• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistematika penulisan bertujuan untuk mempermudah serta memberikan arahan dalam penulisan serta penyusunan penlitian. Penelitian yang berjudul “Pengaruh Brand Image Terhadap

Keputusan Pembelian Dengan Harga Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada Produk iPhone di Kota Bandung” dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN

pada bab ini diuraikan tentang objek penelitian, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan sistematika penulisan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini diuraikan tentang landasan teori yang digunakan sebagai dasar dari analisis penelitian, penelitian terdahulu, dan kerangka penelitian teoritis

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan tentang jenis penelitian dan sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis.

BAB IV. HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan tentang hasil dari pengolahan data. Di mana hasil tersebut akan dianalisis oleh peneliti agar ditemukan kesimpulan dari penelitian ini.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini diuraikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang disertai dengan rekomendasi atau saran bagi perusahaan yang diteliti.

2.1 Pemasaran

BAB II

LANDASAN TEORI

Manajemen pemasaran merupakan proses untuk mengetahui, merencanakan, menjalankan, dan megawasi kegiatan pemasaran yang meluputi ide, barang dan jasa menurut pertukaran dengan tujuan mencapai kepuasan konsumen dan tanggung jawab produsen (Manullang dan Hutabarat, 2016). Kemudian menurut Kottler dan Amstrong (dalam Priansa, 2017:4) menyatakan manajemen pemasaran merupakan usaha yang dilakukan untuk mencapai keinginan dan membuat sebuah hubungan yang dekat dengan konsumen namun menguntungkan bagi perusahaan.

Menurut Zainurossalamia (2020), pemasaran merupakan salah satu kegiatan utama yang dilakukan oleh pengusaha, yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup usahanya dan mengembangkan perusahaan serta memaksimalkan keuntungan. Keberhasilan atau kegagalan pencapaian tujuan bisnis tergantung pada keahlian para pengusaha tersebut dalam pemasaran, produksi, dan keuangan. Sementara itu, menurut Al-Arif (dalam Zainurossalamia, 2020: 4), pemasaran diartikan sebagai proses mengidentifikasi dan memuaskan kebutuhan manusia dan masyarakat. Salah satu definisi terpendek dari pemasaran adalah "memuaskan permintaan secara menguntungkan".

Dari definisi yang sudah dipaparkan diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen pemasaran merupakan sebuah kegiatan untuk menganalisis, merencanakan, menjalankan, dan mengawasi kegiatan pemasaran dan fungsi dari manajemen yaitu menciptakan, membangun, mengendalikan dan mempertahankan sebuah ide, barang, dan jasa yang diinginkan oleh konsumennya sehingga perusahaan semakin dekat dengan konsumen dan memberikan keuntungan bagi perusahaan.

2.1.2 Perilaku Konsumen

Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Wibowo dan Priansa (2017:274) Perilaku konsumen merupakan kegiatan yang dilakukan konsumen saat mencari, mendistribusi, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk atau jasa saat akan memenuhi kebutuhannya. Perilaku konsumen tersebut akan menentukan proses saat mengambil keputusan saat sedang akan membeli sebuah produk. Proses tersebut merupakan sebuah upaya untuk menyelesaikan masalah yang

tersusun dalam beberapa tahap. Perilaku konsumen adalah kegiatan individu yang ikut andil dalam mengkonsumsi atau menggunakan barang dan jasa, termasuk proses pengambilan keputusan (Nasution 2018:92).

Semua proses saat terjadi pembelian tidak selalu dilakukan secara langsung oleh pembeli.

Perilaku konsumen akan lebih memfokuskan pada proses keputusan pembelian konsumen dan bagaimana konsumen tersebut memanfaatkan sumber daya yang tersedia seperti waktu, uang, dan upaya dalam mendapatkan produk atau jasa tersebut. Dengan demikian perilaku konsumen merupakan kebiasaan saat konsumen akan mencari, membeli, menggunakan, memilih dan memutuskan produk dan jasa yang dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan dari konsumen.

2.2 Theory Of Reasoned Action

Theory of Reasoned Action, sebuah teori yang menjelaskan perilaku manusia. Teori dibangun dengan menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku secara sadar dan mempertimbangkan semua informasi yang tersedia. Menurut Ajzen dan Fishbein dalam Mahyarni (2013), teori perilaku rasional diasumsikan sebagai perilaku yang ditentukan oleh kesediaan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu, dan sebaliknya.

Perilaku seseorang tergantung pada niat perilaku, yang meliputi tiga komponen, yaitu:

sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku yang dirasakan. Ada variabel sikap dan norma subjektif dalam teori perilaku rasional. Menurut Ajzen dan Fishbein dalam Mahyarni (2013), norma subjektif merupakan penentu keinginan perilaku.

Asumsi utama Theory of Reasoned Action tindakan rasional adalah bahwa orang menjadi rasional ketika mereka mempertimbangkan tindakan mereka dan dampak dari tindakan mereka (pengambilan keputusan). Dengan memahami segala dampak dan konsekuensinya, diharapkan keputusan yang diambil akan memberikan hasil yang terbaik. Berikut ini adalah gambaran dari teori tindakan rasional sebagai berikut:

Gambar 2.1 The Theory of Rational Action Sumber : Fishbein dan Ajzen Dalam Mahyarni 2013

Gambar diatas merupakan kerangka yang terbentuk dalam teori untuk mempelajari sikap terhadap perilaku. Dalam kerangka ini, ada bagian tentang beliefs and evaluations yang mempengaruhi attitude toward behavior. Menurut Mahyarni (2013), sikap Ajzen terhadap perilaku ini tergantung pada keyakinan akan konsekuensi dari perilaku tersebut, yang juga dikenal sebagai behavioral beliefs. Selain itu, ada deskripsi normative beliefs and motivation to copy berhubungan dengan subjective norm. Menurut Mahyarni (2013), subjective norm meliputi perasaan atau asumsi tentang harapan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu, perasaan tersebut bersifat subjektif, sehingga disebut dimensi subjective norm. Hubungan antara sikap terhadap perilaku sangat menentukan, sehingga subjective norm merupakan fungsi dari keyakinan seseorang yang diperoleh dari pandangan orang lain yang berhubungan dengannya, atau normative beliefs and motivation to copy. Kerangka kerja ini menunjukkan bahwa jika keyakinan individu terhadap hasil perilaku dan persepsi-persepsi individu terhadap perilaku yang dilakukan oleh orang terdekat individu tersebut akan terjadi, maka akan terbentuk minat perilaku, yang disebut behavior Intention dan actual behavior. Sikap berdasarkan pendapat dan persepsi pribadi, serta perhatian terhadap pendapat atau persepsi perilaku orang lain, menimbulkan behavior intention yang dapat menjadi actual behavior (Muqarrabin, 2017).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara praktik atau perilaku dalam The Theory of Rational Action akan dipengaruhi oleh niat pribadi, dan behavior intention terbentuk dari attitude toward behavior dan subjective norm. Dalam perilaku konsumen, keputusan yang dibuat oleh teori tindakan rasional dan variabel penulis sangat mempengaruhi keputusan individu. Sebagai sikap terhadap perilaku, variabel harga dalam kerangka The Theory of Rational Action sebagai attitude toward behavior menjadi salah satu yang mempengaruhi, seperti sikap, yang dipengaruhi oleh akibat dari perilaku yang telah atau akan dijalankan di masa lalu. Harga, seperti hubungan antara perilaku dan sikap, sangat menentukan untuk mengambil sebuah keputusan.

Kemudian subjective norm, dipengaruhi oleh keyakinan dari tanggapan orang lain dan motivasi untuk mengikuti pendapat orang lain. Dengan demikian variabel brand image dalam kerangka ini adalah sebuah variabel yang mempengaruhi sikap yaitu hasil dan pengaruh dari sebuah tindakan yang sudah dilakukan. Kesan dari sebuah merek yang tertanam dalam benak konsumen akan semakin meningkat seiring banyaknya pengalaman konsumen dalam

menggunakan merek tersebut. Secara singkat, seorang konsumen akan melakukan tindakan jika memiliki niai yang baik dari pengalaman yang ada dan didukung lingkungan dari individu tersebut.

Setelah terjadi perilaku tersebut dalam The Theory of Rational Action merupakan sikap yang akan timbul dari pandangan atau persepsi serta perhatian orang lain terhadap sebuah perilaku yang akan menimbulkan behavior intention yang dapat menjadi actual behavior (Muqarrabin, 2017). Dalam kerangka setelah terbentuk attitude toward behavior dan subjective norm akan menimbulkan behavior intention yang akan menjadi actual behavior atau pada penelitian ini adalah keputusan pembelian.

2.3 Keputusan Pembelian

2.3.1 Definisi Keputusan Pembelian

Menurut Kotler dan Keller (2016:194) mengatakan keputusan pembelian adalah bagian dari perilaku konsumen yang mempelajari bagaimana individu, kelompok, maupun organisasi memilih, membeli, menggunakan sebuah ide, barang, jasa, atau pengalaman dalam memenuhi dan mencapai keinginan dari konsumen. Saat konsumen akan memutuskan pembelian, konsumen tidak akan terlepas dari kebiasaannya.

Menurut Hanaysha (2018: 8) menyatakan ada beberapa langkah yang dilakukan oleh konsumen saat akan membuat keputusan yang dipengaruhi sebuah informasi mengenai sebuah produk atau layanan yang disajikan. Kemudian Tjiptono (2015: 3) terdapat beberapa pandangan bahwa serangkaian kegiatan yang dilakukan konsumen sebelum membuat keputusan saat akan melakukan pembelian dan memilih suatu produk maupun layanan.

2.3.2 Faktor – Faktor

Berikut faktori-faktor yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen menurut Kotler dan Keller (2016:195):

1. Faktor Budaya

Budaya adalah penentu dasar dari keinginan dan perilaku seorang konsumen. Budaya, sub- budaya, dan strata sosial penting untuk perilaku konsumen karena budaya merupakan faktor dasar keinginan dan perilaku konsumen.

2. Faktor Sosial

Faktor sosial yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian adalah kelompok referensi, peran sosial, keluarga, dan strata sosial.

3. Faktor Pribadi

Karakter individu seorang konsumen merupakan hal penting karena jika produk yang di tawarkan sesuai dengan selera konsumen maka produk yang dipasarkan akan diterima.

a) Psikologis konsumen

Proses psikologis yang akan mempengaruhi konsumen diantaranya; motivasi, persepsi, pembelajaran, dan minat.

1) Motivasi

Awal dari sebuah pencapaian individu akan diawali dengan niat atau motivasi dalam upaya mencapai tujuan, karena motivasi berawal dari kebutuhan dan tujuan seseorang sehingga mendorong untuk mengambil keputusan.

2) Persepsi

Persepsi merupakan kegiatan seseorang dalam memilih, mengatur, dan menafsirkan informasi untuk membuat gambaran. Dalam kegiatan pemasaran, persepsi berada di tingkatan yang lebih tinggi karena mempengaruhi perilaku konsumen.

3) Pembelajaran

Pembelajaran merupakan kegiatan seseorang untuk menemukan langkah yang tepat dalam memberikan stimulasi, informasi, dan pengalaman agar konsumen lebih mengetahui produk yang ditawarkan.

4) Minat

Jenis pengalaman jasa atau produk yang dikenalkan kepada konsumen perlu memiliki struktur pengetahuan dari merek yang sesuai dan mempertahankan dalam ingatan konsumennya.

2.3.3 Dimensi Keputusan Pembelian

Menurut (Wibowo & Priansa, 2017) Dimensi keputusan pembelian meliputi:

1. Pemilihan produk

Perusahaan perlu lebih fokus terhadap konsumen yang tertarik dan pilihan yang menjadi pertimbangan konsumen seperti: keunggulan produk dan pilihan produk sehingga konsumen dapat membuat keputusan mengenai sebuah produk dan jasa.

2. Pemilihan merek

Setiap produk memiliki perbedaan yang khas. Dalam memilih produk, konsumen perlu memahami seperti apa produk dari merek tersebut, jika produk tersebut sesuai dengan keinginan konsumen,

memiliki harga yang sesuai, dan kebiasaan dari merek. Dengan demikian akan membuat konsumen memilih produk untuk dibeli.

3. Pemilihan saluran pembelian

Setiap konsumen memiliki perbedaan dalam menentukan distributor, lokasi, harga, kelengkapan persediaan, dan lain-lain. Dengan demikian konsumen akan memutuskan distributor yang akan dipilih.

4. Waktu pembelian

Dalam pemilihan waktu pembelian produk konsumen perlu menentukan waktu yang sesuai seperti setiap tahun, bulan, minggu, atau setiap hari. Hal tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan, manfaat, dan alasan pembelian yang berbeda.

5. Jumlah pembelian

Frekuensi pembelian dapat menentukan berapa banyak produk yang akan dibeli oleh konsumen.

Hal tersebut, perusahaan sudah mempersiapkan produk yang sesuai dengan keinginan dari konsumen.

2.4 Brand Image

2.4.1 Definisi Brand Image

Menurut Witama dan Keni (2020) brand image merupakan produk yang memiliki ciri khas yang disukai oleh konsumen. Brand image merupakan aset yang bernilai tinggi karena dapat mencerminkan kinerja dan kualitas dari perusahaan, hal tersebut didukung pendapat dari Riyadi (2019) yang menyatakan brand image dapat membuat persepsi yang baik di sekitar pelanggan dan loyalitas pelanggan.

Menururt Zainurossalamia (2020:91) brand image yang baik perlu diperhatikan konsistensi dalam komunikasi kepribadian merek dalam posisi sebuah merek. Pada akhirnya konsumen akan mengetahui merek tersebut, kemudian memiliki kesan tersendiri terhadap brand image. Brand image merupakan perkumpulan sebuah merek yang memiki kesan tersendiri bagi konsumen. Brand image memiliki hubungan berupa keyakinan dan preferensi terhadap sebuah merek.

2.4.2 Faktor – Faktor

Schiffman dan Kanuk (2006:135) menyebutkan faktor-faktor yang membentuk Brand Image sebagai berikut:

a) Kualitas berkaitan dengan kualitas barang yang disediakan oleh produsen produk tertentu.

b) Dapat dipercaya karena menyangkut pendapat atau kesepakatan yang dibentuk oleh masyarakat terhadap produk yang dikonsumsi.

c) Kegunaan atau manfaat yang terkait dengan fitur produk yang dapat digunakan konsumen.

d) Jasa yang berkaitan dengan kewajiban produsen untuk melayani konsumen

e) Risiko berkaitan dengan besarnya akibat untuk mengetahui untung rugi yang mungkin dialami konsumen.

f) Harga merupakan pertanyaan yang berkaitan dengan seberapa banyak atau paling sedikit jumlah yang dikeluarkan konsumen untuk mempengaruhi produk agar dapat mencapai citra jangka panjang.

g) Brnad yang dimiliki oleh image itu sendiri yaitu berupa pandangan kesepakatan dan informasi yang berkaitan dengan suati brand image dari produk tertentu.

2.4.3 Dimensi Brand Image

Menurut Kotler dan Keller (2013:97) mengemukakan dimensi-dimensi utama yang membentuk citra sebuah merek tertuang dalam berikut ini :

a) Brand Identity

Dimensi pertama adalah brand identity atau identitas merek. Identitas merek adalah identitas fisik yang terkait dengan suatu merek atau produk sehingga konsumen dapat dengan mudah mengidentifikasi dan membedakannya dengan merek atau produk lain, seperti logo, warna, kemasan, lokasi, logo perusahaan, slogan, dll yang menutupinya.

b) Brand Personality

Dimensi kedua adalah brand personality atau kepribadian merek. Kepribadian merek adalah ciri khas suatu merek yang membentuk kepribadian tertentu seperti manusia, sehingga khalayak konsumen dapat dengan mudah membedakannya dari merek lain yang sejenis, seperti: tegas, kaku, berwibawa, mulia atau murah senyum, antusias, dan peduli, Sosial atau energik, kreatif, mandiri, dll.

c) Brand Assosiation

Dimensi ketiga adalah asosiasi merek atau brand association. Asosiasi merek adalah hal- hal spesifik yang cocok atau selalu dikaitkan dengan merek, yang mungkin berasal dari penawaran unik produk, aktivitas yang berulang dan konsisten, seperti kegiatan sponsorship atau tanggung jawab sosial, masalah yang sangat penting atau orang-orang yang terkait dengan merek.

d) Brand Attitude and Behavior

Dimensi keempat adalah sikap merek atau brand attitude and behavior. Sikap dan perilaku merek adalah sikap atau perilaku yang digunakan merek untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan konsumen saat memberikan manfaat dan nilainya. Merek sering menggunakan metode komunikasi yang tidak tepat dan etis, pelayanan yang buruk yang mempengaruhi persepsi publik terhadap sikap dan perilaku merek, dan sebaliknya, kasih sayang, kejujuran, sikap dan perilaku yang konsisten, pelayanan yang baik dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat luas juga telah terbentuk. pemahaman yang baik tentang sikap dan perilaku merek. Oleh karena itu, sikap dan perilaku merek mencakup sikap dan perilaku komunikasi terkait merek, aktivitas, dan atribut ketika berhadapan dengan audiens konsumen (termasuk perilaku karyawan dan pemilik merek).

e) Brand Benefit and Competence

Dimensi kelima adalah efektivitas dan kapabilitas merek. Manfaat dan kapabilitas merek adalah nilai dan keunggulan unik yang diberikan suatu merek kepada konsumen, sehingga konsumen merasakan manfaatnya, karena kebutuhan, keinginan, impian, dan obsesinya diwujudkan melalui hal-hal yang diberikannya. Nilai dan manfaat di sini bisa bersifat fungsional, emosional, simbolik atau sosial.Misalnya suatu merek produk deterjen memiliki manfaat pembersih pakaian (fungsional manfaat/nilai), yang membuat pemakai pakaian pembersih percaya diri (Manfaat emosional/ nilai) telah menjadi simbol gaya hidup masyarakat. Bersih dan modern (melambangkan minat/nilai) dan menginspirasi lingkungan untuk memperhatikan kebersihan pribadi, lingkungan dan hati nurani (kesejahteraan/nilai sosial). Manfaat, keunggulan, dan kemampuan khas suatu merek akan mempengaruhi citra merek suatu produk, individu atau organisasi/perusahaan.

2.5 Harga

2.5.1 Definisi Harga

Kotler dan Keller (2016:312) menyatakan bahwa “price as the amount of money charged for a product or service, or the sum of values that customers exchange for benefits of having or using the product service”.

Menurut Shinta dalam jurnal Pertiwi, dkk (2016:181) harga adalah suatu nilai yang dinyatakan dalam bentuk rupiah guna pertukaran / transaksi atau sejumlah uang yang harus dibayar konsumen untuk mendapatkan barang dan jasa. Harga merupakan jumlah uang yang harus dibayar

pelanggan untuk memperoleh produk (Kotler dan Armstrong dalam jurnal Pertiwi, dkk, 2016:181).

Pengertian dari beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa harga merupakan suatu nilai mata uang guna untuk melakukan pembayaran yang dilakukan konsumen untuk mendapatkan produk yang diinginkan.

Menurut Fandy Tjiptono (2014) Harga merupakan satu- satunya unsur bauran pemasaran yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan, sedangkan ketiga unsur lainnya (produk,distribusi dan promosi) menyebabkan timbulnya biaya pengeluaran. Di samping itu harga merupakan unsur bauran pemasaran yang bersifat fleksibel artinya dapat diubah dengan mudah dan cepat.

2.1.2 Faktor – Faktor

Menurut Tjiptono (2016:222) secara umum, faktor-faktor pertimbangan dalam penetapan harga dapat dikategorikan kedalam dua kelompok, yaitu:

1. Faktor internal perusahaan

1. Tujuan pemsaran perusahaan 2. Strategi bauran pemasaran

3. Biaya dan Pertimbangan organisasi 2. Faktor eksternal

1. Karakteristik pasar dan permintaan

2. Persaingan dan unsur-unsur lingkungan eksternal lainya.

Menurut Tjiptono (2016:226) secara garis besar metode penetapan harga dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu:

a. Metode penetapan harga berbasis permintaan

Metode ini lebih menekankan faktor-faktor yang menpengaruhi preferensi pelanggan daripada faktor-faktor seperti biaya, laba, persaingan.

2. Metode penetapan harga berbasis biaya

Metode ini, faktor penentu harga yang utama adalah aspek penawaran atau biaya, bukan aspek permintaan. Harga ditentukan berdasarkan biaya produksi dan pemasaran yang ditambah denngan jumlah tertentu, sehingga dapat menentukan biaya-biaya langsung, biaya overhead, dan laba.

3. Metode penetapan harga berbasis laba

Metode ini berusaha menyeimbangkan pendapatan dan biaya dalam penetapan harganya.

Dan upaya ini dapat dilakukan atas dasar target volume spesifik atau dinyatakan dalam bentuk persentase terhadap pejualan atau investasi.

4. Metode penetapan harga berbasis persaingan

Harga juga dapat ditetapkan atas dasar persaingan, yaitu apa yang dilakukan pesaing.

2.5.3 Dimensi Harga

Menurut Fandy Tjiptono (2015:156) dimensi harga terdiri dari sebagai berikut : 1. Keterjangkauan harga

Konsumen bisa menjangkau harga yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Produk biasanya ada beberapa jenis dalam satu merek dan harganya juga berbeda dari termurah sampai termahal. Dengan harga yang ditetapkan para konsumen banyak yang membeli produk, karena harganya sesuai dengan keterjangkauan masing – masing konsumen dan bervariasi sesuai jenis barang yang dipilih.

2. Kesesuaian harga dengan kualitas produk

Harga sering dijadikan sebagai indikator kualitas bagi konsumen orang sering memilih harga yang lebih tinggi diantara dua barang karena mereka melihat adanya perbedaan kualitas. Apabila harga lebih tinggi orang cenderung beranggapan bahwa kualitasnya juga lebih baik, sedangkan yang lebih murah memiliki kualitas yang biasa saja. Namun ada juga produk yang menetapkan harga lebih rendah untuk menciptakan citra tertentu. Konsumen akan menilai apakah harganya sesuai dengan kualitasnya, bahkan apakah harga tersebut sesuai dengan hasil yang diinginkannya.

3. Daya saing harga

Konsumen sering membandingkan harga suatu produk dengan produk lainnya. Dalam hal ini mahal murahnya harga suatu produk sangat dipertimbangkan oleh konsumen pada saat akan membeli produk tersebut. Selain membandingkan dengan produk pesaing, biasanya konsumen akan tertarik dengan potongan harga yang ditawarkan oleh sebuah produk.

4. Kesesuaian harga dengan manfaat

Konsumen memutuskan membeli suatu produk jika manfaat yang dirasakan lebih besar atau sama dengan yang telah dikeluarkan untuk mendapatkannya. Jika konsumen merasakan manfaat produk lebih kecil dari uang yang dikeluarkan maka konsumen akan beranggapan bahwa produk tersebut mahal dan konsumen akan berpikir dua kali untuk

5. melakukan pembelian ulang. Selain dengan manfaatnya, konsumen juga akan mempertimbangkan apakah sesuai dengan pelayanan yang diberikan atau tidak.

2.6 Maksud dan Tujuan Variabel 2.6.1 Variabel Brand Image

Produk iPhone adalah perusahaan smartphone terbesar di dunia yang masuk ke Indonesia dan mempunyai brand image yang cukup baik di benak konsumen. Perusahaan ini mempertahankan brand imagenya dari tahun ke tahun, selalu mengembangkan teknologi baru, dan memenuhi konsumsi melalui sejumlah inovasi kebutuhan untuk membentuk brand image perusahaan yang baik. Dalam penelitiannya, Witama dan Keni (2020) mendefinisikan brand image, yang merupakan produk display fitur yang disukai konsumen. Mereka menggambarkan merek sebagai sesuatu yang dapat membuat konsumen terkesan. Brand image merupakan aset yang paling berharga, karena merek itu sendiri mencerminkan kinerja perusahaan. Brand image merupakan dasar utama bagi perusahaan untuk menimbulkan persepsi baik dan buruk di benak konsumen.

Maka dari itu, peneliti mengambil variabel brand image, karena ingin mengetahui brand image pada produk iPhone yang sudah baik dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen untuk membeli produk iPhone.

2.6.2 Variabel Harga

Harga menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian, penetapan harga yang ditawarkan juga sangat penting pengaruhnya terhadap keputusan pembelian. Penetapan harga yang tepat akan memberikan meningkatkan daya beli konsumen, hal ini disebabkan karena konsumen akan tertarik dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan. Menurut Kotler dan Armstrong (2012:234) mendefinisikan harga sebagai: “jumlah yang dibebankan untuk produk dan jasa atau jumlah nilai yang ditukarkan pelanggan untuk memperoleh manfaat dari penggunaan produk dan jasa”. Dapat disimpulkan bahwa harga yang diberikan perusahaan menjadi faktor yang penting dalam pengambilan keputusan. Maka dari itu, peneliti mengambil variabel harga, karena ingin mengetahui apakah harga dapat mempengaruhi keputusan pembelian untuk menggunaka produk iPhone.

2.6.3 Variabel Keputusan Pembelian

Keputusan pembelian untuk menggunakan suatu produk atau jasa tentunya akan

Keputusan pembelian untuk menggunakan suatu produk atau jasa tentunya akan

Dokumen terkait