BAB I PENDAHULUAN
F. Sistematika Penulisan
Dalam bentuk penulisan, skripsi ini terbagi menjadi 5 (lima) bab.
Berikut rinciannya:
Bab I Merupakan bab pertama yang berisi tentang pendahuluan.
Rinciannya berupa latar bekalang masalah penelitian, fokus penelitian, tujuan dan manfaat, serta metodologi penelitian yang digunakan.
Bab II Merupakan bab yang menjelaskan biografi Kuntowijoyo. Isinya berupa riwayat hidup, pendidikan, karir dan karya. Beberapa di antaranya juga membahas sedikit tokoh-tokoh yang mempengaruhi pemikiran Kuntowijoyo.
Bab III Merupakan gambaran umum mengenai teori atau objek formal yang diteliti, dalam hal ini adalah membahas gambaran umum filsafat sejarah.
Pembahasannya meliputi pengertian filsafat sejarah, unsur-unsur filsafat sejarah, tokoh-tokoh yang membahas filsafat barat, baik dari perspektif Barat maupun filsafat Islam.
Bab IV merupakan bab inti dalam penelitian. Pada bab ini penulis akan menyampaikan hasil penelitian terkait konsep filsafat sejarah Kuntowijoyo.
Semua data yang telah diolah dengan melakukan berbagai pendekatan akan dituangkan sepenuhnya dalam bab ini. Adapun isinya meliputi gagasan filsafat sejarahnya, ide-ide filsafat sejarah Kuntowijoyo, tahapan kesadaran dan Zaman hingga relevansi pemikiran filsafat sejarah Kuntowijoyo.
Bab V Merupakan bab penutup yang meliputi kesimpulan dan saran- saran. Kesimpulan merupakan jawaban atas pertanyaan yang sudah
dirumuskan dalam pembatasan masalah. Adapun saran-saran berisikan saran untuk peneliti selanjutnya.
16 BAB II
BIOGRAFI KUNTOWIJOYO A. Biografi Kuntowijoyo
Kuntowijoyo dikenal sesbagai seorang budayawan, sastrawan, dan sejarawan. Semasa hidupnya, Kuntowijoyo adalah guru besar sejarah di Universitas Gadjah Mada. Ia juga dikenal sebagai pengarang berbagai judul novel, cerpen dan puisi, pemikir dan penulis beberapa buku tentang Islam, kolomnis di berbagai media, aktivis berintegritas di Muhammadiyah dan menjadi penceramah di masjid. Dia juga pemikir Islam yang cerdas, jujur dan berintegritas. Sebagai dosen, meski dalam kondisi sakit, ia tetap mau merelakan waktunya untuk membimbing mahasiswanya.1
Kuntowijoyo Lahir di Sorobayan, Bantul, Yogyakarta pada 18 September 1943. Kuntowijoyo lahir dari pasangan H. Abdul Wahid Sosroatmojo dan Hj.
Warasti di Yogyakarta, namun masa hidupnya lebih banyak berada di Klaten dan Solo. Kuntowijoyo merupakan anak kedua dari Sembilan bersaudara.
Kuntowijoyo sangat dekat dengan saudara-saudaranya yang dibesarkan dari struktur kelas priyayi dan dalam lingkungan seni. Ayahnya merupakan seorang pegawai pegawai negeri Garam yang pada saat itu berada di kekuasaan Belanda. Kakeknya seorang lurah yang merangkap menjadi seniman, ulama dan petani sedangkan eyang buyutnya seorang khathath (penulis mushaf al- Qur‘an dengan tangan).2
Kuntowijoyo mewarisi dua corak budaya yang berbeda, yakni
1 Miftahuddin, Ajat Sudrajat, Djurmawan, Kuntowijoyo dan Pemikirannya: Dari Sejarawan Sampai Cendekiawan, (Yogyakarta: UNY, 2014), h. 18.
2 Lihat M. Fahmi, Islam Transendental, h. 25. Atau Sukmawati Wahyu, ―Pemikiran Kuntowijoyo Tentang Historiografi Islam‖ dalam Skripsi Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2012, h. 14.
memberikan warna tersendiri dalam proses kreatif penulisan karya-karya Kuntowijoyo.3 Hal ini dikarenakan sejak kecil Kunto hidup bersama kakeknya, seorang Demang di wilayah Ngawonggo. Sebagai cucu dari seorang Demang, Kunto kecil dibesarkan di antara ‗dua dunia‘, yaitu dunia alam tradisi Jawa disatu sisi, dan disiplin keislaman disisi lainnya.4
Masa kecil Kuntowijoyo adalah masa pergolakan, yaitu agresi Belanda tahun 1947 dan 1948. Sejak kecil, ia aktif mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan, yaitu belajar agama ke surau yang dilakukan sehabis dzhuhur sepulang sekolah hinggaselepas Ashar. Malamnya, sehabis Isya, ia kembali ke surau untuk mengaji. Saat menjalani kehidupan surau inilah, Kuntowijoyo mulai belajar menulis puisi, berdeklamasi dan mendongeng. Selain belajar mengaji dan deklamasi, Kuntowijoyo gemar mendengar siaran sastra di Radio Republik Indonesia (RRI) Surakarta. Pada siang hari, ia sering menyempatkan diri pergi ke kota kecamatan, memasuki gedung perpustakaan dan melahap kisah-kisah Karl Mark.5
Pada tahun 1985 keluarga Kuntowijoyo menempati rumah bertipe 70 di Jalan Ampel Gading 429, Condong Catur, Sleman, Yogyakarta. Dalam kehidupan sehari-hari Kuntowijoyo bersama keluarga hidup dalam pola kesederhanaan. Karena bagi Kuntowijoyo harta yang paling mahal di rumahnya adalah buku-buku dan piala penghargaan untuk karya-karya yang telah ditulisnya. Kuntowijyo telah banyak menyumbangkan pikirannya dan
3 Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, halaman Sampul.
4 Waryani Fajar Riyanto, ―Seni Ilmu dan Agama; Tiga Dunia Kuntowijoyo‖ dalam Jurnal Politik Profetik, h. 3.
5 M. Fahmi, Islam Transendental: Menelusuri Jejak-jejak Pemikiran Kuntowijoyo, (Yogyakarta: Pilar Relegia, 2005), h. 30.
18
kemudian dituangkan ke dalam karyanya. Ia sering dijuluki seorang sejarawan beridentitas paripurna. Karena ia menjalani hidup dengan beragam habitat dan identitas. Kuntowijoyo merupakan guru besar sejarah di Universitas Gadjah Mada. Pengarang berbagai judul karya sastra seperti novel, cerpen dan puisi.
Pemikir dan penulis beberapa buku tentang Islam. Kolomnis di berbagai media, aktivis berintegritas di Muhammadiyah, dan sangat sering menjadi penceramah di masjid.6
Tahun 1956, ia menamatkan Sekolah Rakyat (SR). Minat belajar sejarah Kuntowijoyo sudah terlihat sejak ia masih kecil. Ketika ia masih belajar di madrasah ibtidaiyah, Kunto kecil sangat kagum kepada guru mengajinya, Mustajab, yang pandai menerangkan peristiwa sejarah Islam secara dramatik.
Dia merasa seolah-olah ikut mengalami peristiwa yang dituturkan sang Ustad tersebut. Sejak saat itu, Kunto pun tertarik dengan sejarah.7 Ketertarikannya pada dunia bacaan bertambah ketika ia duduk di bangku di SMP.8 Di masa itu ia banyak menyelami beberapa karya sastra, seperti karya Nugroho Notosusanto, Sitor Situmorang, dan beberapa karya-karya sastrawan lainnya.
Sejak di SMP ini pula ia mulai menulis cerita dan sinopsis dengan tulisan tangan. Hingga akhirnya ia berhasil menamatkan SMP di Klaten pada tahun 1959.
Tamat SMP (1959), ia pindah ke Solo dan sekolah SMA di sana. Saat SMA inilah ia mulai melahap karya-karya Charles Dickens dan Anton Chekov.
Tamat SMA tahun 1962, ia masuk Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada (UGM) dan tamat S1 tahun 1969. Di masa mahasiswa, bakat tulis menulisnya
6 Fahmi, Islam Transendential, h. 30.
7 Miftahuddin, dkk, Pemikiran Kuntowijoyo, h. 19.
8 Fahmi, Islam Transendential, h. 31.
semakin berkembang. Berbagai tulisannya, baik berupa puisi,cerpen, novel, essai, dan naskah drama, bertebaran di berbagai media massa,seperti majalah Sastra, Horison, Kompas, Republika, Bernas, dan lainnya. Selain itu di bangku kuliah, Kunto akrab dengan dunia seni dan teater. Dia pernah menjabat sebagai sekretaris Lembaga Kebudayaan Islam (Leksi) dan ketua dari Studi Grup Mantika hingga tahun 1971, sehingga ia berkesempatan bergaul dengan beberapa seniman dan budayawan muda, seperti Arifin C. Noer, Syu'bah Asa, Ikranegara, Chaerul Umam dan Salim Said.9
Kuntowijoyo tidak memilih berlama-lama di kampus, pada tahun 1969 ia berhasil menyelesaikan studinya dan meraih gelar Sarjana Sastra. Animo intelektualnya semakin tak terelakkan, ia tidak berpuas diri dengan gelar kesarjanaan S1 yang diraihnya, geregat pencariannya semakin berkembang sehingga ia memilih untuk meninggalkan tanah kelahiran dan bahkan negaranya demi ilmu. Amerika Serikat adalah Negara yang ia pilih, di sana ia masuk di University of Connectitut dan selesai pada tahun 1974. Bukan hanya itu, gelar Ph.D pun ia raih di Columbia University pada tahun 1980 dengan disertasi yang berjudul Social Change In an Agrarian Society: Madura (1850- 1940), yakni Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris: Madura dari tahun 1850 hingga 1940.10
Sepulang dari Amerika Serikat, ia kemudian kembali mendedikasikan hidup, ilmu, dan dirinya pada almamaternya di Indonesia. Selang beberapa tahun pengabdian di tempat tersebut, ia dinobatkan sebagai Guru Besar Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya UGM pada tahun 2001 dengan pidato
9 Miftahuddin, dkk, Pemikiran Kuntowijoyo, h. 19.
10 Fahmi, Islam Transendental, h. xxvi
20
pengukuhan yang berjudul ‗Periodisasi Sejarah Kesadaran Keagamaan Umat Islam Indonesia: Mitos, Ideologi, dan Ilmu‘.11
Setelah lulus dari Universitas Gadja Mada (UGM) Yogyakarta, Kuntowijoyo menikah dengan Susilaningsih yang dikenalnya di rumah sakit Bethesda, Yogyakarta. pada tanggal 8 November 1969. Dari pernikahannya Kuntowijoyo dikaruniani dua orang putra, yakni Punang Amari Puja dan Alun Pardipta.12
Kesehatan Kuntowijoyo semakin menurun, akan tetapi tidak menghalangi dirinya untuk terus menulis. Pada tahun 1990, Kuntowijoyo menderita penyakit radang selaput otak. Pada akhirnya kesehatannya tidak bisa diselamatkan lagi. Kuntowijoyo meninggal pada 22 Februaru 2005 di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta, setelah terserang komplikasi penyakit sesak napas, diare, dan ginjal.13
B. Karir dan Karya
Sepak terjang Kuntowijoyo dalam dunia intelektual telah memberikan kontribusi besar bagi pemikiran Indonesia. Berikut karir dan karya Kuntowijoyo:
1. Karir:
1) Asisten Dosen Fakultas Sastra Jurusan Sejarah di UGM (1965-1969) 2) Dosen Fakultas Sastra jurusan Sejarah di UGM(1969-2005) & Dosen
Pasca Sarjana di UGM
3) Sekertaris LEKSI ( Lembaga Kebudayaan dan Seni Islam) 1963-1969 4) Ketua studi grup Mantika (1969-1971)
11 Maskur, ―Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo; Telaah Liberalisasi, Humanisasi dan Transendensi‖ dalam Tesis UIN Alauddin Makasar, tahun 2012, h. 32.
12 Maskur, ―Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo, h. 34.
13 Sukmawati Wahyu, ―Pemikiran Kuntowijoyo‖, h. 22.
5) Pendiri Pondok Pesantren Budi Mulia (1980)
6) Pendiri Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan (PPSK) di Yogyakarta (1980)22
7) Anggota KITLV (Koninklijk Institut Voor de tall, Land en Volkekunde) 8) Anggota HIPIIS (Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu
Sosial)
9) Anggota MSI (Masyarakat Sejarawan Indonesia)
10) Anggota Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan (Diktilibang) PP Muhammadiyah (1985-1995)
11) Anggota majelis pertimbangan PP Muhammadiyah (1990-1995) 12) Staf ahli pada Jurnal Ilmu dan kebudayaan ulumul Qur‘an (1990-2000) 13) Koordinator bidang pengembangan kebudayaan pada departemen
pembinaan SDM dan pembudayaan ICMI (1990-1995)14
Adapun karya karyanya, semasa hidup Kuntowijoyo membangun tradisi keilmuan tidak hanya melalui ucapan-ucapan lisan, tapi juga ditorehkan dalam tinta sehingga menghasilkan beberapa karya dalam berbagai bidang, berikut rinciannya:
1) Dinamika Sejarah Umat Islam, diterbitkan pada tahun 1985. Dalam buku tersebut, Kuntowijoyo mengupas tentang proses umat Islam dalam membangun sejarahnya.
2) Budaya dan Masyarakat, terbit tahun 1987. Buku ini merupakan bahan kajian yang amat kaya dalam memahami perkembangan masyarakat dan perubahan kebudayaan. sekaligus dipaparkan berbagai faktor pendukung
14 Sukmawati, ―Pemikiran Kuntowijoyo‖, h. 30.
22
dan kendala dalam proses tersebut, dan dalam batas-batas tertentu dibicarakan pula perbandingan sejarah perkembangan masyarakat yang kini tergolong maju.
3) Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi, terbit pada tahun 1991. Dalam buku ini secara umum Kuntowijoyo menegaskan bahwa modal utama untuk memperbaiki ilmu-ilmu moderen adalah agama. Ilmu dipahami sebagai hal yang tidak bebas nilai (berpihak), tapi mengandung aspirasi transformasi sosial dalam bentuk cita- cita profetik.
4) Radikalisasi Petani, terbit pada tahun 1994. Buku ini merupakan kumpulan Esai-Esai yang sebagian besarnya membahas tentang masyarakat dan petani pedesaan bahwa radikalisasi yang terjadi dalam perjalanan sejarahnya digerakkan oleh komunis baik pada saat masa kolonial maupun pada demokrasi terpimpin.
5) Demokrasi dan Budaya Birokrasi, terbit tahun 1994. Dalam buku tersebut diperkenalkan empat jenis demokrasi, yaitu demokrasi gajah, demokrasi kuda, dan demokrasi anjing, dan demokrasi pancasila. Keempat hal tersebut kemudian dikaitkan dengan budaya yang terjadi pada birokrasi sehingga memberi gambaran yang sangat menarik terkait dengan kenyataan tersebut.
6) Metodologi Sejarah, terbit tahun 1994. Buku tersebut membahas tentang biografi yang dikategorikan sebagai bagian dari sejarah. Dalam buku ini mengajukan syarat biografi, yaitu: keperibadian tokoh, kekuatan sosial yang mendukung, lukisan sejarah zamannya, keberuntungan dan kesempatan yang datang.
7) Pengantar Ilmu Sejarah, terbit tahun 1997. Buku ini mengilustrasikan upaya kongkrit penulis dalam meretas kesenjangan ilmu sejarah yang senantiasa terpolakan secara kaku pada dua dikotomi obyek penelitian, yakni antara sejarah sebagai sebuah peristiwa dan sejarah sebagai struktur.
8) Penjelasan Sejarah (Historical Exsplanation), terbit tahun 2008. Buku Penjelasan Sejarah ini merupakan karya terakhir Kuntowijoyo sebelum meninggal. Pada buku ini penulis membahas mengenai teori penjelasan sejarah (Historical explanation theory). Penjelasan sejarah ialah usaha membuat unit sejarah yang dimengerti secara cerdas.
9) Identitas Politik Umat Islam, terbit pada tahun 1997. Dalam buku tersebut, Kuntowijoyo membuktikan keberpihakan nilainya pada Islam sebagai sebuah agama dengan cara menjadikan agama sebagai hal yang paling istimewa dalam kehidupan bernegara.
10) Muslim Tanpa Masjid: Esai-esai Agama, Budaya, dan Politik dalam Bingkai Strukturalisme Transendental, terbit tahun 2001. Secara keseluruhan muatan buku ini menjelaskan tentang agama, politik, dan budaya dalam lingkup keIslaman di Indonesia,
11) Selamat Tinggal Mitos, Selamat Datang Realitas: Esai-esai Budaya dan Politik, terbit pada tahun 2002. Secara umum buku ini menjelaskan tentang 37 agama, politik dan budaya dalam lingkup keIslaman di Indonesia.
12) Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris: Madura 1850-1940, terbit pada tahun 2002. Buku ini adalah disertai doktoral penulis di Columbia University yang menyajikan gambaran yang cukup mendalam tentang
24
proses perubahan sosial di Madura dalam periode satu abad menjelang kemerdekaan Indonesia.
13) Raja, Priyayi, dan Kawula: Surakarta 1900-1915, terbit pada tahun 2004.
Tulisan ini adalah kumpulan dari beberapa makalah yang pernah ditulis oleh penulis. Secara umum buku ini bertutur tentang keadaan sosial budaya di Surakarta.
14) Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, dan Etika, diterbitkan pada tahun 2004.15
Adapun karya lain dalam bidang sastra antara lain: Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari (novel, 1966), yang dimuat di Harian Jihad sebagai cerita bersambung. Rumput-rumput Danau Bento (drama, 1969), Tidak Ada Waktu bagi Nyonya Fatma, Barda dan Cartas (drama, 1972), Novel Pasar (terbit sebagai buku tahun 1994), Topeng Kayu (drama, 1973), Khotbah di Atas Bukit (novel, 1976), Isyarat (kumpulan sajak, 1976), Suluk Awung- Awung (kumpulan sajak, 1976).
Dari kurang Lebih 50 buku yang telah dirilisnya, begitu juga cerpen dan kolom-kolomnya di berbagai media. Dramanya berjudul Rumput-Rumput Danau Bento, memperoleh Hadiah Harapan Sayembara Penulisan Lakon Badan Pembina Teater nasional Indonesia (1967). Cerita pendek, Dilarang Mencintai Bunga-Bunga memenangkan penghargaan pertama dari sebuah majalah sastra tahun 1969. Kumpulan cerpennya yang diberi judul sama Dilarang Mencintai Bunga-Bunga, kembali mendapat Penghargaan Hadiah Penulisan Sastra tahun 1999 dari Pemerintah RI melalui Pusat Pembinaan dan
15 Maskur, ―Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo, h. 36-40.
Pengembangan Bahasa (sekarang Pusat Bahasa). dramanya Tidak Ada Waktu bagi Nyonya Fatma, Barda dan Cartas memperoleh Hadiah Harapan sayembara penulisan lakon DKJ tahun 1972 dan Topeng Kayu, memperoleh Hadiah Kedua dalam sayembara penulisan lakon DKJ tahun 1973. Novelnya Pasar, mendapat hadiah dalam Sayembara Mengarang Roman Panitia Tahun Buku Internasional DKI 1972. Karya novelnya, yang pernah menjadi cerita bersambung di harian Kompas, berjudul Mantra Pejinak Ular (2000), ditetapkan sebagai satu di antara tiga pemenang Hadiah Sastra Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) pada 2001. Beberapa cerpen juga terpilih sebagai cerpen terbaik Kompas dan menjadi judul dari kumpulan cerpen itu sendiri, diantaranya Laki-laki yang Kawin Dengan Peri (1995), Pistol Perdamaian (1996), dan Anjing-anjing Menyerbu Kuburan (1997).16
C. Latar Belakang Pemikiran Kuntowijoyo
Latar belakang kehidupan yang kompleks, kesederhanaan hidup, serta ketidak lelahannya dalam menyikapi realitas, menyebabkan dirinya banyak diberi julukan, sebagai seorang modernis, tradisionalis, reformis, dan konservatif sekaligus. Kemudian keluarga yang taat beragama dan kompleks berpengaruh besar dalam membentuk pemikiran Kuntowijoyo. Aktivitas keagamaan yang mentradisi sejak kecil serta latar belakang keluarganya yang aktif dalam organisasi Islam seperti Muhammadiyah sedikit banyak menentukan cara pandangnya.
Sebagai seorang cendekiawan, kepeduliannya terhadap persoalan persoalan umat dan bangsa adalah bagian dari kehidupannya. Dalam banyak
16 Miftahuddin, Pemikiran Kuntowijoyo, h. 20.
26
tulisannya yang tersebar di berbagai media massa, juga kumpulan tulisan dalam buku-buku yang berbentuk esai-esai agama, budaya, politik, dan sosial, atau tulisan sastranya seperti novel, cerpen, karya drama, dan puisi, Kuntowijoyo mencoba menggugah kesadaran massa yang sedang beku. Ia ingin mengingatkan perilaku dan cara berpikir elit dan massa yang masih banyak didominasi oleh kesadaran mistis dan ideologis, ia menganjurkan reorientasinya menuju kesadaran ilmiah.17
Hal yang menarik dari sisi intelektualitas Kuntowijoyo sebagaimana yang diungkapkan oleh Dawam Rahardjo bahwa ia tidak dengan sadar memaksakan diri untuk menghindari teori-teori dan metodologi Barat, bahkan tidak jarang ia meminjam kerangka pemikiran Barat untuk memperkaya perbendaharaan analisisnya, namun peminjaman tersebut tetap disertai dengan sikap kritis sehingga tidak serta merta mengadopsi secara keseluruhan, melainkan tetap membangun penyesuaian dengan berbagai teori-teori yang ia anggap relevan.
Sebagai bukti kongkrit dari hal tersebut ialah ketika ia berbicara masalah kesejarahan, ia terlihat memakai istilah historiografi M.C. Rickelf yang mengatakan bahwa abad ke 14 merupakan babak pertama yang menandai dimulainya sejarah Indonesia moderen. Asumsi ini didukung dengan fakta empiris bahwa terdapat tiga unsur koheren yang menjadi pemicu bagi terjadinya periodisasi sejarah pada kisaran tahun 1300, yaitu kultural, religius, dan historiografis. Kuntowijoyo memberikan catatan kritis terhadap kerangka historiografi Ricklefs tersebut dengan cara mengungkapkan perkembangan
17 Miftahuddin, Pemikiran Kuntowijoyo, h. 25.
sejarah yang ditandai dengan terjadinya proses marginalisasi-periferalisasi Islam sejak akhir abad ke-16.
Kuntowijoyo adalah seorang pemikir yang dikenal kritis dan optimis akan masa depan Islam. Sosok ini oleh Fakhri Ali dan Bachtiar Efendy dimasukkan dalam kelompok sosialisme-demokrasi Islam disamping Dawam Raharjo dan Adi Sasono.18 Perhatiannya yang sangat besar terhadap masalah sosial umat Islam sangat berkaitan dengan bidang keilmuan yang ditekuninya, yaitu ilmu sejarah. Hal ini terlihat dalam disertasi Ph.D-nya dalam studi sejarah dari University of Columbia pada 1980 yang berjudul Social Change in Agrarian Society: Madura 1850-1940.
Selain hal di atas, ada dua hal penting yang melatar belakangi kecendekiawanan Kuntowijoyo dalam menyusun gagasannya mengenai Islam.
Pertama, perhatiannya yang sangat besar terhadap pola pikir masyarakat yang masih dibelenggu oleh mitos dan kemudian berkembang sampai masuk pada tingkat ideologi. Selanjutnya, karena perkembangan ilmu pengetahuan, akhirnya melalui pengaruh tersebut, umat Islam memasuki periode ide.
Menurutnya, Islam yang masuk ke Indonesia telah mengalami agrarisasi.
Peradaban Islam yang bersifat terbuka, global, kosmopolit dan merupakan mata-rantai penting peradaban dunia telah mengalami penyempitan dan stagnasi dalam bentuk budaya-budaya lokal. Bagi Kuntowijoyo, universalisme Islam tidak selalu berarti bahwa Islam akan menafikan dan menyingkirkan budaya-budaya lokal. Oleh karena itu, umat Islam di Indonesia harus menangkap kembali semangat kosmopolitan dari Islam --Islam sebagai budaya
18 Fakhry Ali dan Bachtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam, (Bandung: Mizan, 1986), h. 224.
28
universal yang ada di mana-mana-- dan rasionalisme Islam. Untuk itu, Kuntowijoyo melakukan analisis-analisis historis dan kultural untuk melihat perkembangan umat Islam di Indonesia. Kondisi seperti ini telah mendorongnya untuk mengemukakan dan menyampaikan gagasan- gagasan transformasi sosial melalui reinterpretasi nilai-nilai Islam, yang menurutnya sejak awal telah mendorong manusia berpikir secara rasional dan empiris.19
Kedua, adanya respon terhadap tantangan masa depan yang cenderung mereduksi agama dan menekankan sekulerisasi sebagai keharusan sejarah.
Industrialisasi dan teknokratisasi akan melahirkan moralitas baru yang menekankan pada rasionalitas ekonomi, pencapaian perorangan, dan kesamaan.
Ini mendorongnya melontarkan gagasannya reinterpretasi nilai- nilai Islam, terutama yang berkaitan dengan rumusan teori ilmu-ilmu sosial Islam.20
19 Kuntowijoyo, ―Paradigma Islam‖, h. 39.
20 Kuntowijoyo, Dinamika Internal Umat Islam, h. 49.
29 A. Pengertian Umum Filsafat Sejarah
Filsafat sejarah merupakan gagasan terpenting guna mengkritisi dan memahami lebih mendalam mengenai sejarah. Sejarah sebagai disiplin ilmu sosial kerap memiliki celah subjektifitas, sehingga kebenaran dan originalitasnya kerap dipertanyakan. Oleh karena itu, filsafat sejarah berupaya melengkapi kekurangan dalam ilmu sejarah.
Salah satu peranan sejarah adalah turut serta menemukan identitas dirinya. Melalui sejarah, kita bisa mengenal siapa kita dari asal-usulnya.
Melalui pengetahuan masa lampau maka akan ada pengetahuan tentang sejarah. Dalam sejarah tersebut terhimpun mengenai pengalaman insani. Hal ini berperan penting dalam pembinaan identitas kolektif dan dapat dijadikan wahana pertama untuk mensosialisasikan kepada sesama manusia.1 Atau dalam pengertian Ernest Cassier disebut unsur susbtansial yang menghubungkan pengetahuan manusia melalui sejarah.2
Sejarah mempunyai kedudukan yang setara dengan ilmu-ilmu lain, terutama dengan ilmu sosial, yang sampai tingkat tertentu menerapkan metode ilmiah. Metode dan hasil yang ilmiah menerapkan konsep yang memandang ilmu sebagai suatu kumpulan kebenaran yang diperoleh dengan sistematis mengenai suatu persoalan tertentu melalui suatu metode yang efektif. Metode yang efektif memperoleh perhatian utama dalam meningkatkan suatu
pengetahuan untuk bisa menjadi ilmu. Oleh karena itu sejarah sebagai ilmu
1 Bertrand Russel, Unpolar Essay, (London; Goerg Allen Ltd, 1955), hal. 40.
2 Ernest Cassirer, Manusia Dan Kebudayaan: Sebuah Esei Tentang Manusia. Terj.
Alois A Nugroho, (Jakarta: Anggota IKAPI, 1990), hal. 261.
30
harus bekerja menurut tahapan tertentu yang mempunyai metode, yang di dalam penelitian sejarah disebut dengan metodologi sejarah.3
Munir menyatakan bahwa filsafat sejarah merupakan upaya dalam rangka membedakan antara ilmu sejarah, filsafat sejarah dan sejarah spekulatif.
Secara umum, filsafat sejarah merupakan pembahasan mengenai perkembangan peradaban manusia dengan mengaitkan kejadian masa lampau hingga saat ini dengan berbagai gejolak yang dialami dan yang mempengaruhinya. Akan tetapi, secara khusus, filsafat sejarah menyasar pada metodologi dalam ilmu sejarah. Dengan kata lain, filsafat sejarah merupakan upaya kritis dalam setiap elemen dalam ilmu sejarah.4
Pembahasan filsafat sejarah secara umum terbagi menjadi dua, filsafat sejarah spekulatif dan kritis. Filsafat sejarah spekulatif secara umum upaya memahami proses sejarah secara keseluruhan serta mencari tujuan pemahaman sejarah. sedangkan filsafat sejarah kritis menekankan pada pokok penyeledikan penelitian sejarah.5 Adapun tujuan filsafat sejarah melatih kepekaan kritis seorang peneliti sejarah. Dalam hal ini, seorang peneliti sejarah lebih mampu mengadakan penilaian pribadi dan koreksi mengenai pengkajian sejarah pada saat tertentu. Hal itu akan lebih bermakna dan memuaskan sehingga kajian
Pembahasan filsafat sejarah secara umum terbagi menjadi dua, filsafat sejarah spekulatif dan kritis. Filsafat sejarah spekulatif secara umum upaya memahami proses sejarah secara keseluruhan serta mencari tujuan pemahaman sejarah. sedangkan filsafat sejarah kritis menekankan pada pokok penyeledikan penelitian sejarah.5 Adapun tujuan filsafat sejarah melatih kepekaan kritis seorang peneliti sejarah. Dalam hal ini, seorang peneliti sejarah lebih mampu mengadakan penilaian pribadi dan koreksi mengenai pengkajian sejarah pada saat tertentu. Hal itu akan lebih bermakna dan memuaskan sehingga kajian