Dalam proses perubahan kebudayaan di Turki, pendidikan memainkan peranan yang penting, tetapi kondisi pendidikan yang ada sedang dalam keadaan yang menyedihkan, sarana fisik dan sumber daya sangat tidak memadai. Mayoritas penduduknya buta huruf dan struktur warisan kekhalifahan Turki Uutsmani tidak dimanfaatkan untuk membangun dan memperbaiki kondisi negara. Sejak awal, Mustafa Kemal menerapkan kebijakan yang sengaja untuk mengatur kembali seluruh sistem pendidikan dan memperluasnya dengan sistematis serta memanfaatkannya untuk tujuan nasional (Djainuri,2001: 257).
Masyrakat Turki Utsmani tradisional memahami istilah pendidikan sebagai upaya untuk mendapatkan pengetahuan-pengetahuan tentang ilmu agama. Sekolah-sekolah yang didirikan adalah sekolah yang berbasis agama yang dinamakan medrese (madrasah) (Toprak, 1999: 91).
Pelajaran yang diajarkan dalam sekolah yang berbasis agama-agama itu secara keseluruhan mengenai ajaran agama. Majunya kebudayaan dan peradaban serta perkembangannya yang pesat membuat pengaruhnya tidak bisa dihindari dan ditahan lagi, menyebabkan sistem pendidikan modern mulai masuk dan menggeser ajaran-ajaran agama yang sebelumnya diterapkan di sekolah. Tahap selanjutnya, terjadi sebuah perubahan sistem dimana Mustafa Kemal melakukan pembaharuan dengan menghapus sekolah-sekolah agama.
Keputusan penghapusan agama di dalam sekolah-sekolah merupakan upaya pengontrolan atas perkembangan Islam di Turki dan menjatuhkan pengaruh agama dalam urusan pendidikan (Ali, 1994: 107-108). Pengontrolan dan perubahan yang dilakukan yaitu dengan mengganti sekolah keagamaan yang telah dihapuskan dengan mendirikan sekolah baru dibawah Yuridiksi Kementrian Pendidikan. Pada tahun 1924, ia mendirikan Fakultas Teologi. Pada awal berdirinya, mahasiswa yang mendaftar di fakultas Teologia berjumlah 244 orang, namun angka ini menurun menjadi 20 orang pada tahun 1933. Kemudian Fakultas Teologi ditutup dan digantikan dengan sebuah Institut untuk Studi Islam yang didirikan di Universitas Istanbul. Namun demikian, Insititut ini hanya bertahan selama tiga tahun. Pada tahun 1936 Insitusi ini di tutup karena sebagian besar tenaga akademisnya mengeluarkan diri (Toprak, 1999:92-93). Mustafa Kemal kemudian menutup sekolah-sekolah agama dan mengeluarkan surat yang memerintahkan
sekolah agama untuk ditutup. Ia juga mewajibkan pengajaran huruf latin di semua sekolah (Latip,2011: 231).
Pembangunan sistem pendidikan modern oleh pemerintahan Mustafa Kemal mengeluarkan undang-undang penyatuan pada tahun 1924. Penyatuan pendidikan yang dilakukan oleh Mustafa bertujuan untuk menghilangkan dualisme dalam sistem pendidikan, yaitu pendidikan tradisional (agama) dan pendidikan modern (umum). Seluruh sekolah agama/madrasah, baik yang dikelola kementrian wakaf atau yayasan wakaf swasta ditutup. Undang-undang tersebut mewajibkan seluruh sekolah berada dibawah penguasaan Kementrian Pendidikan. Negara mengambil alih sistem pendidikan Agama dari para Ulama, yang dimaksudkan untuk menerapkan sistem pendidikan nasional modern yang tersentralisasi (An-Na’im, 2007: 369).
Sejak saat itu pendidikan umum dipisahkan dari pengaruh agama, madrasah-madrasah ditutup dan diganti dengan sekolah-sekolah modern. Secara keseluruhan 479 madrasah ditutup. Langkah ini menandai berakhirnya sistem ganda dalam pendidikan yaitu, sekolah agama dan sekolah umum. Hal itu menyebabkan kesenjangan antara orang-orang yang dididik di sekolah-sekolah modern dan yang dididik di sekolah agama. Selain itu kurikulum sekolah juga diperbaiki agar sesuai dengan ideologi yang baru yaitu, dengan menghapus pelajaran sejarah Kesultanan Turki Utsmani dan wilayah Islam. Buku-buku pelajaran ditulis ulang dengan memasukan pembahasan tentang sejarah pembentukan \Republik Turki beserta prinsip dan tujuannya. Dalam rangka menasionalkan pelajaran-pelajaran tersebut, pemerintah mengubah program yang
secara teoritis sangat berorientasi pada warisan masa lalu (Djainuri, 2001: 264-265).
b. Penghapusan Pelajaran Agama di Sekolah Formal
Pendidikan agama merupakan hal yang penting untuk diberikan sebagai bahan transfer dalam ilmu. Pendidikan agama menjadi pelajaran dan ilmu terpenting yang diajarkan agar membentuk karakter yang agamis. Pemahaman yang mendalam mengenai agama akan membuat seseorang mendekatkan dirinya kepada Sang Pencipta. Walaupun agama penting untuk diajarkan, namun hal itu tidak sejalan dengan pemikiran para tokoh nasionalis dan modernis. Mereka berpendapat bahwa agama merupakan masalah individu dan tidak ada kaitannya dengan negara (Ali, 1994: 110).
Pendidikan agama ditiadakan di sekolah-sekolah pada tahun 1933, akan tetapi pemerintah masih mengurus masalah agama melalui Departemen Urusan Agama, termasuk sekolah-sekolah pemerintah untuk Iman dan Khotib dan Fakultas Ilahiyat dari perguruan tinggi Negara Universitas Istanbul (Nasution, 2003: 144).
Peraturan untuk melarang pendidikan agama yang diajarkan dikelas dikeluarkan pada tahun yang sama dengan dihapuskannya sekolah-sekolah keagamaan pada tahun 1924 (Ali, 1994: 107). Peraturan tersebut berupa dekrit presiden yang dikeluarkan pada tanggal 7 Februari 1924. Isi dari dekrit itu adalah melepaskan semua unsur keagamaan dari sekolah-sekolah asing dan menyatakan penyatuan pendidikan dibawah satu Kementrian Pendidikan (Isputaminingsih, 2001: 145).
Stokhof dalam Jameelah (1965: 145) menyatakan pada tanggal 7 Febuari 1924 Mustafa Kemal mngeluarkan dekrit yang isinya melepaskan semua unsur keagamaan dari sekolah-sekolah asing dan menyatakan penyatuan pendidikan dibawah satu atap yaitu berada dibawah Kementrian Pendidikan. Ini berarti penghapusan semua bentuk pengawasan yang dilakukan oleh badan-badan Islam terhadap sekolah. Adanya peraturan menghapuskan pendidikan agama di sekolah-sekolah dimaksudkan agar membatasi pemahaman dan praktik agama dan keagamaan. Hal tersebut merupakan salah satu cara pengontrolan pemerintahan dalam perkembangan Islam agar sesuai dengan kebijakan (Ali, 1994: 109).
Peraturan yang telah dibuat tersebut dapat dikatakan bahwa hal tersebut diupayakan oleh Mustafa Kemal dengan tujuan ingin menjauhkan agama dari dunia pendidikan. Pembatasan pengetahuan agama akan menjadi sebuah gagasan yang menciptakan sebuah generasi untuk menciptakan negara yang jauh dari pengaruh agama (Furqon, 2012: 62). Kemudian, pada tanggal 1 November 1928 pelajaran bahasa Arab dan Persia dihapuskan dan tulisan Arab diganti dengan tulisan Latin dimaksudkan agar sains dan teknologi Barat dapat dengan seluas luasnya dipelajari oleh bangsa Turki (Isputaminingsih, 2009: 146).
c. Penghapusan Pelajaran Bahasa Arab di Sekolah-sekolah
Sekolah agama di Turki yang sudah ada sejak 600 tahun yang lalu akan ditutup. Ia berpendapat bahwa di sekolah tidak perlu ada pelajaran bahasa Arab. Bagi Mustafa bahasa Arab bukan bahasa Ilmu dan bahasa Arab tidak dapat digunakan dalam melawan musuh (Latip, 2011: 229-230).
Mustafa Kemal melaksanakan revolusi pendidikan. Ia ingin melahirkan pelajar yang maju dan mengikuti zaman. Pelajaran bahasa Inggris, Matematika,
ilmu Sains dan juga sastra Inggris akan dijadikan mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah. Namun, pelajaran agama Islam dan bahasa Arab tidak lagi diajarkan di sekolah. Sekolah agama akan ditutup (Latip, 2011: 226).
Agar mudah dalam mempelajari ilmu seperti bahasa Inggris dan ilmu Sains maka tulisan Arab akan dihapus dan digantikan dengan tulisan latin (Latip, 2011: 226-227). Disamping hasil-hasil yang diperoleh, perubahan yang bersifat terburu-buru ini menimbulkan kesukaran yang barangkali tak terpikirkan sebelumnya, yakni bahwa murid-murid sekolah tidak mempunyai buku bacaan karena perpustakaan masih tertulis dalam huruf Arab (Suwirjadi, 1952: 98).
d. Pembatasan dan Pelarangan Media Islam Sebagai Sarana Pendidikan dan Media Dakwah
Banyak cara yang dilakukan untuk menyebarkan dakwah, seperti melalui pendidikan, media massa, atau ceramah-ceramah keagamaan. Dakwah merupakan cara yang dipakai untuk menyebarkan syi’ar Islam dalam memberikan pengetahuan kepada umat muslim. Tujuannya untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman yang luas mengenai ajaran agama yang benar. Melatar belakangi hal tersebut, maka cara yang dipilih dalam penyebaran dakwah yaitu melalui media dakwah yang mudah untuk didapatkan publik. Pembatasan penyebaran agama yang dilakukan oleh Mustafa Kemal terhadap aliran-aliran Islam memberikan dampak terhadap media-media penyebaran dakwah. Ia mencoba untuk membatasi penyebaran dakwah dengan menghapuskan pendidikan agama di sekolah-sekolah, melarang siaran keagamaan di radio dan pembatasan dalam ceramah-ceramah keagamaan (Ali, 1994: 122).
Langkah pertama yang dilakukan oleh Mustafa Kemal untuk membatasi penyebaran dakwah Islam adalah dengan menghapuskan pendidikan agama di sekolah-sekolah. Langkah ini diambil agar bisa mengontrol perkembangan dan pemahaman Islam agar nantinya tidak merugikan kebijakan pemerintah yang pro akan Barat. Sehingga dalam memenuhi kebutuhan pengetahuan agama, ia mendirikan sekolah-sekolah keagamaan dibawah institusi pemerintahan dengan pengontrolan yang ketat dari pemerintahannya. Langkah yang diambil oleh Mustafa kemal selanjutnya yaitu pelarangan siaraan keagamaan di stasiun radio Turki. Pembacaan ayat suci Al-Qur’an di radio-radio harus dihilangkan. Acara keagamaan diganti dengan acara lain. Kebijakan tersebut ditetapkan dalam Konstitusi Negara Pasal 77 yang intinya semua media berada dalam pengawasan pemerintah (Furqon, 2012: 43).
e. Peningkatan Pendidikan Bagi Kaum Perempuan
Mustafa Kemal juga sangat memperhatikan pendidikan bagi perempuan Turki. Antara tahun 1923-1924 perempuan di Turki diberikan kesempatan untuk mengikuti pelajaran yang sama dengan laki-laki pada semua fakultas di Universitas. Pada tahun 1927 pendidikan bersama antara pria dan wanita secra resmi dibuka di semua jenjang dalam sistem pendidikan. Semua warga Turki berusia 15-45 tahun diwajibkan mengikuti pelajaran kewarganegaraan, kesusastraan, matematika dan kesehatan. Bahasa dan sejarah merupakan pelajaran utama disetiap jenjang pendidikan. Hal ini bertujuan untuk membangkitkan dan memperkuat kesadaran nasional Turki. Mustafa Kemal mendukung pelajaran sebelum masa Utsmani dan Teori Bahasa Matahari. Teori ini menyatakan bahwa semua bahasa pada mulanya berasal dari satu bahasa purba yang dipakai di Asia
Tengah, bahwa bahasa Turki merupakan bahasa yang paling erat dengan bahasa asal ini dan semua bahasa dikembangkan dari bahasa purba itu melalui bahsa Turki. Tujuan dari pelajaran sejarah ini adlah untuk mengajarkan kepada siswa bahwa bangsa Turki pernah memimpin peradaban (Zürcher, 2003: 246-247).
Mustafa Kemal juga mengirim tenaga pendidik ke desa-desa yang bertugas antara lain:
Mengatur dan mengajar disekolah desa Mengadakan upacara hari libur nasional
Mengembangkan tingkat ekonomi masyarakat desa dengan mengajarkan cara membuat dan mengelola ladang dan kebun. Selain itu mereka juga mengajarkan cara pemakaian alat dan mesin yang benar terhadap warga, dan membentuk kerjasama, mempopulerkan olahraga atletik dikalangan pemuda desa dan bertanggung jawab mengelola serta melindungi utan beserta peninggalannya (Djainuri, 2001:283). Usaha Mustafa Kemal dalam membentuk sistem pendidikan yang modern telah terbentuk dan dapat mencapai hasil yang baik. Data statistik pendidikan memperlihatkan tingkat kemajuan yang dicapai dalam pendidikan. Tingkat kemampuan membaca dan menulis menjadi dua kali lipat, tingkat kemampuan membaca dan menulis pada laki-laki meningkat 17,6% menjadi 35,5%. Dan pada Wanita meningkat dari 4,8% menjadi 9,9% (Djainuri, 2001: 289).
Lapangan lain yang sangat diutamakan oleh Mustafa Kemal ialah pendidikan pemuda. Pendidikan yang hingga masa revolusi kebanyakan hanya dijalankan di dalam surau-surau, yang pada tahun 1926 berjumlah kurang lebih 30.000 dibandingkan dengan sekolah rakyat yang hanya berjumlah 5.000. Dengan
penghapusan kedudukan agama Islam sebagai agama negara, berakhirlah pengaruh dari campur tangan para alim ulama dalam urusan pengajaran. Pemerintah berupaya untuk menambahkan sekolah rakyat yang pada dalam masa permulaan itu lebih diutamakan dari sekolah menengah dan perguruan tinggi. Dari tahun 1924 sampai 1927 jumlah sekolah rakyat meningkat menjadi 25% sedangkan sekolah menengah turun hingga 8%. Kemudian sambil menunggu penyusunan rencana pengajaran tinggi yang sesuai dengan semangat baru, kemudian beberapa sekolah tinggi ditutup (Suwirjadi, 1952: 98).
Tak dapat diteliti disini secara lengkap, seberapa jauh Turki sudah mencapi cita-cita pemimpinnya. Turki juga mempunyai faktor penghambat, diantaranya pendidikan umum sangat terhambat akibat kekurangan guru, dan pada tahun 1930 baru 25% dari anak-anak di desa-desa bersekolah. Dikota-kota kurang lebih baru 80% anak-anak yang bersekolah. Jumlah permasalahan buta huruf pun masih terbilang tinggi, pada tahun 1935 penderita buta huruf mencapai 80% dari 16,2 juta jumlah penduduk (Suwirjadi, 1952: 106).