Alasan Mgr Albertus Soegijapranata, SJ Melakukan Usaha Diplomasi Pasca Kemerdekaan R
B. Situasi Indonesia Pasca Proklamasi Kemerdekaan
Setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada tahun 1945, Bangsa Indonesia
tidak maumenyianyiakan kesempatan tersebut untuk memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Dengan desakan para pemuda Indonesia, akhirnya Ir.
Seokarno beserta kawan-kawan segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia
pada 17 Agustus 1945. Desakan para pemuda kepada Ir. Soekarno dan Moh.Hatta
bukannya tanpa alasan. Para pemuda ingin menunjukkan kepada dunia bahwa
kemerdekaan bangsa Indonesia bukanlah pemberian dari negara lain, melainkan buah
dari perjuangan rakyat Indonesia dalam melepaskan diri dari penjajahan asing.
Kemerdekaan Indonesia disambut dengan suka cita oleh seluruh rakyat Indonesia,
termasuk oleh Belanda.
Namun berbeda dengan rakyat Indonesia, bila rakyat Indonesia bahagia
menyambut kemerdekaan tersebut yang menandai lepasnya mereka dari segala
bentuk penjajahan negara asing, maka Belanda merasa bahagia karena Belanda
memiliki keinginan untuk kembali menguasai Indonesia dengan seluruh kekayaan
alam Indonesia. Tidak lama setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, pasukan
Belanda dengan “membonceng” NICA8
berhasil kembali masuk ke Indonesia.
8
Netherlands-Indies Civil Administration (Pemerintahan Sipil Hindia Belanda) adalah tentara sekutu yang bertugas mengontrol daerah Hindia Belanda
setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada Perang Dunia II pada pertengahan 14 Agustus1945. NICA menumpang sekutu sewaktu datang ke Indonesia setelah berakhirnya Perang Dunia II.
Sebenarnya NICA bukan merupakan organisasi bentukan pemerintah Belanda
melainkan bentukan sekutu Amerika, namun banyak orang-orang Belanda yang
direkrut untuk menjadi anggota NICA.Situasi tersebut dimanfaatkan oleh Belanda
untuk menguasai Indonesia, sehingga terjadi kembali pertempuran antara pasukan
Belanda dengan rakyat Indonesia di beberapa daerah di Indonesia.Karena kalah
dalam hal persenjataan dan pasukan militer, maka beberapa daerah seperti Sulawesi
dan Kalimantan berhasil direbut oleh Belanda.
Jakarta sebagai ibukota Indonesia juga tidak luput dari serangan pasukan
Belanda. Oleh karena itu para pemimpin negara memutuskan untuk memindahkan
pusat pemerintahan ke daerah lain yang jauh lebih aman. Hingga pada akhirnya
pemerintah Indonesia memutuskan untuk memindahkan ibukota ke Yogyakarta.Maka
pada tanggal 4 Januari1946, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh.Hatta
dengan menggunakan kereta api, pindah ke Yogyakarta sekaligus untuk
memindahkan pusat pemerintahan. Walau meninggalkan Jakarta, Presiden Soekarno
mengutus Sutan Syahrir dan kelompok yang pro-negosiasi dengan Belanda untuk
tetap di Jakarta agar dapat melakukan perundingan dengan pihak Belanda.
Hasil dari negoisasi antara Belanda dan Indonesia adalah ditandatanganinya
Perjanjian Linggarjati pada 15 November 1946. Isi dari perjanjian tersebut antara
Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah
kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda harus
meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari1949.
Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk
Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang
salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia
Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia -
Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya9.
Namun rupanya Belanda berusaha mengingkari perjanjian tersebut.Terbukti
pihak Belanda berusaha mendirikan Negara Indonesia Timur pada tahun 1946 dan
Negara Pasundan pada 4 Mei 1947.Selain itu Belanda juga melakukan aksi
polisionilnya yang pertama atau biasa dikenal dengan sebutan Agresi Militer Belanda
I. Serangan di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, Agresi Militer Belanda
tersebut telah dilancarkan tentara Belanda sejak tanggal 20 Juli 1947.Fokus serangan
tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa
Timur.Di Sumatera Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan tembakau,
sedangkan di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh Pantai Utara, dan di Jawa
Timur, sasaran utamanya adalah wilayah – wilayah yang terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula. Aksi militer Belanda tersebut berhasil merebut daerah-daerah
9
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, 30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1940
di wilayah Republik Indonesia yang sangat penting dan kaya akan pelabuhan,
perkebunan dan pertambangan. Selain itu pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota
Republik dengan simbol Palang Merah di badan pesawat yang membawa obat-obatan
dari Singapura dan sumbangan dari Palang Merah Malaya ditembak jatuh oleh
Belanda yang mengakibatkan tewasnya Abdulrahman Saleh dan Adi Soetjipto
Serangan militer Belanda tidak berhenti sampai di Agresi Militer Belanda I
saja, pada tahun 1948 pasukan Belanda kembali melakukan penyerangan terhadap
pemerintah RI. Kali ini sasarannya adalah Yogyakarta yang merupakan pusat
pemerintahan Indonesia masa itu. Agresi Militer Belanda II atau biasa juga disebut
dengan Operasi Gagak, terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan
terhadap Yogyakarta, serta penangkapan Presiden Soekarno, Mohammad Hatta,
Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya.
Jatuhnya ibukota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat
Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara.
Pada hari pertama Agresi Militer Belanda II, pasukan udara Belanda melakukan
pengeboman terhadap Pangkalan Udara Indonesia yang terletak di Maguwo,
Yogyakarta. Menghadapi serangan Belanda yang kedua tersebut para pemimpin
militer Indonesia tidak tinggal diam. Jenderal Soedirman selaku pimpinan militer
Indonesia saat itu segera mengumumkan pertempuran terhadap pasukan Belanda.
Dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, para pemimpin republik ini banyak
melakukan perundingan-perundingan (diplomasi) baik dengan pihak Belanda maupun
beberapa perundingan yang pernah dilakukan oleh Indonesia pada masa Perang
Revolusi antara lain adalah Perjanjian Linggarjati yang disepakati antara Belanda dan
Indonesia, namun pada akhirnya dicurangi oleh pihak Belanda, Perundingan Renville,
Perundingan Kaliurang, Perundingan Roem-Royen dan yang terakhir adalah
Konferensi Meja Bundar yang diadakan di Belanda. Dalam Konferensi Meja Bundar
yang diadakan pada 23 Agustus 1949 yang inti dari hasil konfrensi tersebut adalah
Belanda mengakui kedaulatan Indonesia.
C. Orang-orang yang Mempengaruhi Pemikiran Mgr. Albertus Soegijapranata,SJ.
Soegija pernah mengenyam pendidikan di sekolah yang didirikan oleh Franz
Van Lith, SJ atau yang lebih akrab dipanggil Van Lith di Muntilan, Magelang. Dalam
menjalani pendidikannya di sekolah tersebut Soegija didampingi oleh guru
pendamping yaitu Van Drieesche. Kedua tokoh tersebut sangat mempengaruhi
pemikiran Soegija muda di masa yang akan datang, saat Soegija menjadi seorang
uskup dan negarawan.
Van Lith, merupakan salah satu pastor dari Sarikat Yesuit yang berasal dari
Belanda, oleh Sarikat Yesuit Belanda Van Lith ditunjuk sebagai misionaris di
Indonesia. Setelah berada di Indonesia, Van Lith mulai belajar dan menyelam dalam
kehidupan rakyat pribumi sehingga tidak ada benteng pemisah antara Van Lith,
dengan masyarakat pribumi.Dalam misinya Van Lith, mendirikan sekolah sederhana
anak-anak didiknya, termasuk Soegija muda, Van Lith, menciptakan keakraban yang
sehat diantara murid-muridnya. Van Lith, tidak hanya mengajarkan kepada anak-anak
didiknya mengenai hal-hal yang berbau liturgi atau teologis saja, namun juga
menanamkkan rasa nasionalisme sebagai sebuah bangsa.
Van Lith, sering memancing murid-muridnya dengan cerita-cerita lucu yang
mengundang tawa. Atau melontarkan ejekan yang mengundang protes dan
pertentangan. Anak-anak pun akan membalasnya. Van Lith, menciptakan suasana
agar anak berusaha untuk saling membela diri. Dengan demikian sekaligus juga untuk
membangun kesadaran sebagai suatu bangsayang mempunyai harga diri10.
Walaupun seorang Belanda, namun Van Lith, memiliki rasa empati terhadap
penindasan yang dialami oleh masyarakat pribumi akibat dari penjajahan orang-orang
sebangsanya. Dalam sebuah tulisannya, Van Lith, menuliskan
“Keinginan untuk mendominasi setiap orang Jawa, hanya karena dia seorang Jawa, sama halnya dengan bermain api. Hargailah hak-hak pribumi, kalau kamu juga menginginkan hak-hakmu diakui.Lepaskanlah dengan sukarela hak-hakmu yang semu, dan tanggalkanlah juga privilegi-privelegi yang kalin peroleh.Ingatlah bahwa di dalam Gereja Kristus tidak ada lagi pembedaan apakah dia orang Jahudi, orang Romawi atau orang Yunani, juga tidak ada pembedaan apakah dia orang Belanda atau orang Jawa. Dan kiranya apa yang sejak awal telah menjadi norma di dalam gereja sekarang hendaknya menjadi norma juga di luar gereja. Orang Belanda, orang-orang Indo-Eropa dan orang-orang Jawa mulai sekarang dan seterusnya akan hidup sebagai saudara. Jika tidak maka dalam waktu dekat pasti akan terjadi perpecahan11”
10
op cit., Hlm 11
11
Sedangkan Van Drieensche mengajarkan kepada murid-muridnya termasuk
Soegija mengenai Sepuluh Perintah Allah, yang mana Van Drieensche menekankan
perintah keempat dari Sepuluh Perintah Allah yang berbunyi “Hormatilah Ayah dan
ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu”.
Dalam pengajaran kepada murid-muridnya Van Drieensche mengartikan kata
“ayah-ibu” tidak hanya dalam makna sempit yang memiliki makna sebagai orangtua yang melahirkan, menghidupi dan memberikan pendidikan, serta memenuhi segala
kebutuhan hidup anak-anaknya. Oleh Van Drieesche makna kata “ayah-ibu” juga diartikan sebagai tanah air yang memberi kehidupan. Dengan interpretasi tersebut
sekaligus menanamkan cinta tanah air12. Ajaran-ajaran dari kedua tokoh tersebut yang
pada perjalanan hidup Soegija dijadikan sebagai pedoman dalam penggembalaannya
sebagai imam dalam Gereja Katolik maupun sebagai seorang negarawan.
Selain belajar banyak hal mengenai cinta kasih dan pengabdian kepada
sesama terutama rakyat kecil yang tertindas, Soegija juga belajar mengenai rasa
toleransi, yang mau menerima perbedaan pendapat, perbedaan pola pikir dan
perbedaan keyakinan dari kedua orangtuanya. Di saat Soegija memutuskan untuk
dibaptis kedua orangtua Soegija beserta kakak dan adik Soegija menerima
perpindahan iman Soegija. Pada saat Soegija memberitau kedua orangtuanya bahwa
dirinya telah dibaptis, ayah dan ibu Soegika mengatakan bahwa bagi orang jawa
semua agama itu baik apabila dijalankan dengan benar dan membuat manusia
12
berubah menjadi lebih baik. Selain itu pada saat Soegija mengambil keputusan untuk
menjadi seorang imam, ibu Soegija menerimanya dengan ikhlas dan memberikan
restunya kepada Soegija. Sikap keluarga tersebut yang membuat Soegija pada
nantinya menjunjung tinggi rasa toleransi antar umat beragama dan mau menerima
perbedaan di dalam lingkungannya. Oleh sebab itu Soegija bisa diterima oleh hampir
seluruh rakyat Indonesia, bahkan Soegija juga menjalin hubungan yang akrab dengan
para petinggi Negara Indonesia saat itu, misalkan seperti dengan Presiden Soekarno,
Sri Sultan Hamengkubowono IX dan I.J Kasimo