i
Penulisan skrispi yang berjudul : “Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ Dalam Diplomasi Kemerdekaan Republik Indonesia (1946-1949)”. Penulisan ini berusaha mengkaji dan menganalisis akan peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ atau lebih dikenal dengan nama Soegija, dalam usaha diplomasi kemerdekaan Indonesia antara tahun 1946-1949. Indonesia pasca memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, tidak langsung mendapatkan kemerdekaan yang utuh (de facto dan de jure). Hal tersebut dikarenakan pihak Belanda yang pernah menjajah Indonesia selama berpuluh-puluh tahun, belum mau mengakui kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia. Selain itu Belanda juga ingin menguasai kembali Indonesia. Oleh karena itu para pemimpin bangsa berusaha dengan keras mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan berbagai cara. Para pemimpin Indonesia juga mengadakn perundingan-perundingan dengan Belanda, maupun negara-negara lain untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan atas kemerdekaan Indonesia. Bukan hanya delegasi pemerintah yang melakukan diplomasi. Ada beberapa tokoh agama yang juga ikut serta dalam melakukan perundingan untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan atas kemerdekaan Indonesia, salah satunya adalah Soegija. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendorong Soegija melakukan diplomasi, usaha apa saja yang dilakukan Soegija dalam diplomasi, serta akibat apa saja yang didapat dari keterlibatan Soegija dalam diplomasi kemerdekaan.
Penelitian ini merupakan penelitian historis, yang menggunakan metode sejarah untuk menelaah kembali peristiwa yang terjadi pada masa lampau, dengan menggunakan data yang berupa fakta historis. Dengan cara pengumpulan data, seleksi data, analisis data, dan penulisan data (historiografi).
Hasil penelitian yang diperoleh adalah adanya faktor dalam dan faktor luar yang mendorong Soegija dalam melakukan usaha diplomasi untuk membantu pemerintah Indonesia mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Soegija mencoba menyampaikan kepada masyarakat internasional akan penderitaan rakyat Indonesia akibat dari aksi-aksi militer yang dilakukan oleh Belanda. Usaha Soegija dalam berdiplomasi berdampak terhadap gelombang dukungan dari masyarakat internasional akan kemerdekaan Indonesia semakin meningkat. Sehingga terlihat jelas peranan Soegija membantu pemerintah Indonesia dalam berdiplomasi.
ii
Skripsi entitled: "The Role of Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ In Diplomacy Independence of Republic Indonesia (1946-1949) ". Writing is trying to assess and analyze the role of Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ or better known as Soegija, the diplomatic efforts of Indonesian independence between the years 1946-1949. Indonesian post-proclaimed its independence on August 17, 1945, Indonesia was not immediately get complete independence (de facto and de jure). That is because the Dutch were never colonized Indonesia for decades, have not been willing to recognize the sovereignty and independence of Indonesia. Besides the Netherlands also wanted to regain control of Indonesia. Therefore, the nation's leaders tried hard to maintain the independence of Indonesia in various ways. Indonesian leaders also try to have a negotiations with the Netherlands, and other countries to gain recognition and support for the independence of Indonesia. Not only the government delegation diplomacy. There are some religious leaders who also participated in the negotiations to gain recognition and support for the independence of Indonesia, one of them is Soegija. Soegija a Catholic leaders in Indonesia. This study aims to determine what factors are pushing Soegija diplomacy, whatever efforts are made Soegija in diplomacy, as well as any result obtained from Soegija involvement in diplomacy independence.
This study is a historical research, which uses historical method to review the events that happened in the past, using the data in the form of historical facts. By way of data collection, data selection, data analysis, and writing of data (historiography).
The results obtained are the factors and external factors that encourage Soegija in conducting diplomatic efforts to help the Indonesian government to maintain the independence of Indonesia. Soegija tried to convey to the international community of the plight of the people of Indonesia as a result of military actions undertaken by the Dutch. Soegija in diplomacy efforts have an impact on the wave of support from the international community will further increase the independence of Indonesia. So obvious role Soegija assist the Indonesian government in diplomacy.
i
Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata Dalam Diplomasi
Kemerdekaan Republik Indonesia
(1946-1949)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Syarat Kelulusan
Pada Program Studi Sejarah
Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Disusun oleh : Magdalena Dian Pratiwi
NIM :104314009
PROGRAM STUDI SEJARAH FAKULTAS SASTRA
iv
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta 9 Maret 2015
Penyusun
v
Lembar Pernyataan Persetujuan
Publikasi Karya Ilmiah Untuk Kepentingan Akademis
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Magdalena Dian Pratiwi
Nomor Mahasiswa : 104314009
Demi pengembangan ilmu pengetahuan memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul “Peranan Mgr. Albertus
Soegijapranata, SJ Dalam Diplomasi Kemerdekaan Republik Indonesia
(1946-1949)”. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, dan mengalihkan dalam bentuk media lain untuk
kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan
royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal, 9 Maret 2015
Yang menyatakan
vi
MOTO
“Orang yang dalam mewartakan Kitab Suci tidak tahu bagaimana secara bijak
membahas masalah –masalah kemasyarakatan berarti tidak tahu bagaimana mewartakan Kitab Suci” (Henry Ward bacher)
“Apa artinya terlahir sebagai bangsa yang merdeka jika gagal untuk mendidik diri
sendiri?" (Soegija)
“Learning without thinking is useless, but thinking without learning is very
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk :
Tuhan Yesus yang selalu memberikan kemampuan untuk saya terutama dalam
menyelesaikan studi di bangku kuliah selama 5 tahun ini.
Kedua orangtua saya, Soetjipta, BA dan Hanna Wasinah, yang selama ini telah
berjuang dan memberikan semua yang terbaik untuk saya
Kakak saya, Nusantara Nugraha Putra
Adik-adik saya, Patristika Megatiara, Elisabeth Anggun Kurnia dan Ekin
Njotoatmodjo yang selalu menemani saya dengan canda tawa mereka.
Serta untuk sahabat-sahabat saya Lidwina Fitriana Setyaningsih, Epifani Wahyaning
Pudyastuti dan Petrus Kingkin Prahara, yang selalu menjadi sahabat terbaik saya
dalam suka dan duka.
viii
ABSTRAK
Penulisan skrispi yang berjudul : “Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ
Dalam Diplomasi Kemerdekaan Republik Indonesia (1946-1949)”. Penulisan ini berusaha mengkaji dan menganalisis akan peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ atau lebih dikenal dengan nama Soegija, dalam usaha diplomasi kemerdekaan Indonesia antara tahun 1946-1949. Indonesia pasca memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, tidak langsung mendapatkan kemerdekaan yang utuh (de facto dan de jure). Hal tersebut dikarenakan pihak Belanda yang pernah menjajah Indonesia selama berpuluh-puluh tahun, belum mau mengakui kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia. Selain itu Belanda juga ingin menguasai kembali Indonesia. Oleh karena itu para pemimpin bangsa berusaha dengan keras mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan berbagai cara. Para pemimpin Indonesia juga mengadakn perundingan-perundingan dengan Belanda, maupun negara-negara lain untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan atas kemerdekaan Indonesia. Bukan hanya delegasi pemerintah yang melakukan diplomasi. Ada beberapa tokoh agama yang juga ikut serta dalam melakukan perundingan untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan atas kemerdekaan Indonesia, salah satunya adalah Soegija. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendorong Soegija melakukan diplomasi, usaha apa saja yang dilakukan Soegija dalam diplomasi, serta akibat apa saja yang didapat dari keterlibatan Soegija dalam diplomasi kemerdekaan.
Penelitian ini merupakan penelitian historis, yang menggunakan metode sejarah untuk menelaah kembali peristiwa yang terjadi pada masa lampau, dengan menggunakan data yang berupa fakta historis. Dengan cara pengumpulan data, seleksi data, analisis data, dan penulisan data (historiografi).
Hasil penelitian yang diperoleh adalah adanya faktor dalam dan faktor luar yang mendorong Soegija dalam melakukan usaha diplomasi untuk membantu pemerintah Indonesia mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Soegija mencoba menyampaikan kepada masyarakat internasional akan penderitaan rakyat Indonesia akibat dari aksi-aksi militer yang dilakukan oleh Belanda. Usaha Soegija dalam berdiplomasi berdampak terhadap gelombang dukungan dari masyarakat internasional akan kemerdekaan Indonesia semakin meningkat. Sehingga terlihat jelas peranan Soegija membantu pemerintah Indonesia dalam berdiplomasi.
ix
ABSTRACT
Skripsi entitled: "The Role of Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ In Diplomacy Independence of Republic Indonesia (1946-1949) ". Writing is trying to assess and analyze the role of Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ or better known as Soegija, the diplomatic efforts of Indonesian independence between the years 1946-1949. Indonesian post-proclaimed its independence on August 17, 1945, Indonesia was not immediately get complete independence (de facto and de jure). That is because the Dutch were never colonized Indonesia for decades, have not been willing to recognize the sovereignty and independence of Indonesia. Besides the Netherlands also wanted to regain control of Indonesia. Therefore, the nation's leaders tried hard to maintain the independence of Indonesia in various ways. Indonesian leaders also try to have a negotiations with the Netherlands, and other countries to gain recognition and support for the independence of Indonesia. Not only the government delegation diplomacy. There are some religious leaders who also participated in the negotiations to gain recognition and support for the independence of Indonesia, one of them is Soegija. Soegija a Catholic leaders in Indonesia. This study aims to determine what factors are pushing Soegija diplomacy, whatever efforts are made Soegija in diplomacy, as well as any result obtained from Soegija involvement in diplomacy independence.
This study is a historical research, which uses historical method to review the events that happened in the past, using the data in the form of historical facts. By way of data collection, data selection, data analysis, and writing of data (historiography).
The results obtained are the factors and external factors that encourage Soegija in conducting diplomatic efforts to help the Indonesian government to maintain the independence of Indonesia. Soegija tried to convey to the international community of the plight of the people of Indonesia as a result of military actions undertaken by the Dutch. Soegija in diplomacy efforts have an impact on the wave of support from the international community will further increase the independence of Indonesia. So obvious role Soegija assist the Indonesian government in diplomacy.
x
KATA PENGANTAR
Pertama-tama saya ingin mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa atas segala kasih dan karunia Nya yang telah diberikan kepada saya, sepanjang
hidup saya.Berkat kasihnya pula maka saya dapat menyelesaikan skripsi ini.Tidak
ada sebuah karya yang lahir dengan sendirinya, tentu ada orang-orang yang berjasa
dibalik setiap karya, demikian dalam penulisan skripsi ini yang lahir karena dukungan
dari banyak pihak. Oleh karena itu dengan ketulusan saya ingin mengucapkan
terimakasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :
• Bapak Dr. F. X. Siswadi, M. A. selaku Dekan Fakultas Sastra, Universitas
Sanata Dharma, beserta para staf yang telah memberikan kesempatan serta ijin
untuk menyelesaikan skripsi ini.
• Dosen pembimbing saya, Rm. Gregorius, Budi Subanar, SJ., yang senantiasa
meluangkan waktu untuk memberikan kritik dan sarannya guna kelancaran
penulisan skripsi ini. Serta memberikan saya data-data primer yang sangat
berguna untuk penelitian ini.
• Dosen-dosen di jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sanata Dharma : Bapak Drs.
Silverio R. L. Aji Sampurno, M. Hum. selaku dosen pendamping akademik,
Bapak Hb. Hery Santosa, M. Hum selaku Wakil Kepala Prodi Ilmu Sejarah,
Bapak Drs. Ign. Sandiwan Suharso., Bapak Dr. H. Purwanta, M. A., Bapak
xi
Susanto, SJ., serta Ibu Dr. Lucia Juningsih selaku Ketua Program Studi
Sejarah..
• Pak F. Tri Haryadi yang selalu membantu dalam mengurus masalah
administrasi para mahasiswa Ilmu Sejarah.
• Seluruh staf Wakil Rektor 3, Rm. Kuntoro Adi, SJ., Rm. Mutiara Andalas,
SJ., Pak Tri dan Ibu Nova, terimakasih telah memberikan kepercayaan kepada
saya sebagai penerima beasiswa penuh 4 tahun.
• Seluruh guru di SMA DOMINIKUS, Wonosari beserta staff administrasi
• Teman-teman Prodi Sejarah angkatan 2010, Yohanes Rangga Ferry
Setiawan, Hernowo Adi Saputra, Gerfasius Tasen, Dyah Indrawati, V.
Stephanie Woro Nariswari, Adelfina Mariana Lotu dan Daniela Hyasinta
Rika, terimakasih telah menjadi sahabat, saudara dan motivator untuk saya
selama 4 tahun ini, dan semoga persahabatan serta persaudaraan kita tidak
berakhir setelah 4 tahun ini.
• Seluruh kakak tingkat / alumnus Ilmu Sejarah, Mas Kresna Duta, Mas Agus
Budi Purwanta, Mas Bondan Pamungkas, Mbak Ismiati, Mbak Silvia Ajeng
Dewanti, Mbak Ifa, Mbak Tatik, Mbak Dyah Palupi, Mas Deaz, Mas Aryo,
Mas Audy, Mbak Wahyu, Mbak Krisna, Kak Gia, Kak Tian, Bene, Mas
Irawan, Didin, Belo, Adul, Mbak Ayunda, Mbak Silvi, Mbak Yuli serta Sr.
xii
• Teman-teman angkatan 2011 hingga 2013 Ilmu Sejarah, Bitto, Yasmine,
Fauzan, Rico, Desline, Juan, Mas Adit, Garit, Ndoi, Ryan, Pilus, Novi, Elsa,
Lisa, Ayu, Didi, Kevin, Tony, Luis dan teman-teman yang belum saya
sebutkan.
• Teman-teman KKN REGULER XLVI, Samuel, Vira, Disti, Bono, Inggrid,
Jeje, Reza dan Reri
• Ibu Tari dan Mas Eren yang telah menjadi bagian dari keluarga saya
• Teman-teman kerja di Sekretariat PKKN : Vivien, Mas Wahyu, Mbak Anggi,
Anes, Bogi, Kak Five, Anna, Steve, Asti, Tyas, Andre, Hani, Wulan, Nia,
Widia, Andrew, Dimas, Antok, Mayang, Milia, Qori dan Rocky, terimakasih
sudah menjadi bagian dalam hidup saya.
• Rekan-rekan kerja saya di SMP GLORIA 2, Surabaya. Terimakasih atas
segala doa, dukungan dan pengertiannya dalam proses pengerjaan skripsi ini.
Sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat selesai dengan baik.
• Murid-murid saya di SMP GLORIA 2, Surabaya. Terimakasih untuk doa dan
dukungannya selama ini.
• Para pengurus KKN di PKKN USD Bapak Punto, Bapak Chosa, Bapak
xiii
• Teman-teman penerima Beasiswa Penuh Dirjen Dikti angkatan 2010 dan
2011, Meika, Joko, Dovi, Rakeh, Astri, Evi, Ratri, Sri, Miko, Tutik dan
lainnya.
• Kepada seluruh keluarga besar dari kedua orangtua saya, baik yang berada di
Surabaya, Semarang, Solo, Wonosari dan Jakarta.
• Teman-teman yang ada di Surabaya, Mila, Ika, Hastono, Tuwek, Aldo,
Rangga, Anita, Rien, Mas Johan, Alvonsa Melisa, Sinta, Aurelia, Imanuel,
Stevy Nanlohy, Nora Nababan, Stephanus, eric Carlos, Maya, Agnes dan
Alm. Chepy, terimakasih tetap menajadi sahabat bagi saya.
• Teman-teman alumnus SMA DOMINIKUS, Wonosari, Sita, Titis, VIka,
Nining, Evi, April, Advend, Argo, Igna, Dwi, Anung, Dody (Ucok), Wahyu,
Dezvi, Rima, Eka, Panji, Alm. Kodrat, Ndaru, Norma, Farida, Novi, Siwir,
Pandu, Bayu, Timor, Anto, Koko serta teman-teman lainnya yang belum
disebutkan
• Keluarga besar REMASA GMS Surabaya, Melisa, Ce Ezra, Ko Jefry, Ko
Luis, Ko Lukas, Pdm. Philip Mantofa, Bre., Ce Lydia, Ce Chrisrin, Ko Redo
dan semua keluarga besar GMS Surabaya.
• Keluarga Besar GBI Wonosari, Bapak Pdt. Suryadi beserta keluarga dan
teman-teman YOUTH GBI Wonosari, terimakasih karena telah mendukung
xiv
• Segenap staff kerja Perpustakaaan Universitas Sanara Dharma, Yogyakarta.
• Serta para pihak yang belum saya sebutkan satu persatu, yang telah berjasa
dalam kehidupan saya selama ini.
Karya ini belum sempurna dan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu saya
menerima kritik dan saran agar membuat karya penulisan berikutnya menjadi jauh
lebih baik.Akhir kata dengan segala kerendahan hati saya persembahkan skripsi
xv
BAB II. ALASAN MGR. ALBERTUS SOEGIJAPRANATA, SJ MELAKUKAN USAHA DIPLOMASI PASCA KEMERDEKAAN RI A. Sejarah Singkat Kehidupan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ ... 24
B. Situasi Indonesia Pada Masa Penjajahan Jepang ... 33
C. Situasi Indonesia Pasca Proklamasi Kemerdekaan ... 36
D. Orang-orang Yang Mempengaruhi Pemikiran Mgr. Albertus Soegijapranata ... 40
E. Pandangan Kebangsaan Mgr. Albertus Soegijapranata ... 43
BAB III. USAHA-USAHA MGR. ALBERTUS SOEGIJAPRANATA, SJ DALAM MELAKUKAN DIPLOMASI (1946=1949) A. Keterlibatan dan Usaha-usaha Diplomasi Soegija Dalam Peristiwa-Peristiwa di Indonesia Pasca Proklamasi Kemerdekaan(1946-1947) .. .50
xvi
BAB IV. DAMPAK-DAMPAK YANG DITIMBULKAN DARI KETERLIBATAN MGR. ALBERTUS SOEGIJAPRANATA, SJ DALAM USAHA DIPLOMASI
A. Dampak Bagi Gereja dan Umat Katolik di Indonesia ... 64
B. Dampak Bagi Bangsa Indonesia ... 70
C. Tanggapan Berbagai Pihak Terhadap Keterlibatan Mgr. Albertus Soegijapranata dalam Diplomasi Kemerdekaan Indonesia ... 73
BAB V. KESIMPULAN ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 87
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ atau lebih sering dipanggil Soegija1,
merupakan putera pribumi Indonesia pertama yang diangkat menjadi vikaris apostolik
dengan gelar uskup danaba2, oleh pimpinan tertinggi umat katolik sedunia yaitu Paus
Pius XI. Pengangkatan Soegija sebagai Vikaris apostolik terjadi pada tahun 1940.
Soegija diangkat sebagai vikaris apostolik di Vikariat Apostolik Semarang. Vikariat
Apostolik kemudian pada tahun 1960-1961 berubah menjadi Keuskupan Agung
Semarang. Vikariat Apostolik Semarang merupakan pecahan dari Vikariat Apostolik
Batavia3.
Selain dikenal sebagai seorang pemuka agama Katolik, Soegija juga dikenal
sebagai seseorang yang memiliki rasa nasionalisme yang tinggi terhadap bangsa dan
1Pada penulisan selanjutnya akan menggunakan kata Soegija.
2
Uskup adalah pimpinan Gereja setempat yang bernama Keuskupan dan merupakan bagian dari hirerarki Gereja Katolik Roma setelah Sri Paus (Uskup AgungRoma) dan Kardinal. Dalam kedudukannya ini, Uskup sering disebut sebagai pengganti dari para rasul Kristus. Setiap Uskup, dengan sendirinya menjadi bagian dari jajaran para Uskup sedunia (Collegium Episcopale) di bawah pimpinan Sri Paus dan bertanggungjawab atas seluruh Gereja Katolik (Paroki-paroki) yang berada di dalam wilayah Keuskupannya.
3
2
negaranya. Hal tersebut dapat dilihat dari semboyan Soegija yang berbunyi “100 %
Indonesia. Semboyan tersebut merupakan cerminan diri dari seorang Soegija. Saat
menjadi uskup Soegija mengajak umat Katolik Indonesia untuk mengintegrasikan
sekaligus antara kekatolikan dan nasionalisme1.
Rasa nasionalisme yang dimiliki oleh Soegija tidak muncul begitu saja.
Soegija merupakan salah satu lulusan dari Kolose Xaverius, yang didirikan oleh
Franz van Lith, SJ di Muntilan, Magelang, Jawa Tengah. Soegija muda juga dididik
secara langsung oleh Franz van Lith, SJ atau yang lebih akrab dipanggil sebagai Van
Lith. Hal tersebut membuat pemikiran Soegija banyak diinspirasi oleh Van Lith.
Salah satunya adalah rasa nasionalisme yang tinggi kepada bangsa dan negara.
Walaupun bukan orang asli pribumi, namun Van Lith memiliki rasa kepedulian yang
tinggi terhadap nasib bangsa Indonesia. Rasa kepedulian itu tumbuh akibat dari reaksi
atas perlakuan pemerintah kolonial Belanda yang menjadikan masyarakat pribumi
sebagai kelas bawah. Dari sanalah muncul rasa pembelaan terhadap nasib masyarakat
pribumi dalam diri Van Lith.
Dalam pembelaan terhadap masyarakat pribumi yang tertindas Van Lith tidak
hanya berteori belaka ataupun hanya sebatas omong kosong. Van Lith menunjukkan
tindakan nyata dalam membela masyarakat pribumi yang tertindas, selain itu juga
memberikan bantuan yang dapat meningkatkan derajad masyarakat pribumi sebagai
seorang manusia.Misalnya, Van Lith mencarikan pekerjaan untuk murid-muridnya
yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, Van Lith
1
juga membela secara langsung orang-orang pribumi yang sedang berperkara dengan
pihak pemerintah, serta memberikan pengertian mengenai hak-hak yang dimiliki oleh
masyarakat pribumi2.
Salah satu contoh pembelaan yang dilakukan oleh Van Lith adalah secara
langsung menemui pegawai pemerintah yang berhubungan dengan orang yang
dibelanya. Selain itu Van Lith juga memberikan pengertian mengenai hak-hak kaum
pribumi ketika mengadakan kunjungan ke wilayah-wilayah pedesaan. Pembelaan
yang dilakukan oleh Van Lith terhadap kaum pribumi yang lemah tidak hanya
dilakukan dengan memberi nasehat dan pertimbangan, atau dengan bantuan karitatif
saja, tetapi pembelaan yang ia lakukan adalah menyadarkan kaum pribumi akan
hak-hak mereka serta pembelaan nyata dengan berani berhadapan dengan Instansi yang
berwenang. Contoh lainnya adalah saat Van Lith menjadi anggota
Heerzeningcommitte3. Van Lith pernah menuliskan peringatan kepada golongan
Kristen Belanda dengan mengungkapkan kekecewaannya terhadap perilaku orang
Belada yang sering mengintimidasi orang-orang pribumi. Van Lith menyerukan agar
orang-orang golongan Kristen Belanda menghargai hak-hak orang Pribumi seperti
mereka menghargai hak-hak orang Belanda dan Indo Eropa. Van Lith juga meminta,
2
Ibid., hal.13
3
agar orang Belanda, orang-orang Indo Eropa, dan orang-orang Jawa hidup sebagai
saudara.
Rasa nasionalisme dan contoh-contoh konkrit dalam membela masyarakat
yang tertindas itulah yang diharapkan oleh Van Lith dapat ditularkan kepada
murid-muridnya. Rasa nasionalisme dan rasa solidaritas terhadap kaum tertindas yang
dimiliki oleh Van Lith, yang dikemudian hari menjadi inspirasi bagi Soegija untuk
melanjutkan semangat nasionalisme sang guru, yaitu dengan memilih jalan hidupnya
sebagai seorang imam. Dengan menjadi seorang imam Soegija berharap bisa
mengabdi sepenuhnya bagi bangsa dan negara. Soegija mengatakan pilihan untuk
menjadi imam bukan hanya dilatarbelakangi oleh faktor relijius semata, namun
karena adanya dorongan dari rasa nasionalisme. Oleh karena itu Soegija pun ingin
mengabdikan hidupnya bukan hanya kepada Gereja namun juga kepada bangsa dan
negaranya.
Rasa nasionalisme inilah yang pada akhirnya membuat Soegija ikut terjun
dalam memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Indonesia pada masa pergerakan
nasional. Bahkan hingga pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia Soegija berperan
dalam menggalang dukungan dan pengakuan dunia internasional atas kemerdekaan
dan kedaulatan Indonesia sebagai bangsa dan negara. Dengan cara diplomasi serta
kedudukannya sebagai seorang uskup, Soegija berusaha mendapatkan dukungan dan
pengakuan kemerdekaan Indonesia dari negara-negara lain.
Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata.SJ Dalam Usaha Diplomasi Indonesia
dari penelitian ini. Fokus penelitian ini adalah mengenai perjuangan Soegija yang notabene merupakan seorang pemimpin agama Katolik yang terjun dalam kancah
diplomasi yang dilakukan pemerintah RI masa itu untuk mendapatkan dukungan dan
pengakuan dari bangsa–bangsa lain terhadap kemerdekaan Indonesia. Alasan
terjunnya Soegija dalam perjuangan diplomasi Indonesia, karena pasca Indonesia
memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Belanda masih belum
merelakan negara jajahannya yang memiliki kekayaan alam yang melimpah tersebut
untuk merdeka.
Hal itulah yang pada akhirnya membuat Belanda melakukan penyerangan
terhadap Indonesia khususnya di daerah Jawa dan Sumatera (Agresi Militer Belanda
I, 15 Juli 1947), dan dilanjutkan kembali dengan menyerang Yogyakarta, pada Juli
1947 dan Desember 1949 merupakan ibu kota Indonesia (Agresi Belanda II, 19
Desember 1948)4.
Salah satu bentuk konkrit semangat pengabdian kepada bangsa dan negara
yang dimiliki oleh Soegija, terlihat ketika Soegija memindahkan pusat pemerintahan
keuskupannya dari Semarang ke Bintaran, Yogyakarta. Karena pada saat itu ibu kota
RI berpindah dari Jakarta ke Yogyakarta, yang disebabkan oleh serangan pasukan
Belanda ke Indonesia khususnya Jakarta yang merupakan ibukota dan pusat
pemerintahan RI. Situasi Jakarta yang tidak aman tersebut yang kemudian membuat
4
pemerintah Indonesia memutuskan untuk memindahkan ibu kota Indonesia ke
Yogyakarta pada tanggal 6 Januari 1946.
Dalam menghadapi serangan Belanda ke Indonesia, pemerintah RI melakukan
usaha diplomasi untuk mengusir kekuatan pasukan Belanda dari Indonesia. Baik
dengan cara perang seperti yang dilakukan Jenderal Soedirman, maupun dengan cara
berdiplomasi dengan negara-negara internasional seperti yang dilakukan oleh
pemerintah. Usaha diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia tersebut
bertujuan untuk mendapatkan dukungan dari negara-negara lain untuk mengusir
kekuatan tentara Belanda dari Indonesia, serta agar Indonesia mendapatkan
pengakuan kedaulatan sebagai bangsa dan negara yang merdeka.
Peranan Soegija dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia juga mendapatkan
pengakuan dari pemerintah Indonesia saat itu. Soegija memiliki hubungan yang baik
dengan para pemimpin bangsa ini, misalkan saja dengan Presiden pertama RI, Ir.
Soekarno atau juga dengan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Salah satu contoh
kedekatan Soegija dengan pemerintah Indonesia adalah saat menemani Presiden
Soekarno untuk bertemu dengan Nuntius5 Vatikan untuk Indonesia yang bernama de
Jounge d’ardoya, yang pada saat itu melakukan tugas untuk mengakui kemerdekaan
RI. Adapun yang melatarbelakangi penelitian mengenai Perananan Mgr. Albertus
Soegijapranata, SJ Dalam Diplomasi Kemerdekaan RI (1946-1949) ialah
dimaksudkan untuk mengungkapkan sisi lain dari Soegija, yang tidak hanya berperan
5
sebagai seorang pemuka agama Katolik, tetapi juga berperan penting terhadap
diplomasi kemerdekaan Indonesia. Selain itu penelitian ini juga bermaksud
menunjukkan kekhususan Soegija dalam berdiplomasi, dengan melihat usaha
diplomasi yang dilakukan oleh Soegija dalam membantu pemerintah Indonesia
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sehingga pada nantinya penelitian ini
diharapkan dapat menambah penulisan mengenai sejarah nasional Indonesia,
terutama sejarah kemerdekaan Indonesia.
Penulisan ini juga ingin meninjau lebih dalam peranan dari Soegija dalam
perjuangan kemerdekaan Indonesia, terutama peranan Soegija dalam berdiplomasi
dengan berbagai pihak guna menggalang dukungan bagi kemerdekaan Indonesia.
Penelitian ini bukan hanya sekedar menarasikan ataupun memaparkan data-data yang
ada mengenai ketelibatan Soegija dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia
khususnya dalam bidang diplomasi. Penelitian ini juga ingin memberikan pandangan
lain mengenai sosok dari Soegija dan bagaimana usaha Soegija dalam melakukan
diplomasi.
A. Identifikasi Masalah
Dalam konteks permasalahan sebuah penelitian, terlebih dahulu yang harus
dilakukan sebelum memulai penelitian adalah menentukan tema besar yang akan
difokuskan dalam penelitian. Baru setelah menentukan tema besar dari penelitian
langkah yang harus dilakukan berikutnya adalah mengkerucutkan tema atau memilih
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian, sehingga mempermudah untuk
mencari sumber atau data yang sesuai dengan tema penelitian. Semuanya itu
bertujuan untuk memfokuskan penelitian tersebut, agar pembahasan dalam sebuah
penelitian tidak melenceng dari permasalahan-permasalahan yang telah ditentukan di
awal.
Berpegang dari paparan di atas, penelitian kali ini mengangkat mengenai Mgr.
Albertus Soegijapranata, SJ (Soegija) sebagai subjek penelitian. Dengan spesifikasi
topik mengenai “Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ Dalam Diplomasi
Kemerdekaan RI (1946-1949)”.
Sebagai seorang uskup, Soegija tidak hanya berperan dalam memimpin
umatnya untuk menjadi seorang Katolik sejati, namun Soegija juga merupakan sosok
agamawan sekaligus negarawan. Karena sebagai seorang tokoh agama, Soegija juga
berperan dalam proses kemerdekaan Indonesia, terutama seusai Indonesia
memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Dari paparan di atas, permasalahan yang akan difokuskan dalam penelitian ini
adalah
1. Mengenai latar belakang Mgr. Albertus Soegijapranata. SJ dalam melakukan
diplomasi dengan dunia Internasional. Bagian ini akan Menjelaskan mengenai
situasi Indonesia setelah memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Kemudian akan diperkuat dengan pandangan kebangsaan menurut Soegija. Serta
pemikiran-pemikiran dari beberapa tokoh yang mempengaruhi pemikiran
2. Usaha-usaha, serta proses yang dilakukan oleh Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ
dalam melakukan diplomasi dengan dunia Internasional, guna meminta
dukungan dari negara-negara internasional, seperti Vatikan dan pihak-pihak
lainnya. Bukan hanya melalui diplomasi secara resmi, seperti melalui surat-surat
kepada para pemimpin negara seperti yang dilakukan kepada Paus di Vatikan,
namun juga melalui tulisan-tulisan dari Soegija yang dimuat di beberapa koran
maupun majalah nasional dan internasional. Serta ditambahkan beberapa tokoh
yang ikut berperan dalam diplomasi kemerdekaan Indonesia sebagai bahan
pembanding dengan usaha diplomasi yang dilakukan oleh Soegija. Ini
merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan Soegija dalam melakukan
diplomasi kemerdekaan RI.
3. Dampak-dampak dari keterlibatan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam
diplomasinya dengan dunia internasional, baik dampak bagi bangsa Indonesia,
dampak bagi umat Katolik Indonesia. Ditambahkan juga bagaimanakah
tanggapan pihak-pihak yang terkait dengan keikutsertaan Soegija dalam usaha
perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ini untuk melihat tanggapan pihak lain atas
B. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini periodisasi yang akan dipilih adalah dari tahun
1946-1949. Periodisasi tersebut ditujukan agar pembahasan mengenai peristiwa yang
berhubungan dengan Soegija sebelum dan sesudah periode tersebut tidak masuk
kedalam fokus dari penelitian ini. Tahun 1946 dipilih sebagai saat di mana Ibukota RI
berpindah dari Jakarta ke Yogyakarta, tepatnya sejak 4 Januari 1946. Tahun 1949
dipilih sebagai masa setelah ditanda tanganinya Perjanjian dari Konferensi Meja
Bundar (KMB) di Jakarta dan di Den Haag, 27 Desember 1949. Sedangkan topik
yang dipilih adalah peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam usaha diplomasi
kemerdekaan RI bertujuan untuk memfokuskan penelitian ini hanya kepada peranan
Soegija dalam bidang diplomasi saja.
C. Rumusan Masalah
Bedasarkan identifikasi masalah yang telah dipaparkan dalam latar belakang
penelitian ini, serta pembatasan permasalahan dalam penelitian kali ini, maka
memunculkan tiga pertanyaan dalam permasalahan yang berkaitan dengan topik
penelitian yang mengangkat mengenai “Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata Dalam
Usaha Diplomasi Kemerdekaan RI (1946-1949)”, Adapun rumusan masalah tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Mengapa Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ melakukan diplomasi dengan dunia
2. Bagaimana usaha yang dilakukan oleh Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam
usaha diplomasi dengan dunia internasional pasca kemerdekaan RI ?
3. Dampak-dampak apa sajakah yang ditimbulkan dari keterlibatan Mgr. Albertus
Soegijapranata, SJ dalam usaha diplomasi dengan dunia internasional pasca
kemerdekaan RI ?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian mengenai Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam
usaha diplomasi kemerdekaan RI (1946-1949) adalah pertama, bertujuan untuk
mengetahui hal-hal yang melatarbelakangi Soegija dalam melakukan usaha diplomasi
kemerdekaan Indonesia. Kedua, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
tindakam-tindakan atau usaha Soegija dalam berdiplomasi, serta kekhasan Soegija dalam
berdiplomasi. Ketiga, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak-dampak apa
sajakah yang ditimbulkan atas keterlibatan Soegija dalam diplomasi kemerdekaan
Indonesia. Baik dampak bagi umat Katolik di Indonesia maupun bagi bangsa
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian mengenai Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ
dalam usaha diplomasi kemerdekaan RI (1946-1949) ialah :
Dapat memberikan wacana baru terhadap peranan Soegija di dalam mempertahankan
kemerdekaan Indonesia terutama dalam hal diplomasi pada periode tersebut.
Pertama, memahami latar belakang Soegija dalam melakukan usaha
diplomasi, kedua mengetahui bahwa tindakan diplomasi tidak hanya dapat dilakukan
dengan jalur resmi (melalui pemerintah), tetapi juga dapat dilakukan dengan cara lain
seperti yang dilakukan oleh Soegija, dan yang ketiga adalah mengetahui dampak
apakah yang dihasilkan dari usaha diplomasi yang dilakukan oleh Soegija.
F. Kerangka Teori
Sebuah penulisan sejarah bukan hanya menarasikan sebuah peristiwa yang telah
terjadi pada masa lalu tetapi penulisan sejarah juga wajib menerangkan peristiwa
sejarah tersebut secara lebih mendalam dan terperinci. Hal ini dapat dilakukan setelah menganalisis peristiwa tersebut. Sebelum melanjutkan penulisan ini, \perlu diketahui
apakah yang dimaksud dengan “Diplomasi”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
dikatakan bahwa kata diplomasi memiliki tiga makna. Pertama diplomasi dapat
diartikan sebagai “urusan atau penyelenggaraan perhubungan resmi antara negara
dengan negara”. Kedua diplomasi juga bisa berarti “pengetahuan dan kecakapan
menggunakan perkataan-perkataan antara negara dengan negara”. Yang ketiga adalah
berhati-hati dalam berunding, menghadapi orang lain dsb6”. Dari makna kata
diplomasi tersebut, dalam penelitian ini maka makna yang sesuai untuk “diplomasi”
dalam permasalahan dari penulisan ini adalah makna yang ketiga yaitu “kecakapan
menggunakan perkataan-perkataan yang samar-samar atau sangat berhati-hati dalam
berunding, menghadapi orang lain dsb”. Jadi, pengertian yang terkait pada pokok
yang ketiga.
Langkah yang sangat penting dalam menganalisis sebuah peristiwa sejarah ialah
dengan menyediakan suatu kerangka pemikiran atau kerangka referensi yang
mencakup pelbagai konsep dan teori yang akan dipakai dalam membuat analisis
tersebut7. Berkaitan dengan hal tersebut, untuk memperjelas arah dan batasan
pembahasan mengenai peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam usaha
diplomasi kemerdekaan RI, diperlukan sebuah teori yang cocok untuk menganalisi
topik dari penelitian ini. Adapun teori yang dianggap cocok dengan topik penelitian
ini ialah teori peran.Alasan mengapa teori tersebut yang dianggap cocok untuk topik
penelitian ini, karena penelitian ini memfokuskan kepada peran dari Mgr. Albertus
Soegijapranata, SJ dalam usaha diplomasi pasca kemerdekaan RI.
Kata peran berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang
terutama. Peranan menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh Soejono Soekanto,
sebagai berikut: peranan adalah sesuatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan
6
. Ibid., hal 253
7
individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Ttitik Peranan meliputi
norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.,
Ttitik Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang
membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan8. Peran dalam konotasi
ilmu sosial berarti menunjuk suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika
menduduki suatu karakterisasi (posisi) dalam struktur sosial9
Dalam melaksanakan peranannya dalam masyarakat seseorang yang berada dalam
kelas tertentu akan menunjukkan perilaku yang berbeda dengan masyarakat pada
umumnya dan memiliki dampak besar bagi kehidupan masyarakat umum, terutama
dalam tahap aksi. Aksi merupakan suatu perilaku yang dibedakan atas sesuatu hal
yang berkaitan apakah hal tersebut pernah dipelajari atau belum, keterarahan pada
tujuan dan juga penampakan dari suatu hal yang dikehendaki. Seseorang yang
memiliki peran dalam masyarakat memiliki kewajiban untuk menjadi contoh
(patokan) bagi masyarakat dalam menjalankan norma-nomrma yang hidup dalam
masyarakat.
Menurut Biddle dan Thomas peran adalah rangkaian rumusan yang membatasi
perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Misalnya
dalam sebuah negara, seorang pemimipin diharapkan dapat memberikan
8
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (1982), Hlm. 238
9
kesejahteraan bagi rakyatnya, dapat menjadi panutan rakyatnya serta menjadi
pelindung untuk rakyatnya10.
Setelah memaparkan apakah itu peran dan bagaimana teori peran bekerja dalam
membantu memahami bagaimana seorang individu dapat memberikan dampak bagi
orang lain. Diharapkan teori tersebut juga dapat membantu penulisan ini untuk
menelisik lebih dalam bagaimana sosok Soegija menjalankan peranannya sebagi
seorang tokoh agama yang ikut terjun dalam kancah diplomasi kemerdekaan RI.
G. Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan penelitian yang mengangkat topik mengenai Peranan Mgr.
Albertus Soegijapranata, SJ dalam usaha diplomasi kemerdekaan RI (1946-1949)
dilakukan terlebih dahulu sebuah riset kepustakaan yang berkaitan dengan Mgr.
Albertus Soegijapranata.Hasil dari riset tersebut didapatkan bahwa cukup banyak
penulisan-penulisan yang mengangkat kisah dari Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ
sebagai objek penelitian.
Adapun penulisan-penulisan mengenai Soegija yang telah ada adalah “Mgr.
Albertus Soegijapranata, S. J Antara Gereja dan Negara” karya Anhar Gongong.
Secara keseluruhan buku ini menuliskan bahwa Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ
bukan hanya merupakan seorang pemimpin agama, namun Mgr. Albertus
Soegijapranata, SJ juga merupakan seorang nasionalis sejati. Soegija mengabdi
10
kepada bangsa dan negaranya tanpa memandang status sosial, budaya maupun
agama.Dalam buku ini juga dibahas mengenai peranan Soegija pada masa penjajahan
Belanda, Jepang hingga pada masa kemerdekaan RI.
Buku karya Ayu Utami yang menjadikan Soegija sebagai objek penulisannya.
Buku karya Ayu Utami ini berjudul “Soegija 100 % Indonesia”.Dalam buku Soegija
100 % Indonesia, Ayu Utami menuliskan mengenai perjalanan hidup dari Soegija
dari masa remaja hingga akhir hayat Soegija. Dalam buku ini juga dituliskan
mengenai peranan-peranan Soegija dalam Gereja Katolik di Indonesia, serta peranan
dalam kemerdekaan Indonesia.Buku ini sedikit membahas mengenai peranan Soegija
dalam bidang diplomasi nasional maupun internasional, tetapi pembahasan tersebut
tidaklah mendalam.
Ada juga beberapa penulisan karya Rm. Budi Subanar, S.J yang merupakan
salah satu pengajar di Pasca Sarjana Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta, seperti Biografi Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ yang
berjudul Soegija si Anak Bethlehem van Java, yang diterbitkan pada tahun 2003.
Buku Soegija si Anak Bethlehem van Java lebih kepada biografi dari Mgr. Albertus
Soegijapranata, SJ, namun periode yang dibahas hanya dari masa penjajahan Belanda
hingga masa penjajahan Jepang. Periode pada masa pasca kemerdekaan tidak dibahas
dalam buku ini.
Ada juga buku yang berjudul “Kilasan Kisah Soegijapranta”, buku buah
karya dari Budi Subanar ini terdiri dari banyak topik yang membahas mengenai
sub bab yang membahas kehidupan Soegija dan pemikiran kebangsaan Soegija. Salah
satu topik yang ada dalam buku tersebut ialah mengenai peran Soegija dalam
menyuarakan keperihatian Indonesia di Dunia Internasional.Namun, porsi dari
pembahasan topik tersebut hanya terdiri dari 15 halaman. Di dalam buku ini penulis
menuliskan beberapa usaha diplomasi yang dilakukan Soegija dengan dunia
Internasional, namun penulis tidak menambahkan dampak konkrit dari keikutsertaan
Soegija dalam usahanya berdiplomasi. Oleh karena itu penelitian ini selain
menuliskan mengenai usaha-usaha diplomasi dari Soegija, juga akan mencantumkan
dampak-dampak yang dihasilkan oleh usaha diplomasi Soegija bagi kemerdekaan
Indonesia, bangsa Indonesia, serta bagi kehidupan umat Katolik di Indonesia.
Buku lain yang dijadikan sebagai tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah
buku dari Budi Subanar, berjudul “Kesaksian Revolusioner Seorang Uskup di Masa
Perang, Catatan Harian Mgr A. Soegijapranata, SJ (13 Februari 1947 - 17 Agustus
1949)”. Buku ini berisikan terjemahan catatan-catatan harian dari Soegija yang
aslinya menggunakan Bahasa Jawa dengan sedikit campuran Bahasa Belanda dan
istilah bahasa Latin, ke Bahasa Indonesia.
Selain karya penulisan, terdapat pula film yang mengangkat kisah kehidupan
Mgr. Albertus Soegijapranata, S.J yang disutradarai oleh Garin Nugroho. Film
tersebut diadopsi dari buku karya Budi Subanar yang berjudul, “Kesaksian
Revolusioner Seorang Uskup Di Masa Perang, Catatan Harian Mgr. Albertus
Soegijapranata, SJ”. Dalam film itu diceritakan berbagai kejadian yang dialami
Walau banyak karya penulisan yang membahas mengenai sosok Soegija yang
merupakan uskup pribumi pertama, serta perjalanan hidup Soegija tetapi belum ada
karya penulisan yang secara khusus dan spesifik membahas mengenai peranan
Soegija dalam usaha diplomasi kemerdekaan Indonesia.
H. Metode Penelitian
Metode penelitian sejarah lazim juga disebut sebagai metode sejarah. Metode
berarti cara, jalan atau petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis. Metode di sini
dapat dibedakan dari metodologi, sebab metodologi adalah “science of methods”,
yakni ilmu yang membicarakan jalan. Sementara yang dimaksud dengan penelitian,
menurut Soerjono Soekanto adalah kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis
dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Banyak
definisi tentang penelitian tergantung dari mana sudut pandang yang dipilih oleh
setiap masing-masing orang. Penelitian dapat didefinisikan sebagai upaya mencari
jawaban yang benar atas suatu masalah berdasarkan logika dan didukung oleh fakta
empirik. Dapat pula dikatakan bahwa penelitian adalah kegiatan yang dilakukan
secara sistematis melalui proses pengumpulan data, pengolahan data, serta menarik
kesimpulan berdasarkan data menggunakan metode dan teknik tertentu11.
Dari penjelasan diatas maka penelitian ini menggunakan sebuah metode
penelitian untuk menjawab permasalahan-permasalahan dalam topik
11
penelitian.Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dan termasuk kategori
studi kepustakaan. Dalam pelaksanaan penelitian sumber-sumber yang digunakan
adalah sumber literature, baik berupa buku-buku, catatan, maupun laporan hasil
penelitian yang sudah ada lebih dahulu. Adapun metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah
1. Pengumpulan Data dan Seleksi Data
Ada macam-macam cara yang dapat dilakukan dalam pengumpulan data,
tetapi penulis hanya menggunakan satu teknik saja dalam pengumpulan data dalam
penelitian ini.
Teknik pengumpulan data merupakan langkah awal dalam penelitian, karena
tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik
pengumpulan data, peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data
yang ditetapkan.
Dalam menjawab berbagai masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini,
metode pertama yang dilakukan adalah pengumpulan data (sumber). Sumber yang
dikumpulkan dalam penelitian terdiri dari dua bagian yakni sumber primer dan
sumber sekunder. Sumber primer yang berupa tulisan hasil karya Soegijo atau pun
naskah sejaman dengan soegija, naskah yang dipergunakan dalam penulisan ini
adalah Surat-surat Gembala yang ditulis oleh Soegija yang juga dapat digunakan
sebagai sumber teks, serta catatan-catatan harian dari Soegija yang telah
diterjemahkan dengan menggunakan Bahasa Indonesia dengan ejaan yang
buku-buku yang membahas mengenai kehidupan Soegija, buku-buku-buku-buku yang membahas
peristiwa ataupun situasi Indonesia, khususnya Yogyakarta pada periode 1946-1949
dan buku-buku lain yang dapat membantu dalam penelitian ini. Teknik yang
digunakan dalam penelitian ini adalah studi teks yang juga didukung dengan studi
pustaka. Sehingga data-data yang dipergunakan untuk penelitian mengenai Peranan
Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam usaha diplomasi kemerdekaan Indonesia
dalam periode 1946-1949 adalah berupa sumber tertulis.
Sumber-sumber tertulis yang dipergunakan ialah tulisan-tulisan dari para
peneliti lain yang juga pernah meneliti mengenai kehidupan Soegija. Selain untuk
sebagai sumber penulisan, teks-teks tersebut juga digunakan untuk membandingkan
penelitian-penelitian mengenai Soegija yang telah ada sebelumnya, dengan penelitian
yang akan dilakukan ini.
Selain menggunakan sumber-sumber penulisan dari para peneliti lain,
penelitian ini juga menggunakan koran-koran dan majalah-majalah yang pernah
memuat tulisan mengenai Soegija, maupun koran-koran ataupun majalah-majalah
lama yang pernah memuat tulisan buah karya Soegija sendiri.
Dalam melakukan proses pengumpulan data tersebut, diperlukan pencarian
sumber-sumber tertulis yang sesuai dengan topik penelitian ini. Pencarian sumber
tersebut dalam penelitian ini akan dilakukan di Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma, dan dari pihak terkait yang memiliki sumber arsip dari Soegija dalam hal ini
adalah dari Romo Budi Subanar, SJ selaku dosen pembimbing dalam penulisan
Budaya, Universitas Sanata Dharma. Sumber-sumber yang dipakai dalam penelitian
ini hanyalah sumber-sumber tertulis yang memuat kehidupan mengenai Soegija,
terutama yang berhubungan mengenai peranan Soegija pada masa perjuangan
kemerdekaan Indonesia. Setelah melakukan proses pengumpulan data, dilanjutkan
dengan seleksi data. Seleksi data dilakukan untuk mempermudah penelitian dalam
mencari data-data yang sesuai dengan topik penelitian, agar data-data yang tidak
sesuai dengan topik penelitian dapat dikesampingkan.
Analisis Data
Data-data yang telah berhasil diperoleh kemudian akan dibandingkan sesuai
dengan konteks zaman di masa itu. Data-data tersebut akan ditelaah dan bandingkan
dengan data-data lainnya yang berkaitan dengan topik dan tema dalam penelitian ini.
Hal ini dilakukan agar menemukan gambaran yang sesuai dalam melihat peranan
Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam usaha diplomasi kemerdekaan RI, khususnya
dalam periode tahun 1946 hingga 1949. Periode tersebut dipilih karena pada tahun
1946 merupakan awal bagi Soegija ikut dalam melakukan usaha diplomasi
kemerdekaan. Karena pada tahun tersebut pusat Keuskupan Semarang dipindahkan
dari Semarang ke Yogyakarta, dengan tujuan agar Soegija dapat lebih dekat dan bisa
secara langsung berkomunikasi dengan para pemimpin negara. Karena pada tahun
1946 tersebut, pusat pemerintahan Indonesia juga dipindahkan dari Jakarta ke
Yogyakarta akibat dari kedatangan Belanda yang membonceng tentara NICA.
Desember 1949, Belanda resmi mengakui kedaulatan Indonesia dalam perjanjian
KMB. Yang berarti mengakhiri segala upaya dari seluruh pihak yang berjuang dalam
mempertahankan kemerdekaan Indonesia, baik perjuangan fisik maupun perjuangan
diplomasi.
Analisa yang digunakan dalam penelitian ini didasari oleh teori-teori yang
dipinjam dari ilmu-ilmu bantu dalam penyusunan karya sejarah ini. Adapun seperti
yang disebutkan dalam kerangka teori, teori yang dipergunakan dalam penelitian ini
diambil dari salah satu teori dalam ilmu sosiologi, yaitu teori peran.
I. Sistematika Penulisan
Guna mempermudah pemahaman mengenai hasil dari penelitian ini, dalam
menjelaskan permasalahan-permasalahan yang telah dibuat akan dipaparkan dalam
beberapa bagian (bab) yang pembagian isinya :
Bab I berisikan penjelasan tentang latar belakang dari penelitian ini, identifikasi
masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, manfaat penelitian, kajian pustaka,
landasan teori, metode penelitian dan terakhir adalah sistematika penulisan.
Bab II berisi latar belakang mengapa Soegija melakukan diplomasi dengan dunia
internasional. Dengan membahas pandangan kebangsaan Soegija, siapa sajakah tokoh yang memiliki pengaruh terhadap pemikiran dari Soegija. Serta situasi Indonesia pada
tahun 1946 hingga 1949.
Bab III, merupakan bagian penjelasan mengenai keterlibatan dan usaha Soegija
pengakuan atas kemerdekaan Indonesia, sehingga Indonesia dapat mempertahankan
kemerdekaan. Artinya menempatkan usaha Soegija di dalam konteks diplomasi
Indonesia.
Bab IV menjelaskan dampak-dampak yang muncul dari keterlibatan Soegija atas
usahanya berdiplomasi dengan pihak-pihak terkait guna mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Baik dampak bagi bangsa Indonesia saat itu secara umum
dan umat Katolik Indonesia, beserta tanggapan dari pihak-pihak yang terkait atas
keikutsertaan Soegija dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Bab V merupakan bagian penutup, berisi kesimpulan-kesimpulan yang ditarik
dari paparan penjelasan atas permasalahan-permasalahan yang ada dalam penelitian
24
BAB II
Alasan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ Melakukan Usaha
Diplomasi Pasca Kemerdekaan RI
A. Sejarah Singkat Kehidupan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ
Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ terlahir dengan nama Soegija. Soegija.lahir
di Surakarta, 25 November 1986. Soegija merupakan anak kelima dari sembilan
bersaudara dari keluarga Karijosoedarmo yang merupakan salah satu abdi dalem
Kraton Surakarta.Ayah Soegija merupakan orang Yogyakarta, sedangkan ibunya asli
dari Surakarta. Soegija terlahir dalam keluarga muslim, kakeknya merupakan seorang
kyai yang cukup terkenal di Yogyakarta, yang bernama Kyai Soepo.
Soegija kemudian pindah dari Surakarta ke Yogyakarta, di Yogyakarta
Soegija dan keluarganya tinggal di Kampung Ngabean. Kampung Ngabean
merupakan sebuah kampung yang letaknya berada di sebelah barat Kraton
Yogyakarta.Soegija kecil menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat (SR)1. Awalnya
Soegija bersekolah di Sekolah Rakyat Ngabean yang terletak tidak jauh dari
1
25
kediaman orangtuanya, namun sekolah tersebut baru dimulai pada siang hari. Saat
Soegija pun pindah ke sekolah tersebut. Pendidikan di SR diselesaikan Soegija hanya
sampai kelas tiga saja.
Soegija kembali melanjutkan pendidikannya di Hollandsch Indlandsche
School (HIS) di daerah Lempuyangan yang terletak di sebelah utara daerah
Wirogunan. Hollandsch Indlandsche School merupakan sekolah tingkat pendidikan
dasar yang memperkenalkan bahasa Belanda. Setelah menyelesaikan pendidikan
dasarnya di HIS, Soegija melanjutkan pendidikannya di Kolose Xaverius, Muntilan.
Masuknya Soegija kecil di sekolah yang dipimpin langsung oleh Van Lith, tidak lain
dan tidak bukan merupakan jasa dari Van Lith sendiri. Van Lith sering melakukan
kunjungan ke sekolah-sekolah rakyat di daerah Yogyakarta. Van Lith juga sering
melakukan kunjungan ke rumah-rumah keluarga petani di sekitar Muntilan, hal
tersebut dilakukan Van Lith untuk berbincang kepada para petaniakan pentingnya
pendidikan bagi anak-anak mereka. Van Lith bertemu dengan Soegija kecil saat
melakukan kunjungan di SR Wirogunan.
Pada tahun 1910, Soegija mulai mengenyam pendidikan di Kolose Xaverius.
Muntilan di bawah pengajaran Van Lith sendiri. Saat masuk ke Kolose Xaverius,
Muntilan, Soegija mengatakan bahwa dirinya tidak tertarik untuk menjadi seorang
Katolik.Hal tersebut dikatakannya langsung kepada ayahnya dan Martens, yang
Soegija mengejek para imam Belanda datang ke Jawa hanya untuk mengeruk
kekayaan, setelah itu akan pulang ke negeri Belanda1.
Namun rupanya Soegija tidak dapat memegang perkataannya untuk tidak
menjadi seorang Katolik. Di asrama Soegija sering berdiskusi dengan beberapa imam
yang juga merupakan guru di Kolose Xaverius, Muntilan. Hasil diskusi tersebu yang
membuat Soegija merenung saat mengetahui para imam tersebut cukup senang
mendapat kesempatan mengabdikan diri bagi sesama dengan mengajar dan
mempersiapkan tunas-tunas masa depan walaupun tidak digaji. Hal tersebut
merupakan tugas mulia sekaligus cerminan pengabdian kepada Tuhan. Mengetahui
kenyataan tersebutSoegija menjadi berpikir bahwa sangatlah mulia tujuan dari para
imam tersebut. Dari situ sempat terbersit di benak Soegija untuk menjadi seorang
imam. Menurut Soegija bila menjadi seorang imam, Soegija dapat mengabi kepada
bangsanya, membantu bangsanya yang selama ini jiwanya terluka akibat penjajahan
dan bagi Soegija menjadi iman dapat mencurahkan seluruh perhatiannya kepada
permasalahan kemanusiaan sekaligus mengabdi kepada Tuhan.
Kekeluargaan dan keakraban yang terjalin antara guru dan murid serta
pelatihan siswa menjadi manusia yang bertanggung jawab dalam kehidupan di
asrama pun ikut mempengaruhi dalam pembentukan karakter dan cara pandang
Soegija. Lambat laun Soegija mulai merasakan adanya perubahan dalam dirinya
terutama cara hidup dan doanya. Perubahan yang semakin membuat Soegija merasa
1
menjadi manusia yang lebih baik itu membuat Soegija pada akhirnya memberanikan
diri untuk meminta ijin kepada pengajarnya yang merupakan seorang imam untuk
mengikuti pelajaran Katolik di sekolah.Pada awalnya permintaan Soegija tidak
diijinkan oleh romo.Setelah setahun tinggal di Muntilan, Soegija kemudian mengikuti
pelajaran magang agama Katolik, mulanya lebih didorong oleh keingintahuannya.
Namun kemudian ia minta untuk dibaptis2. Tepatnya Pada 24 Desember 1910,
Soegija memantapkan hati mendapat sakramen baptisan dengan memilih nama baptis
Albertus. Soegija sangat bersyukur karena kedua orangtuanya bisa menerima
pilihannya untuk berpindah keyakinan, asalkan dia bisa hidup selaras dengan
keyakinan baru yang dipilihnya walaupun hal tersebut bertentangan dengan keinginan
kedua orangtuanya.
Soegija berhasil menyelesaikan studinya di Kolose Xaverius, Muntilan pada
tahun 1915. Setelah lulus Soegija menjalani praktik selama satu tahun sebagai guru di
almamaternya. Seusai menjalani praktik sebagai guru, Soegija menyatakan niatnya
untuk menjadi seorang imam. Setelah menyatakan ingin menjadi seorang imam, pada
tahun 1916 Soegija memulai pendidikannya di Seminari Menengah di Kolose
Xaverius Muntilan.Oleh sebab itu selama tiga tahun lamanya Soegija mendalami
pelajaran bahasa Yunani, Latin, dan Perancis. Selain itu Soegija juga harus
mendalami hal-hal yang berhubungan dengan kesusastraan dan filsafat untuk
mempersiapkan diri memasuki jenjang pendidikan selanjutnya untuk menjadi seorang
2
imam. Hasil belajar Soegija tersebut pada nantinya membuat Soegija memiliki
keahlian dalam bidang menulis, salah satunya adalah ketika Soegija menjadi redaktur
di Majalah Swaratama.
Setelah menempuh pendidikan di Seminari Menengah Kolose Xaverius,
Muntilan selama tiga tahun, pada tahun 1919 bertepatan dengan berakhirnya Perang
Dunia I, Soegija berangkat ke Negeri Belanda untuk mempersiapkan dirinya sebagai
imam. Untuk persiapan ke arah itu Soegija harus menjalani sejumlah tahapan
pembinaan rohani dan pendidikan formal3. Adapun hal-hal yang harus dijalani oleh
Soegija sesaat setiba di Belanda adalah menambah pengetahuan dan penguasaan
terhadap bahasa-bahasa asing, terutama bahasa Yunani dan bahasa Latin. Di Belanda
Soegija belajar di sebuah asrama milik Ordo Salib Suci di Kota Uden, yang terletak
di Belanda bagian Utara.
Setelah satu tahun menjalani persiapan di Belanda untuk menjadi seorang
imam maka pada tanggal 27 September 1920, Soegija menjalani masa novisiat
selama dua tahun di Novisiat Serikat Yesus, Mariendaal, Grave, yang letaknya tidak
jauh dari Kota Uden.Pada masa novisiat selama dua tahun Soegija dibekali dengan
pengenalan terhadap semangat-semangat (visi-misi) dari Serikat Yesus. Selain itu
selama masa novisiat, Soegija juga digembleng kerohaniannya dengan mengolah
pengalaman untuk merasakan bagaimana mengandalkan kasih Tuhan dan merespon
kasih tersebut dengan penuh kesungguhan, penyerahan diri dan kerendahan hati.
3
Seusai menjalani masa novisiat selama dua tahun, Soegija mengucapkan kaul
prasetyanya di dalam Serikat Yesus untuk hidup miskin murni dan taat sesuai dengan
nasihat injil. Sesudah itu Soegija menjalani masa yang disebut masa yuniorat untuk
kembali menekuni dan mengembangkan wawasan humaniora sebelum kemudian
memasuki jenjang studi formal di bidang filsafat4. Soegija belajar dan mendalami
filsafat terlebih dahulu di Mariendaal, Belanda.
Tahun 1923-1926 Soegija melanjutkan studi filsafatnya di Kolose Berchman,
di Kota Oudenbosch, Belanda.Kolose Berchman merupakan salah satu kolose milik
Serikat Yesus. Di sana Soegija belajar filsafat dengan mendalami kerangkan
pemikiran dari St. Thomas Aquinas, sesuai dengan titah dari Paus Leo IXII. Dalam
suratnya Aeterni Patris ditulis pada bulan Agustus 1879, Paus Leo IXII
menganjurkan pengajaran filsafat di Seminari perlu kembali mempelajari filsafat
thomistik5.
Setelah selesai menjalani masa pendidikannya di Negeri Belanda, maka pada
bulan September 1926 Soegija kembali ke Yogyakarta dan menjadi guru di tempat
dirinya dulu menimba ilmu yaitu di Kolose Xaverius, Muntilan, selama dua tahun.
Sayangnya, beberapa bulan sebelum kepulangan Soegija ke Yogyakarta, sang guru
yaitu Frans Van Lith, SJ meninggal dunia. Oleh karena itu Soegija beserta beberapa
4
Ibid., hlm,.13.
5
murid yang dahulu berada di bawah pengajaran Van Lith menulis sebuah obitari guna
mengenang jasa-jasa Van Lith. Hal tersebut dilakukan Soegija beserta
kawan-kawannya untuk tetap bisa meneruskan kembali semangar dari ajaran Van Lith.
Pelajaran dan praktik hidup dari Van Lith yang berusaha diteruskan oleh Soegija
adalah menanamkan kekristenan, patriotisme dan nasionalisme dalam diri
orang-orang muda Jawa yang dilayaninya. Selain menjadi guru di alamamaternya, Soegija
juga menjadi editor di majalah Swaratama, yang merupakan majalah menggunakan
bahasa Jawa.Majalah ini merupakan majalah yang dikelola oleh para alumni Kolose
Xaverius, yang di dalamnya tertulis berbagai macam artikel dengan berbagai tema
seperti permasalahan sosial, budaya dan agama.Soegija pernah menulis kursus
singkat marxisme dalam bahasa Jawa6.
Baru dua tahun kembali ke almamaternya, pada tahun 1928 Soegija harus
kembali ke Negeri Belanda untuk menjalani tugas studi teologi. Soegija harus
menjalani studi teologi selama empat tahun lamanya. Satu tahun sebelum studi
teologinya selesai, tepatnya pada 15 Agustus 1931 Soegija ditahbiskan sebagai imam.
Semenjak menerima tahbisan, Soegija menambahkan sebuah kata yang lain sehingga
namanya menjadi Albertus. Soegijapranata atau biasa disebut A, Soegijapranata. Hal
tersebut dapat dilacak melalui tulisan-tulisannya di majalah St. Claverbond, Berichten
uit Java. Sebelum ditahbiskan imam, karangan-karangan Rm. Soegija ditandai
dengan nama A. Soegija, SJ, atau dengan inisial AS, setelah menjadi imam,
6
karangan-karangannya di majalah St. Claverbond ditandai dengan nama A.
Soegijapranata, SJ7.
Perubahan nama dari Soegija menjadi Albertus. Soegijapranata, tidak
dilakukan Soegija tanpa alasan. Nama Pranata ditambahkan Soegija di belakang
namanya memiliki makna yang dipercayai oleh Soegija sendiri. Pranata dalam bahasa
Jawa sendiri mengandung arti menyembah, mengabdi, tatanan atau aturan.
Sedangkan nama Soegija yang diberikan oleh orangtuanya bermakna orang yang
kaya, dengan pendidikan bahasa, sopan santun dan budi pekerti. Sementara inisial A,
yang ditambahkan di depan namanya merupakan inisial nama yang diambil dari
Santo Albertus Magnus yang dipilih Soegija sebagai Santo pelindungnya. Santo
Albertus Magnus merupakan tokoh pemikir abad IXI. Selain dipilih sebagai
pelindungnya, Soegija memilih Santo Albertus karena Soegija ingin menjadikan
teladan hidup Santo Albertus sebagai teladan hidupnya. Yang mana Santo Albertus
merupakan sosok yang gemar menimba ilmu. Seperti kebanyakan orang Jawa pada
umumnya yang percaya akan doa di balik setiap nama yang disandang seseorang,
demikian pula Soegija. Perubahan namanya dijadikan acuan bagi dirinya untuk
membantu mengarahkan hidupnya di masa-masa yang akan datang.
Setelah ditahbiskan sebagai seorang imam, baru pada akhir tahun 1933
Soegija kembali ke Indonesia. Sekembalinya di Indonesia, Soegija ditugaskan untuk
menjadi imam di Gereja Katolik Kidul Loji, Yogyakarta bersama Van Driesche.
7
Setahun melayani di Gereja Kidul Loji, Soegija dipindahtugaskan ke Gereja Bintaran,
Yogyakarta yang merupakan Gereja khusus bagi kaum pribumi. Baru pada tahun
1940 Soegija diangkat menjadi Vikaris Apostolik Semarang atau setara
kedudukannya dengan uskup. Penunjukkan Soegija sebagai seorang uskup tak pelak
atas permintaan dari Williens yang merupakan Vikaris Apostolik Batavia yang
mengirimkan sebuah telegram kepada Paus Pius IXII yang meminta agar dibentuk
sebuah Vikaris Apostolik Semarang dengan pemimpin yang terpisah dengan Vikaris
Apostolik di Batavia karena melihat kondisi dunia yang tengah menghadapi Perang
Dunia II (PD II). Pertimbangannya adalah bahwa perlu adanya seorang uskup
pribumi untuk memimpin para umat. Selain itu Williens juga meminta agar Vikaris
Apostolik Semarang dipilih dari Serikat Yesus karena wilayah tersebut adalah
wilayah karya misi dari Serikat Yesus. Telegram dari Williens disambut positif oleh
pihak Vatikan dengan dikirimkannya telegram balasan yang mempersilahkan
Williens untuk mengangkat Vikaris Apostolik yang baru tanpa menunggu surat
perintah dari Vatikan. Tepatnya pada 1 Agustus 1940, Mgr. Albertus Soegijapranata,
SJ diangkat untuk menjadi Vikaris Apostolik Semarang. Yang secara resmi menjadi
pemimpin Gereja Katolik yang meliputi Karesidenan di Jawa Tengah, seperti
Semarang, Jepara dan Rembang, serta Karesidenan Kedu (Magelang dan