• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Hutan Kota 1 Definisi dan Pengertian

DAFTAR PUSTAKA

FAKTOR EKSTERNAL 3 Faktor Peluang Eksternal

4. Faktor Ancaman Eksternal

2.1 Sistem Hutan Kota 1 Definisi dan Pengertian

Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas. Kota merupakan sebuah sistem yaitu sistem terbuka, baik secara fisik maupun sosial ekonomi, bersifat tidak statis dan dinamis atau bersifat sementara. Dalam perkembangannya, kota sukar untuk dikontrol dan sewaktu-waktu dapat menjadi tidak beraturan (Irwan 2008).

Fungsi kota adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduknya serta meningkatkan kualitas hidupnya, yaitu sebagai pusat pemerintahan, permukiman, pelayanan kerja, rekreasi, serta kegiatan lainnya. Aktivitas kota akan mempengaruhi lingkungan perkotaan, sama halnya dengan aktivitas penduduk yang berkaitan erat dengan kualitas hidupnya, dan kualitas hidup secara kolektif tercermin pada tersedianya fasilitas umum yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat kota.

Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No.41 Tahun 1999). Formasi ekosistem hutan merupakan tipe atau bentuk susunan ekosistem hutan yang terjadi akibat pengaruh faktor lingkungan yang dominan terhadap pembentukan dan perkembangan komunitas dalam ekosistem hutan. 2.1.2 Hutan Kota

Masyarakat sudah menyadari bahwa ruang terbuka hijau (RTH) perlu dipertahankan namun sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, RTH terus ketinggalan dan perubahan RTH menjadi ruang terbangun sudah semakin terlihat akhir-akhir ini, akibatnya ketersediaan RTH semakin lama semakin berkurang. Saat ini terdapat empat bentuk kriteria yang membedakan peranan fungsi kawasan hijau perkotaan, yaitu taman kota, budi daya pertanian, jalur hijau perkotaan, dan hutan kota yang secara rinci disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Deskripsi empat bentuk kriteria yang membedakan peranan fungsi

kawasan hijau perkotaan.

No. Uraian

Kriteria bentuk kawasan hijau Taman

Kota

Budi daya Pertanian

Jalur Hijau Hutan Kota

1. Sasaran lokasi Kawasan

strategis sebagai penunjang keindahan kota Permukiman, koefisien dasar bangunan (KDB) rendah

Jalan dan jalur pengaman

Areal konservasi

2. Peran dan Fungsi Estetika Rekreasi Produksi oksigen, Kenyamanan lingkungan Penyangga lingkungan, peredam kebisingan Hidrologis Ekologis Ameliorasi Iklim, Oksigen,

Lanjutan Tabel 1

No. Uraian Kriteria bentuk kawasan hijau

Taman Kota

Budidaya Pertanian

Jalur Hijau Hutan Kota Habitat satwa, Kendali Lingkungan Fisik Kritis Perkotaan (LFKP)

a. Estetika Terpadu Fisik alam Estetika Keragaman

jenis

b. Keindahan 100% 50% 70% 25%

3. Intensitas manajemen

Tinggi Sedang Sedang Rendah

a. Pemeliharaan 100% 30-40% 50-60% 5-10%

b. Revegetasi 2-8 tahun 30-40 tahun 5-10 tahun Umur

biologis pohon

4. Status pemilikan Umum dan

perorangan

Perorangan Umum Umum

5. Vegetasi Tanaman hias, rerumputan Buah-buahan, tanaman hias, tanaman langka Pohon berstrata (perdu/semak) Pohon bertajuk lebar dan perakaran dalam

a. Jumlah pohon 5-6 phn/Ha 100 phn/Ha 400 phn/Ha 900 phn/Ha

b. Jumlah jenis 2-4 jenis/Ha 3-5 jenis/Ha 5-8 jenis/Ha >15 jenis

c. Jenis langka 5% 60% - 10% d. Tumbuhan bawah Perdu berbunga 60% Vegetasi dasar 10% Rumput 60% Vegetasi dasar 100% e. Plasma nutfah 5% 60% 5% 90% f. Rerumputan Terpelihara 80% Terpelihara 5% Terpelihara 50% - 6. Fungsi Jasa a. Resapan air 5% 75% 10% 100% b. Ekologi 10% 90% 30% 100% c. Produksi - 100% - 10% d. Pendidikan 20% 100% 20% 80% Nilai Konservasi (CP) (Backer,1952) 33% 65% 33% 90%

Sumber: Waryono dalam Samsoedin dan Waryono (2010)

Dilihat pada tabel di atas, dapat dikatakan bahwa hutan kota memiliki manfaat yang paling banyak, di antaranya tumbuhan hutan kota memiliki peranan fungsi jasa bio-eko-hidrologis, sehingga nilai konservasi (CP) sebesar 90%. Pepohonan yang dibudidayakan memiliki umur panjang, dan mampu tumbuh dalam satu atau beberapa asosiasi antar tumbuhan. Selain asosiasi pepohonan hutan kota yang dibudidayakan juga memiliki kemampuan tumbuh dengan membentuk strata tajuk (Samsoedin dan Waryono 2010).

Menururt Carpenter, Walker dan Lanphear (1975) ruang terbuka hijau memiliki fungsi utama yaitu untuk kelangsungan fungsi ekologi (penjaga

keseimbangan ekosistem kota), untuk berjalannya fungsi kota yang sehat dan wajar (ketersediaan air bersih, udara segar, suhu nyaman), serta untuk meningkatkan karakter dan kualitas lingkungannya seperti keindahan dan pelembut arsitektur kota. Salah satu contoh yang baik adalah pada saat nilai natural digabung dalam pengelolaan hutan kota modern yaitu pada Amsterdam Bos di Belanda. Bos yang sebelumnya dikenal dengan nama „Boschplan’, awalnya dikembangkan sebagai area rekreasi dengan diimbangi area tegakan pohon, ruang terbuka, dan badan air, dengan rekreasi yang aktif berdasarkan tradisi mereka. Jenis pohon lokal yang digunakan saat pembangunan hutan kota menjadi keunikan tersendiri pada saat itu (Konijnendijk 2008).

2.2 Keanekaragaman Hayati

Laju kehilangan keanekaragaman hayati merupakan fenomena global. Hal ini diestimasi bahwa kemungkinan setengah atau lebih dari seluruh spesies yang ada dapat beresiko punah dalam pendugaan di masa depan (Myers 1996; Sax dan Graines 2003). Penelitian keanekaragaman hayati pada lanskap skala luas juga mengungkapkan bahwa area perkotaan secara relatif terdiri dari level keanekaragaman hayati yang tinggi. Kuhn, Brandl, Klotz (2004) menguji lanskap Jerman dengan membagi kawasan ke dalam grid cell kota dan non-kota. Kekayaan spesies lokal dan introduksi secara signifikan tinggi di dalam grid cell kota. Mereka berpendapat bahwa kemungkinan disebabkan oleh keanekaragaman geologi. Kedua lokasi kota Jerman dan lokasi keanekaragaman vegetasi lokal secara positif berkorelasi dengan lokasi yang geologinya bermacam-macam. Selain itu, penanaman spesies lokal penting untuk dipertimbangkan dalam perspektif konservasi. Sama halnya dengan keragaman genetik yang menjadi unit fundamental dari keanekaragaman hayati. Spesies lokal juga secara alami dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat (Hartley 2002).

Banyak tekanan yang sudah difokuskan pada restorasi spesies lokal di lingkungan perkotaan. Homogenisasi biotik menurunkan keanekaragaman hayati, dan pentingnya penanaman spesies lokal sementara penurunan dampak spesies invasif telah dikenal. Banyak kota yang telah mengadakan program manajemen spesies invasif dan tidak aktif menanam spesies invasif (Alvey 2006).

Hal yang harus dipertimbangkan dari pemilihan tanaman introduksi adalah hilangnya beberapa spesies karena invasi serta adanya hubungan positif antara spesies invasi dan area yang luas. Tidak dipungkiri manusia menjadi salah satu faktor utama penyebab persebaran spesies introduksi ini. Namun, kekayaan spesies yang tinggi akan membuat komunitas tanaman lebih tahan terhadap invasi spesies introduksi (Renofalt, Jansson, dan Nilsson 2005). Ada beberapa cara spesies introduksi yang bersifat invasif dapat mempengaruhi keberadaan spesies lokal atau ekosistem. Beberapa spesies seperti Psidium cattleanum di Mauritus, dapat membuat spesies lokal tidak dapat melakukan regenerasi. Psidium cattleanum ini dipercaya memproduksi zat alelopati yang dapat menekan pertumbuhan tanaman lain (Hamilton dan Hamilton 2006), oleh sebab itu pemilihan spesies lokal sangat penting dalam menjaga keragaman tanaman dalam suatu wilayah.

Pilihan untuk mengusung keanekaragaman hayati di perkotaan di antaranya fokus pada taman kota dan hutan kota. Penelitian telah menunjukkan taman kota dan/atau hutan kota yang luas adalah yang terbaik kekayaan jenisnya.

Setelah mensurvei 15 kawasan hijau di Flander, Cornelis dan Hermy (2004) dalam Alvey (2006) menemukan area tersebut merupakan faktor utama yang menjelaskan variasi indikator keanekaragaman hayati.

2.2.1 Komponen Kunci Keanekaragaman Populasi

Terdapat empat komponen kunci bagi keanekaragaman populasi, yaitu : 1. Kekayaan populasi

Kekayaan populasi adalah jumlah dari spesies pada suatu populasi pada area tertentu, yang bergantung pada kriteria yang digunakan untuk mendeliniasi batas populasi.

2. Ukuran populasi

Ukuran populasi adalah data tentang jumlah dari individu per populasi yang menyediakan indikator dari distribusi frekuensi dari ukuran populasi. 3. Distribusi populasi

Komponen ketiga dari keanekaragaman populasi adalah spasial distribusi pada populasi di lokasi penelitian. Manfaat pengukuran populasi ini adalah mengetahui kemungkinan maksimum persebaran populasi.

4. Diferensiasi genetik dari populasi

Komponen terakhir dari keanekaragaman populasi adalah diferensiasi genetik di dalam dan di antara populasi. Dari kedua perspektif konservasi dan jasa ekosistem lebih banyak variasi genetik di dalam populasi sehingga mempunyai daya lenting jika berhadapan dengan perubahan lingkungan (Luck, Daily, Ehrilich 2003).

2.2.2 Keragaman Tanaman di Indonesia

Indonesia berada di antara lima teratas negara dengan keanekaragaman tumbuhan, dengan 38.000 spesies tumbuhan, dengan 55% spesies endemik (Asis 2010; LIPI 2010), oleh karena itu, Indonesia adalah salah satu hot spot ekologis di dunia. Namun, tingkat deforestasi di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia: hutan menghilang dari Indonesia pada tingkat 3,8 juta ha per tahun atau 7,2 ha per menit. World Resource Institute (WRI) tahun 2008 melaporkan bahwa hanya ada 20% dari yang semula 130 juta ha, sisa hutan di Indonesia. Tujuh puluh dua persen dari hutan alami di Indonesia ini sudah diubah ke dalam permukiman, areal industri, areal pertanian, perkebunan, padang penggembalaan, dan sebagainya. Empat puluh empat persen dari habitat natural ini juga berubah ke dalam peruntukan lain di areal perdesaan.

Jakarta sebagai ibukota negara merupakan trendsetter bagi kota-kota metropolitan lainnya di Indonesia. Setiap pencapaian dari kemajuan Jakarta akan secara umum diikuti oleh kota-kota yang lain. Kim, Watannabe, Hakim, Nakagoshi (2006) dalam Arifin dan Nakagoshi (2010), mengklasifikasi ruang terbuka hijau perkotaan di Jakarta ke dalam empat tipe berdasarkan tipe penggunaan lahan dan fungsinya: taman publik, ruang terbuka hijau pedesaan, nurseri (kebun bibit), atau jalur hijau jalan.

Berdasarkan riset yang dihasilkan dari 11 ruang di dalam perkotaan di Jakarta, totalnya terdapat 80 spesies liar yang ditemukan di dalam lapisan pohon. Ruang pada jalur hijau jalan terdiri dari koridor linear di antara trotoar. Pterocarpus indicus Willd adalah spesies pada jalur hijau jalan yang paling dominan. Seratus sembilan belas spesies pohon telah diidentifikasi diantara

25.706 pohon individu yang berlokasi di 113 jalur hijau jalan di lima kotamadya di Jakarta. Delapan puluh tiga spesies pohon dicatat di Jakarta Selatan, 59 spesies di Jakarta Pusat, 70 spesies pohon di Jakarta Barat, 69 spesies pohon di Jakarta Utara, dan 69 spesies pohon di Jakarta Timur (Nasrullah, Suryowati, dan Budiarti 2009).

Menurut studi tersebut sepuluh spesies pohon yang paling sering ditemukan (78,8% populasi) di jalur hijau pinggir jalan adalah Swietenia macrophylla King, Pterocarpus indicus Willd, Mimusops elengi L, Polyalthya fragrans Sonn, Cerbera manghas L, Ficus benjamina L., Diallium indum, Roystonea regia (Kunth), Polyaltya longifolia, dan Bauhinia purpurea L. Selanjutnya, sembilan spesies pohon yang umum ditemukan di Jakarta Pusat (Canarium indicum L, Tamarindus indica, Khaya senegalensis (Desr.)), Jakarta Barat (Ficus lyrata Warb, Artocarpus integra (Thunb.) Merr, Samanea saman (Jacq.) Merr.), Jakarta Timur (Areca catechu L, Mangifera indica L.), dan Jakarta Utara (Tamarindus indica L, Cocos nucifera L.).

Mobilitas spesies pohon, dinamika, dan transportasi lebih mudah dan lebih cepat dalam era global ini. Bagaimanapun, untuk program konservasi keanekaragaman hayati, spesies asli lebih baik daripada spesies eksotik. Berdasarkan hasil identifikasi, asal muasal spesies pohon (Tabel 2), diantara 19 spesies yang dikenal, hanya sembilan (47,4%) yang merupakan spesies asli Indonesia. Penggunaan spesies lokal atau asli dalam program penghijauan perkotaan itu dianjurkan agar memelihara konservasi spesies ex situ.

Tabel 2. Spesies pohon yang paling banyak ditemukan di pinggir jalan di Jakarta dan asal-usulnya.

No. Spesies Asal Lokal/Introduksi

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Swietenea macrophylla King

Pterocarpus indicus Willd.

Mimusops elengi L.

Polyalthya fragrans (Dalz.)

Cerbera manghas L.

Ficus benjamina L.

Diallium indum L.

Roystonia regia (Kunth)

Polyaltya longifolia Sonn.

Bauhinia purpurea L.

Canarium indicum L.

Tamarindus indica L. Khaya senegalensis (Desr.)

Ficus lyrata Warb.

Artocarpus integer (Thunb.) Merr.

Samanea saman (Jacq.) Merr. Cocos nucifera L. Areca catechu L. Mangifera indica L. Amerika Latin Indonesia Indonesia India Indonesia Indonesia Indonesia Amerika Latin India Asia Kontinental

Indonesia, Papua Nugini Tropikal Afrika, Asia Barat Afrika

Afrika

Thailand, Malaysia, Indonesia Amerika tropis Pantropikal India–Indonesia India–Burma Introduksi Lokal Lokal Introduksi Lokal Lokal Lokal Introduksi Introduksi Introduksi Lokal Introduksi Introduksi Introduksi Lokal Introduksi Lokal Lokal Introduksi

Sebagai perbandingan, Pham dan Nakagoshi (2008) melakukan riset di area kota pada bagian kota kuno, Hanoi, Vietnam. Di sana terdapat variasi spesies tumbuhan yang tinggi di Hanoi: 644 spesies termasuk 247 genus dan 157 famili. Secara khusus, terdapat 13 spesies tumbuhan yang berharga dan langka serta 150 spesies introduksi termasuk 78 genus dan 54 famili.

2.3 Konservasi Keragaman Tanaman

Identifikasi struktur atau proses pada suatu ekosistem akan diikuti dengan penerimaan jasa lingkungannya. Elemen ekosistem ini seperti spesies, komunitas atau struktur ekologi sama seperti proses putaran yang kompleks atau perubahan terus menerus atau kombinasi dari semua bentuk. Contohnya adalah melalui fotosintesis, sebuah hutan menyediakan jasa lingkungan global dalam hal penyerapan karbon dan beberapa spesies di hutan dapat digunakan untuk kayu bakar sementara yang lain digunakan untuk tanaman hias. Beberapa elemen ekosistem dipengaruhi oleh lokasi ekosistem dalam lanskap fisik dan ekologis (Lamarque, Quetier, Lavorel 2011). Salah satu jasa lanskap yaitu konservasi keanekaragaman hayati yang diterapkan pada hutan kota bagi lingkungan perkotaan sangat bermanfaat untuk mengurangi dampak lingkungan.

Akar permasalahan dari konservasi ini di antaranya adalah besarnya laju kehilangan keragaman tanaman dan ukuran pertumbuhan populasi manusia, yang membuat tekanan untuk merusak habitat alami, serta pengerukan sumber daya dari alam liar kemudian dibuat menjadi pertanian intensif. Pada beberapa area, peningkatan populasi berkontribusi terhadap perpindahan manusia untuk resettlement yang menjadi penyebab utama hilangnya habitat alami. Contoh perpindahan manusia yang telah direncanakan adalah di Indonesia, sejak 1947 pemerintah memberlakukan kebijakan transmigrasi yaitu perpindahan area yang padat penduduknya seperti Jawa ke area yang sedikit penduduknya seperti Kalimantan (Hamilton dan Hamilton 2006).

Hutan kota sebagai wadah keanekaragaman hayati di perkotaan memiliki banyak manfaat dengan area yang ditumbuhi berbagai macam tanaman. Tanaman mempunyai nilai estetika dan fungsional, dalam hubungannya dengan arsitektur lanskap. Tanaman di dalam hutan kota ini sendiri difokuskan pada pohon. Pohon yang normal memiliki tiga karakteristik standar yaitu sistem percabangan yang simetris dan rimbun, bentuk daun yang menarik, dan perakaran yang sehat (Pirone 1972). Nilai estetika dan fungsional dari pohon diantaranya sebagai pengontrol visual, penghalang fisik, kontrol terhadap iklim (zona-zona kenyamanan, pengatur radiasi matahari dan suhu, pengarah angin, pengontrol presipitasi dan kelembaban, peredam kebisingan, penyaringan dan pengkayaan udara, serta pengendali mutual air), pengontrol erosi, habitat kehidupan liar, dan nilai-nilai estetika (Carpenter et al., 1975), oleh sebab itu konservasi keragaman tanaman sangat diperlukan di tengah lingkungan perkotaan.

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Hutan kota di DKI Jakarta yang telah dikukuhkan oleh pejabat berwenang berjumlah 14 hutan kota berdasarkan PP 63 Tahun 2002, namun untuk penelitian difokuskan pada tiga hutan kota berdasarkan tipe kawasannya, yaitu Hutan Kota Universitas Indonesia, Hutan Kota Srengseng, dan Hutan Kota PT. JIEP. Pada PP 63 Tahun 2002, hutan kota didefinisikan sebagai suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Lokasi hutan kota berada pada kawasan administratif DKI Jakarta pada koordinat 607’0’’ LS - 6024’00’’ LS dan 106040’30’’ BT - 106058’30’’ BT (Gambar 2), sedangkan lokasi yang dilakukan penelitian lebih mendalam adalah Hutan Kota Universitas Indonesia yang terletak di kawasan administratif Jakarta Selatan, serta Hutan Kota Srengseng di kawasan administratif Jakarta Barat dan Hutan Kota PT. JIEP yang terletak di kawasan administratif Jakarta Timur.

Sumber : Samsoedin dan Waryono 2010

Hutan kota Universitas Indonesia menurut tata letaknya berada pada 60 21’23” LS dan 1060 32’34” BT.

Hutan kota ini berada dalam wilayah Kelurahan Srengseng Sawah dan Kecamatan Jagakarsa wilayah Jakarta Selatan. Hutan Kota Srengseng berada pada 60 13’12” LS dan 1060 49” BT. Kawasan ini berada di wilayah administrasi Kelurahan Srengseng, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat. Hutan Kota PT. JIEP Pulo Gadung berada pada 60 51’23” LS dan 1120 49’32” BT dan masuk ke dalam wilayah Kelurahan Rawaternate, Kecamatan Cakung, administrasi Kota Jakarta Timur.

Waktu penelitian yang meliputi tahapan pengumpulan data, klasifikasi data, analisis dan sintesis serta penyempurnaan laporan final penelitian dilakukan selama tujuh bulan, dimulai dari bulan Juni 2012 hingga bulan Desember 2012. 3.2 Alat dan Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan beragam alat survei dan alat spesifik dan peralatan berupa perangkat keras maupun perangkat lunak komputer (Tabel 3). Tabel 3. Alat penelitian dan fungsi

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dipandu oleh rincian jenis data, sumber, dan kegunaannya (Tabel 4). Data tersebut mencakup data fisik, biologi, dan pengelolaan yang digunakan untuk menganalisis keragaman jenis tanaman pada hutan kota untuk konservasi berdasarkan tipe hutan kota tersebut. Data tersebut didapatkan melalui observasi lapang, wawancara dengan pengelola, serta permintaan data resmi dari instansi terkait dan studi pustaka.

Tabel 4. Jenis data, sumber dan kegunaannya

No. Jenis Data Unit Sumber Cara Analisis Kegunaan

Aspek Biofisik

1. Peta Dasar Lembar Data

pengelola

Deliniasi Lokasi sampel hutan kota dan luas wilayah

2. Tanah Jenis

tanah

Data pengelola

Deskripsi Mengetahui kesesuaian habitat tanaman 3. Iklim : a. Suhu Udara b. Curah Hujan c. Kelembaban Udara d. Lama Penyinaran Matahari e. Kecepatan Angin 0 C mm/bulan % % m/s

BMKG Deskripsi Mengetahui kesesuaian habitat

tanaman

Alat penelitian Fungsi

Hardware

1.Kamera digital

2.Meteran, dBH meter, tally sheet 3.GPS

Dokumentasi Pengukuran di tapak

Penentuan lokasi titik sampel Software

Auto CAD 2010, Adobe Photoshop CS3, Corel DRAW X4

Lanjutan Tabel 4.

4. Topografi

- altitude

m dpl Survei lapang Deskripsi Mengetahui kesesuaian habitat tanaman

5. Jenis pohon Spesies Dinas

Pertamanan, survei lapang

Deskripsi Analisis keanekaragaman hayati

6. Keragaman tanaman % Pengukuran Shanonn-

Wiener, Analisis vegetasi

Analisis keanekaragaman hayati

7. Kesehatan Pohon

- Kerusakan

tanaman akibat HPT pada pangkal akar dan batang - Kerusakan tanaman akibat HPT pada cabang dan daun % % % Survei lapang Survei lapang Skoring Skoring

Persentase kerusakan pohon

Persentase kerusakan pohon

- Kerusakan

mekanik

% Survei lapang Skoring Persentase kerusakan pohon

8. Fungsi Ekologis Pohon

- Peredam kebisingan - Peneduh - Kelembaban Udara - Penahan angin - Penyerap polutan gas % % % % % Survei lapang Survei lapang Survei lapang Survei lapang Survei lapang Skoring Skoring Skoring Skoring Skoring

Persentase tertinggi berdasarkan fungsi pohon

Persentase tertinggi berdasarkan fungsi pohon

Persentase tertinggi berdasarkan fungsi pohon

Persentase tertinggi berdasarkan fungsi pohon

Persentase tertinggi berdasarkan fungsi pohon Aspek Pengelolaan 1. Undang-Undang dan Perda Lembar Internet, Dinas Kehutanan DKI Jakarta

Deskripsi Analisis pengelolaan hutan kota

2. Penyusunan

rekomendasi

lembar Ahli yang

terkait hutan kota

SWOT Penyusunan rekomendasi

pengelolaan hutan kota

3.3 Metode Penentuan Sampel Hutan Kota

Evaluasi keragaman tanaman hutan kota ini dilakukan dengan metode purposive sampling pada tiga hutan kota yang telah disahkan oleh pejabat berwenang berdasarkan PP 63 tahun 2002. Berdasarkan SK Gubernur mengenai penetapan ketiga hutan kota ini Hutan Kota UI dan Hutan Kota Srengseng merupakan tipe hutan kota konservasi, sedangkan Hutan Kota PT. JIEP merupakan tipe hutan kota kawasan industri. Berdasarkan PP 63 Tahun 2002 penunjukkan lokasi hutan kota didasarkan pada pertimbangan luas wilayah, jumlah penduduk, tingkat pencemaran dan kondisi fisik area. Pemilihan sampel hutan kota berdasarkan kondisi lingkungan di sekitar hutan kota dilakukan pada penelitian ini. Ketiga lokasi hutan kota ini difokuskan berdasarkan fungsi masing- masing terhadap kawasan sekitarnya yaitu hutan kota penyangga lingkungan

pendidikan yaitu Hutan Kota UI, hutan kota rekreasi yaitu Hutan Kota Srengseng dan hutan kota penyangga kawasan industri yaitu Hutan Kota PT. JIEP.

Penentuan plot pada tiga hutan kota ini dilakukan berdasarkan pola tanaman yang ada di lapang, dan batas ekologis area sehingga dapat mewakili keseluruhan area hutan kota. Intensitas sampling yang digunakan adalah 5%. Tahapan penelitian dalam evaluasi hutan kota ini difokuskan kepada struktur hutan kota, dengan mengkaji keragaman jenis tanaman, kondisi fisik, dan fungsi ekologis pohon berdasarkan tipe hutan kota (Gambar 3).

Untuk mencapai tujuan penelitian, secara umum penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahapan sebagai berikut :

3.4 Tahap Analisis Keragaman Jenis Tanaman 3.4.1 Keragaman Tanaman

Inventarisasi pada tahapan ini difokuskan pada keragaman tanaman, kondisi fisik pohon, dan fungsi ekologis pohon berdasarkan tipe hutan kota. Dalam menentukan keragaman tanaman ini dilakukan dua metode untuk mengukur keanekaragaman hayati yang ada pada hutan kota tersebut, yaitu dengan menggunakan analisis vegetasi dan indeks keragaman (Index Shannon) pada setiap sampel di hutan kota. Pengukuran keragaman tanaman pada hutan kota ini dilakukan observasi pada tiga hutan kota terpilih, dengan memilih lokasi yang dianggap mewakili (purposive sample) sebagai sampel, yang terlebih dahulu dilakukan pengamatan lapang (ground check) pada area hijau sesuai dengan pola vegetasi yang ada pada hutan kota agar dapat mendapatkan keterwakilan pada setiap hutan kota. Intensitas sampling yang digunakan adalah 5%.

Pada masing-masing lokasi hutan kota yang dipilih, dibuat petak penelitian dengan metode petak kuadrat (20 m x 20 m = 0,04 ha) yang terlihat pada Gambar 4, banyaknya ulangan sesuai dengan batasan minimal pada masing-masing luas hutan kota.

20 m x 20 m 10 m x 10 m 5 m x 5 m

Sumber : Gonard, Romane, Regina and Leonardi 2004; Balaguru, Britto, Natarajan and Soosairaj 2004

Gambar 4. Tahapan Penelitian

Rekomendasi Pengelolaan bagi Konservasi Keragaman Tanaman pada Hutan Kota di DKI Jakarta Struktur Hutan Kota

Keragaman tanaman Kondisi Fisik Pohon Fungsi ekologis pohon berdasarkan tipe hutan kota

Analisis kesehatan pohon Pendaftaran nama lokal

dan nama latin

Pecarian asal-usul pohon melalui studi literatur

Analisis jenis pohon lokal yang potensial

1. Analisis vegetasi 2. Indeks keragaman

Analisis keanekaragaman hayati pada hutan kota

Fungsi ekologis pohon sebagai : 1. Modifikasi suhu 2. Peredam kebisingan 3. Kontrol kelembaban udara Pengamatan

kondisi fisik pohon berdasarkan : 1. Kerusakan

akibat HPT 2. Kerusakan

mekanik

Fungsi ekologis pohon sebagai : 1. Modifikasi suhu 2. Peredam kebisingan 3. Kontrol kelembaban udara 4. Penahan angin 5. Penyerap polutan

Analisis fungsi pohon berdasarkan masing-masing tipe hutan kota

FGD dan Wawancara Pengelolaan Hutan Kota di DKI Jakarta untuk Analisis SWOT