• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja 2002).

Sistem imun terbagi menjadi dua yaitu sistem imun non spesifik dan sistem imun spesifik (Baratawidjaja 2002). Sistem imun non-spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, tidak berubah oleh infeksi. Sel yang penting adalah fagosit dan sel NK (natural killer) sedangkan molekul yang penting pada sistem imun non-spesifik adalah lizosim, komplemen, protein fase akut dan interferon.

Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya (Baratawidjaja 2002). Benda yang pertama kali muncul dalam badan segera dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitasi sel-sel imun tersebut. Bila sel sistem imun yang sudah tersensitasi tersebut terpajan kembali dengan benda asing yang sama maka benda asing yang terakhir akan dikenal lebih cepat kemudian dihancurkan. Sel yang penting pada sistem imun ini adalah limfosit T dan B sedangkan molekul yang penting adalah antibodi, sitokin dan mediator. Sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun non-spesifik untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya tetapi pada umumnya terjalin kerjasama yang baik antara antibodi-komplemen-fogosit dan antara sel T-makrofag. Limfosit B atau sel B berperan dalam sistem imun spesifik humoral. Bila sel B dirangsang oleh benda asing, sel akan berproliferasi dan berkembang menjadi sel plasma yang dapat membentuk antibodi. Fungsi utama antibodi adalah pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler, virus, bakteri dan menetralisasi toksin bakteri.

Limfosit T atau sel T berperan dalam sistem imun spesifik seluler. Sel T terdiri atas beberapa sel subset dengan fungsi yang berlainan. Fungsi utama sel T adalah pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit.

Saluran pencernaan adalah pintu masuk berbagai mikroba ke dalam tubuh dan saluran pencernaan mengandung jaringan limfoid khusus yang dikenal sebagai jaringan limfoid saluran pencernaan (gut-assosiated lymphoid tissue,

GALT). GALT adalah sebutan untuk MALT (mucosa-associated lymphoid tissue) di mukosa saluran pencernaan (Baratawidjaja 2002). Jaringan ini yang pertama kontak dengan komponen makanan, berbagai antigen dari makanan, bakteri ‘baik’ dan ‘jahat’ dan komponen lainnya dari luar tubuh. Saluran pencernaan orang dewasa mempunyai luas permukaan sekitar 400 m2. Permukaan yang luas tersebut selalu terpajan dengan berbagai mikroba dan makanan yang mungkin dapat menerangkan mengapa 2/3 seluruh sistem imun ada di saluran pencernaan. Banyaknya limfosit di dalam GALT hampir sama dengan di limfa. Berdasarkan lokasinya sel-sel limfosit tersebar di tiga tempat, yaitu Peyer’s Patch (PP), lamina propria dan intraepitel (Bowen 2004).

Peyer’s Patch merupakan agregat folikel limfoid di mukosa usus yang ditemukakan di seluruh jejunum dan ileum (terbanyak di ileum terminal). PP merupakan tempat prekursor sel B yang dapat melakukan switching untuk memproduksi IgA (Baratawidjaja 2002).

Lamina propria terletak tepat di bawah epitel yang merupakan struktur yang longgar. Limfosit tersebar di lamina propria mukosa. Fungsi efektor lamina propria adalah pada sekresi antibodi terutama IgA. IgA diangkut dari lamina propria ke sel epitel melalui reseptor immunoglobulin polimerik untuk selanjutnya disekresi ke lumen. Produksi IgA disaluran pencernaan berperan memblok pelekatan mikroba ke sel epitel usus (Wilson 2005)

Intraepitel terletak di dalam epitel mukosa di atas lamina propria. Sel limfosit intraepitel tersebar difus di jaringan mukosa dan tidak memiliki struktur yang jelas seperti yang didapat pada sistem imun yang terorganisir. Limfosit intraepitel terbanyak adalah sel T (>90%) yang berupa CD8+ atau CD4-CD8- (Baratawidjaja 2002).

IgA ditemukan dalam dua bentuk yaitu serum IgA dan dalam berbagai sekresi (sIgA) yang merupakan bagian terbanyak. Komponen sekretori

melindungi IgA dari protease mamalia. sIgA melindungi tubuh karena dapat bereaksi dengan molekul adhesi dari patogen, mencegah pelekatan dan kolonisasi patogen di dalam sel (Stewart & Weir 1995).

IgA ditemukan dengan jumlah sedikit dalam serum, tetapi kadarnya dalam cairan sekresi saluran napas, saluran cerna, saluran kemih, air mata, keringat, ludah dan air susu ibu lebih tinggi dalam bentuk IgA sekretori (sIgA) (Baratawidjaja 2002). IgA dalam serum dapat mengaglutinasikan kuman, mengganggu motilitasnya sehingga memudahkan fagositosis (opsonisasi) oleh sel polimofonuklier. IgA sekretori dalam bentuk polimerik menjadi stabil oleh ikatan polipeptida rantai J. Molekul IgA yang polimerik dan rantai J dibentuk sel plasma di dalam sel epitel lamina propria selaput lendir (tidak oleh sel B). Pada saat IgA tersebut dilepas ke dalam lumen saluran cerna, sel epitel juga melepas bagian sekretori untuk membentuk sIgA yang terlindungi dari pencernaan enzim (Stewart & Weir 1995; Baratawidjaja 2002). Selain itu, menurut Surono (2004), sIgA tidak menimbulkan respon inflamasi sehingga sIgA ideal untuk menjaga permukaan mukosa dari antigen dengan cara mencegah pelekatan antigen pada epitel. sIgA paling banyak diproduksi oleh MALT dan sangat baik untuk merefleksikan respon saluran pencernaan daripada monomerik IgA (plasma) yang tidak merefleksikan respon saluran saluran pencernaan secara spesifik.

Fagarasan dan Honja (2004) mengemukakan perkembangan IgA+B-cell pada saluran pencernaan berdasarkan pada beberapa konsep yang dapat disarikan sebagai berikut: (1) Prekursor IgA+ sel plasma saluran pencernaan terletak di Peyer’s patch, (2) IgA+B-cell tergantung pada stimulasi antigen dan bantuan dari sel T yang menyebabkan terbentuk germinal center (GM), (3) Germinal center

Peyer’s patch berbeda dengan GC yang lain karena adanya sel T (CD4+) dan sel dendritik yang secara spesifik membantu perubahan menjadi IgA, (4) Jaringan mukosa adalah tempat utama IgA+B-cell tetapi tidak untuk IgM+ atau IgG+ B-cell yang menunjukkan keberadaan molekul tersebut melekat secara spesifik, (5) IgA memberikan perlindungan pada mukosa terhadap bakteri, parasit dan virus patogen (Suzuki et al. 2007).

Mekanisme yang menginduksi respon IgA pada saluran pencernaan menurut Suzuki et al. (2007) dapat dilihat pada Gambar 3. (a) IgM+ sel B bermigrasi ke Peyer’s patch (PP) atau ILF (isolated lymphoid follicles). ILF (isolated lymphoid

follicles) merupakan folikel limfoid soliter yang tersebar pada usus halus yang memiliki fungsi hampir sama dengan Peyer’s patch. Jumlah, ukuran dan komposisi seluler ILF sangat bervariasi tergantung pada bakteri yang ada pada usus halus (Fagarasan & Honjo 2004).

Gambar 3. Mekanisme yang menginduksi respon IgA pada saluran pencernaan

Suzuki et al. (2007)

Sel M (M=microfold cell yaitu sel spesifik di dalam epitelium usus, yang mengangkut antigen masuk ke lapisan bawah jaringan) yang menutup struktur folikel di dalam saluran pencernaan (PP, ILF) mampu mengikat, memindahkan dan kemudian mentransfer antigen bakteri ke sel dendritik (DC) yang terletak di dalam subepitel dome (SED). Beberapa dari DC yang teraktivasi keluar, ke mesentrik lymph node dan menginduksi respon IgA spesifik antigen. DC lain yang penuh dengan antigen tetap berada dalam struktur polikel saluran pencernaan, memberikan antigen ke CD4 sel T lokal, berproliferasi dan menginisiasi germinal center (GC), GC adalah lingkungan mikro spesifik dimana sel B terstimulasi melalui BCR atau TLR (toll-like receptor) dan molekul stimulator lainnya atau cytokine, berproliferasi dan mengaktifkan AID (activation-induced cytidine deaminase) kemudian mengalami rekombinasi (CSR= class switch recombination) dan mutasi (SHM = somatic hypermutation) menjadi IgA.

(b) Beberapa IgM+sel B yang berasal dari sumsum tulang (BM= bone marrow) atau sel B1 peritoneal bermigrasi secara langsung ke LP saluran pencernaan, dimana mereka diaktivasi oleh antigen dan CD40L ekspresi sel T seperti pada (a) atau alternatif lain melalui antigen (mikroba) yang dibawa oleh sel dendritik (DC) atau stimulasi poliklonal.

Adanya cytokine yang disekresi oleh sel T lamina propria atau BAFF ( B-cell activating factor of the TNF family) dan APRIL(a proliferation-inducing ligand) yang terlarut atau terikat pada membran, yang diproduksi oleh DC, mengaktifkan sel B, kemudian berubah dan berdiferensiasi menjadi IgA dan IgA plasma di bawah pengaruh faktor-faktor yang disekresi oleh sel stroma lamina propria. Faktor yang disekresi oleh sel stromal (SC) lamina propria seperti IL-6, IL-10 dan TGF, tidak hanya merubahnya menjadi IgA (c) tetapi juga berdiferensiasi menjadi IgA+plasma.

Sel dendritik (DC) yang terletak di dalam usus halus dapat secara langsung mengambil antigen di usus (Suzuki et al. 2007). Peranan DC dalam mengawasi bakteri di saluran pencernaan memerlukan integritas dari epitelium. Untuk itu DC lamina propria mengekpresikan protein yaitu occluding, claudin I dan zonula occluden I yang diperlukan untuk membuka dan menutup ikatan yang rapat antar sel epitel, sehingga dendritik masuk ke lumen.

DC lamina propria dapat berinteraksi dengan bakteri patogen bermigrasi ke luar lamina propria dan mengaktifkan sel T dan sel B yang terletak di lamina propria (Suzuki et al. 2007). Sel T lamina propria teraktivasi secara fenotif ditunjukkan dengan tingginya persentase sel-sel yang diekspresikan IL-2R dan molekul MHC (Major Histocompatibility Complex) kelas II dan tingginya produksi cytokine (seperti IL-2, IL-4, IL-5) yang terlibat pada generasi respon IgA. Meskipun demikian, walaupun sel T tidak ada, sel B lokal diaktivasi oleh antigen yang dibawa oleh denritik sel lamina propria atau stimulasi poliklonal oleh mikroba yang ditangkap oleh DC. Sel B yang teraktivasi mungkin berubah dan berdiferensiasi menjadi IgA sel plasma di bawah pengaruh faktor yang disekresikan oleh sel-sel stroma lamina propria..

Bakteri asam laktat mampu menstimulasi sistem imun karena adanya senyawa peptidoglikan dan lipopolisakarida dalam dinding sel. Bakteri asam laktat melakukan kontak dengan sistem imun saluran usus melalui sel M atau sel

folikel epitelium dari Peyer’s patch atau melalui sel epithelial saluran usus halus atau usus besar. Interaksi antara bakteri asam laktat dengan sel M hanya menstimulasi respon imun spesifik, sedangkan interaksi antara bakteri asam laktat dengan sel folikel epitel menstimulasi respon imun non-spesifik atau peradangan meskipun juga dapat meningkatkan respon imun spesifik (Surono 2004).

III. METODOLOGI