• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pendidikan

Dalam dokumen Media Lokal Kontestasi Tren Dinamika dan (Halaman 135-139)

Perbincangan sistem pendidikan dipesantren harus dimulai dari bentuk-bentuk pesantren terlebih dahulu. Mengingat sistem pendidikan dalam pesantren ditentukan oleh bentuk yang dijalankan sebagai ciri khas dari pesantren yang ada. Berdasarkan

bentuk pesantren, sedikitnya terdapat tiga bentuk pesantren yanng dijalan khususnya di negara Indonesia.

Yang pertama dikenal dengan istilah pesantren salafi. Salafi

yang bagi kalangan pesantren mengacu kepada pengertian pesantren tradisional. Yaitu lembaga pendidikan Islam dengan mempertahankan pelajaran kitab-kitab klasik ataupun kitab kuning ada juga yang mengatakan kitab gundul. Inisiasi pemilihan kitab, penentuan waktu dan tempat dilakukan oleh seorang Kyai sebagai tokoh sentral dalam proses belajar mengajar.

Kedua, disebut modern yaitu pesantren yang menerapkan sistem pengajaran klasik, memberikan pengetahuan umum, dan pengetahuan agama serta tersedianya fasilitas untuk pengembangan keterampilan umum. Adanya kolaborasi antara klasikal dan modern dalam sistem pendidikan dimaksudkan bagi memberikan pilihan-pilihan keilmuan untuk didalami. Adanya banyak pilihan memberikan kesempatan kepada seluruh santri untuk dapat mengembangkan kemampuannya sesuai dengan minat dan bakat yang disuakainya.

Ada juga yang disebut sebagai pesantren kilat. Pesantren kilat melaksanakan kegiatan pembelajaran tentang agama islam secara khusus dalam waktu yang singkat. Pesantren kilat biasanya dilakukan pada waktu-waktu libur sekolah atau biasanya saat bulan puasa saja. Kegiatan belajar mengajar dalam waktu singkat tersebut mempunyai esensi yang sama dengan pesantren pada umumnya, begitupun kitab-kitab yang yang dikaji tidak banyak karena biasanya lebih memfokuskan santrinya kepada ilmu tertentu saja seperti dalam sistem sistem kursus kebanyakan. Kegiatan dilakukan karena biasanya orang yang datang untuk nyantri sudah memilih pesantren sesuai minat keilmuan yang akan dipelajarinya.

Dari ketiga bentuk pesantren diatas bahwa setiap pesantren mempunyai sistem pendidikan sendiri namun tidak menghilangkan identitas kepesantrenan yang secara umum mempelajari tentang ilmu-ilmu keislaman. Perkembangan dan penyelenggaraan sistem pendidikan pesantren dilakukan dengan formal yaitu dengan penyelenggaraan pendidikan dengan berpedoman kepada kurikulum nasional baik pesantren yang hanya memiliki sekolah keislaman maupun pesantren yang memiliki sekolah-sekolah umum. Selain itu ada juga pesantren yang secara khusus mengajarkan tentang kesilaman dengan lembaga khusus seperti sekolah Diniyah. Termasuk juga adanya pesantren yang sistem pendidikannya terfokus kepada beberapa kitab kuning saja.

Dalam perkembangannya, terdapat banyak pesantren yang mencoba melakukan inovasi terhadap sistem pendidikan dan metode pengajaran kepada arah perbaikan dengan harapan akan terwujudnya generasi muda yang mampu bersaing dalam skala yang lebih besar dan lebih menantang terlebih kemampuannya yang open minded tidak kaku dan cupu dan tidak kalah bersaing dengan para lulusan diluar pesantren. Pun begitu masih banyak juga pesantren yang tetap meneruskan segala tradisi yang diwariskan turun temurun tanpa adanya perubahan besar.

Adanya konsistensi dengan sistem yang lama dan inovasi pendidikan, bukan merupakan masalah yang berbesar bagi pesantren karena masih tetap mengutamakan tujuan utama dari tugas pesantren yaitu sebagai lembaga pendidikan yang melakukan tranformsi pengetahuan agama islam dan nilai-nilai islam, memenatapkan fungsinya sebagai konstrol sosial masyarakat serta adanya upaya melahirkan generasi penerus ummat yang konpetensinya bisa dipertanggungjawabkan. sebagai

lembaga pendidikan islam yang konsisten dengan ajaran dan kegiatannya, maka pesantren sebetulnya berfungsi sebagai agen sosial dan agen pengetahuan berdasarkan sistem pendidikan yang dijalankan.

Secara lebih khusus Fuller dan Jacobs (1973) dalam Sunarto

(2004) mengidentifikasi empat agen sosialisasi utama yaitu

keluarga, teman bermain, sekolah dan media massa. Walau

pada dasarnya klasifikasi tersebut dibuat untuk penggambaran

masyarkat Amerika namun juga sesuai untuk menggambarkan tentang kehidupan pesantren di Indonesia.

Pesantren sebagai rumah kedua memberikan pendidikan tahap awal terutama yang dilakukan oleh orang tua. Dalam hal ini yang bertindak sebagai orang tua adalah seorang Kyai dan ustadz bahkan teman sejawat juga bisa menjadi anggota keluarga yang dapat mengajarkan banyak hal terutamanya berhubungan dengan pengetahuan. Interaksi yang terjadi dengan significant

others pada tahap ini dimana seseorang dapat belajar baik yang bersifat verbal maupun nonverbal.

Teman bermain dalam pesantren meliputi seluruh aspek yang ada dalam suatu pesantren dengan tugas, fungsi dan kewajibannya. Setelah mempunyai pengetahuan melalui sistem pendidikan yang ada maka tahap berikutnya seorang santri akan mempelajari aturan yang mengatur setiap orang yang ada dalam lingkungan pesantren, begitu juga belajar tentang nilai-nilai keadilan dan nilai kebersamaan dan nilai kemandirian sebagai ciri khas kehidupan di pesantren.

Lembaga-lembaga pendidikan yang dimiliki pesantren seperti sekolah formal maupun nonformal juga berperan sebagai agen sosial. Sekolah-sekolah yang dimiliki pesantren seperti Madrasah

Diniyah, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah dimana seluruhnya mempelajari kemandirian, membentuk pribadi yang unggul dan berprestasi, universalisme

pengetahuan, spesifitas keilmuan.

Sebagai agen sosial yang terakhir adalah media massa. Media massa mempunyai peran yang juga urgent dimana sesuai dengan fungsi media untuk menghibur, mendidik. Hiburan-hiburan yang ditampil memberikan ruang untuk bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk juga dalam dunia pesantren, adanya unsur pendidikan dalam tayangan media massa menjadi salah satu solusi untuk pengembangan kemampuan manusia.

Konstruksi positif dari pendidikan sebenarnya sesuai dengan

yang disampaikan oleh Dhofir (1994), tentang pendidikan di

pesantren bahwa tujuan pendidikan tidak semata-mata untuk

memperkaya fikiran murid dengan penjelasan-penjelasan,

tetapi untuk meningkatkan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral, dan menyiapkan para murid untuk hidup sederhana dan bersih hati. Setiap murid diajar agar menerima etika agama diatas etik-etik yang lain. Tujuan pendidikan pesantren bukanlah untuk mengejar kepentingan kekuasaan, uang dan keagunan duniawi, tetapi ditanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian kepada Tuhan.

Dalam dokumen Media Lokal Kontestasi Tren Dinamika dan (Halaman 135-139)