Kerajaan Utsmani adalah sebuah negara prakapitalis. Kebijakan-kebijakan perekonomian negara, sebagaimana adanya di zaman dulu bertujuan untuk memberikan nafkah hidup bagi penduduk, menyediakan kebutuhan sebagai pusat-pusat populasi yang besar dan menarik pajak dalam bentuk uang dan yang sejenis lainnya (Zürcher, 2003: 12).
Pada masa Utsmani produksi pertanian dan pengumpulan pajak merupakan basis utama bagi negara, hal ini dilakukan dimana-mana melalui sistem pajak pertanian (Iltizam). Adanya pajak pertanian ini berarti negara memiliki hak untuk
menarik pajak pada periode tertentu. Sistem ini memberikan keuntungan bagi pemerintah pusat yaitu pendapatan kerajaan yang terjamin. Perdagangan kerajaan Turki Utsmani sebagian besar bersifat lokal yaitu dari desa ke pasar dikota atau antar distrik yang berdekatan. Perdagangan jarak jauh terbatas pada barang-barang yang relatif ringan dan mahal. Dari volume total perdagangan, perdagangan internasional hanya merupakan bagian kecil saja. Para saudagar dan Muslim mempunyai peranan penting dalam perdagangan di laut Merah dan teluk Persia (Zürcher, 2003: 13).
Status ekonomi kaum petani Utsmani selama berabad-abad secara substansial tidak mengalami peningkatan. Selama periode klasik Kerajaan Utsmani, struktur sosial di pedesaan didasarkan pada sistem timar-sipahi. Timar adalah “tanah militer” atau satuan tanah terkecil yang dipegang oleh sipahi, kemudian hasil pengelolahan tanah tersebut diberikan kepada sipahi. Sipahi adalah pemegang tanah atau yang mempunyai tanah tersebut. Sebagai imbalannya, dia menyediakan kavaleri bagi negara, ukurannya ditentukan oleh penghasilan dan timar-nya. Namun, sistem timar-sipahi ini hanya bertahan hanya sampai abad ke-19 (Toprak, ke-1999: 112-113).
Merosotnya perekonomian Turki Utsmani disebabkan oleh kekacauan pengumpulan pajak yang berasal dari negara-negara vasal, negara vasal merupakan negara bawahan atau taklukan yang berada dibawah kekuasaan dan pemerintahan pusat kekaisaran Ottoman/Utsmani. Pengeluaran untuk biaya perang yang terus menerus terjadi untuk pembangunan militer yang modern serta korupsi yang terjadi di pemerintahan, semakin memperparah keadaan perekonomian di Turki. Keterlibatan Turki dalam perekonomian dunia menyebabkan Turki Utsmani
mempunyai hutang. Pinjaman pertama kali diberikan pada tahun 1854 semenjak saat itu perkembangan perekonomian Turki Utsmani bergantung kepada pinjaman Eropa (Lapidus, 2007: 87).
Selain itu, faktor yang menyebabkan kemerosotan Turki Utsmani adalah krisis ekonomi yang dihadapi pemerintah. Krisis ekonomi yang terjadi sangat berimbas kepada seluruh masyarakat umum, misalnya sektor perdagangan yang juga mengalami kejatuhan. Hal tersebut terjadi di Salonika yang merupakan salah satu kota pusat perdagangan, sehingga hal tersebut membuat frustasi para pelaku ekonomi (Stanford dan Ezel, 1997: 265). Beberapa wilayah lain seperti Anatolia, penduduknya harus menanggung kesulitan ekonomi akibat dari buruknya panen yang terjadi. Salah satu kemuduran Turki Utsmani adalah adanya sistem Ekonomi yang kurang begitu bagus yang disebabkan karena melemahnya sistem politik dan akibat terjadinya pemberontakan-pemberontakan. Muculnya kapitalisme bangsa Eropa dan dominasi bangsa Eropa di bidang perdagangan, mengakibatkan terus menurunnya produksi industri kerajinaan masyarakat Turki Utsmani. Ekspansi bangsa Eropa di bidang perdagangan dan meningkatnya perputaran modal telah memunculkan sejumlah industri baru di sektor industri logam dan tekstil (Azyumardi, 1996: 32).
Sebagai orang militer, Mustafa kemal dan menterinya Ismet Pasha tidak biasa mengerjakan hal-hal yang bersangkutan dengan perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Dalam menjalankan pemerintahan, mereka berpegang teguh pada pedoman bahwa kemerdekaan negara harus diwujudkan dalam arti kata sebenarnya. Bahwa, negara tidak boleh menerima atau menggantungkan usahanya pada pinjaman asing yang akan memberatkan mereka. Mengingat keadaan
keuangan dan perekonomian yang waktu itu tidak dapat memberi jaminan kepada suatu pinjaman. Maka segala pengeluaran uang dibebankan kepada rakyat, rakyat harus membayar pajak yang besar kepada pemerintah walaupun pembagian kewajiban pembayaran pajak diatur secara lebih adil daripada masa pemerintahan Sultan atau Utsmani. Kemudian, Mustafa Kemal memerintahkan untuk menggunakan hukum dagang Jerman dalam pemerintahannya (Suwirjadi, 1952: 94).
Tindakan-tindakan yang dilakukan Mustafa dilapangan perekonomian sangat keras. Akibat peperangan yang terjadi terus menerus semenjak 1914, negara rusak dan juga pertanian terlantar. Selain itu akibat lain adalah peperangan meninggalkan kurang lebih satu juta korban jiwa diberbagai medan peperangan. Rakyat Turki yang berjumlah sekitar 12- 13 Juta jiwa itu tidak siap untuk memikul kewajiban baru di lapangan pertanian. Tetapi karena Mustafa Kemal menetapkan bahwa Turki harus memenuhi sendiri segala kebutuhannya, maka bea impor untuk segala barang keluaran luar negeri dinaikkan, batas negeri ditutup untuk barang asing, juga bahan-bahan makan (Suwirjadi, 1952:95). Biaya peperangan yang terus menerus sangat menekan rakyat. Penahanan yang dilakukan orang dalam dinas tentara mengacaukan pertanian dan banyak ladang yang tidak digarap.
Namun, Mustafa Kemal sebagai presiden pertama Turki berusaha memperbaiki keadaan perekonomian Turki yang pertama pada awal Februari tahun 1923 di Izmir. Dalam kongres tersebut Mustafa Kemal menekankan pentingnya kemandirian perekonomian (Zürcher, 2003: 253).
Dengan kepergian orang Yunani dan Armenia, orang Turki terpaksa memasuki berbagai lapangan usaha yang tidak saja asing bagi mereka melainkan
juga bertentangan dengan pekerjaan yang dahulu dilakukan. Pada tahun 1925-1926 Turki mempunyai kurang lebih 340 bengkel kerajianan kecil-kecil, dan untuk memenuhi segala keperluan hanya ada satu pabrik gula dengan kapasitas yang hanya menghasilkan 535 ton selama setahun. Untuk kerajinan tenun, banyak mengalami kemunduran. Barangkali hanya ada satu pabrik tenun yang masih utuh. Perindustrian yang mengolah hasil bumi Turki adalah pabrik tenun kapas di Kaiseri.
Walaupun begitu, pemerintah tidak mengizinkan untuk pengadaan pemasukan barang-barang konsumsi, dikarenakan keuangan negara tidak mengizinkan impor semacam itu. Sebaliknya dari semula, segala sesuatu di atur untuk menganjurkan dan memajukan usaha bumiputera atau hasil negeri sendiri. Negara tidak mampu membiayai pembangunan kerajinan, maka dari itu segala sesuatu di serahkannya kepada insisiatip partikelir. Inisiatip partikelir adalah semacam badan usaha yang bukan milik negara/swasta. Pemerintah juga membuat undang-undang industrialisasi yang berfungsi untuk melindungi kerajinan nasional terhadap saingan asing, selain itu usaha-usaha partikelir/swasta juga mendapat hak-hak seperti pajak diperingan, pemberian premi, dan sebagainya. Sementara itu pemerintah sendiri tidak berdiam diri, melainkan menyelenggarakan persiapan-persiapan untuk pembangunan industrialisasi besar-besaran jika keadaan mengizinkan nanti. Pertambangan disempurnakan agar dapat memenuhi keperluan industri dikemudian hari, banyak orang dikirim ke Rusia untuk mempelajari berbagai teknik, dan alat-alat yang sudah ada di perbaiki (Suwirjadi, 1952: 95-96). Burus dalam Isputaminingsih (2009: 132) menyatakan bahwa meskipun Turki banyak menyerap peradaban Barat, akan tetapi Mustafa Kemal membatasi diri
untuk berkerjasama dengan Barat dalam bidang ekonomi. Ia tidak ingin negerinya dikuasai oleh kekuasaan asing seperti yang pernah dialami kekuasaan Utsmani. Untuk itu sumber-sumber vital dalam negeri diambil alih negara.
Pada tahun 1925 pemerintah memonopoli industri asing seperti tembakau, alkohol, gula, korek api, garam, kartu mainan, senjata dan amunisi (Zürcher, 2003: 254). Pada tahun yang sama, usaha-usaha juga telah dilakukan untuk mendorong program reformasi dalam bidang agraria. Pada tahun 1925, sepersepuluh hasil dari pertanian yang biasanya diserahkan kepada negara dihapuskan oleh pemerintahan Mustafa Kemal. Dari tahun 1927 hingga 1929, tanah-tanah milik negara didistribusikan kepada para petani yang tidak mempunyai tanah sebanyak 731.000 hektar, namun distribusi pada antara tahun 1934 hingga 1938 mengalami peningkatan, yakni sebanyak 1.500.000 hektar (Toprak, 1999: 132).
Kemudian pada tahun 1930, dunia mengalami keruntuhan perdagangan dunia. Turki pun tak luput dari pengaruh keruntuhan perdagangan dunia tersebut. Rakyat Turki menjadi khawatir karena mereka bertambah susah, sehingga melumpuhkan perdagangan dan perkebunan kecil yang merupakan urat nadi perekonomian Turki. Pada awal tahun 1931 roda pemerintahan Turki berangsur-angsur mulai teratur, dan setelah negara berhasil mengatasi akibat-akibat keguncangan perdagangan dunia sekitar tahun 1930, rakyat Turki boleh dikatakan telah melalui dengan selamat cobaan-cobaan terberat. Masa itu juga merupakan permulaan tingkat kedua dalam usaha pelaksanaan kemerdekaan ekonomis. Pada tahun 1931 Etatisme secara resmi dijadikan sebagai kebijakan ekonomi baru di Turki. Sistem kebijakan ekonomi Etatisme adalah sistem dimana jalannya perekonomian diatur oleh negara dan menjadi tanggung jawab negara. Kebijakan
ini mengambil contoh ekonomi Rusia (Ali, 1994: 88). Berkat daya upaya para petani dan pemerintah mampu memproduksi bahan makanan. Pada tahun 1933 produksi mengalami peningkatan dari 3.600.000 ton menjadi 5.900.000 ton (Suwirjadi, 1952: 104).
Rata-rata angka-angka produksi telah meningkat semuanya, terlebih lagi dalam penghasilan batu bara dan semen yang dikerjakan sebagai persiapan untuk pembangunan yang akan dilakukan secara besar-besaran. Dengan perbekalan itu, pemerintah dapat menentukan langkah selanjutnya dalam usaha membuat Turki menjadi suatu negara yang dapat memenuhi kebutuhan sendiri. Selaras dengan tujuan tersebut, pemerintah juga menyusun suatu rencana lima tahun sebagai bagian pertama rencana jarak panjang mengenai pembangunan suatu industri nasional. Hal ini dilakukan bukan sebagai sumber ekspor, melainkan semata-mata ditujukan kepada keperluan dalam negeri, yang berasal dari bahan-bahan mentah bumi itu sendiri.
Dengan alasan bahwa usaha kerajinan yang diserahkan kepada inisiatip partikelir itu tidak mencapai hasil yang di harapkan, pemerintah mengambil pimpinan dengan mendasarkan usaha pembangunan-pembangunan industri pada kapitalisme kenegaraan. Adapun perusahaan-perusahaan yang di rencanakan itu dibagi atas pabrik-pabrik yang menghasilkan barang-barang keperluan. Seperti barang tenun, kertas, gelas, dan tembikar. Dan perusahaan-perusahaan yang diperlukan untuk pembikin alat-alat produksi. Sebagai rangka dari bangun perindustrian itu ditentukan macam pabrik tekstil sellulose, besi, kimia dan barang-barang tembikar. Pemerintah menititik beratkan pada perusahaan tekstil dan sellulose yang mengolah hasil pertanian dan juga kehutanan. Pada tahun 1935
industri agraris ini menghasilkan produksi sebanyak 54% dari sejumlah 1.500 perusahaan kecil-kecil yang berada di Turki.
Salah satu unsur paling penting dalam pembangunan ekonomi negara adalah peningkatan infrastruktur finansial. Bank-bank yang ada dikontrol pemerintah. Kebijakan-kebijakan finansial pemerintah bersifat konservatif yang bertujuan untuk menciptakan anggaran yang seimbangan, inflasi yang rendah dan nilai uang Lira yang kuat dengan diterapkannya kebijakan moneter yang ketat (Zürcher, 2003 :255).
Pelaksanaan rencana pemerintah ini diawasi oleh satu bank sentral yang didirikan khusus untuk keperluan rencana lima tahun dan yang membiayai segala sesuatu dengan modal nasional semata-mata. Sudah tentu didalam merencanakan pembangunan besar-besaran ini pemerintah sangat memperhatikan pendidikan buruh. Maka pada perincian uang juga tercantum pengeluaran untuk mengirim buruh tadi keluar negeri agar dapat mempelajari teknik dan perindustrian negara-negara yang sudah lebih maju.
Boleh dikatakan bahwa usaha yang di mulai pada tahun 1933 itu dapat mencapai semua angka-angka produksi sebagaimana ditetapkan dalam rencana, dan terlebih lagi dalam cabang tekstil. Kemajuan dalam bidang tersebut sungguh mengagumkan. Tetapi, walaupun Turki mengalami perkembangan industri, Turki tetap besifat negara agraris. Tidak kurang dari 80% dari penduduk memperoleh mata pencahariannya langsung dari pertanian dan perternakan. Dan berkat pendidikan kaum tani yang disertai dengan peraturan keuangan yang melancarkan pekerjaan para tani, produksi hasil-hasil bumi, baik tanaman pabrik maupun bahan makanan meningkat, dan mereka juga ikut serta dalam memberikan
sumbangannya dalam usaha meninggikan kesejahteraan rakyat. Dari semua pemerintahan, Mustafa Kemal sadar akan perbaikan derajat penghidupan, sebagai dasar-dasar dan bukti dari pembaharuan yang di perjuangkannya. Langkah-langkah selalu berdasarkan kenyataan bahwa negeri Turki adalah negeri agraris, dan pokok tujuan yang hendak dicapai adalah memperkuat kedudukan kaum tani dengan jalan menyempurnakan teknik pertanian, sehingga menambah penghasilan kaum tani dari hasil ekspor hasil bumi, disamping itu perindustrian agraris juga didirikian dengan maksud membuat kaum tani Turki lebih kuat terhadap pengaruh turun naiknya harga-harga dipasar Internasional (Suwirjadi, 1952: 105). Upaya-upaya lainnya yang dilakukan Mustafa Kemal dalam pembaharuan pertanian selama periode ini adalah pendirian bank-bank pertanian, kerjasama bidang pertanian, penghapusan pajak atas mesin-mesin dan alat pertanian, dan juga perluasan pinjaman pertanian (Toprak, 1999: 132-133).
Kebijakan ekonomi yang telah dilakukan Mustafa Kemal ini sangat baik, pertanian mengalami surplus, kebutuhan pangan dalam negeri selalu terpenuhi. Dampak keberhasilan Mustafa Kemal dalam menjaga kesejahteraan ekonomi rakyat dapat terjaga, dengan demikian Mustafa Kemal dapat mempertahankan kekuasaannya selama 15 tahun (Isputaminingsih, 2009: 141).