Surakarta terletak pada wilayah gempa 2, sehingga desain gaya-gaya yang terjadi diperhitungkan terhadap gempa. Sistem struktur dengan kolom dan balok dipilih untuk menahan beban lateral yang ada akibat gempa maupun akibat beban gravitasi.
D. PERHITUNGAN GEMPA 1. Perhitungan Beban Gempa
Besarnya beban Gempa Nominal yang digunakan untuk perencanaan struktur ditentukan oleh tiga hal, yaitu oleh besarnya Gempa Rencana, oleh tingkat daktilitas yang dimiliki struktur, dan oleh nilai faktor tahanan lebih yang terkandung di dalam struktur. Berdasarkan pedoman gempa yang berlaku di Indonesia yaitu Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Rumah dan Gedung (SNI 03-1726-2002), besarnya beban gempa horisontal V yang bekerja pada struktur bangunan, ditentukan menurut persamaan :
V = Wt R
.I C Dimana,
I adalah Faktor Keutamaan Struktur menurut Tabel 1,
Tabel 1. Faktor Keutamaan untuk berbagai kategori gedung dan bangunan Kategori gedung/bangunan Faktor
Keutamaan (I) Gedung umum seperti untuk penghunian,
perniagaan dan perkantoran. 1,0 Monumen dan bangunan monumental 1,6 Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit,
instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi
1,4 Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun. 1,6 Cerobong, tangki di atas menara 1,5
C adalah nilai Faktor Respon Gempa yang didapat dari Respon Spektrum Gempa Rencana menurut peta wilayah gempa (Gambar 2). Untuk menentukan pengaruh
Gempa Rencana pada struktur gedung, yaitu berupa beban geser dasar nominal statik ekuivalen pada struktur bangunan gedung beraturan, dan gaya geser dasar nominal sebagai respons dinamik ragam pertama pada struktur bangunan gedung tidak beraturan, untuk masing-masing Wilayah Gempa ditetapkan Spektrum Respons Gempa Rencana C-T seperti ditunjukkan dalam Gambar 3. Dalam gambar tersebut C adalah Faktor Respons Gempa yang dinyatakan dalam percepatan gravitasi, dan T adalah waktu getar alami struktur gedung yang dinyatakan dalam detik.
Wt ditetapkan sebagai jumlah dari beban-beban berikut : Beban mati total dari struktur bangunan gedung
Jika digunakan dinding partisi pada perencanaan lantai, maka harus diperhitungkan tambahan beban sebesar 0,5 kPa
Pada gudang-gudang dan tempat penyimpanan barang, maka sekurang-kurangnya 25% dari beban hidup rencana harus diperhitungkan
Beban tetap total dari seluruh peralatan dalam struktur bangunan gedung harus diperhitungkan
R disebut faktor reduksi gempa yang nilainya dapat ditentukan menurut persamaan :
1,6 ≤ R ≤ Rm
R = 1,6 adalah faktor reduksi gempa untuk struktur gedung yang berperilaku elastik penuh, sedangkan Rm adalah faktor reduksi gempa maksimum yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur yang bersangkutan seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Faktor daktilitas maksimum (μm), faktor reduksi gempa maksimum (Rm ), faktor kuat lebih struktur (f1)
Sistem dan subsistem
struktur gedung Uraian sistem pemikul beban gempa
Rm
1. Rangka pemikul momen khusus (SRPMK)
a. Baja 8,5
b. Beton bertulang 8,5 2. Rangka pemikul momen menengah beton
(SRPMM)
5,5 3. Rangka pemikul momen biasa (SRPMB)
a. Baja 4,5
b. Beton bertulang 3,5 3. Sistem rangka pemikul
momen (Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur)
4. Rangka batang baja pemikul momen khusus (SRBPMK)
6,5
Berdasarkan fungsi gedung adalah sebagai hunian maka diambil nilai keutamaan (I)=1, sedangkan untuk sistem pemikul beban gempa digunakan sistem SRPMM dengan faktor reduksi gempa (R) =5,5 (daktalitas terbatas). Kota Surakarta termasuk zona 2 menurut peta wilayah gempa Indonesia seperti pada
Gambar 2 sehingga digunakan spektrum respon gempa rencana wilayah 2 seperti pada Gambar 3 untuk mencari nilai faktor respon gempa (C).
Perhitungan gaya gempa yang bekerja dilakukan dengan analisis dinamik Ragam Spektrum Respons tiga dimensi dengan menggunakan Respons Dinamik terbesar dari seluruh mode yang memiliki konstribusi berarti terhadap respon total struktur (Effective Mass Modal mencapaui sekurang-kurangnya dari 90%). Respons Modal dari setiap mode dihitung dengan menggunakan koordinat Spektrum Respons Rencana (C) dari Peraturan Indonesia yang nilainya tergantung dari periode getar. Semua mode yang dominan dipertimbangkan sehingga paling sedikit 90% dari massa yang berpartisipasi ikut diperhitungkan pada waktu menentukan respons dari setiap arah utama gempa.
2. Persyaratan Kekakuan Struktur
Dalam perencanaan struktur bangunan gedung terhadap pengaruh Gempa Rencana, pengaruh keretakan beton pada unsur-unsur struktur dari beton bertulang, beton pratekan dan baja komposit harus diperhitungkan terhadap kekakuannya. Untuk itu, momen inersia penampang unsur struktur dapat ditentukan sebesar momen inersia penampang utuh dikalikan dengan suatu persentase efektifitas penampang sebagai berikut :
• untuk kolom dan balok rangka beton bertulang terbuka : 75% • untuk dinding geser beton bertulang kantilever : 60% • untuk dinding geser beton bertulang berangkai :
komponen dinding yang mengalami tarikan aksial : 50% komponen dinding yang mengalami tekanan aksial : 80% komponen balok perangkai dengan tulangan diagonal : 40% komponen balok perangkai dengan tulangan memanjang : 20%
Untuk mencegah penggunaan struktur bangunan gedung yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar alami fundamental T1 dari struktur bangunan gedung harus dibatasi, bergantung pada koefisien ξ untuk Wilayah Gempa dan jenis struktur bangunan gedung, menurut persamaan :
T1 < ξH3/4
Dimana H adalah tinggi total struktur dalam meter dan koefisien ξ ditetapkan menurut Tabel 4.
Tabel 4. Koefisien ξ yang membatasi waktu getar alami struktur bangunan gedung Wilayah Gempa dan Jenis Struktur ξ
Sedang & ringan; rangka baja
Sedang & ringan; rangka beton dan RBE Sedang & ringan; bangunan lainnya Berat; rangka baja
Berat; rangka beton dan RBE Berat; bangunan lainnya
0,119 0,102 0,068 0,111 0,095 0,063
Untuk perencanaan struktur Gedung Rawat Inap RSI Surakarta dengan ketinggian H=28,00 meter, maka getar alami fundamental (T1) < ξH3/4< 0,102.283/4 < 1,24 detik.
3. Arah Pembebanan Gempa
Struktur dianalisis dan dirancang terhadap gempa yang bekerja pada setiap arah utama gedung, namun persyaratan efek orthogonal harus dipenuhi dengan cara merencanakan semua elemen terhadap 100% gaya gempa dalam satu arah dengan 30% arah gempa yang tegak lurusnya.
4. Kombinasi Pembebanan
Desain beton bertulang didasarkan pada metode kekuatan batas. Kombinasi pembebanan dan faktor reduksi beban hidup didasarkan pada peraturan Standar Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI-03-2847-2002)
Disain penulangan dari seluruh elemen struktur didasarkan pada 9 kombinasi pembebanan sebagai berikut :
A. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L dan juga beban atap A atau beban ujuan R paling tidak harus sama dengan :
U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) (1) B. Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan dalam
perencanaan, maka pengaruh kombinasi beban D, L, dan W berikut harus ditinjau untuk menentukan nilai U yang terbesar, yaitu :
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R) (2) C. Kombinasi beban juga harus memperhitungkan kemungkinan beban hidup L
yang penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi yang paling berbahaya, yaitu :
U = 0,9 D ± 1,6 W (3)
Perlu dicatat bahwa untuk setiap kombinasi beban D, L dan W, kuat perlu U tidak boleh kurang dari persamaan 2.
D. Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka nilai kuat perlu U harus diambil sebagai :
U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E (4)
atau
U = 0,9 D ± 1,0 E (5)
dalam hal ini nilai E ditetapkan berdasarkan ketentuan SNI 03-1726-1989-F, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung atau penggantinya.
E. Bila ketahanan terhadap tekanan tanah H diperhitungkan dalam perencanaan, maka pada persamaan 2,3 dan 5 ditambahkan 1,6H kecuali bahwa pada keadaan dimana aksi struktur akibat H mengurangi pengaruh W atau E, maka beban H tidak perlu ditambahkan pada persamaan 3 dan 5.