• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Planning dan Desain Jaringan Air Baku

Dalam dokumen e. Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja (Halaman 68-96)

perencanaan jaringan trase air baku, maka langkah pertama yang akan dilakukan adalah penyusunan tata letak jaringan air baku. Sebelum tata letak jaringan air baku difinalkan perlu

tkan usulan lay out tersebut, mulai dari bangunan utama(pengambilan)

bangunan sepanjang jalur pengukuran. Dari hasil akhir tata letak jaringan setelah dicek di lapangan kemudian segera dilakukan pekerjaan selanjutnya mengenai perhitungan Kegiatan ini dimulai setelah pekerjaan lapangan (pengukuran) khususnya lam bentuk milimeter telah ada. Pekerjaan ini berisi mengenai dimana letak posisi bangunan berada.

(lay out) bangunan dan rencana jalur jaringan pipa air baku selalu memperhatikan kondisi lapangan (kondisi existing) dengan mempertimbangkan faktor teknis, biaya, kehilangan tekanan, rencana lokasi pemakaian air baku serta kemudahan dan effisiensi dalam pelaksanaan konstruksi. Dalam penentuan tata letak bangunan ini tentunya sangat diperlukan bantuan Pemerintah

Maksimum Yg

Diperbolehkan Keterangan

perencanaan jaringan trase air baku, maka langkah pertama yang akan dilakukan adalah Sebelum tata letak jaringan air baku difinalkan perlu , jaringan pipa air baku Dari hasil akhir tata letak jaringan setelah dicek di lapangan kemudian segera dilakukan pekerjaan selanjutnya mengenai perhitungan Kegiatan ini dimulai setelah pekerjaan lapangan (pengukuran) khususnya Pekerjaan ini berisi mengenai dimana letak

(lay out) bangunan dan rencana jalur jaringan pipa air baku selalu memperhatikan pertimbangkan faktor teknis, biaya, kehilangan tekanan, rencana lokasi pemakaian air baku serta kemudahan dan effisiensi dalam pelaksanaan konstruksi. Dalam penentuan tata letak bangunan ini tentunya sangat diperlukan bantuan Pemerintah

Kabupaten untuk membantu dalam penentuan jalur trase jaringan air baku di lapangan serta penempatan-penempatan bangunannya.

Tahap I : Pembuatan tata letak pendahuluan (preliminary lay out) mencakup perencanaan semua prasarana yang diperlukan untuk jaringan pipa air baku berd

topografi skala 1 : 50.000, atau peta dasar yang ada atau berdasarkan informasi studi terdahulu dan pemerintah setempat atas persetujuan Direksi saat dilakukan survey pendahuluan.

Tahap II : Mencakup penelusuran trase jalur pipa dan penyesuaia dengan jalan melakukan pengukuran topografi.

Sebelum Tahap II dilaksanakan juga dilakukan Direksi untuk menetapkan lay out jalur air baku.

Perencanaan sistem jaringan air baku

 Bangunan utama yang berupa bangunan embung atau

 Bangunan-bangunan pelengkap dan acessorisnya yang antara lain adalah : 1. Bangunan intake / bangunan pengambilan

2. Jaringan transmisi (air baku dan air bersih), jaringan penghantar air bersih serta jaringan distribusi

3. Bangunan pengumpul sementara / bak prasedimen / grit chamber 4. Bangunan IPA (instalasi pengolahan air) atau WTP

5. Bangunan reservoir / tampungan

6. Bak pelepas tekan (dalam pekerjaan ini tidak perlu) 7. Perlengkapan pipa dan accessorisnya (di semua jaringan) 8. Perlengkapan operasi dan pemeliharaan

9. Pompa, hidran umum dan lain 10. Dan lain-lain

Tata letak jaringan air baku yang telah disepakati untuk selanjutnya dituangkan dalam yang terdiri atas skematisasi jalur dan lokasi bangunan

E.8.4.2 Perencanaan Bangunan Utama Bangunan utama yang akan direncanakan untuk seti

airnya bias berupa bangunan embung atau bangunan pengambilan (intake) yang dilengkapi dengan bangunan broncaptering ( penangkap air).

1. Bangunan Intake/Broncaptering

• Sesuai fungsinya bangunan intake digunakan untuk menyadap air baku dari sungai/danau dan bantu dalam penentuan jalur trase jaringan air baku di lapangan serta penempatan bangunannya.

Pembuatan tata letak pendahuluan (preliminary lay out) mencakup perencanaan semua prasarana yang diperlukan untuk jaringan pipa air baku berd

topografi skala 1 : 50.000, atau peta dasar yang ada atau berdasarkan informasi studi terdahulu dan pemerintah setempat atas persetujuan Direksi saat dilakukan survey

Mencakup penelusuran trase jalur pipa dan penyesuaian hasil dengan jalan melakukan pengukuran topografi.

Sebelum Tahap II dilaksanakan juga dilakukan pengecekan di lapangan Direksi untuk menetapkan lay out jalur air baku.

Perencanaan sistem jaringan air baku (yang dilengkapi fasilitas jaringan air bersih) terdiri atas : angunan utama yang berupa bangunan embung atau bangunan lain yang sejenisnya

bangunan pelengkap dan acessorisnya yang antara lain adalah : Bangunan intake / bangunan pengambilan

Jaringan transmisi (air baku dan air bersih), jaringan penghantar air bersih serta jaringan

Bangunan pengumpul sementara / bak prasedimen / grit chamber Bangunan IPA (instalasi pengolahan air) atau WTP

Bangunan reservoir / tampungan

tekan (dalam pekerjaan ini tidak perlu) Perlengkapan pipa dan accessorisnya (di semua jaringan) Perlengkapan operasi dan pemeliharaan

Pompa, hidran umum dan lain-lain (disesuaikan dengan kebutuhan)

yang telah disepakati untuk selanjutnya dituangkan dalam

skematisasi jalur dan lokasi bangunan-bangunan tertentu pada jaringan air baku

Perencanaan Bangunan Utama

direncanakan untuk setiap sumber air yang akan dikembangkan potensi airnya bias berupa bangunan embung atau bangunan pengambilan (intake) yang dilengkapi dengan bangunan broncaptering ( penangkap air).

Bangunan Intake/Broncaptering

Sesuai fungsinya bangunan intake digunakan untuk menyadap air baku dari sungai/danau dan bantu dalam penentuan jalur trase jaringan air baku di lapangan serta

Pembuatan tata letak pendahuluan (preliminary lay out) mencakup perencanaan semua prasarana yang diperlukan untuk jaringan pipa air baku berdasarkan peta topografi skala 1 : 50.000, atau peta dasar yang ada atau berdasarkan informasi studi terdahulu dan pemerintah setempat atas persetujuan Direksi saat dilakukan survey

n hasil-hasil dari Tahap I

pengecekan di lapangan bersama-sama dengan

(yang dilengkapi fasilitas jaringan air bersih) terdiri atas : bangunan lain yang sejenisnya bangunan pelengkap dan acessorisnya yang antara lain adalah :

Jaringan transmisi (air baku dan air bersih), jaringan penghantar air bersih serta jaringan

yang telah disepakati untuk selanjutnya dituangkan dalam peta ikhtisar bangunan tertentu pada jaringan air baku.

ap sumber air yang akan dikembangkan potensi airnya bias berupa bangunan embung atau bangunan pengambilan (intake) yang dilengkapi dengan

broncaptering digunakan untuk menangkap air baku dari mata air.

• Bangunan intake ditempatkan pada lokasi dimana pinggir sungai/danau relatif lurus, tidak pada daerah belokan/lengkungan.

• Lokasi intake mempunyai kedalaman air sumber yang cukup dalam,setelah diperhitungkan terhadap kebutuhan air pada hari maksimum diakhir periode perencanaan, terhadapa kedalaman minimum air sumber pada musim kemarau dan terhadap kedalaman m

yang tidak boleh diganggu (diijinkan).

• Lokasi dari intake mempunyai kemiringan lereng sungai/danau yang relatif tidak landai. • Dilihat dari jenis/tipe bangunan intake yang umum diterapkan, maka :

 Untuk bangunan intake yang dapat dibangun langsung di lebih sesuai untuk kondisi :

* Fluktuasi debit air sumber pada musim hujan dan musim kemarau perbedaannya besar sekali.

* Aliran air relatif tenamg tidak ada turbelensi.

* Tidak banyak mengandung kotoran/sampah dan Lumpu * Kemiringan tebing terhadap dasar sungai/danau tidak landai. * Beda tinggi antara muka air maksimum dan relatif besar.  Untuk bangunan

sungai/danau, tetapi harus dialirkan dulu melalui sump well, maka lebih sesuai untuk kondisi :

* Beda tinggi muka air maksimum dan minimum tidak besar.

* Fluktuasi debit air sepanjang musim tidak ada perbedaan, relatif kecil. * Aliran air minumnya tidak tenang.

* Banyak mengandung kotoran kasar/sampah dan Lumpur. * Kedalaman air tidak cukup menjamin pemompaan langsung.

2. Bangunan Embung

a. Lebar Puncak Tubuh Embung

Lebar puncak tubuh embung diambil sebagai berikut :

Tipe 1. Urugan

2. Pasangan batu/beton

Sumber : Pedoman Kriterian Desain Embung Kecil untuk Daerah Semi Kering di Indonesia, 1994 broncaptering digunakan untuk menangkap air baku dari mata air.

Bangunan intake ditempatkan pada lokasi dimana pinggir sungai/danau relatif lurus, tidak lokan/lengkungan.

Lokasi intake mempunyai kedalaman air sumber yang cukup dalam,setelah diperhitungkan terhadap kebutuhan air pada hari maksimum diakhir periode perencanaan, terhadapa kedalaman minimum air sumber pada musim kemarau dan terhadap kedalaman m

yang tidak boleh diganggu (diijinkan).

Lokasi dari intake mempunyai kemiringan lereng sungai/danau yang relatif tidak landai. Dilihat dari jenis/tipe bangunan intake yang umum diterapkan, maka :

Untuk bangunan intake yang dapat dibangun langsung di atas lokasi pinggir sungai/danau lebih sesuai untuk kondisi :

Fluktuasi debit air sumber pada musim hujan dan musim kemarau perbedaannya besar

Aliran air relatif tenamg tidak ada turbelensi.

Tidak banyak mengandung kotoran/sampah dan Lumpur. Kemiringan tebing terhadap dasar sungai/danau tidak landai. Beda tinggi antara muka air maksimum dan relatif besar.

intake yang tidak dapat dibangun langsung di atas lokaasi pinggir sungai/danau, tetapi harus dialirkan dulu melalui saluran sebelum air baku terkumpul di sump well, maka lebih sesuai untuk kondisi :

Beda tinggi muka air maksimum dan minimum tidak besar.

Fluktuasi debit air sepanjang musim tidak ada perbedaan, relatif kecil. Aliran air minumnya tidak tenang.

Banyak mengandung kotoran kasar/sampah dan Lumpur. Kedalaman air tidak cukup menjamin pemompaan langsung.

Lebar Puncak Tubuh Embung

Lebar puncak tubuh embung diambil sebagai berikut : Tabel E - 27

Lebar Puncak Tubuh Embung Tinggi (m) 1. < 5,00

2. 5,00 – 10,00 2. Pasangan batu/beton Sampai maksimal 7,00

Pedoman Kriterian Desain Embung Kecil untuk Daerah Semi Kering di Indonesia, 1994 Bangunan intake ditempatkan pada lokasi dimana pinggir sungai/danau relatif lurus, tidak

Lokasi intake mempunyai kedalaman air sumber yang cukup dalam,setelah diperhitungkan terhadap kebutuhan air pada hari maksimum diakhir periode perencanaan, terhadapa kedalaman minimum air sumber pada musim kemarau dan terhadap kedalaman minimum

Lokasi dari intake mempunyai kemiringan lereng sungai/danau yang relatif tidak landai.

atas lokasi pinggir sungai/danau

Fluktuasi debit air sumber pada musim hujan dan musim kemarau perbedaannya besar

intake yang tidak dapat dibangun langsung di atas lokaasi pinggir saluran sebelum air baku terkumpul di

Fluktuasi debit air sepanjang musim tidak ada perbedaan, relatif kecil.

Lebar Puncak (m) 2,00 3,00 1,00 Pedoman Kriterian Desain Embung Kecil untuk Daerah Semi Kering di Indonesia, 1994

Apabila puncak urugan akan digunakan diberi bahu jalan masing-masing selebar 1,00 m

b. Kemiringan Lereng Tubuh Embung

Sedangkan kemiringan lereng urugan harus ditentukan sedemikian rupa agar stabil terhadap longsoran. Hal ini sangat tergantung pada jenis material urugan yang hendak dipakai. Kestabilan urugan harus diperhitungkan terhadap surut cepat muka air kolam, rem

tahan terhadap gempa.

No Material Urugan 1 Urugan Homogen 2 2.1 2.2 Urugan Majemuk Urugan batu dg inti lempung atau dinding diaprama. Kerikil-kerakal dg inti lempung atau dinding diaprama

Sumber : Pedoman Kriterian Desain Embung

c. Tinggi Jagaan

Tinggi jagaan ditentukan dari tipe tubuh embung yang dipilih. Tinggi jagaan untuk berbagai tipe dapat dilihat pada Tabel berikut di bawah ini.

No

1 Urugan homogen dan majemuk 2 Pasangan batu/beton

3 Komposit

Sumber : Pedoman Kriterian Desain Embung Kecil untuk Daerah Semi Kering di Indonesia, 1994

Apabila puncak urugan akan digunakan untuk lalu lintas umum, maka di kiri dan kanan badan jalan masing selebar 1,00 m

Kemiringan Lereng Tubuh Embung

Sedangkan kemiringan lereng urugan harus ditentukan sedemikian rupa agar stabil terhadap longsoran. Hal ini sangat tergantung pada jenis material urugan yang hendak dipakai. Kestabilan urugan harus diperhitungkan terhadap surut cepat muka air kolam, rembesan langgeng, dan harus

Tabel E - 28

Kemiringan Lereng Urugan Untuk Tinggi Maksimum 10,00 m Material Utama Kemiringan Lereng V : H Hulu Urugan Homogen CH CL SC GC GM SM 1 : 3 Urugan Majemuk Urugan batu dg inti lempung atau dinding diaprama.

kerakal dg inti lempung atau dinding diaprama

Pecahan batu

Kerikil-kerakal

1 : 1,50

1 : 2,50

Pedoman Kriterian Desain Embung Kecil untuk Daerah Semi Kering di Indonesia, 1994

Tinggi jagaan ditentukan dari tipe tubuh embung yang dipilih. Tinggi jagaan untuk berbagai tipe dapat dilihat pada Tabel berikut di bawah ini.

Tabel E - 29 Tinggi Jagaan Embung

Tipe Tubuh Embung Tinggi Jagaan (m) Urugan homogen dan majemuk 0,50

Pasangan batu/beton 0,00

Komposit 0,50

Pedoman Kriterian Desain Embung Kecil untuk Daerah Semi Kering di Indonesia, 1994

untuk lalu lintas umum, maka di kiri dan kanan badan jalan

Sedangkan kemiringan lereng urugan harus ditentukan sedemikian rupa agar stabil terhadap longsoran. Hal ini sangat tergantung pada jenis material urugan yang hendak dipakai. Kestabilan besan langgeng, dan harus

Kemiringan Lereng V : H Hilir 1 : 2,25 1 : 1,25 1 : 1,75

Kecil untuk Daerah Semi Kering di Indonesia, 1994

Tinggi jagaan ditentukan dari tipe tubuh embung yang dipilih. Tinggi jagaan untuk berbagai tipe

Tinggi Jagaan (m)

d. Tinggi Tubuh Embung

Tinggi tubuh embung harus

keamanan tubuh embung terhadap peluapan oleh banjir. Sehingga tinggi tubuh embung dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

Dimana :

Hd = tinggi tubuh embung d

Hk = tinggi muka air kolam pada kondisi penuh (m) Hb = tinggi tampungan banjir (m)

Hf = tinggi jagaan (m)

Untuk tubuh embung tipe urugan diperlukan cadangan untuk penurunan yang secara praktis dapat diambil 0,25 m. Cadangan penurunan ini perlu

terdalam, sedangkan untuk tipe pasangan beton hal ini tidak diperlukan.

e. Stabilitas Tubuh Embung Terhadap Aliran Filtrasi

Syarat-syarat kestabilan tubuh embung salah satunya adalah besarnya kapasitas filtr kecepatan aliran air dalam tubuh embung dan dalam tanah pondasi dalam batas yang diijinkan. ♦

♦ ♦

♦ Formasi Garis Depresi

Formasi garis depresi di zone kedap air tubuh embung dapat diperoleh dengan metode Cassagrande. Jika angka permeabilitas vertikaln

horisontalnya, maka akan terjadi deformasi garis depresi dengan mengurangi koordinat horisontalnya sebesar ♦

=♦(kv.kh).

Garis Depresi Pada Tubuh Embung Tipe Urugan Homogen

Pada gambar di atas ujung tumit hilir embung dianggap sebagai titik permulaan koordinat dengan sumbu-sumbu x dan y, maka garis depresi dapat diperoleh dengan persamaan parabola bentuk dasar sebagai berikut :

ditentukan dengan mempertimbangkan kebutuhan tampungan air, dan keamanan tubuh embung terhadap peluapan oleh banjir. Sehingga tinggi tubuh embung dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

Hd = Hk + Hb + Hf

tinggi tubuh embung desain (m)

tinggi muka air kolam pada kondisi penuh (m) tinggi tampungan banjir (m)

tinggi jagaan (m)

Untuk tubuh embung tipe urugan diperlukan cadangan untuk penurunan yang secara praktis dapat diambil 0,25 m. Cadangan penurunan ini perlu ditambahkan pada puncak embung di bagian lembah terdalam, sedangkan untuk tipe pasangan beton hal ini tidak diperlukan.

Stabilitas Tubuh Embung Terhadap Aliran Filtrasi

syarat kestabilan tubuh embung salah satunya adalah besarnya kapasitas filtr kecepatan aliran air dalam tubuh embung dan dalam tanah pondasi dalam batas yang diijinkan.

Formasi Garis Depresi

Formasi garis depresi di zone kedap air tubuh embung dapat diperoleh dengan metode Cassagrande. Jika angka permeabilitas vertikalnya berbeda dengan angka permeabilitas horisontalnya, maka akan terjadi deformasi garis depresi dengan mengurangi koordinat ♦( kv/kh) kali. Hal ini juga berpengaruh terhadap nilai k, sehingga k

Gambar E - 12

Depresi Pada Tubuh Embung Tipe Urugan Homogen

Pada gambar di atas ujung tumit hilir embung dianggap sebagai titik permulaan koordinat sumbu x dan y, maka garis depresi dapat diperoleh dengan persamaan parabola bentuk dasar sebagai berikut :

ditentukan dengan mempertimbangkan kebutuhan tampungan air, dan keamanan tubuh embung terhadap peluapan oleh banjir. Sehingga tinggi tubuh embung dapat

Untuk tubuh embung tipe urugan diperlukan cadangan untuk penurunan yang secara praktis dapat ditambahkan pada puncak embung di bagian lembah

syarat kestabilan tubuh embung salah satunya adalah besarnya kapasitas filtrasi dan kecepatan aliran air dalam tubuh embung dan dalam tanah pondasi dalam batas yang diijinkan.

Formasi garis depresi di zone kedap air tubuh embung dapat diperoleh dengan metode ya berbeda dengan angka permeabilitas horisontalnya, maka akan terjadi deformasi garis depresi dengan mengurangi koordinat ( kv/kh) kali. Hal ini juga berpengaruh terhadap nilai k, sehingga k

Depresi Pada Tubuh Embung Tipe Urugan Homogen

Pada gambar di atas ujung tumit hilir embung dianggap sebagai titik permulaan koordinat sumbu x dan y, maka garis depresi dapat diperoleh dengan persamaan

y = ♦ ( 2y0 . x + y02 ) y0 = ♦ (h2 + d2 – d ) dimana :

h = jarak vertikal antara titik A dan B d = jarak horisontal antara titik A dan B l1 = jarak horisontal antara titik B dan E l2 = jarak horisontal antara titik B dan A A = ujung tumit hilir embung

B = titik perpotongan antara permukaan air waduk dan lereng hulu embung

B1 = titik perpotongan antara parabola bentuk dasar garis depresi dengan garis vertikal melalui titik B

B2 = titik yang terletak sejauh horisontal ke arah hulu dari titik B

♦ ♦ ♦

♦ Kapasitas Aliran Filtrasi

Perhitungan kapasitas aliran filtrasi dihitung berdasar pada jaringan trayektori aliran filtrasi. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Qr

Dimana :

Qr = kapasitas filtrasi

Nr = angka pembagi garis trayektori aliran filtrasi Np = angka pembagi garis equipotensial

k = koefisien filtrasi H = tinggi tekanan air total

L = panjang profil melintang tubuh embung Kapasitas filtrasi sebaiknya tidak melebihi antara 2 dalam waduk.

♦ ♦ ♦

♦ Stabilitas Terhadap Bahaya Piping

Rembesan air melalui tubuh embung mempunyai batas

kontrol keamanan tubuh embung terhadap bahaya piping. Untuk mengontrol keamanan terhadap piping dipakai ket

i < ic i = ( h / L ) ic = ( Gs-1 )/( 1+e ) dimana : i = gradien hidrolis )

jarak vertikal antara titik A dan B jarak horisontal antara titik A dan B jarak horisontal antara titik B dan E jarak horisontal antara titik B dan A ujung tumit hilir embung

titik perpotongan antara permukaan air waduk dan lereng hulu embung

titik perpotongan antara parabola bentuk dasar garis depresi dengan garis vertikal melalui titik B

titik yang terletak sejauh horisontal ke arah hulu dari titik B

Kapasitas Aliran Filtrasi

Perhitungan kapasitas aliran filtrasi dihitung berdasar pada jaringan trayektori aliran filtrasi. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

= Nr K . H . L --- Np kapasitas filtrasi

pembagi garis trayektori aliran filtrasi angka pembagi garis equipotensial

koefisien filtrasi tinggi tekanan air total

panjang profil melintang tubuh embung

Kapasitas filtrasi sebaiknya tidak melebihi antara 2 – 5 % dari debit rata

Stabilitas Terhadap Bahaya Piping

Rembesan air melalui tubuh embung mempunyai batas-batas tertentu, maka perlu adanya kontrol keamanan tubuh embung terhadap bahaya piping. Untuk mengontrol keamanan terhadap piping dipakai ketentuan sebagai berikut :

gradien hidrolis

titik perpotongan antara permukaan air waduk dan lereng hulu embung

titik perpotongan antara parabola bentuk dasar garis depresi dengan garis vertikal

Perhitungan kapasitas aliran filtrasi dihitung berdasar pada jaringan trayektori aliran filtrasi.

5 % dari debit rata-rata yang masuk ke

batas tertentu, maka perlu adanya kontrol keamanan tubuh embung terhadap bahaya piping. Untuk mengontrol keamanan

ic = gradien hidrolis kritis

H = perbedaan tinggi tekan pada titik peresapan air di lereng hulu dengan titik keluarnya pada lereng hilir

L = panjang aliran filtrasi

Gs = berat jenis material timbunan e = angka pori material timbunan

Untuk keamanan tubuh embung kecepatan aliran filtrasi harus lebih kecil dari kecepatan kritis yang diijinkan. Kecepatan aliran filtrasi dapat diperoleh dengan persamaan seb

V = ( k. i ) / n Dimana :

V = kecepatan aliran filtrasi (m/det) k = koefisien permiabilitas

i = gradien hidrolis n = porositas

Untuk kecepatan kritis digunakan rumus yang dikembangkan oleh Yustin sebagai berikut :

Vc Dimana :

Vc = kecepatan kritis aliran rembesan (cm/det) W1 = berat butiran dalam air (gram)

d = diameter butiran terkecil ( cm ) g = gravitas (cm/det

F = luas permukaan butiran ( cm γw = berat isi air ( gr/cm

3. Perencanaan Bangunan

a. Kapasitas Pengaliran Bangunan Pelimpah

Untuk menentukan besarnya debit yang melalui pelimpah digunakan rumus sebagai berikut :

Dimana :

Q = debit yang melewati pelimpah (m L = lebar/panjang mercu

H = tinggi tekanan air di atas mercu pelimpah (m) C = koefisien aliran untuk ambang lebar

Koefisien debit ( C ) dari tipe standar suatu pelimpah diperoleh dengan rumus Iwasaki : gradien hidrolis kritis

perbedaan tinggi tekan pada titik peresapan air di lereng hulu dengan titik keluarnya pada lereng hilir

liran filtrasi

berat jenis material timbunan angka pori material timbunan

Untuk keamanan tubuh embung kecepatan aliran filtrasi harus lebih kecil dari kecepatan kritis yang diijinkan. Kecepatan aliran filtrasi dapat diperoleh dengan persamaan seb

kecepatan aliran filtrasi (m/det) koefisien permiabilitas

gradien hidrolis

Untuk kecepatan kritis digunakan rumus yang dikembangkan oleh Yustin sebagai berikut :

=

[

( W1. g )

]

--- ( F . γw )

kecepatan kritis aliran rembesan (cm/det) berat butiran dalam air (gram)

diameter butiran terkecil ( cm ) gravitas (cm/det2)

luas permukaan butiran ( cm2 ) berat isi air ( gr/cm3 )

Bangunan Pelimpah

Kapasitas Pengaliran Bangunan Pelimpah

Untuk menentukan besarnya debit yang melalui pelimpah digunakan rumus sebagai berikut : Q = C . L . H1.5

debit yang melewati pelimpah (m3/det) lebar/panjang mercu pelimpah (m)

tinggi tekanan air di atas mercu pelimpah (m) koefisien aliran untuk ambang lebar

Koefisien debit ( C ) dari tipe standar suatu pelimpah diperoleh dengan rumus Iwasaki :

perbedaan tinggi tekan pada titik peresapan air di lereng hulu dengan titik

Untuk keamanan tubuh embung kecepatan aliran filtrasi harus lebih kecil dari kecepatan kritis yang diijinkan. Kecepatan aliran filtrasi dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut :

Untuk kecepatan kritis digunakan rumus yang dikembangkan oleh Yustin sebagai berikut :

Untuk menentukan besarnya debit yang melalui pelimpah digunakan rumus sebagai berikut :

Cd = 2,20 - 0,0416

C = 1,60 1 + 2a [ ---1 + a [ Dimana : C = koefisien debit

Cd = koefisien debit pada saat h = Hd h = tinggi air di atas mercu pelimpah (m) Hd = tinggi tekanan rencana di atas

W = tinggi pelimpah dari dasar saluran pengarah ( m ) A = konstanta ( diperoleh pada saat h/Hd dan c = cd )

Lebar efektif pelimpah adalah lebar air yang melimpah di atas pelimpah. Air tidak dapat melimpah selebar pelimpah sebagai akibat adanya kontraksi pada dinding atau akibat adanya pilar pada pelimpah. Rumus yang digunakan untuk menghitung lebar efektif pelimpah adalah :

Dimana :

Leff = lebar efektif pelimpah ( m ) L’ = lebar pelimpah sesungguhn

N = jumlah pilar

kp = koefisien kontraksi pilar

ka = koefisien kontraksi dinding samping Hd = tinggi tekanan total di atas mercu ( m )

Elevasi mercu pelimpah merupakan elevasi tampungan efektif yang dida[at dari perhitungan tampungan efektif waduk untuk memenuhi kebutuhan air untuk penduduk yang dihitung dari simulasi tampungan waduk.

Hd

0.99

---- W h ] --- Hd --- h ] ---- Hd koefisien debit

koefisien debit pada saat h = Hd tinggi air di atas mercu pelimpah (m)

Dalam dokumen e. Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja (Halaman 68-96)

Dokumen terkait