BAB I PENDAHULUAN
1.6 Sistematika Penyajian
Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I adalah pendahuluan, pada bab ini, peneliti menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Bab II merupakan landasan teori, pada bab ini peneliti menguraikan mengenai penelitian terdahulu yang relevan, kajian teori yang berisi uraian tentang unsur intrinsik cerita pendek, rencana pelaksanaan pembelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan kerangka berpikir. Bab III berisi metodologi penelitian, pada bab ini peneliti akan menguraikan tentang jenis penelitian, sumber data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
Bab IV berisi hasil penelitian, pada bab ini, terdiri dari deskripsi data, pembahasan langkah-langkah dalam menentukan unsur intrinsik, hasil analisis penilaian produk RPP untuk siswa SMA. Bab V merupakan bab terakhir atau penutup dari penelitian ini, pada bab ini berisi simpulan dan saran yang bermanfaat bagi pihak yang terkait dengan penelitian ini.
11 BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini peneliti akan menguraikan tentang penelitian terdahulu yang relevan, dan teori-teori yang berkatian dengan penelitian ini.
Penelitian yang relevan yang berkaitan dengan penelitian ini terdiri dari unsur intrinsik dalam cerita pendek dan implementasi rencana pembelajaran. Kajian teori berisikan uraian tentang unsur intrinsik cerita pendek “Gadis Manis dalam Bis” karya Prapta Diharja.
2.1 Penelitian yang Relevan
Dalam penelitian ini peneliti menemukan dua penelitian yang relevan yang berkaitan unsur intrinsik dalam cerita pendek. Penelitian relevan yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Apriliani (2017) mahasiswa PBSI, Universitas Sanata Dharma yang berjudul
“Unsur Intrinsik Cerpen Guru karya Putu Wijaya dan Perencanaan Pembelajaarannya dengan Pendekatan Kontekstual untuk Siswa Kelas XII Semester I”. Penelitian relevan yang kedua dilakukan oleh Theresia Rita Listiana (2004) dengan judul penelitian “Unsur Intrinsik Cerpen Tuhan, Pawang Hujan, dan Pertarungan yang Remis karya A.S Laksana dan Implementasinya dalam Bentuk Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk Siswa Kelas XII Semester I”.
Penelitian yang pertama, Wahyu Apriliani (2017). Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis unsur intrinsik cerpen Guru karya Putu Wijaya dan mendeskripsikan rencana pembelajaran dengan pendekatan kontekstual untuk siswa SMA kelas XII semester I. Penelitian tersebut merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis dan mendeskripsikan unsur intrinsik cerita pendek Guru karya Putu Wijaya. Sumber data dalam penelitian tersebut adalah cerpen Guru karya Putu Wijaya. Hasil analisis cerpen Guru meliputi tokoh, penokohan, alur, latar, sudut pandang, tema, amanat, dan gaya bahasa.
Tokoh dalam cerpen Guru adalah Ayah Taksu, Taksu, dan Ibu. Alur dalam cerpen Guru adalah alur campuran. Latar dalam cerpen Guru terdapat tiga unsur latar yaitu latar tempat, waktu dan sosial. Tema dalam cerpen tersebut adalah tekat seorang anak yang bercita-cita untuk menjadi guru. Amanat yang terdapat dalam cerpen tersebut adalah jangan memaksakan kehendak orang lain. Sudut pandang dalam cerpen tersebut adalah campuran. Gaya bahasa yang digunakan pengarang adalah gaya bahasa sederhana dan mengandung asosiasi, yaitu perbandingan dua hal yang dianggap berbeda, tetapi dianggap sama. Perencanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual terdiri dari tujuh langkah, yaitu 1) menemukan unsur intrinsik cerpen Guru, 2) menganalisis unsur intrinsiknya, 3) bertanya mengenai unsur intrinsik, 4) diskusi dengan
kelompok, 5) contoh cerpen yang sudah dianalisis, 6) refleksi pembelajaran, 7) guru memberikan penilaian. Dalam penelitian ini terdapat persamaan dan perbedaan, persamaannya adalah menganalisis unsur intrinsik dalam cerita pendek dan rencana pembelajaran sastra tentang cerita pendek di SMA. Perbedaannya penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Apriliani (2017) menggunakan kurikulum KTSP, sementara dalam penelitian ini peneliti menggunakan Kurikulum 2013.
Penelitian relevan yang kedua, Theresia Rita Listiana (2004) yang berjudul “Unsur Intrinsik Cerpen Tuhan, Pawang Hujan, dan Pertarungan yang Remis karya A.S Laksana dan Implementasinya dalam Bentuk Silabus dan Rencana Pembelajaran (RPP) untuk Siswa Kelas XII Semester I” penelitian tersebut mengkaji dan memaparkan unsur intrinsik dan hubungan unsur intrinsik yang terdapat di dalam cerita pendek tersebut. Penelitian tersebut merupakan jenis penelitian kualitatif, penelitian kualitatif tersebut menggunakan pendekatan struktural yang menghasilkan data-data deskriptif berupa hasil analisis dari cerpen yang berjudul “Unsur Intrinsik Cerpen Tuhan, Pawang Hujan, dan Pertarungan yang Remis karya A.S Laksana. Pendekatan struktural pada penelitian tersebut memfokuskan pada unsur intrinsik cerita pendek yang terdiri dari tokoh, latar, tema, alur, amanat, bahasa, sudut pandang, dan hubungan antar unsur cerpen. Sumber data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah sumber data tertulis. Sedangkan teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah teknik simak (membaca) dan teknik catat.
Hasil analisis cerpen “Tuhan, Pawang Hujan, dan Pertarungan yang Remis” karya A.S Laksana terdapat lima tokoh, yaitu 1) Alit sebagai tokoh utama dan tokoh antagonis, 2) Gadis cantik sebagai tokoh sederhana, 3) Pawang tua sebagai tokoh tambahan, 4) Tuhan sebagai tokoh statis, 5) Duda tua sebagai tokoh statis. Latar yang digunakan tidak mengacu pada suatu daerah tertentu tetapi meliputi tiga unsur latar, yaitu:
latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Alur yang digunakan adalah alur maju karena jalannya peristiwa dalam cerita secara kronologis maju, runtut dari awal, tengah, hingga akhir cerita. Tema yang terdapat dalam cerpen adalah pertarungan yang remis.
Amanat yang disampaikan oleh pengarang dalam cerpen “Tuhan, Pawang Hujan, dan Pertarungan yang Remis” adalah jangan terlalu mudah untuk mengambil sebuah keputusan untuk menjalani hidup. Sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang pertama “aku”.
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia sederhana atau bahasa sehari-hari. Relevansi dari penelitian Theresia Rita Listiana (2004) dengan penelitian ini adalah, sama-sama meneliti unsur intrinsik dalam cerita pendek dan perencanaan pembelajaran sastra di SMA, selain itu pendekatan yang digunakan untuk menganailis juga sama, yaitu pendekatan struktural, walaupun begitu tetap terdapat letak perbedaan dalam penelitian ini yaitu dari segi objek judul cerita pendek yang diteliti.
Yang membedakan penelitian ini dengan dua penelitian relevan di atas adalah, penelitian ini menggunakan Kurikulum 2013 sebagai dasar implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA, sementara dua penelitian yang relevan di atas menggunakan kurikulum berbasis KTSP sebagai dasar implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA.
Selain itu pada penelitian relevan pertama milik Wahyu Apriliani (2017), penelitian tersebut menggunakan pendekatan kontekstual dalam perencanaan pembelajarannya untuk siswa kelas XII semester I, sementara dalam penelitiaan ini implementasi rencana pembelajarannya lebih ditekankan pada RPP K-13 untuk siswa kelas XI. Sementara pada penelitian relevan yang kedua Theresia Lita Listiana (2004), penelitian tersebut dalam penerapannya selain di implementasikan dengan RPP juga di implementasikan dalam bentuk silabus, sementara dalam penelitian ini bentuk implementasinya hanya dalam bentuk RPP saja, khususnya format RPP Kurikulum 2013.
2.2 Kajian Teori
Kajian teori menurut peneliti merupakan sekumpulan konsep ilmiah yang dibentuk secara sistematis untuk mendefinisikan, menerangkan, dan memberikan jawaban terhadap suatu teori. Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kajian teori mengenai, (1) pengertian cerita pendek, (2) unsur intrinsik cerita pendek, (3) rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sastra di SMA. Berikut paparan mengenai pengertian
cerita pendek, unsur intrinsik cerita pendek, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
2.2.1 Pengertian Cerita Pendek
Cerita pendek atau disingkat cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam. Suatu hal yang kiranya tidak mungkin dilakukan untuk membaca sebuah novel (Poe dalam Nurgiyantoro 2007:10). Semi (1993:34), mengungkapkan bahwa cerita pendek ialah sebuah karya sastra yang memuat penceritaan secara memusat kepada suatu peristiwa pokok saja.
Semua peristiwa lain yang diceritakan dalam sebuah cerpen, tanpa kecuali ditujukan untuk mendukung peristiwa pokok. Priyatni (2010:126) berpendapat bahwa cerpen adalah salah satu bentuk karya fiksi, cerita pendek sesuai dengan namanya memperlihatkan sifat yang serba pendek, baik peristiwa yang diungkapkan, isi cerita, jumlah pelaku, dan jumlah kata yang digunakan. Menurut peneliti sendiri, cerita pendek adalah cerita yang diciptakan oleh seorang pengarang yang ditulis secara singkat dan padat yang biasanya terdiri dari beberapa halaman saja dan langsung menyasar pada tujuan jalan cerita cerpen itu sendiri, artinya konflik dan dinamika yang terjadi dan terdapat dalam sebuah cerpen lebih singkat dan tidak sebanyak yang terdapat dalam novel yang biasanya lebih panjang dan konfliknya lebih beragam.
2.2.2 Unsur Intrinsik Cerita Pendek
Unsur intrinsik adalah adalah unsur-unsur yang (secara langsung) atau turut serta membangun karya sastra itu sendiri (Nurgiyantoro, 2010:23). Pada umumnya unsur-unsur intrinsik terdiri dari: tema, alur, latar, tokoh, penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, amanat (Nurgiyantoro, 2010:23). Dapat disimpulkan bahwa, unsur intrinsik cerita pendek adalah unsur pembangun cerita pendek yang terdiri dari, tema, alur, latar, tokoh, penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat.
2.2.2.1 Tema
Nurgiyantoro (2005:80) menyatakan bahwa, tema adalah sebuah cerita yang dapat dipahami sebagai sebuah makna, makna yang mengikat keseluruhan unsur cerita sehingga cerita itu hadir sebgai sebuah kesatuan yang padu. Berbagai unsur fiksi seperti alur, tokoh, alat, sudut pandang, stile dan lain-lain berkaitan secara sinergis untuk bersama-sama mendukung eksistensi tema. Dalam sebuah cerita, tema jarang diungkapkan secara eksplisit, tetapi menjiwai keseluruhan cerita dan dapat dirasakan, substansi dan keberadaannya haruslah ditemukan lewat pembacaan dan pemahaman kritis.
Menurut peneliti, dalam pengertian sederhananya, tema adalah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar sebuah cerita. Sebagai sebuah gagasan sentral, tema merupakan sesuatu yang hendak diperjuangkan oleh pengarang sebagai pondasi atau dasar jalan cerita sebuah karya
sastra yang ingin disuguhkan kepada para penikmat atau pembaca agar makna cerita yang terdapat dalam karya itu tidak melenceng dari gagasan utama pikiran pengarang.
2.2.2.2 Alur
Aminudin (2002:83) menyatakan bahwa, alur (plot) adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam satu cerita.
Alur adalah struktur cerita yang disusun oleh urutan peristiwa atau bisa disebut juga rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita yang dilalui atau dialami pelaku. Hal ini sesuai dengan pendapat Stanton dalam (Nurgiyantoro, 2010:113) plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadan itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Struktur alur menurut Sudjiman (1992:30) terdiri dari tiga tahap yaitu, awal (paparan, rangsangan, gawatan), tengah (tikaian, rumitan, klimaks), dan akhir (leraian, selesaian). Berikut paparan struktur alur menurut Sudjiman (1992:30-36).
1. Awal a. Paparan
Penyampaian informasi kepada pembaca disebut paparan atau eksposisi. Paparan biasanya merupakan fungsi utama awal suatu cerita.
Tentu saja bukan informasi selengkapnya yang diberikan, melainkan
keterangan sekedarnya untuk memudahkan pembaca mengikuti kisah selanjutnya.
b. Rangsangan
Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru yang berlaku sebagai katalisator (seseorang yang menyebabkan terjadinya perubahan dan menimbulkan kejadian baru atau mempercepat suatu peristiwa). Rangsangan dapat pula ditimbulkan oleh hal lain, misalnya oleh datangnya berita yang merusak keadaan yang semula terasa laras. Tak ada patokan tentang penjangnya kapan disusun oleh rangsangan dan berapa lama sesudah itu sampai gawatan.
c. Gawatan
Tidak ada patokan tentang panjang paparan, kapan disusul oleh rangsangan, dan berapa lama sesudah itu sampai pada gawatan. Gawatan biasanya adalah perkembangan cerita setelah rangsangan. Dalam gawatan akan timbul permasalahan yang terjadi dalam sebuah cerita.
2. Tengah a. Tikaian
Tikaian adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan, satu diantaranya diwakili oleh manusia pribadi yang biasanya menjadi protagonist dalam cerita (sudjiman, 1992:34-35). Tikaian merupakan pertentangan antara dirinya dengan
kekuatan alam, dengan masyarakat, orang atau tokoh lain, atau pertentangan antara dua unsur dalam diri satu tokoh itu.
b. Rumitan
Perkembangan dari gejala mula tikaian menuju klimaks cerita disebut rumitan. Rumitan biasanya timbul setelah perselisihan dan adanya pertentangan diantara tokoh. Dalam rumitan juga sudah muncul permasalahan yang menimbulkan klimaks permasalahan namun gambaran nasib tokoh semakin jelas meskipun belum sepenuhnya terlukiskan.
c. Klimaks
Klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kehebatannya. Di dalam cerita fiksi, rumitan sangat penting. Tanpa rumitan yang memadai tikaian akan lamban. Rumitan mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh dampak dari klimaks (Sudjiman, 1992:35). Klimaks adalah puncak ketegangan pembaca terhadap jalan cerita sebuah karya sastra.
3. Akhir a. Leraian
Leraian adalah bagian struktur alur sesudah klimaks yang menunjukan perkembangan peristiwa kearah selesaian (Sudjiman, 1992:35). Dalam leraian sudah dapat terlihat adanya penyelesaian masalah menuju selesaian. Dalam tahap ini konflik mulai mereda.
b. Selesaiaan
Selesaian adalah bagian akhir sebuah cerita. Selesaian boleh jadi mengandung penyelesaian masalah yang melegakan. Boleh juga mengandung penyelesaian masalah yang menyedihkan. Boleh juga pokok masalah tetap menggantung tanpa pemecahan. Jadi, cerita sampai pada selesaian tanpa menyelesaikan masalah, keadaan yang penuh ketidakpastian, ataupun ketidakjelasan (Sudjiman, 1992:36).
Sementara berdasarkan penyusunan peristiwa, alur terbagi dalam tiga jenis yaitu, alur progresif/kronologis/maju, alur regeresif/flash back/sorot/balik/mundur, dan alur campuran (Sayuti, 2002:90).
1. Alur progeresif/kronologis/maju
Alur yang peristiwa-peristiwanya disusun secara kronologis. Artinya, alur yang klimaksnya berada di akhir cerita. Rangkaian peristiwa dalam alur maju berawal dari masa awal hingga masa akhir cerita dengan urutan yang teratur dan beruntut. Tahapan pada alur maju adalah sebagai berikut: pengenalan, konflik, klimaks, antiklimaks, dan penyelesaian.
2. Alur regresif/flash back/sorot/balik/mundur
Alur yang peristiwa-peristiwanya disusun secara tidak kronologis.
Artinya, sebuah alur yang menceritakan masa lampau yang menjadi klimaks di awal cerita. Rangkaian peristiwa dalam alur mundur berawal dari masa lampau ke masa kini/ awal dengan susunan waktu
yang tidak sesuai dan tidak beruntut. Tahapan pada Alur mundur adalah sebagai berikut: penyelesaian, antiklimaks, klimaks, konflik, dan pengenalan.
3. Alur campuran
Alur yang merupakan perpaduan alur maju dan alur mundur. Alur campuran alur yang diawali dengan klimaks, kemudian menceritakan masa lampau, dan dilanjutkan hingga tahap penyelesaian. Pada saat menceritakan masa lampau, tokoh dalam cerita dikenalkan sehingga saat cerita tersebut belum selesai, alur cerita kembali ke awal cerita untuk mengenalkan kembali tokoh lainnya. Tahapan pada Alur campuran adalah sebagai berikut: klimaks, konflik, pengenalan, antiklimaks, dan penyelesaian.
Selain pendapat menurut para ahli di atas mengenai pengertian alur, peneliti juga berpendapat dan menyimpulkan bahwa alur adalah susunan atau rangkaian peristiwa yang terdapat dalam sebuah karya fiktif. Alur berperan sebagai jalan bagi para pembaca untuk menelusiri jalan cerita yang terdapat dalam karya sastra itu sendiri, sehingga membawa para pembaca mampu menemukan ide atau imaji pengarang. Selain itu para pembaca dibawa untuk turut mengalami apa yang dirasakan oleh para tokoh dalam karya fiksi tersebut.
2.2.2.3 Latar (setting)
Dalam karya sastra, setting merupakan satu elemen pembentuk cerita yang sangat penting, karena elemen tersebut akan dapat menentukan situasi umum sebuah karya (Abrams, 1981:1975 dalam Fananie, 2002:95).
Latar dimaksudkan untuk mengidentifikasi situasi tergambar dalam cerita, tidak hanya menyatakan di mana, kapan, dan bagaimana situasi itu berlangsung meliankan berkaitan dengan gambaran tradisi, karakter, perilaku sosial, dan pandangan masyarakat pada waktu cerita ditulis (Fananie, 2002:95). Abrams dalam Nurgiyantoro (2005:216) berpendapat latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Dengan demikian unsur latar dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial (Nurgiyantoro, 2010:227).
1. Latar tempat
Latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa terjadi.
Misalnya yang menunjuk latar pedesaan, perkotaan atau latar tempat lainnya. Melalui tempat terjadinya peristiwa diharapkan tercermin tradisi masyarakat, tata nilai, tingkah laku, suasana, dan hal-hal lain yang mungkin berpengaruh pada tokoh dan karakternya (Suminto, 2002:127).
Nurgiyantoro (2009:227) latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang
dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, atau mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas.
2. Latar waktu
Latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa, dalam plot, secara historis. Melalui pemberian waktu kejadian yang jelas, akan tergambar tujuan fiksi tersebut. Rangkaian peristiwa mungkin terjadi jika dilepaskan dan perjalanan waktu, yang dapat berupa jam, hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman yang melatarbelakanginya (Suminto, 2000:127). Nurgiyantoro (2009:230) latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Genette dalam Nurgiyantoro (2009:231) latar waktu memiliki makna ganda, yang mengacu pada wakru penulisan cerita dan urutan waktu kejadian yang dikisahkan dalam cerita.
3. Latar sosial
Latar sosial melukiskan perilaku kehidupan sosial masyarakat pada suatu tempat dalam karya fiksi. Latar sosial berkaitan dengan kebiasaan hidup, cara berpikir dan bersikap yang tercermin dalam kehidupan masyarakat yang kompleks (Nurgiyantoro, 2009:233). Menurut peneliti sendiri, latar merupakan penggambaran sebuah karya sastra oleh pengarang lewat imaji pembaca mengenai segala keadaan yang menjadi latar dalam sebuah karya sastra, misalnya latar tempat, latar waktu, latar suasana, latar sosial. Dengan bisa menemukan penggambaran latar, maka
para pembaca mampu melihat dengan jelas imaji yang di gambarkan pengarang yang terdapat dalam karya sastranya. Dengan begitu, maka pesan yang ingin di sampaikan oleh pengarang lewat karyanya akan semakin jelas.
2.2.2.4 Tokoh
Tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, berupa cerpen, novel ataupun drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2009:165). Menurut Nurgiyantoro (2009:177-178), tokoh dari segi peranannya terdiri dari tokoh utama dan tokoh tambahan. Sementara, bila dilihat dari fungsi penampilan, tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu, tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Peneliti kemudian menyimpulkan bahwa, tokoh adalah setiap individu atau pelaku cerita yang diciptakan pengarang dalam karya sastranya yang memiliki sikap, sifat, bentuk fisik dan peranan tertentu yang meunjang jalannya cerita. Berikut paparan mengenai tokoh menurut Nurgiyantoro (2009:176-179).
1. Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang senantiasa hadir dalam setiap kejadian jalannya cerita, yang mana porsi penampilannya lebih banyak dibandingkan tokoh-tokoh lain dalam sebuah cerita. Tokoh utama
memiliki peranan penting dalam perkembangan alur cerita. Tokoh ini merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian, maupun yang dikenai kejadian (Nurgiyantoro, 2009:177).
2. Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan adalah tokoh yang kemunculannya dalam sebuah jalan cerita lebih sedikit porsinya dibandingkan tokoh utama. Kehadiran tokoh tambahan biasanya hanya muncul ketika ada keterkaitan antara tokoh utama dengan tokoh tambahan itu sendiri. Artinya, kehadiran tokoh tambahan hanya menunjang penampilan tokoh utama dalam jalannya sebuah cerita. Walaupun porsi penampilan tokoh tambahan tidak banyak, namun peran mereka akan tetap mempengaruhi perkembangan plot.
Tokoh tambahan sendiri terdiri dari tokoh utama tambahan, tokoh tambahan utama, dan tokoh tambahan. Pembedaan mengenai tokoh utama tersebut dilihat dari kadar perananan atau porsi kemunculan setiap tokoh yang ada dalam cerita, artinya dominasi setiap tokoh dalam penceritaan itu sendiri dan pengaruhnya terhadap perkembangan plot (Nurgiyantoro, 2009:177-178). Bila dilihat dari fungsi penampilan, tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu, tokoh protagonis dan tokoh antagonis (Nurgiyantoro, 2010:178). Di bawah ini peneliti memaparkan fungsi penampilan tokoh.
1. Tokoh Protagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi, yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero atau pahlawan, yaitu tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita (Altenbernd dan Lewis dalam Nurgiyantoro, 2009:178). Peneliti menarik kesimpulan, bahwa identifikasi dari tokoh protagonis yang merupakan perlambang dari norma-norma kebaikan dan nilai-nilai kebaikan itu akan menimbulkan empati dalam diri pembaca lewat tindakan yang dilakukan oleh tokoh protagonis dalam rangkaian jalan cerita.
2. Tokoh Antagonis
Tokoh antagonis adalah tokoh yang melawan tokoh protagonis.
Tokoh antagonis adalah penyebab terjadinya konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh utama dan tokohprotagonis dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2009:178). Menurut peneliti, peran dari tokoh antagonis dianggap lumayan penting dalam rangkaian peristiwa jalannya cerita yang terjadi dalam sebuah karya sastra baik itu berupa cerpen ataupun novel.
Peran dari tokoh antagonis adalah sebagai penimbul konflik, dimana konflik itu memicu pertentangan yang terjadi dalam diri tokoh-tokoh yang terdapat pada cerpen atau novel, konflik yang terjadi akan terus memuncak dan berkembang sampai menuju klimaksnya.
2.2.2.5 Penokohan
Menurut Santosa (2008:90), penokohan merupakan usaha untuk membedakan peran satu dengan peran yang lain. Dari pendapat para ahli di atas peneliti menarik kesimpulan bahwa, penokohan adalah penggambaran atau pelukisan karakter setiap tokoh oleh pengarang dalam karya sastra ciptaannya yang mewakili sikap dan sifat tokoh. Dalam hal teknik pelukisan tokoh Nurgiyantoro (2009:194) berpendapat bahwa masalah penokohan dalam sebuah karya sastra tak semata-mata hanya
Menurut Santosa (2008:90), penokohan merupakan usaha untuk membedakan peran satu dengan peran yang lain. Dari pendapat para ahli di atas peneliti menarik kesimpulan bahwa, penokohan adalah penggambaran atau pelukisan karakter setiap tokoh oleh pengarang dalam karya sastra ciptaannya yang mewakili sikap dan sifat tokoh. Dalam hal teknik pelukisan tokoh Nurgiyantoro (2009:194) berpendapat bahwa masalah penokohan dalam sebuah karya sastra tak semata-mata hanya