahan biokimia dan perubahan kardiorespiratori, latihan
juga menghasilkan perubahan-perubahan lain yang penting seperti;
a). Perubahan dalam komposisi tubuh.
b). Perubahan dalam kadar kolesterol dan trigleserida.
c). Perubahan dalam tekanan darah.
d). Perubahan dalam aklimatisasi panas.
e). Perubahan dalam jaringan-jaringan penghubung (Fox, Edward L.
Richard W. Bower, Marle L. 1984:347)
Perubahan terpenting sesudah latihan adalah bergesernya titik defleksi ke
commit to user
180 detak denyut nadi per-menit. Suatu exercise dengan intensitas di atas denyut
nadi titik defleksi akan menghasilkan penimbunan asam laktat. Kapasitas aerob
yang besar memungkinkan atlet mempertahankan eksersi yang lebih lama pada
ritme atau face yang lebih tinggi. Sistem anaerob dimanfaatkan hanya untuk
eksersi-eksersi endurance dengan intensitas yang sangat tinggi, dengan
konsekwensi terjadi penimbunan laktat (Janssen, 1987:24). Kurva denyut nadi
laktat untuk setiap individu berbeda. Perubahan keadaan kondisi sangat
mempengaruhi pola kurve.
Gambar 4. Kurva Denyut Nadi Laktat (Janssen, 1987:24) 130 180 detak DN per-menit
Nilai ambang anaerob terlatih