• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS UNSUR INTRINSIK CERPEN GADIS MANIS DALAM BIS KARYA PRAPTA DIHARJA DAN IMPLEMENTASI RENCANA PEMBELAJARAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS UNSUR INTRINSIK CERPEN GADIS MANIS DALAM BIS KARYA PRAPTA DIHARJA DAN IMPLEMENTASI RENCANA PEMBELAJARAN SKRIPSI"

Copied!
179
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS UNSUR INTRINSIK

CERPEN “GADIS MANIS DALAM BIS” KARYA PRAPTA DIHARJA DAN IMPLEMENTASI RENCANA PEMBELAJARAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh:

Sebastianus Darwis Primasetia Dami NIM : 121224084

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2019

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk orang-orang yang telah mendukungku selama ini:

Yesus Kristus

Bapak Damiatus dan Ibu Theresia Awin tersayang

Bapak Pakomeus Pakomeum dan Ibu Yasinta Rampan tersayang Adik-adikku tersayang Winda, Feby, Tuta

My partner in crime Romana Noviyanti Boss kecilku Noah Cruz Bernardo Dami

Serta sahabat-sahabatku

Ndori, Bibo, Fauzi, St. Putra, Evan, Bang Rino, Ujang, Lodo, Eva, Bella

(5)

v MOTO

“Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya, dia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu” – (Amsal, 22:6)

“If you want to conquer fear, don’t sit home and think about it. Go out and get busy” – (Dale Carnegie)

“Karya ilmiah itu tidak ada yang sempurna. Bila sempurna, maka tidak akan ada namanya ujian skripsi” – (Petrus Haryanto)

“I’m Iron Man” – (RDJr)

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS

Saya menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa skripsi ini tidak memuat bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana mestinya sebuah karya ilmiah.

Yogyakarta, 21 Mei 2019 Penulis,

Sebastianus Darwis P. Dami

(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma.

Nama : Sebastianus Darwis Primasetia Dami

Nomor Mahasiswa : 121224084

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

ANALISIS UNSUR INTRINSIK

CERPEN “GADIS MANIS DALAM BIS” KARYA PRAPTA DIHARJA DAN IMPLEMENTASI RENCANA PEMBELAJARAN

Dengan demikian, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, dan mempublikasikannya di internet untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 21 Mei 201

Sebastianus Darwis Primasetia Dami

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini betujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada.

1. Drs. Johanes Eka Priyatma M.Sc., Ph.D selaku Rektor Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kepribadian penulis.

2. Dr. Yohanes Harsoyo S.Pd., M.Si selaku Dekan FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kepribadian penulis.

3. Rishe Purnama Dewi S.Pd., M.Hum selaku dosen pembimbing I dan kaprodi PBSI dan Septina Krismawati M.A. selaku dosen pembimbing II yang telah membantu serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ayah dan ibu saya Damiatus dan Theresia Awin yang selalu mendukung dan mendoakan saya.

5. Ayah dan ibu mertua saya Pakomeus Pakomeum dan Yasinta Rampan yang selalu mendukung dan mendokan saya.

(9)

ix

6. Istriku tercinta Romana Noviyanti yang telah membantu, menemani dan memberikan dukungan berupa doa serta semangat.

7. Anakku tercinta Noah Cruz Bernardo Dami yang selalu menjadi penyemangat saya untuk terus berjuang.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 21 Mei 2019

Sebastianus Darwis P. Dami

(10)

ix ABSTRAK

Primasetia, Sebastianus Darwis. 2019. Analisis Unsur Intrinsik Cerita Pendek Gadis Manis dalam Bis Karya Prapta Diharja dan Implementasi Rencana Pembelajaran. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, USD.

Penelitian ini mengkaji unsur intrinsik cerita pendek Gadis Manis Dalam Bis karya Prapta Diharja dan implementasi rencana pembelajarannya. Unsur intrinsik yang terdapat dalam cerita pendek Gadis Manis Dalam Bis tediri dari, tema, alur, latar, tokoh, penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. Implementasi dari penelitian ini berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik baca dan catat. Data dalam penelitian ini berupa kutipan-kutipan kalimat percakapan dalam cerita pendek Gadis Manis dalam Bis karya Prapta Diharja.

Hasil analisis menunjukan tardapat tujuh tokoh, yaitu Aku, Elis, Gadis Sebelah kiri, Dia, Kondektur I, Kondektur II, dan Seseorang yang Membela Aku.

Alur yang dikembangkan dalam cerita pendek Gadis Manis dalam Bis karya Prapta Diharja adalah alur campuran. Terdapat delapan unsur yang menggembangkan alur yaitu paparan, rangsangan, gawatan, tikaian, rumitan, klimaks, leraian dan selesaian.

Latar tempat dalam cerpen Gadis Manis dalam Bis adalah latar tempat, waktu, dan sosial. Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen Gadis Manis dalam Bis adalah sudut pandang persona pertama “aku”. Amanat yang disampaikan dalam cerpen Gadis Manis dalam Bis adalah selalu waspada terhadap situasi yang terjadi disekitar kita. Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa cerita pendek Gadis Manis dalam Bis karya Prapta Diharja dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran di kelas XI SMA. Untuk mencapai proses dan hasil pembelajaran yang maksimal maka peneliti telah merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), sebagai pedoman dalam proses belajar mengajar di kelas.

Kata kunci: Unsur Intrinsik cerita pendek, rencana pembelajaran.

(11)

x

ABSTRACT

Primasetia, Sebastianus Darwis. 2019. Intrinsic Element Analysis of The Short Story “Gadis Manis dalam Bis” by Prapta Diharja and The learning Planning. Essay. Yogyakarta: PBSI, FKIP, USD.

This research examines the intrinsic elements of the short story “Gadis Manis dalam Bis” by Prapta Diharja lesson plans and implementation. The intrinsic elements of a short story featured in the “Gadis Manis dalam Bis” consists of, theme, plot, setting, character, characters, point of view, the language, and mandate.

The implementation of this research in the form of Learning implementation plan (RPP).This research is a descriptive research. The techniques used in this research is technique of read and write. The data from this research in the form of conversational sentences of quotations in the short story “Gadis Manis dalam Bis”

by Prapta Diharja.

The results of the analysis show the of seven figures, Aku, Elis, the Girl in the left, Dia, the Conductor I, Conductor II, and Someone who Defended Aku. The Groove that was developed in the short story “Gadis Manis dalam Bis” by Prapta Diharja is the flow of the mixture. There are eight elements that develop stronger flow exposure, stimulation, gawatan, tikaian, rumitan, climax, leraian and selesaian.

Place setting in the short story “Gadis Manis dalam Bis” was the setting of the place, time, and social. Point of view used in the short stories of “Gadis Manis dalam Bis” is the perspective of the first person "Aku". The work presented in the short story “Gadis Manis dalam Bis” is always alert to situations that occur around the character “Aku”.Based on the above analysis, it can be concluded that the short story “Gadis Manis dalam Bis” by Prapta Diharja can be used as learning materials in class XI high school. To achieve the learning outcomes and process at maximum then researchers have designed Learning implementation plan (RPP), as a guide in the process of teaching and learning in the classroom.

Keywords:The intrinsic elements of the short story, the learning plan.

(12)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Batasan Istilah ... 9

1.6 Sistematika Penyajian ... 10

(13)

xii BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian yang Relavan ... 11

2.2 Kajian Teori ... 15

2.2.1 Pengertian Cerita Pendek... 16

2.2.2 Unsur Intrinsik Cerita Pendek ... 17

2.2.2.1 Tema ... 17

2.2.2.2 Alur ... 18

2.2.2.3 Latar ... 23

2.2.2.4 Tokoh ... 25

2.2.2.5 Penokohan ... 28

2.2.2.6 Sudut Pandang ... 33

2.2.2.7 Gaya Bahasa ... 35

2.2.2.8 Amanat ... 37

2.2.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 38

2.3 Kerangka Berpikir ... 46

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 48

3.2 Sumber Data dan Data ... 49

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 49

3.4 Instrumen Penelitian ... 50

(14)

xiii

3.5 Teknik Analisis Data ... 51

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Data ... 53

4.2 Analisis Data ... 54

4.2.1 Tema ... 54

4.2.2 Alur ... 57

4.2.3 Latar ... 69

4.2.4 Tokoh ... 74

4.2.5 Penokohan ... 79

4.2.6 Sudut Pandang ... 102

4.2.7 Gaya Bahasa ... 104

4.2.8 Amanat... 109

4.3 Rencana Pembelajaran Unsur Intrinsik Cerita Pendek “Gadis Manis dalam Bis” karya Prapta Diharja ... 111

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 131

5.2 Saran ... 136

DAFTAR PUSTAKA ... 137

LAMPIRAN ... 139

BIODATA ... 164

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Transkrip Cerita Pendek “Gadis Manis dalam Bis” karya Prapta Diharja dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Gadis Manis dalam Bis ... 140 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 146

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini peneliti akan menguraikan tentang, (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (3) manfaat penelitian, (4) batasan istilah, dan (5) sistematika penyajian.

1.1. Latar Belakang

Cerminan hidup dari sebuah masyarakat yang kreatif dan produktif adalah mampu menghasilkan karya sastra. Hal ini didasari adanya keinginan untuk memperlihatkan keberadaannya sebagai manusia yang memiliki ide, gagasan, dan pesan tertentu yang ingin disampaikan lewat karyanya yang bermediakan bahasa sebagai penyampainya, dan karya sastra sebagai media mengekspresikannya. Karya sastra adalah refleksi pengarang tentang hidup dan kehidupan yang dipadu dengan daya imajinasi dan kreasi yang didukung oleh pengalaman atas kehidupan seseorang (Djojosuroto, 2006:77). Melalui karya sastra, pembaca akan menikmati realitas imajinasi pengarang melalui tokoh, peristiwa, dan latar yang disajikan. Karya sastra adalah refleksi pengarang tentang hidup dan kehidupan yang dipadu dengan daya imajinasi dan kreasi yang didukung oleh pengalaman atas kehidupan seseorang (Djojosuroto, 2006:77).

Dari pendapat tentang pengertian karya sastra di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa karya sastra merupakan bentuk

(17)

pengekspresian diri seorang pengarang dalam menciptakan sebuah karya, pengarang tidak dapat terlepas dari berbagai fenomena kehidupan yang dilihat, dirasakan, didengar dan dialaminya yang melatarbelakangi terciptanya sebuah karya sastra. Tujuan dari terciptanya sebuah karya sastra adalah, untuk memperlihatkan keberadaan diri pengarang sebagai individu kreatif dan produktif yang memiliki gagasan dan ide yang tersalurkan melalui karya sastra sebagai bentuk ekspersi jiwa pengarang.

Salah satu jenis karya sastra untuk mengekspresikan diri adalah cerpen atau cerita pendek.

Cerita pendek atau biasa disingkat cerpen adalah salah satu jenis karya sastra yang dihasilkan dari imaji seorang pengarang terhadap apa yang dirasakan, dilihat, didengar dan dialamainya. Lewat pengalaman tersebut pengarang kemudian merealisasikan imajinya kedalam bentuk cerita yang ditulis secara singkat, padat dan jelas, sehingga tidak memerlukan waktu yang lama bagi para pembaca untuk menyudahi atau menyelesaikan cerita yang ditulis tersebut. Untuk memperkuat pendapat peneliti tentang pengertian cerita pendek di atas, peneliti mengutip beberapa pendapat ahli mengenai pengertian cerita pendek. Menurut Poe (dalam Nurgiyantoro, 2007:10), cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam, suatu hal yang kiranya tidak mungkin dilakukan untuk membaca sebuah novel. Rani (1996:276), berpendapat cerpen adalah singkatan dari

(18)

cerita pendek, disebut demikian karena jumlah halamannya yang sedikit, situasi dan tokoh ceritanya juga digambarkan secara terbatas.

Kajian tentang cerita pendek sangat penting dan diperlukan untuk menunjang pembelajaran sastra di SMA. Pentingnya mempelajari teks sastra khususnya cerita pendek terbukti dan terdapat di dalam Kurikulum 2013 edisi revisi tahun 2016 mata pelajaran Bahasa Indonesia, KI-3 Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, cerita pendek dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan cerita pendek pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah, KD 3.9 Menganalisis unsur-unsur pembangun cerita pendek dalam buku kumpulan cerita pendek, kelas XI, semester I (ganjil). Dilatarbelakangi pentingnya pembelajaran sastra, khususnya pembelajaran tentang analisis unsur intrinsik cerita pendek di SMA yang tercantum dalam kurikulum 2013 pada KD. 3.9 kelas XI, maka peneliti merasa tertarik untuk menganalisis unsur intrinsik cerita pendek berjudul “Gadis Manis Dalam Bis” karya Prapta Diharja. Hal ini disebabkan oleh, pertama, alur cerita dalam cerpen tersebut menarik dan bahasa yang digunakan pengarang dalam menulis cerpen ini adalah bahasa yang sederhana, bahasa yang sederhana artinya, bahasa yang digunakan adalah bahasa percakapan

(19)

sehari-hari yang mudah dimengerti pembaca, sehingga memudahkan pembaca untuk menemukan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Dengan ditemukannya pesan yang terkandung dalam cerpen tersebut, maka tersampaikanlah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada para pembacanya lewat cerita pendek tersebut.

Kedua, Prapta Diharja sebagai pengarang cerpen berjudul “Gadis Manis dalam Bis” ini juga dikenal sebagai seorang guru sastra di program studi PBSI, Universitas Sanata Dharma. Salah satu ragam karya sastra ciptaanya adalah cerita pendek, sehingga peneliti merasa tertarik untuk meneliti dan menganalisis unsur intrinsik salah satu cerita pendek karya Prapta Diharja yang berjudul “Gadis Manis dalam Bis”. Seperti yang sudah peneliti kemukakan di atas, analisis unsur intrinsik cerpen merupakan salah satu materi ajar pelajaran Bahasa Indonesia yang tercantum di dalam Kurikulum 2013 edisi revisi tahun 2016 mata pelajaran Bahasa Indonesia, KI-3, KD 3.9, kelas XI, semester I (ganjil) sehingga peneliti beranggapan hal ini penting untuk diteliti.

Ketiga, terdapat pesan moral positif yang terkandung dalam cerita pendek berjudl “Gadis Manis dalam Bis” ini. Pesan positif itu akan lebih baik bila disampaikan dan ditanamkan dalam diri siswa-siswi di Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan tujuan untuk menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, santun, peduli, toleran, damai, bertanggung jawab, reponsif, proaktif dalam berinteraksi secara efektif sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan, keluarga, sekolah,

(20)

masyarakat, dan lingkungan alam sekitar. Diharapkan dengan tersampaikannya pesan moral positif yang terkandung dalam cerpen tersebut semakin membentuk pribadi-pribadi positif pula, sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam karya sastranya.

Dari berbagai alasan tentang ketertarikan peneliti yang telah dipaparkan di atas, terdapat tujuan dalam penelitian analisis unsur intrinsik cerita pendek “Gadis Manis dalam Bis” karya Prapta Diharja dan implementasinya dalam rencana pembelajaran sastra di SMA.

Pertama, tujuannya adalah untuk mempermudah, memperlancar dan meningkatkan kemampuan siswa/i dalam menganalisis unsur intrinsik, khususnya yang terdapat dalam cerpen “Gadis Manis dalam Bis” dan mengamalkan nilai-nilai positif yang terkandung di dalamnya. Kedua, pembelajaran yang direncanakan dalam bentuk RPP ini diharapkan akan lebih mempermudah guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang lebih terarah, terprogram, dan berjalan dengan efektif dan efisien sesuai dengan apa yang telah direncanakan di dalam RPP.

Beberapa pesan yang tertangkap oleh peneliti dalam cerpen “Gadis Manis dalam Bis” antara lain adalah tentang, kejujuran, keikhlasan, ketulusan, kepercayadirian dan kepolosan seorang lelaki, yang dalam perjalanannya menuju sebuah bank untuk membayar uang bulanan (SPP), telah dikelabui oleh sekelompok penjambret yang beranggotakan dua orang gadis cantik, yang selalu melancarkan operasinya di dalam bus saat korbannya sedang lengah. Nilai-nilai tentang kejujuran, keikhlasan,

(21)

ketulusan, dan rasa percaya diri penting untuk ditanamkan di SMA karena berkaitan dengan moral manusia sebagai makhluk yang berakhlak mulia. Selain itu, hal terpenting dari penelitian ini adalah, cerita pendek berjudul “Gadis Manis dalam Bis” karya Prapta Diharja belum pernah diteliti oleh siapapun sebelumnya.

Cerpen “Gadis Manis dalam Bis” ini terdapat dalam kumpulan cerpen karya Prapta Diharja dalam Mozaik Pengalaman Hidup yang terdiri dari 17 cerpen. Salah satu dari cerpen itu berjudul “Gadis Manis dalam Bis” yang menjadi data dalam penelitian ini. Peneliti merasa tertarik untuk meneliti cerita pendek “Gadis Manis Dalam Bis”

dibandingkan cerpen lainnya dikarenakan, dalam cerpen ini bahasa yang digunakan pengarang adalah bahasa percakapan sehari-hari yang mudah dipahami oleh pembaca dan mengandung nilai-nilai tentang kejujuran dan keikhlasan yang cocok diterapkan di SMA.

(22)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana unsur intrinsik dalam cerita pendek “Gadis Manis dalam Bis” karya Prapta Diharja ditinjau dari segi tokoh, penokohan, alur, latar, sudut pandang, gaya bahasa, tema, dan amanat?

2. Bagaimana implementasi rencana pembelajaran unsur intrinsik cerita pendek “Gadis Manis dalam Bis” karya Prapta Diharja dalam pembelajaran sastra bagi siswa SMA kelas XI?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini ditetapkan sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan hasil analisis unsur intrinsik cerita pendek “Gadis Manis dalam Bis” karya Prapta Diharja ditinjau dari segi unsur intrinsik yang terdiri dari tokoh, penokohan, alur, latar, sudut pandang, gaya bahasa, tema, dan amanat.

2. Mendeskripsikan rencana pembelajaran unsur intrinsik cerita pendek “Gadis Manis dalam Bis” karya Prapta Diharja dalam pembelajaran sastra bagi siswa SMA kelas XI semester I (ganji).

(23)

1.4. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. Adapun manfaatnya sebagai berikut.

a. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini dapat menambah koleksi pengetahuan yang berhubungan dengan analisis unsur intrinsik dalam karya sastra, khususnya analisis unsur intrinsik terhadap cerita pendek. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi para guru yang ingin mengimplementasikan dalam pembelajaran sastra di SMA, khususnya analisis unsur intrinsik cerita pendek.

b. Manfaat Praktis

Diharapkan penelitian dapat memberikan manfaat praktis bagi:

1. Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan siswa mengenai sastra khususnya cerita pendek dan menambah wawasan tentang pembelajaran unsur intrinsik cerita pendek, khususnya cerita pendek “Gadis Manis dalam Bis” karya Prapta Diharja.

2. Bagi Peneliti

Bagi peneliti sendiri, dapat menambah pemahaman peneliti terhadap strategi pembelajaran dengan menerapkan analisis unsur intrinsik cerita pendek dan bagi peneliti lain penelitian ini diharapkan dapat membantu dan menjadi acuan dalam meneliti unsur intrinsik cerita pendek.

(24)

1.5. Batasan Istilah

Beberapa istilah penting yang digunakan dalam penelitian ini perlu ditegaskan agar tidak menimbulkan salah penafsiran.

1. Cerita Pendek

Cerita pendek atau biasa disingkat cerpen adalah salah satu jenis karya sastra yang dihasilkan dari imaji seorang pengarang terhadap apa yang dirasakan, dilihat, didengar dan dialamainya, lewat pengalaman tersebut pengarang kemudian merealisasikan imajinya ke dalam bentuk cerita yang ditulis secara singkat, padat dan jelas, sehingga tidak memerlukan waktu yang lama bagi para pembaca untuk menyudahi atau menyelesaikan cerita yang ditulis tersebut.

2. Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik adalah adalah unsur-unsur yang (secara langsung) atau turut serta membangun karya sastra itu sendiri (Nurgiyantoro, 2010:23). Pada umumnya unsur-unsur intrinsik terdiri dari: tema, alur, latar, tokoh, penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, amanat.

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah program atau perencanaan jangka pendek yang disusun oleh seorang guru sebagai panduan untuk mengajar agar sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.

(25)

1.6. Sistematika Penyajian

Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I adalah pendahuluan, pada bab ini, peneliti menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Bab II merupakan landasan teori, pada bab ini peneliti menguraikan mengenai penelitian terdahulu yang relevan, kajian teori yang berisi uraian tentang unsur intrinsik cerita pendek, rencana pelaksanaan pembelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan kerangka berpikir. Bab III berisi metodologi penelitian, pada bab ini peneliti akan menguraikan tentang jenis penelitian, sumber data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Bab IV berisi hasil penelitian, pada bab ini, terdiri dari deskripsi data, pembahasan langkah-langkah dalam menentukan unsur intrinsik, hasil analisis penilaian produk RPP untuk siswa SMA. Bab V merupakan bab terakhir atau penutup dari penelitian ini, pada bab ini berisi simpulan dan saran yang bermanfaat bagi pihak yang terkait dengan penelitian ini.

(26)

11 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini peneliti akan menguraikan tentang penelitian terdahulu yang relevan, dan teori-teori yang berkatian dengan penelitian ini.

Penelitian yang relevan yang berkaitan dengan penelitian ini terdiri dari unsur intrinsik dalam cerita pendek dan implementasi rencana pembelajaran. Kajian teori berisikan uraian tentang unsur intrinsik cerita pendek “Gadis Manis dalam Bis” karya Prapta Diharja.

2.1 Penelitian yang Relevan

Dalam penelitian ini peneliti menemukan dua penelitian yang relevan yang berkaitan unsur intrinsik dalam cerita pendek. Penelitian relevan yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Apriliani (2017) mahasiswa PBSI, Universitas Sanata Dharma yang berjudul

“Unsur Intrinsik Cerpen Guru karya Putu Wijaya dan Perencanaan Pembelajaarannya dengan Pendekatan Kontekstual untuk Siswa Kelas XII Semester I”. Penelitian relevan yang kedua dilakukan oleh Theresia Rita Listiana (2004) dengan judul penelitian “Unsur Intrinsik Cerpen Tuhan, Pawang Hujan, dan Pertarungan yang Remis karya A.S Laksana dan Implementasinya dalam Bentuk Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk Siswa Kelas XII Semester I”.

(27)

Penelitian yang pertama, Wahyu Apriliani (2017). Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis unsur intrinsik cerpen Guru karya Putu Wijaya dan mendeskripsikan rencana pembelajaran dengan pendekatan kontekstual untuk siswa SMA kelas XII semester I. Penelitian tersebut merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis dan mendeskripsikan unsur intrinsik cerita pendek Guru karya Putu Wijaya. Sumber data dalam penelitian tersebut adalah cerpen Guru karya Putu Wijaya. Hasil analisis cerpen Guru meliputi tokoh, penokohan, alur, latar, sudut pandang, tema, amanat, dan gaya bahasa.

Tokoh dalam cerpen Guru adalah Ayah Taksu, Taksu, dan Ibu. Alur dalam cerpen Guru adalah alur campuran. Latar dalam cerpen Guru terdapat tiga unsur latar yaitu latar tempat, waktu dan sosial. Tema dalam cerpen tersebut adalah tekat seorang anak yang bercita-cita untuk menjadi guru. Amanat yang terdapat dalam cerpen tersebut adalah jangan memaksakan kehendak orang lain. Sudut pandang dalam cerpen tersebut adalah campuran. Gaya bahasa yang digunakan pengarang adalah gaya bahasa sederhana dan mengandung asosiasi, yaitu perbandingan dua hal yang dianggap berbeda, tetapi dianggap sama. Perencanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual terdiri dari tujuh langkah, yaitu 1) menemukan unsur intrinsik cerpen Guru, 2) menganalisis unsur intrinsiknya, 3) bertanya mengenai unsur intrinsik, 4) diskusi dengan

(28)

kelompok, 5) contoh cerpen yang sudah dianalisis, 6) refleksi pembelajaran, 7) guru memberikan penilaian. Dalam penelitian ini terdapat persamaan dan perbedaan, persamaannya adalah menganalisis unsur intrinsik dalam cerita pendek dan rencana pembelajaran sastra tentang cerita pendek di SMA. Perbedaannya penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Apriliani (2017) menggunakan kurikulum KTSP, sementara dalam penelitian ini peneliti menggunakan Kurikulum 2013.

Penelitian relevan yang kedua, Theresia Rita Listiana (2004) yang berjudul “Unsur Intrinsik Cerpen Tuhan, Pawang Hujan, dan Pertarungan yang Remis karya A.S Laksana dan Implementasinya dalam Bentuk Silabus dan Rencana Pembelajaran (RPP) untuk Siswa Kelas XII Semester I” penelitian tersebut mengkaji dan memaparkan unsur intrinsik dan hubungan unsur intrinsik yang terdapat di dalam cerita pendek tersebut. Penelitian tersebut merupakan jenis penelitian kualitatif, penelitian kualitatif tersebut menggunakan pendekatan struktural yang menghasilkan data-data deskriptif berupa hasil analisis dari cerpen yang berjudul “Unsur Intrinsik Cerpen Tuhan, Pawang Hujan, dan Pertarungan yang Remis karya A.S Laksana. Pendekatan struktural pada penelitian tersebut memfokuskan pada unsur intrinsik cerita pendek yang terdiri dari tokoh, latar, tema, alur, amanat, bahasa, sudut pandang, dan hubungan antar unsur cerpen. Sumber data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah sumber data tertulis. Sedangkan teknik

(29)

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah teknik simak (membaca) dan teknik catat.

Hasil analisis cerpen “Tuhan, Pawang Hujan, dan Pertarungan yang Remis” karya A.S Laksana terdapat lima tokoh, yaitu 1) Alit sebagai tokoh utama dan tokoh antagonis, 2) Gadis cantik sebagai tokoh sederhana, 3) Pawang tua sebagai tokoh tambahan, 4) Tuhan sebagai tokoh statis, 5) Duda tua sebagai tokoh statis. Latar yang digunakan tidak mengacu pada suatu daerah tertentu tetapi meliputi tiga unsur latar, yaitu:

latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Alur yang digunakan adalah alur maju karena jalannya peristiwa dalam cerita secara kronologis maju, runtut dari awal, tengah, hingga akhir cerita. Tema yang terdapat dalam cerpen adalah pertarungan yang remis.

Amanat yang disampaikan oleh pengarang dalam cerpen “Tuhan, Pawang Hujan, dan Pertarungan yang Remis” adalah jangan terlalu mudah untuk mengambil sebuah keputusan untuk menjalani hidup. Sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang pertama “aku”.

Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia sederhana atau bahasa sehari-hari. Relevansi dari penelitian Theresia Rita Listiana (2004) dengan penelitian ini adalah, sama-sama meneliti unsur intrinsik dalam cerita pendek dan perencanaan pembelajaran sastra di SMA, selain itu pendekatan yang digunakan untuk menganailis juga sama, yaitu pendekatan struktural, walaupun begitu tetap terdapat letak perbedaan dalam penelitian ini yaitu dari segi objek judul cerita pendek yang diteliti.

(30)

Yang membedakan penelitian ini dengan dua penelitian relevan di atas adalah, penelitian ini menggunakan Kurikulum 2013 sebagai dasar implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA, sementara dua penelitian yang relevan di atas menggunakan kurikulum berbasis KTSP sebagai dasar implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA.

Selain itu pada penelitian relevan pertama milik Wahyu Apriliani (2017), penelitian tersebut menggunakan pendekatan kontekstual dalam perencanaan pembelajarannya untuk siswa kelas XII semester I, sementara dalam penelitiaan ini implementasi rencana pembelajarannya lebih ditekankan pada RPP K-13 untuk siswa kelas XI. Sementara pada penelitian relevan yang kedua Theresia Lita Listiana (2004), penelitian tersebut dalam penerapannya selain di implementasikan dengan RPP juga di implementasikan dalam bentuk silabus, sementara dalam penelitian ini bentuk implementasinya hanya dalam bentuk RPP saja, khususnya format RPP Kurikulum 2013.

2.2 Kajian Teori

Kajian teori menurut peneliti merupakan sekumpulan konsep ilmiah yang dibentuk secara sistematis untuk mendefinisikan, menerangkan, dan memberikan jawaban terhadap suatu teori. Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kajian teori mengenai, (1) pengertian cerita pendek, (2) unsur intrinsik cerita pendek, (3) rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sastra di SMA. Berikut paparan mengenai pengertian

(31)

cerita pendek, unsur intrinsik cerita pendek, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

2.2.1 Pengertian Cerita Pendek

Cerita pendek atau disingkat cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam. Suatu hal yang kiranya tidak mungkin dilakukan untuk membaca sebuah novel (Poe dalam Nurgiyantoro 2007:10). Semi (1993:34), mengungkapkan bahwa cerita pendek ialah sebuah karya sastra yang memuat penceritaan secara memusat kepada suatu peristiwa pokok saja.

Semua peristiwa lain yang diceritakan dalam sebuah cerpen, tanpa kecuali ditujukan untuk mendukung peristiwa pokok. Priyatni (2010:126) berpendapat bahwa cerpen adalah salah satu bentuk karya fiksi, cerita pendek sesuai dengan namanya memperlihatkan sifat yang serba pendek, baik peristiwa yang diungkapkan, isi cerita, jumlah pelaku, dan jumlah kata yang digunakan. Menurut peneliti sendiri, cerita pendek adalah cerita yang diciptakan oleh seorang pengarang yang ditulis secara singkat dan padat yang biasanya terdiri dari beberapa halaman saja dan langsung menyasar pada tujuan jalan cerita cerpen itu sendiri, artinya konflik dan dinamika yang terjadi dan terdapat dalam sebuah cerpen lebih singkat dan tidak sebanyak yang terdapat dalam novel yang biasanya lebih panjang dan konfliknya lebih beragam.

(32)

2.2.2 Unsur Intrinsik Cerita Pendek

Unsur intrinsik adalah adalah unsur-unsur yang (secara langsung) atau turut serta membangun karya sastra itu sendiri (Nurgiyantoro, 2010:23). Pada umumnya unsur-unsur intrinsik terdiri dari: tema, alur, latar, tokoh, penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, amanat (Nurgiyantoro, 2010:23). Dapat disimpulkan bahwa, unsur intrinsik cerita pendek adalah unsur pembangun cerita pendek yang terdiri dari, tema, alur, latar, tokoh, penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat.

2.2.2.1 Tema

Nurgiyantoro (2005:80) menyatakan bahwa, tema adalah sebuah cerita yang dapat dipahami sebagai sebuah makna, makna yang mengikat keseluruhan unsur cerita sehingga cerita itu hadir sebgai sebuah kesatuan yang padu. Berbagai unsur fiksi seperti alur, tokoh, alat, sudut pandang, stile dan lain-lain berkaitan secara sinergis untuk bersama-sama mendukung eksistensi tema. Dalam sebuah cerita, tema jarang diungkapkan secara eksplisit, tetapi menjiwai keseluruhan cerita dan dapat dirasakan, substansi dan keberadaannya haruslah ditemukan lewat pembacaan dan pemahaman kritis.

Menurut peneliti, dalam pengertian sederhananya, tema adalah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar sebuah cerita. Sebagai sebuah gagasan sentral, tema merupakan sesuatu yang hendak diperjuangkan oleh pengarang sebagai pondasi atau dasar jalan cerita sebuah karya

(33)

sastra yang ingin disuguhkan kepada para penikmat atau pembaca agar makna cerita yang terdapat dalam karya itu tidak melenceng dari gagasan utama pikiran pengarang.

2.2.2.2 Alur

Aminudin (2002:83) menyatakan bahwa, alur (plot) adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam satu cerita.

Alur adalah struktur cerita yang disusun oleh urutan peristiwa atau bisa disebut juga rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita yang dilalui atau dialami pelaku. Hal ini sesuai dengan pendapat Stanton dalam (Nurgiyantoro, 2010:113) plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadan itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

Struktur alur menurut Sudjiman (1992:30) terdiri dari tiga tahap yaitu, awal (paparan, rangsangan, gawatan), tengah (tikaian, rumitan, klimaks), dan akhir (leraian, selesaian). Berikut paparan struktur alur menurut Sudjiman (1992:30-36).

1. Awal a. Paparan

Penyampaian informasi kepada pembaca disebut paparan atau eksposisi. Paparan biasanya merupakan fungsi utama awal suatu cerita.

Tentu saja bukan informasi selengkapnya yang diberikan, melainkan

(34)

keterangan sekedarnya untuk memudahkan pembaca mengikuti kisah selanjutnya.

b. Rangsangan

Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru yang berlaku sebagai katalisator (seseorang yang menyebabkan terjadinya perubahan dan menimbulkan kejadian baru atau mempercepat suatu peristiwa). Rangsangan dapat pula ditimbulkan oleh hal lain, misalnya oleh datangnya berita yang merusak keadaan yang semula terasa laras. Tak ada patokan tentang penjangnya kapan disusun oleh rangsangan dan berapa lama sesudah itu sampai gawatan.

c. Gawatan

Tidak ada patokan tentang panjang paparan, kapan disusul oleh rangsangan, dan berapa lama sesudah itu sampai pada gawatan. Gawatan biasanya adalah perkembangan cerita setelah rangsangan. Dalam gawatan akan timbul permasalahan yang terjadi dalam sebuah cerita.

2. Tengah a. Tikaian

Tikaian adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan, satu diantaranya diwakili oleh manusia pribadi yang biasanya menjadi protagonist dalam cerita (sudjiman, 1992:34-35). Tikaian merupakan pertentangan antara dirinya dengan

(35)

kekuatan alam, dengan masyarakat, orang atau tokoh lain, atau pertentangan antara dua unsur dalam diri satu tokoh itu.

b. Rumitan

Perkembangan dari gejala mula tikaian menuju klimaks cerita disebut rumitan. Rumitan biasanya timbul setelah perselisihan dan adanya pertentangan diantara tokoh. Dalam rumitan juga sudah muncul permasalahan yang menimbulkan klimaks permasalahan namun gambaran nasib tokoh semakin jelas meskipun belum sepenuhnya terlukiskan.

c. Klimaks

Klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kehebatannya. Di dalam cerita fiksi, rumitan sangat penting. Tanpa rumitan yang memadai tikaian akan lamban. Rumitan mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh dampak dari klimaks (Sudjiman, 1992:35). Klimaks adalah puncak ketegangan pembaca terhadap jalan cerita sebuah karya sastra.

3. Akhir a. Leraian

Leraian adalah bagian struktur alur sesudah klimaks yang menunjukan perkembangan peristiwa kearah selesaian (Sudjiman, 1992:35). Dalam leraian sudah dapat terlihat adanya penyelesaian masalah menuju selesaian. Dalam tahap ini konflik mulai mereda.

(36)

b. Selesaiaan

Selesaian adalah bagian akhir sebuah cerita. Selesaian boleh jadi mengandung penyelesaian masalah yang melegakan. Boleh juga mengandung penyelesaian masalah yang menyedihkan. Boleh juga pokok masalah tetap menggantung tanpa pemecahan. Jadi, cerita sampai pada selesaian tanpa menyelesaikan masalah, keadaan yang penuh ketidakpastian, ataupun ketidakjelasan (Sudjiman, 1992:36).

Sementara berdasarkan penyusunan peristiwa, alur terbagi dalam tiga jenis yaitu, alur progresif/kronologis/maju, alur regeresif/flash back/sorot/balik/mundur, dan alur campuran (Sayuti, 2002:90).

1. Alur progeresif/kronologis/maju

Alur yang peristiwa-peristiwanya disusun secara kronologis. Artinya, alur yang klimaksnya berada di akhir cerita. Rangkaian peristiwa dalam alur maju berawal dari masa awal hingga masa akhir cerita dengan urutan yang teratur dan beruntut. Tahapan pada alur maju adalah sebagai berikut: pengenalan, konflik, klimaks, antiklimaks, dan penyelesaian.

2. Alur regresif/flash back/sorot/balik/mundur

Alur yang peristiwa-peristiwanya disusun secara tidak kronologis.

Artinya, sebuah alur yang menceritakan masa lampau yang menjadi klimaks di awal cerita. Rangkaian peristiwa dalam alur mundur berawal dari masa lampau ke masa kini/ awal dengan susunan waktu

(37)

yang tidak sesuai dan tidak beruntut. Tahapan pada Alur mundur adalah sebagai berikut: penyelesaian, antiklimaks, klimaks, konflik, dan pengenalan.

3. Alur campuran

Alur yang merupakan perpaduan alur maju dan alur mundur. Alur campuran alur yang diawali dengan klimaks, kemudian menceritakan masa lampau, dan dilanjutkan hingga tahap penyelesaian. Pada saat menceritakan masa lampau, tokoh dalam cerita dikenalkan sehingga saat cerita tersebut belum selesai, alur cerita kembali ke awal cerita untuk mengenalkan kembali tokoh lainnya. Tahapan pada Alur campuran adalah sebagai berikut: klimaks, konflik, pengenalan, antiklimaks, dan penyelesaian.

Selain pendapat menurut para ahli di atas mengenai pengertian alur, peneliti juga berpendapat dan menyimpulkan bahwa alur adalah susunan atau rangkaian peristiwa yang terdapat dalam sebuah karya fiktif. Alur berperan sebagai jalan bagi para pembaca untuk menelusiri jalan cerita yang terdapat dalam karya sastra itu sendiri, sehingga membawa para pembaca mampu menemukan ide atau imaji pengarang. Selain itu para pembaca dibawa untuk turut mengalami apa yang dirasakan oleh para tokoh dalam karya fiksi tersebut.

(38)

2.2.2.3 Latar (setting)

Dalam karya sastra, setting merupakan satu elemen pembentuk cerita yang sangat penting, karena elemen tersebut akan dapat menentukan situasi umum sebuah karya (Abrams, 1981:1975 dalam Fananie, 2002:95).

Latar dimaksudkan untuk mengidentifikasi situasi tergambar dalam cerita, tidak hanya menyatakan di mana, kapan, dan bagaimana situasi itu berlangsung meliankan berkaitan dengan gambaran tradisi, karakter, perilaku sosial, dan pandangan masyarakat pada waktu cerita ditulis (Fananie, 2002:95). Abrams dalam Nurgiyantoro (2005:216) berpendapat latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Dengan demikian unsur latar dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial (Nurgiyantoro, 2010:227).

1. Latar tempat

Latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa terjadi.

Misalnya yang menunjuk latar pedesaan, perkotaan atau latar tempat lainnya. Melalui tempat terjadinya peristiwa diharapkan tercermin tradisi masyarakat, tata nilai, tingkah laku, suasana, dan hal-hal lain yang mungkin berpengaruh pada tokoh dan karakternya (Suminto, 2002:127).

Nurgiyantoro (2009:227) latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang

(39)

dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, atau mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas.

2. Latar waktu

Latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa, dalam plot, secara historis. Melalui pemberian waktu kejadian yang jelas, akan tergambar tujuan fiksi tersebut. Rangkaian peristiwa mungkin terjadi jika dilepaskan dan perjalanan waktu, yang dapat berupa jam, hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman yang melatarbelakanginya (Suminto, 2000:127). Nurgiyantoro (2009:230) latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Genette dalam Nurgiyantoro (2009:231) latar waktu memiliki makna ganda, yang mengacu pada wakru penulisan cerita dan urutan waktu kejadian yang dikisahkan dalam cerita.

3. Latar sosial

Latar sosial melukiskan perilaku kehidupan sosial masyarakat pada suatu tempat dalam karya fiksi. Latar sosial berkaitan dengan kebiasaan hidup, cara berpikir dan bersikap yang tercermin dalam kehidupan masyarakat yang kompleks (Nurgiyantoro, 2009:233). Menurut peneliti sendiri, latar merupakan penggambaran sebuah karya sastra oleh pengarang lewat imaji pembaca mengenai segala keadaan yang menjadi latar dalam sebuah karya sastra, misalnya latar tempat, latar waktu, latar suasana, latar sosial. Dengan bisa menemukan penggambaran latar, maka

(40)

para pembaca mampu melihat dengan jelas imaji yang di gambarkan pengarang yang terdapat dalam karya sastranya. Dengan begitu, maka pesan yang ingin di sampaikan oleh pengarang lewat karyanya akan semakin jelas.

2.2.2.4 Tokoh

Tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, berupa cerpen, novel ataupun drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2009:165). Menurut Nurgiyantoro (2009:177-178), tokoh dari segi peranannya terdiri dari tokoh utama dan tokoh tambahan. Sementara, bila dilihat dari fungsi penampilan, tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu, tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Peneliti kemudian menyimpulkan bahwa, tokoh adalah setiap individu atau pelaku cerita yang diciptakan pengarang dalam karya sastranya yang memiliki sikap, sifat, bentuk fisik dan peranan tertentu yang meunjang jalannya cerita. Berikut paparan mengenai tokoh menurut Nurgiyantoro (2009:176-179).

1. Tokoh Utama

Tokoh utama adalah tokoh yang senantiasa hadir dalam setiap kejadian jalannya cerita, yang mana porsi penampilannya lebih banyak dibandingkan tokoh-tokoh lain dalam sebuah cerita. Tokoh utama

(41)

memiliki peranan penting dalam perkembangan alur cerita. Tokoh ini merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian, maupun yang dikenai kejadian (Nurgiyantoro, 2009:177).

2. Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan adalah tokoh yang kemunculannya dalam sebuah jalan cerita lebih sedikit porsinya dibandingkan tokoh utama. Kehadiran tokoh tambahan biasanya hanya muncul ketika ada keterkaitan antara tokoh utama dengan tokoh tambahan itu sendiri. Artinya, kehadiran tokoh tambahan hanya menunjang penampilan tokoh utama dalam jalannya sebuah cerita. Walaupun porsi penampilan tokoh tambahan tidak banyak, namun peran mereka akan tetap mempengaruhi perkembangan plot.

Tokoh tambahan sendiri terdiri dari tokoh utama tambahan, tokoh tambahan utama, dan tokoh tambahan. Pembedaan mengenai tokoh utama tersebut dilihat dari kadar perananan atau porsi kemunculan setiap tokoh yang ada dalam cerita, artinya dominasi setiap tokoh dalam penceritaan itu sendiri dan pengaruhnya terhadap perkembangan plot (Nurgiyantoro, 2009:177-178). Bila dilihat dari fungsi penampilan, tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu, tokoh protagonis dan tokoh antagonis (Nurgiyantoro, 2010:178). Di bawah ini peneliti memaparkan fungsi penampilan tokoh.

(42)

1. Tokoh Protagonis

Tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi, yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero atau pahlawan, yaitu tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita (Altenbernd dan Lewis dalam Nurgiyantoro, 2009:178). Peneliti menarik kesimpulan, bahwa identifikasi dari tokoh protagonis yang merupakan perlambang dari norma-norma kebaikan dan nilai-nilai kebaikan itu akan menimbulkan empati dalam diri pembaca lewat tindakan yang dilakukan oleh tokoh protagonis dalam rangkaian jalan cerita.

2. Tokoh Antagonis

Tokoh antagonis adalah tokoh yang melawan tokoh protagonis.

Tokoh antagonis adalah penyebab terjadinya konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh utama dan tokohprotagonis dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2009:178). Menurut peneliti, peran dari tokoh antagonis dianggap lumayan penting dalam rangkaian peristiwa jalannya cerita yang terjadi dalam sebuah karya sastra baik itu berupa cerpen ataupun novel.

Peran dari tokoh antagonis adalah sebagai penimbul konflik, dimana konflik itu memicu pertentangan yang terjadi dalam diri tokoh-tokoh yang terdapat pada cerpen atau novel, konflik yang terjadi akan terus memuncak dan berkembang sampai menuju klimaksnya.

(43)

2.2.2.5 Penokohan

Menurut Santosa (2008:90), penokohan merupakan usaha untuk membedakan peran satu dengan peran yang lain. Dari pendapat para ahli di atas peneliti menarik kesimpulan bahwa, penokohan adalah penggambaran atau pelukisan karakter setiap tokoh oleh pengarang dalam karya sastra ciptaannya yang mewakili sikap dan sifat tokoh. Dalam hal teknik pelukisan tokoh Nurgiyantoro (2009:194) berpendapat bahwa masalah penokohan dalam sebuah karya sastra tak semata-mata hanya masalah dalam pemilihan jenis dan perwatakan para tokoh saja, melainkan bagaimana pengarang melukiskan kehadiran dan penghadiran para tokoh ciptaannya secara tepat sehingga mampu menciptakan dan mendukung tujuan artistik karya yang bersangkutan. Adapun teknik pelukisan tokoh tersebut adalah sebagai berikut.

1. Teknik Ekspositori

Pada teknik pelukisan tokoh ini, pengarang akan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Artinya, tokoh dalam cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang kehadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai dengan deskripsi tokoh, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau ciri fisiknya, hal-hal ini biasanya terdapat pada tahap perkenalan (Nurgiyantoro, 2009:195). Peneliti menarik kesimpulah bahwa, deskripsi tentang tokoh yang ditampilkan pengarang lewat teknik pelukisan ekspositori telah ditampilkan secara utuh dan terang-terangan oleh

(44)

pengarang dalam karyanya, sehingga pembaca secara langsung mampu mengidentifikasi setiap sifat, sikap, watak, tingkah laku dan ciri fisik tokoh rekaan tersebut. Dengan mampunya para pembaca menemukan keberadaan tokoh, maka akan semakin mempermudah pembaca untuk mengikuti jalan cerita yang tersaji tersebut.

2. Teknik Dramatik

Pelukisan tokoh dalam teknik dramatik dilakukan secara tidak langsung oleh pengarang, artinya pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat, sikap, serta tingkah laku tokoh ciptaannya. Dalam teknik ini pengarang akan membiarkan para tokoh ciptaanya muncul dan hadir sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku dan juga lewat berbagai persistiwa yang terjadi dalam dunia imaji pengarang yang tergambar dalam karya sastranya (Nurgiyantoro 2009:198).

Berhubung sifat para tokoh tidak dideskripsikan secara jelas dan lengkap maka para tokoh rekaan itu akan hadir kepada para pembaca secara samar-samar. Tokoh tersebut akan mulai muncul apabila pembaca sudah menyelesaikan sebagian besar jalan cerita atau setelah pembaca menyelesaikan secara penuh jalan cerita tersebut atau bahkan setelah mengulang membacanya sekali lagi (Nurgiyantoro 2009:198-199).

Artinya, untuk menemukan tokoh dalam teknik pelukisan tokoh dramatik ini pembaca dituntut untuk memahami secara jelas setiap peristiwa dan jalan cerita sebuah karya sastra yang sedang dinikmati untuk menemukan

(45)

kehadiran setiap tokoh. Dalam wujud penggambarannya, terdapat delapan wujud penggambaran dalam teknik pelukisan dramatik. Wujud penggambaran tersebut sebagai berikut.

a. Teknik Cakapan

Bentuk percakapan dalam sebuah karya fiksi umumnya sangat banyak, baik percakapan yang pendek maupun yang panjang. Teknik ini dimaksudkan untuk menghadirkan wujud dan tingkah laku tokoh lewat verbal atau percakapan para tokoh itu sendiri (Nurgiyantoro, 2009:201).

Artinya, untuk mengetahui sifat dan watak tokoh maka harus mengidentifikasi percakapan-percakapan yang terjadi dalam karya tersebut.

b. Teknik Tingkah Laku

Pada teknik ini, pengarang akan menghadirkan kedirian tokoh lewat bermacam tingkah laku, reaksi, tanggapan, sifat dan sikap (Nurgiyantoro, 2009:203). Artinya, untuk mengidentifikasi tokoh, maka pembaca harus mampu memahami setiap gelagat para tokoh yang dihadirkan pengarang dalam karyanya.

c. Teknik Pikiran dan Perasaan

Perbuatan dan kata-kata merupakan perwujudan konkret tingkah laku pikiran dan perasaan. Namun, orang tidak dapat berlaku pura-pura terhadap pikiran dan hatinya sendiri (Nurgiyantoro, 2009:204). Teknik ini juga ditemukan pada teknik cakapan dan tingkah laku, perbedaannya

(46)

pada kedua teknik tersebut sifat dan watak tokoh tergambar lewat percakpan antara tokoh satu dengan tokoh lainnya dan tergambar lewat gelagat dan tingkah laku sang tokoh, sementara pada teknik ini pikiran dan perasaan tokoh seolah terggambar lewat percakapan pikiran dan batin tokoh itu sendiri, sederhananya percakapan tersebut dilakukan tokoh pada dirinya sendiri atau tokoh berbicara dalam hati. Walapaun tokoh berbicara pada dirinya sendiri tapi para pembaca tetap mampu menangkap isi percakapan sang tokoh tersebut karena percakapan itu ditampilkan oleh pengarang lewat karya fiksinya. Jadi, untuk mengidentifikasi watak dan sifat tokoh pembaca harus memahami percakapan yang terjadi antara tokoh dengan dirinya sendiri.

d. Teknik Arus Kesadaran

Teknik arus kesadaran berkaitan erat dengan teknik pikiran dan perasaan. Teknik arus kesadaran merupakan teknik narasi yang berupaya menangkap pandangan dan aliran proses mental tokoh, di mana tanggapan indera bercampur dengan kesadaraan dan ketaksadaran pikiran, perasaan, ingatan, harapan, dan asosiasi-asosiasi acak (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2009:206). Teknik ini banyak mengungkap dan memberikan informasi tentang kehadiran tokoh lewat monolog batin sang tokoh yang biasanya mental sang tokoh sedang bergejolak.

(47)

e. Teknik Reaksi Tokoh

Teknik ini menggambarkan kedirian atau sifat dan watak sang tokoh lewat reaksi-reaksi tokoh itu terhadap rangsangan disekitarnya yang dapat berupa suatu kejadian, keadaan, kata, dan sikap tingkah laku tokoh lain (Nurgiyantoro, 2009:207). Informasi yang tergambar dari teknik reaksi tokoh ini adalah sikap sang tokoh ketika menghadapi reaksi tokoh- tokoh lainnya terhadap tokoh utama.

f. Teknik Reaksi Tokoh Lain

Teknik ini dimaksudkan sebagai reaksi tokoh lain terhadap tokoh utama, yang berupa pandangan, pendapat, sikap atau komentar. Tokoh- tokoh lain ini pada hakikatnya melakukan penilaian terhadap tokoh utama (Nurgiyantoro, 2009:209). Artinya, dengan diberikannya penilaian terhadap tokoh utam oleh tokoh-tokoh lain maka secara tidak langsung tokoh lain telah memberikan informasi mengenai kedirian sang tokoh utama kepada para pembaca.

g. Teknik Pelukisan Latar

Keadaan latar tertentu memang dapat menimbulkan kesan tertentu pula terhadap para pembaca. Misalnya, suasana rumah yang bersih, rapi, teratur akan menimbulkan kesan bahwa tokoh sang pemilik rumah tersebut sebagai orang yang cinta kebersihan. Pelukisan keadaan latar disekitar tokoh secara tepat akan mendukung teknik penokohan secara

(48)

kuat, walau latar sendiri diluar kedirian tokoh (Nurgiyantoro, 2009:210- 211).

h. Teknik Pelukisan Fisik

Pelukisan keadaan fisik tokoh dalam kaitannya dengan penokohan kadang-kadang memang terasa penting, terutama jika sang tokoh memiliki bentuk fisik yang khas, sehingga pembaca dapat menggambarkannya secara imajinatif (Nurgiyantoro, 2009:210).

Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam pengertian tokoh dan penokohan, peneliti akan memaparkan perbedaan pengertian dari tokoh dan penokohan menurut pandangan peneliti. Tokoh, adalah setiap individu atau pelaku cerita yang diciptakan pengarang dalam karya sastranya yang memiliki sikap dan sifat. Sementara penokohan adalah penggambaran karakter setiap tokoh oleh pengarang dalam karya sastra ciptaannya yang mewakili sikap, sifat, watak, tingkah laku dan fisik para tokoh.

2.2.2.6 Sudut Pandang

Sudut pandang atau pusat pengisahan dipergunakan untuk menentukan arah pandang pengarang terhadap peristiwa-peristiwa di dalam cerita sehingga tercipta suatu kesatuan cerita yang utuh. Sudut pandang pada dasarnya adalah visi pengarang untuk melihat peristiwa dan kejadian dalam cerita. Sebuah karya fiksi sesungguhnya merupakan pandangan pengarang terhadap kehidupan (Suminto, 2000:158).

(49)

Sementara Nurgiyantoro (2010:249) sudut pandang dibedakan menjadi tiga, yaitu sudut pandang persona ketiga “dia”, sudut pandang persona pertama “aku”, dan sudut pandang campuran.

Dalam sudut pandang persona ketiga, pengarang menyebutkan sang tokoh dengan menyebut nama, atau kata ganti ia, dia, mereka, nama- nama tokoh cerita khususnya yang utama, kerap akan terus menerus disebut, dan sebagai variasi digunakan kata ganti. Dalam sudut pandang persona ketiga terdapat “dia” mahatahu dan “dia” sebagai pengamat.

Pada sudut pandang persona ketiga “dia” mahatahu, penulis akan menceritakan apa saja terkait tokoh utama, seakaan si “dia” tahu benar tentang watak, pikiran, perasaan, kejadian. Sementara “dia” sebagai pengamat, pada sudut pandang ini penulis mengambarkan si “dia”

sebagai pengamat yang menemukan atau merasakan suatu kejadian dengan melihat, mendengar, mengalami, dan merasakan (Nurgiyantoro, 2010:256).

Sementara sudut pandang persona pertama terdiri dari dua yaitu, sudut pandang persona pertama (tokoh utama) dan sudut pandang persona pertama (tokoh tambahan). Dalam sudut pandang persona pertama (tokoh utama) pengarang adalah seseorang yang ikut terlibat dalam jalannya cerita. Ia adalah si “aku” tokoh yang mengisahkan dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa dan tindakan yang diketahui, didengar, dilihat dan dirasakan, serta sikapnya terhadap tokoh lain kepada pembaca. Sementara dalam sudut pandang persona pertama (tokoh

(50)

tambahan), si “aku” biasanya berperan sebagai tokoh tambahan dalam jalannya sebuah cerita yang perannya hanya digambarkan sebagai saksi dari rangkaian persistiwa yang dialami si “aku” tokoh utama. Sudut pandang campuran yaitu, sudut pandang dimana pengarang dalam mengisahkan tokoh ciptaanya dengan menggunakan sudut pandang persona ketiga “dia” mahatahu atau “dia” sebagai pengamat dan sudut pandang persona pertama “aku” sebagai tokoh utama atau “aku” tokoh tambahan sebagai saksi secara bergantian (Nurgiyantoro, 2010:262).

Dari dua pengertian di atas peneliti mencoba menyederhakan lagi pengertian sudut pandang, sudut pandang menurut peneliti adalah cara pengarang menempatkan dirinya dan tokoh-tokoh lain dalam sebuah cerita yang ia ciptakan. Dengan kemampuan pengarang dalam menampatkan dirinya diantara tokoh utama dan tokoh lain lewat sudut padang maka akan mempermudah pembaca untuk membedakan antara kehadiran pengarang diantara tokoh utama dengan tokoh lain dalam karya tersebut. Dengan begitu, akan semakin mudah bagi para pembaca untuk mengikuti setiap jalan cerita yang tersaji dalam karya sastra tersebut.

2.2.2.7 Gaya Bahasa

Keraf (2002:113), mengungkapkan bahwa gaya bahasa merupakan cara pengarang mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas, yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Lebih

(51)

lanjut dijelaskan olehnya bahwa gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur, yakni kejujuran, sopan santun, dan menarik.

Abrams dalam Nurgiyantoro (2009:276) berpendapat bahwa, gaya bahasa adalah cara seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan, lebih lanjut Nurgiyantoro berpendapat (2009:277), tujuan dari gaya bahasa adalah untuk mendapatkan efek keindahan yang menonjol, gaya bahasa pada hakikatnya merupakan teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan diungkapkan.

Dalam bentuk percakapannya, sebuah karya fiksi umumnya dikembangkan dalam dua bentuk penuturan, yaitu bentuk narasi dan bentuk dialog. Kedua bentuk tersebut hadir secara bergantian sehingga cerita yang ditampilkan tidak monoton dan lebih variatif. Pengungkapan bahasa dengan gaya narasi biasanya menyampaikan atau menceritakan sesuatu secara singkat, sebab pengarang cenderung menuturkannya secara singkat juga. Dalam penuturan narasi, pengarang cenderung memilih peristiwa, tindakan, konflik, penceritaan latar, tokoh, hubungan antar tokoh atau hal-hal lain yang yang menarik dari perjalanan hidup tokoh untuk diceritakan. Sementara, pengungkapan bahasa dengan gaya dialog atau percakapan biasanya pengarang membiarkan pembaca untuk melihat dan seolah mendengar sendiri kata-kata dari setiap percakapan antar tokoh yang terjadi dalam cerita tersebut. Gaya dialog lebih memberi kesan realistis bagi pembaca, karena pembaca mengikuti percakapan

(52)

yang terjadi antara tokoh satu dengan tokoh lainnya. Gaya percakapan atau dialog ini lebih kepada memberi penekanan atau menopang cerita yang dituturkan dengan gaya narasi. Dengan demikian, pengungkapan narasi dan dialog dalam sebuah karya fiksi harus berjalan beriringan, sambung-menyambung dan saling melengkapi (Nurgiyantoro, 2009:310- 311). Berdasarkan definisi gaya bahasa menurut para ahli di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa, gaya bahasa merupakan cara pengarang dalam menyampaikan ide dan gagasannya melalui bahasa sebagai media penyampainya dengan tujuan untuk mendapatkan efek keindahan, efek keindahan tersebut bertujuan tujuan untuk mempengaruhi perasaan pembaca, yang diharapkan bisa menimbulkan berbagai emosi dalam diri para pembaca ketika membaca karyanya.

Dalam bentuk penuturannya, gaya bahasa terdiri dari dua jenis bentuk penuturan yaitu, penuturan narasi dan penuturan dialog.

2.2.2.8 Amanat

Amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca melalui karyanya dan mengandung nilai moral, makna yang sangat bermanfaat bagi kehidupan pembaca (Nurgiyantoro, 2010:323).

Dari pendapat ahli tersebut, peneliti menarik kesimpulan bahwa, amanat adalah ajaran moral atau pesan yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui karyanya. Pesan bisa berupa harapan, nasehat, dan sebagainya. Pesan merupakan hal penting dalam sebuah cerpen,

(53)

pesan dalam sebuah cerpen akan ditemukan bila pembaca membaca secara utuh karya tersebut. Kemudian, setelah pembaca mampu dan berhasil menemukan amanat atau pesan dalam karya sastra tersebut, diharapkan nilai-nilai moral yang terkandung didalamannya dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca itu sendiri, dengan artian pembaca mampu membedakan dan menerapkan mana yang baik dan mana yang buruk dalam kehidupan sehari-harinya.

2.2.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per-unit yang akan diterapkan oleh guru dalam pembelajaran di kelas. Berdasarkan RPP inilah seorang guru (baik yang menyusun RPP itu sendiri maupun yang bukan) diharapkan bisa menerapkan pelajaran secara terprogram. Karena itu, RPP harus mempunyai daya terap (applicable) yang tinggi. Di sisi lain dengan RPP juga dapat diketahui tingkat kemampuan guru dalam menjalankan profesinya (Muslich, 2007:45). Muslich (2007:53) mengemukakan beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan RPP, yaitu.

1. Kompetensi yang dirumuskan dalam RPP harus jelas, makin konkret kompetensi makin mudah diamati, dan makin tepat kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk membentuk kompetensi tersebut.

(54)

2. Rencana pembelajaran harus sederhana dan fleksibel, serta dapat dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik.

3. Kegiatan-kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam RPP harus menunjang dan sesuai dengan kompetensi dasar yang telah ditetapkan.

4. RPP yang dikembangkan harus utuh dan menyeluruh, serta jelas pencapainnya.

5. Harus ada koordinasi antar komponen pelaksana di sekolah, terutama apabila pembelajaran dilaksanakan secara tim (team teaching) atau moving class.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, diuraikan langkah-langkah dalam menyusun RPP. Langkah-langkah penyusunan RPP tersebut sebagai berikut.

1. Langkah-langkah Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

a. Mencantumkan identitas, yang meliputi: nama sekolah, mata pelajaran, kelas/semester, standar kompetensi, dikutip dari silabus yang telah disusun, kompetensi dasar, dikutip dari silabus, begitu pula dengan indikator. Indikator dijabarkan dari kompetensi dasar. Alokasi waktu diperhitungkan untuk mencapai satu kompetensi dasar yang bersangkutan yang dinyatakan dalam jam pelajaran dan banyaknya pertemuan.

(55)

b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran disusun sebagai skenario untuk mencapai satu kompetensi dasar.

2. Mencantumkan Indikator

Indikator dijabarkan sendiri oleh guru dari Kompetensi Dasar.

Setiap indikator terdiri dari dua bagian, yaitu tingkah laku dan isi pembelajaran.

3. Mencantumkan Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran berisi penguasaan kompetensi operasional yang ditargetkan atau dicapai dalam RPP. Tujuan pembelajaran dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang operasional dari kompetensi dasar. Tujuan pembelajaran dapat terdiri dari sebuah tujuan atau beberapa tujuan.

4. Mencantumkan Materi Pelajaran

Materi pelajaran adalah materi yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Materi pembelajaran dikembangkan dengan mengacu materi pokok yang ada dalam silabus.

5. Mencantumkan Metode Pembelajaran

Metode dapat diartikan benar-benar sebagai model atau pendekatan pembelajaran.

6. Mencantumkan Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran dapat berupa kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan penutup atau kegiatan akhir.

(56)

7. Mencantumkan Sumber Belajar

Sumber belajar mencakup sumber rujukan, lingkungan, media, narasumber, alat dan bahan. Sumber belajar dalam silabus dituliskan buku refers, dalam RPP harus dicantumkan judul buku teks tersebut, pengarang, dan halaman yang diacu.

8. Mancantumkan Penilaian

Penilaiaan dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk instrument, dan instrument yang dipakai untuk mengumpulkan data. Apabila penilaian menggunakan teknik tes tertulis uraian, tes unjuk kerja, dan tugas rumah yang berupa proyek harus disertai rubrik penilaian.

Dapat disimpulkan bahwa, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah program perencanaan jangka pendek yang disusun oleh seorang guru sebagai panduan dalam mengajar di kelas, agar materi yang diajarkan berjalan sesuai rencana serta dalam prosesnya berjalam secara sistematis dan sesuai dengan kompetensi dasar, maka RPP harus dirancang sebaik mungkin. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran disusun sebagai skenario untuk mencapai satu kompetensi dasar. Dari penjelasan tersebut peneliti akan menampilkan format dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, sebagai berikut.

(57)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Nama Sekolah :

Mata Pelajaran : Kelas/Semester : Materi Pokok : Alokasi Waktu :

A. Kompetensi Inti KI-1

KI-2 KI-3 KI-4

B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi Kompetensi Dasar

Pengetahuan

Kompetensi Dasar Keterampilan

Indikator Pencapaian Kompetensi Pengetahuan

Indikator Pencapaian Kompetensi Keterampilan

Referensi

Dokumen terkait

Tugas akhir ini menerapkan metode infrared sensor, yaitu metode yang memanfaatkan jala-jala cahaya inframerah sebagai sistem sensor terhadap sentuhan pada layar penampil

Tujuan penelitian ini adalah : (1) menemukan perbedaan sistem komunikasi di sekolah dan penerapan komunikasi orangtua dengan anak tunarungu di rumah, (2)

data stok opname, data instalasi software, penanganan keluhan kerusakan, tindakan pemeliharaan, data komponen cpu, data penghapusan aset TI, data jenis aset, data mutasi

Sedangkan The Liang Gie (1978), mengemukakan bahwa Human Relations adalah adanya suatu interaksi, bukan sekedar relasi atau hubungan yang pasif, melainkan suatu aktivitas

Relatório de Execução Orçamental relativo ao Segundo Trimestre do AF de

Sub Unit Organisasi UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Buleleng. U P B SD

Memberikan pengamatan kepada peserta,tentang bagaimana proses peserta memimpin pelaksanaan proyek perubahan dalam organisasinya mulai dari peserta mengkonsolidasikan