• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, manfaat penelitian, tujuan penelitian, kerangka teori, dan defenisi konsep.

BAB II : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi metode penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, jenis dan sumberdata, teknik pengumpulan data, dan teknis analisis data.

BAB III : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi uraian dan teori-teori yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini memuat gambaran umum atau profil dari lokasi penelitian dan pelaksanaan program tersebut.

BAB V : PENYAJIAN & ANALISIS DATA

Bab ini berisi data yang diperoleh dari lapangan berupa dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti dan analisa data yang diperoleh dari lapangan dan memberikan interpretasi masalah yang diajukan.

BAB VII : PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dan saran dari penulis untuk memberikan masukan bagi pihak yang bersangkutan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori

Kerangka teori membantu seorang penulis dalam menentukan tujuan dan arah penelitian, serta sebagai dasar penelitian agar langkah yang ditempuh selanjutnya dapat jelas dan konsisten. Maka di dalam kerangka teori ini penulis akan mengemukakan teori, gagasan dan pendapat yang akan dijadikan titik tolak landasan berfikir dalam penelitian ini. Adapun kerangka toeri dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

2.1.1. Efektivitas

2.1.1.1. Pengertian Efektivitas

Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan dalam setiap organisasi atau program. Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan sejauh mana rencana dapat tercapai. Semakin banyak rencana yang dapat dicapai, semakin efektif pula kegiatan tersebut.

Menurut Sondang dalam Othenk (2008: 4), efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya.

Efektivitas berfokus pada outcome (hasil), program, atau kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan atau dikatakan spending wisely. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar mengenai hubungan arti efektivitas di bawah ini.

Sumber: Mahmudi, 2005:92

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka efektivitas adalah menggambarkan seluruh siklus input, proses dan output yang mengacu pada hasil guna daripada suatu organisasi, program atau kegiatan yang menyatakan sejauh mana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai, serta ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai target-targetnya.

Dapat disimpulkan bahwa efektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu, dan partisipasi aktif dari anggota serta merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai.

Jadi dimaksudkan disini yaitu bagaimana penyaluran dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada BRI itu mencapai titik berhasil sesuai dengan teori-teori yang ada tersebut. Untuk mengetahui apakah penyaluran dana KUR tersebut efektiv atau tidak maka dibutuhkan indikator atau alat ukur yang digunakan

disini untuk mengetahui apakah penyaluran dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) itu berhasil ataupun tidak adalah dengan melihat apakah tujuan dari dibentuknya program Kredit Usaha Rakyat (KUR) ini sudah tercapai dan apakah memberi manfaat bagi masyarakat khususnya para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM).

2.1.1.2. Tujuan Efektivitas

Adapun tujuan efektif sebagaimana dikemukakan oleh S.P. Siagian (1978:77), yaitu:

1. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan operasional.

2. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan pelaksanaan organisasi semakin didekatkan pada tujuannya.

3. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik mengingat sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas organisasi menuntut terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian.

2.1.1.3. Manfaat Efektivitas

Duncan yang dikutip Richard M. Steers (1985:53) dalam bukunya Efektrivitas Organisasi mengatakan manfaat efektivitas sebagai berikut:

1. Pencapaian Tujuan

Agar pencapaian tujuan akhir semakin terjamin, diperlukan pentahapan, baik dalam arti pentahapan pencapaian bagian-bagiannya maupun pentahapan dalam arti periodisasinya.

2. Integrasi

Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan consensus dan komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya.

3. Adaptasi

Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk itu digunakan tolak ukur proses pengadaan dan pengisian tenaga kerja.

2.1.1.4. Indikator Efektivitas

Tingkat efektivitas dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak efektif.

Menurut pendapat Gibson Ivancevich Donnelly dalam bukunya Prilaku, Struktur, Proses, menyebutkan bahwa ukuran efektivitas organisasi sebagai

berikut:

1. Produksi adalah kemampuan organisasi untuk memproduksi jumlah dan mutu output sesuai dengan permintaan lingkungan.

2. Efesiensi adalah perbandingan (ratio) antara output dengan input.

3. Kepuasaan adalah ukuran untuk menunjukan tingkat dimana organisasi dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

4. Keunggulan adalah tingkat dimana organisasi dapat dan benar-benar tanggap terhadap perubahan internal dan eksternal.

5. Pengembangan adalah mengukur kemampuan organisasi untuk meningkatkan kapasitasnya dalam menghadapi tuntutan masyarakat.

Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan di atas, maka ukuran efektivitas organisasi merupakan suatu standar akan terpenuhinya mengenai sasaran dan tujuan yang akan dicapai serta menunjukan pada tingkat sejauh mana organisasi, program/kegiatan melaksanakan fungsi-fungsinya secara optimal.

Oleh karenanya, maka hal-hal yang mempengaruhi efektivitas adalah ukuran, tingkat kesulitan, kepuasan, hasil dan kecepatan serta individu atau organisasi dalam melaksanakan sebuah kegiatan/program tersebut, di samping itu evaluasi apabila terjadi kesalahan pengertian pada tingkat produktivitas yang dicapai, sehingga akan tercapai suatu kesinambungan (sustainabillity).

Selanjutnya Strees dalam Tangkilisan (2005:141) mengemukakan 5 (lima) kriteria dalam pengukuran efektivitas, yaitu produktivitas, kemampuan adaptasi kerja, kepuasan kerja, kemampuan berlaba, dan pencarian sumber daya.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa ukuran daripada efektivitas harus adanya suatu perbandingan antara input dan output, ukuran daripada efektivitas mesti adanya tingkat kepuasan dan adanya penciptaan hubungan kerja yang

kondusif serta intensitas yang tinggi, artinya ukuran daripada efektivitas adanya rasa saling memiliki dengan tingkatan yang tinggi.

2.1.1.5. Efektivitas Program

Menurut Budiani (2007) dalam jurnalnya yang berjudul “efektivitas program penanggulangan pengangguran Karang taruna “eka taruna bhakti” desa Sumerta Kelod kecamatan denpasar timur kota Denpasar“ menyatakan bahwa untuk mengukur efektivitas suatu program dapat dilakukan dengan menggunakan variabel-variabel sebagai berikut:

1. Ketepatan sasaran program

Yaitu sejauhmana pelanggan dari program tersebut tepat dengan sasaran yang sudah ditentukan sebelumnya.

2. Sosialisasi program

Yaitu kemampuan penyelenggara program dalam melakukan sosialisasi program sehingga informasi mengenai pelaksanaan program dapat tersampaikan kepada masyarakat pada umumnya dan sasaran program pada khususnya.

3. Tujuan program

Yaitu sejauhmana kesesuaian antara hasil pelaksanaan program dengan tujuan program yang telah ditetapkan sebelumnya.

4. Pemantauan program

Yaitu kegiatan yang dilakukan setelah pemberian hasil dari program sebagai bentuk perhatian kepada pelanggan.

2.1.2. Konsep Kredit

2.1.2.1. Pengertian Kredit

Kata kredit berasal dari kata credere (Yunani) atau credetium (Latin) yang berarti kepercayaan atau credo yang berarti saya percaya, artinya kepercayaan dari kreditor (pemberian pinjaman) bahwa debitornya (penerima pinjaman) akan mengembalikan pinjaman beserta bunganya sesuai dari perjanjian kedua belah pihak dalam jangka waktu tertentu.

Kredit menurut pendapat Brymont P. Kent adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban melakukan pembayaran pada waktu diminta atau pada waktu yang akan datang, karena penyerahan barang-barang pada waktu sekarang.

Menurut Rolling G. Thomas, pengertian kredit adalah kepercayaan si peminjam untuk membayar sejumlah uang pada masa yang akan datang.

Sedangkan menurut Firdaus dan Ariyanti mendefinisikan arti kredit adalah suatu reputasi yang dimiliki seseorang yang memungkinkan ia bisa memperoleh uang, barang-barang atau tenaga kerja, dengan jalan menukarkan dengan suatu perjanjian untuk membayarnya disuatu waktu yang akan datang.

Pengertian kredit secara yuridis dapat dilihat pada Undang-Undang No.

10 Tahun 1998 Pasal 1 Ayat 11 tentang perbankan, bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberi bunga.

Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 Ayat 12 tentang perbankan, pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Saat ini kata kredit sebenarnya bukan lagi asing di telinga kita. Dalam kehidupan sehari-hari pun kredit sering kita dengar. Apalagi untuk masyarakat kalangan menengah ke bawah, kredit sering digunakan. Mereka menggunakan kredit untuk membeli keperluan rumah tangga seperti ember, kursi, mesin cuci, dan sebagainya. Biasanya kredit barang-barang seperti ini berhubungan langsung dengan pedagang yang menjualnya. Dalam jangka waktu tertentu si peminjam diwajibkan untuk membayar sesuai nominal yang telah disepakati.

Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali dalam jangka waktu yang ditentukan. UU No. 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa, “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka watu tertentu dengan pemberian bunga.” Jika seseorang menggunakan jasa kredit, maka ia akan dikenakan bunga tagihan.

Dalam perkembangan perbankan modern saat ini, kredit memiliki pengertian sebagai penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk:

1. Overdraft yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari.

2. Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang.

3. Pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.

2.1.2.2. Tujuan Kredit

Kredit di awal perkembangan tujuannya untuk merangsang kedua belah pihak untuk saling menolong dengan tujuan pencapaian kebutuhan, baik itu dalam bidang usaha atau kebutuhan sehari-hari. Kredit dapat memenuhi fungsinya jika secara sosial ekonomis baik bagi debitur, kreditur, atau masyarakat membawa pengaruh yang lebih baik.

Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan tertentu. Tujuan pemberian kredit tersebut tidak akan lepas dari misi bank tersebut didirikan.

Menurut Kasmir (2002:105) dalam bukunya Bank dan Lembaga Keuangan lainnya ada beberapa tujuan umu pemberian suatu kredit antara lain :

a. Membantu Usaha Nasabah

Tujuannya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.

b. Membantu Pemerintah

Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin bnyak kredit berarti adanya peningkayan pembangunan diberbagai sektor. Keuntungan bagi pemerintah dengn menyebarkan pemberian kredit adalah:

1. Penerimaan pajak, dari keuntungan yang diperoleh nasabah dan bank.

2. Membuka kesempatan kerja, dalam hal ini untuk kredit pembangunan usaha baru atau perluasan usaha akan membutuhkan tenaga kerja baru sehingga dapat menyedot tenaga kerja yang masih menganggur.

3. Meningkatkan jumlah barang dan jasa.

4. Menghemat devisa negara, terutama untuk produk-produk yang sebelumnya diimpor. Apabila dapat diproduksi di dalam negeri dengan fasilitas kredit maka akan dapat menghemat devisa negara.

2.1.2.3. Manfaat Kredit

Menurut Kasmir (2002:106) dalam bukunya Dasar-Dasar Perbankan selain memiliki manfaat pemberian suatu fasilitas kredit juga memiliki suatu fungsi yang sangat luas, antara lain:

a. Untuk meningkatkan daya guna uang

Dengan diberikannya kredit, uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima kredit.

b. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya sehingga, suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh tambahan uang dari lainnya.

c. Untuk meningkatkan daya guna barang

Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh si debitur untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat.

d. Sebagai alat stabilitas ekonomi

Dengan memberikan kredit dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat.

e. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha

Bagi si penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha, apalagi bagi si nasabah yang memang modalnya pas-pasan.

2.1.2.4. Indikator Kredit

Dalam kata kredit mengandung berbagai maksud. Atau dengan kata lain dalam kata kredit terkandung unsur-unsur yang direkatkan menjadi satu.

Sehingga jika bicara kredit maka termasuk membicarakan unsur-unsur yang terkandung didalamnya. Adapun unsur–unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut:

1. Kepercayaan

Kepercayaan merupakan suatu keyakinan bagi si pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (baik berupa uang, barang atau jasa) benar-benar diterima kembali di masa yang akan datang sesuai dengan jangka waktu kredit. Oleh karena itu sebelum kredit dikucurkan harus dilakukan

penelitian dan penyelidikan lebih dulu secara mendalam tentang kondisi nasabah, baik secara interen maupun dari eksteren.

2. Kesepakatan

Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak mentandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.

Kesepakatan penyaluran kredit dituangkan dalam akad kredit dan ditandatangani oleh kedua belah pihak sebelum kredit dikucurkan.

3. Jangka Waktu

Setiap kredit yang diberikan pasti memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati.

Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek (dibawah 1 tahun), jangka menegah (1 sampai 3 tahun), atau jangka panjang (diatas 3 tahun).

Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran kredit yang sudah disepakati kedua belah pihak. Untuk kondisi tertentu jangka waktu ini dapat diperpanjang sesuai kebutuhan.

4. Resiko

Akibat adanya tenggang waktu, maka pengembalian kredit akan memungkinkan suatu resiko tidak tertagihnya atau macet pemberian suatu kredit. Semakin panjang suatu jangka kredit, maka semakin besar resikonya, demikian pula sebaliknya. Resiko ini menjadi tanggungan bank, baik resiko disengaja oleh nasabah maupun resiko yang tidak sengaja, misalnya karena bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada

unsur kesengajaan lainnya, sehingga nasabah tidak mampu lagi melunasi kredit yang diperolehnya.

5. Balas Jasa

Bagi bank balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan atas pemberian suatu kredit. Dalam bank jenis konvensional balas jasa kita kenal dengan nama bunga. Disamping balas jasa dalam bentuk bunga bank juga membebankan kepada nasabah biaya adminstrasi kredit yang juga merupakan keuntungan bank. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil.

Berkaitan dengan hal di atas berarti bahwa kredit hanya dapat diberikan kepada mereka yang dipercaya mampu mengembalikan kredit di kemudian hari.

Jika dijabarkan lebih lanjut lagi bahwa pemenuhan kewajiban mengembalikan pinjaman itu sama artinya dengan kemampuan memenuhi prestasi suatu perikatan.

2.1.3. Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro BRI

2.1.3.1. Pengertian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro BRI

Dalam rangka mendukung kebijakan Pemerintah dalam menggerakkan sektor riil, BRI menjadi salah satu bank pelaksana yang melayani pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang telah diluncurkan pada tanggal 5 November 2007 oleh Presiden RI. Sebagai pedoman pelaksanaannya, telah terdapat Surat Edaran Nose: S.8-DIR/ADK/02/2008 tanggal 20 Februari 2008 tentang Kredit Usaha Rakyat Kupedes (KUR Kupedes) yang telah mengalami perubahan dalam Surat Edaran Nose S.8a-DIR/ADK/02/2008 tanggal 24 April 2009 serta

beberapa surat penjelasan mengenai ketentuan pelaksanaan KUR Kupedes yang selanjutnya disebut dengan KUR Mikro.

Kredit usaha rakyat (KUR) Mikro adalah kredit modal kerja dan atau investasi dengan plafond kredit secara total eksposure sampai dengan Rp.

25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) yang diberikan kepada usaha mikro perorangan yang memiliki usaha produktif yang dilayani oleh BRI Unit yang dimintakan penjaminan kepada Penjamin. Pelayanan KUR Mikro hanya dapat dilaksanakan di BRI Unit. Sumber dana KUR Mikro berasal sepenuhnya dari dana BRI. Putusan pemberian kredit sepenuhnya menjadi wewenang BRI sesuai ketentuan yang berlaku di BRI. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka pengembangan pelayanan usaha berskala mikro, sekaligus mengantisipasi persaingan serta untuk mendukung program pemerintah, Direksi memandang perlu untuk mengatur kembali ketentuan pelayanan KUR Mikro yang dapat dilayani di BRI Unit.

2.1.3.2. Tujuan dan Fungsi KUR Mikro BRI

Tujuan Program KUR adalah untuk mempercepat pengembangan sektor-sektor primer dan pemberdayaan usaha skala kecil, untuk meningkatkan aksesibilitas terhadap kredit dan lembaga-lembaga keuangan, mengurangi tingkat

kemiskinan, dan memperluas kesempatan kerja. Pada dasarnya, KUR merupakan modal kerja dan kredit investasi yang disediakan secara khusus untuk unit usaha produktif melalui program penjaminan kredit. Terdapat beberapa tujuan KUR Mikro BRI:

a. Meningkatkan akses pembiayaan UMKM kepada Bank.

b. Pembelajaran UMKM untuk menjadi debitur yang bankable sehingga dapat dilayani sesuai ketentuan komersial perbankan pada umumnya (sebagai contoh embrio debitur komersial).

c. Diharapkan usaha yang dibiayai dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan.

2.1.3.3. Syarat, Ketentuan dan Kebijakan Prosedur KUR

Sejak diberlakukannya KUR ini, beberapa syarat, ketentuan dan kebijakan prosedur yang ingin menggunakan KUR mengalami beberapa kali revisi. Maka yang berlaku saat ini, yaitu:

1. Persyaratan umum Calon Debitur

a. Peminjam adalah individu yang melakukan usaha produktif yang layak namun belum bankable.

b. Calon debitur tidak sedang menerima kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi dari perbankan dan/atau yang tidak sedang menerima kredit program dari pemerintah.

c. Perijinan calon debitur

Ijin usaha seperti TDP, SIUP, dan SITU dapat digantikan dengan Surat Keterangan Usaha dari Lurah/Kepala Desa atau otoritas lain yang berwenang misalnya Surat Keterangan Usaha dari Kepala Pasar untuk Permohonan pedagang Pasar.

2. Persyaratan administratif bagi calon debitur adalah:

a. Menyerahkan fotocopy KTP atau kartu identitas lainnya dan foto copy Kartu Keluarga (KK) yang masih berlaku serta harus dicocokkan dengan aslinya

b. Pejabat Kredit Lini (PKL) wajib memastikan kebenaran alamat calon debitur.

c. Fotocopy KTP dan kartu identitas lainnya seperti Kartu Keluarga (KK), harus diberi paraf oleh Mantri atau Kaunit sebagai bukti bahwa alamat calon nasabah pada fotocopy KTP tersebut benar dan cocok dengan aslinya.

d. Menyerahkan ijin usaha atau penggantinya.

3. Jenis Kredit dan Jangka Waktu

Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro ini dapat diberikan untuk keperluan modal kerja atau investasi, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Kredit Modal Kerja, jangka wajtu maksimal 3 (tiga) tahun.

b. Kredit Investasi, jangka waktu maksimal 5 (lima) tahun.

2.1.3.4. Tingkat Bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro BRI

Suku bunga kredit untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang berlaku saat ini adalah sebesar 9%. Kredit Usaha Rakyat adalah kredit program yang disalurkan menggunakan pola penjaminan dan kredit ini diperuntukkan bagi pengusaha mikro dan kecil yang tidak memiliki agunan tetapi memiliki usaha yang layak dibiayai bank. Pemerintah mensubsidi Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan tujuan memberdayakan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang ada di Indonesia.

2.1.4. Usaha Mikro

2.1.4.1. Defenisi Usaha Mikro

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang dimaksud dengan usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

Usaha mikro adalah usaha produktif yang dimiliki oleh orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Kriteria dari usaha mikro kecil tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2008, pada pasal 6 ayat (1) dan tersaji dalam tabel berikut ini.

No Sumber Keterangan

1. UU No. 20 Tahun 2008 Usaha Mikro:

a. Jumlah aset maksimal 50 juta

b. Omzet penjualan per-tahun maks. Rp. 300 juta

2. Badan Pusat Statistik (BPS)

Usaha Mikro:

Tenaga kerja <5 orang termasuk anggota keluarga.

3. Bank Indonesia (UU No. 9 Tahun 1995)

Usaha Mikro:

Usaha yang dimiliki oleh sumber daya local

dengan teknologi sederhana.

4. Bank Dunia Usaha Mikro:

a. Tenaga kerja <10 orang b. Aset <$ 100.000

c. Omset per-tahun <$100.000 Sumber: Diolah dari berbagai sumber

Adapun yang menjadi karakteristik dari UMKM di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Struktur organisasi dan manajemen sederhana.

2. Memiliki modal terbatas dan kemampuan memperoleh sumber dana rendah.

3. Sistem pembukuan keuangan sangat sederhana.

4. Kurang membedakan antara aset pribadi dengan aset perusahaan.

5. Kemampuan pemasaran produk rendah.

6. Menghadapi persaingan yang tinggi sehingga marjin keuntungan rendah.

2.1.4.2. Jenis-Jenis Usaha Mikro

2.1.4.2. Jenis-Jenis Usaha Mikro

Dokumen terkait