• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata dalam diplomasi kemerdekaan Republik Indonesia (1946-1949).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata dalam diplomasi kemerdekaan Republik Indonesia (1946-1949)."

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

i

Penulisan skrispi yang berjudul : “Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ Dalam Diplomasi Kemerdekaan Republik Indonesia (1946-1949)”. Penulisan ini berusaha mengkaji dan menganalisis akan peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ atau lebih dikenal dengan nama Soegija, dalam usaha diplomasi kemerdekaan Indonesia antara tahun 1946-1949. Indonesia pasca memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, tidak langsung mendapatkan kemerdekaan yang utuh (de facto dan de jure). Hal tersebut dikarenakan pihak Belanda yang pernah menjajah Indonesia selama berpuluh-puluh tahun, belum mau mengakui kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia. Selain itu Belanda juga ingin menguasai kembali Indonesia. Oleh karena itu para pemimpin bangsa berusaha dengan keras mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan berbagai cara. Para pemimpin Indonesia juga mengadakn perundingan-perundingan dengan Belanda, maupun negara-negara lain untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan atas kemerdekaan Indonesia. Bukan hanya delegasi pemerintah yang melakukan diplomasi. Ada beberapa tokoh agama yang juga ikut serta dalam melakukan perundingan untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan atas kemerdekaan Indonesia, salah satunya adalah Soegija. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendorong Soegija melakukan diplomasi, usaha apa saja yang dilakukan Soegija dalam diplomasi, serta akibat apa saja yang didapat dari keterlibatan Soegija dalam diplomasi kemerdekaan.

Penelitian ini merupakan penelitian historis, yang menggunakan metode sejarah untuk menelaah kembali peristiwa yang terjadi pada masa lampau, dengan menggunakan data yang berupa fakta historis. Dengan cara pengumpulan data, seleksi data, analisis data, dan penulisan data (historiografi).

Hasil penelitian yang diperoleh adalah adanya faktor dalam dan faktor luar yang mendorong Soegija dalam melakukan usaha diplomasi untuk membantu pemerintah Indonesia mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Soegija mencoba menyampaikan kepada masyarakat internasional akan penderitaan rakyat Indonesia akibat dari aksi-aksi militer yang dilakukan oleh Belanda. Usaha Soegija dalam berdiplomasi berdampak terhadap gelombang dukungan dari masyarakat internasional akan kemerdekaan Indonesia semakin meningkat. Sehingga terlihat jelas peranan Soegija membantu pemerintah Indonesia dalam berdiplomasi.

(2)

ii

Skripsi entitled: "The Role of Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ In Diplomacy Independence of Republic Indonesia (1946-1949) ". Writing is trying to assess and analyze the role of Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ or better known as Soegija, the diplomatic efforts of Indonesian independence between the years 1946-1949. Indonesian post-proclaimed its independence on August 17, 1945, Indonesia was not immediately get complete independence (de facto and de jure). That is because the Dutch were never colonized Indonesia for decades, have not been willing to recognize the sovereignty and independence of Indonesia. Besides the Netherlands also wanted to regain control of Indonesia. Therefore, the nation's leaders tried hard to maintain the independence of Indonesia in various ways. Indonesian leaders also try to have a negotiations with the Netherlands, and other countries to gain recognition and support for the independence of Indonesia. Not only the government delegation diplomacy. There are some religious leaders who also participated in the negotiations to gain recognition and support for the independence of Indonesia, one of them is Soegija. Soegija a Catholic leaders in Indonesia. This study aims to determine what factors are pushing Soegija diplomacy, whatever efforts are made Soegija in diplomacy, as well as any result obtained from Soegija involvement in diplomacy independence.

This study is a historical research, which uses historical method to review the events that happened in the past, using the data in the form of historical facts. By way of data collection, data selection, data analysis, and writing of data (historiography).

The results obtained are the factors and external factors that encourage Soegija in conducting diplomatic efforts to help the Indonesian government to maintain the independence of Indonesia. Soegija tried to convey to the international community of the plight of the people of Indonesia as a result of military actions undertaken by the Dutch. Soegija in diplomacy efforts have an impact on the wave of support from the international community will further increase the independence of Indonesia. So obvious role Soegija assist the Indonesian government in diplomacy.

(3)

i

Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata Dalam Diplomasi

Kemerdekaan Republik Indonesia

(1946-1949)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Syarat Kelulusan

Pada Program Studi Sejarah

Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Disusun oleh : Magdalena Dian Pratiwi

NIM :104314009

PROGRAM STUDI SEJARAH FAKULTAS SASTRA

(4)
(5)
(6)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta 9 Maret 2015

Penyusun

(7)

v

Lembar Pernyataan Persetujuan

Publikasi Karya Ilmiah Untuk Kepentingan Akademis

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Magdalena Dian Pratiwi

Nomor Mahasiswa : 104314009

Demi pengembangan ilmu pengetahuan memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul “Peranan Mgr. Albertus

Soegijapranata, SJ Dalam Diplomasi Kemerdekaan Republik Indonesia

(1946-1949)”. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, dan mengalihkan dalam bentuk media lain untuk

kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan

royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal, 9 Maret 2015

Yang menyatakan

(8)

vi

MOTO

“Orang yang dalam mewartakan Kitab Suci tidak tahu bagaimana secara bijak

membahas masalah –masalah kemasyarakatan berarti tidak tahu bagaimana mewartakan Kitab Suci” (Henry Ward bacher)

“Apa artinya terlahir sebagai bangsa yang merdeka jika gagal untuk mendidik diri

sendiri?" (Soegija)

Learning without thinking is useless, but thinking without learning is very

(9)

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

Tuhan Yesus yang selalu memberikan kemampuan untuk saya terutama dalam

menyelesaikan studi di bangku kuliah selama 5 tahun ini.

Kedua orangtua saya, Soetjipta, BA dan Hanna Wasinah, yang selama ini telah

berjuang dan memberikan semua yang terbaik untuk saya

Kakak saya, Nusantara Nugraha Putra

Adik-adik saya, Patristika Megatiara, Elisabeth Anggun Kurnia dan Ekin

Njotoatmodjo yang selalu menemani saya dengan canda tawa mereka.

Serta untuk sahabat-sahabat saya Lidwina Fitriana Setyaningsih, Epifani Wahyaning

Pudyastuti dan Petrus Kingkin Prahara, yang selalu menjadi sahabat terbaik saya

dalam suka dan duka.

(10)

viii

ABSTRAK

Penulisan skrispi yang berjudul : “Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ

Dalam Diplomasi Kemerdekaan Republik Indonesia (1946-1949)”. Penulisan ini berusaha mengkaji dan menganalisis akan peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ atau lebih dikenal dengan nama Soegija, dalam usaha diplomasi kemerdekaan Indonesia antara tahun 1946-1949. Indonesia pasca memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, tidak langsung mendapatkan kemerdekaan yang utuh (de facto dan de jure). Hal tersebut dikarenakan pihak Belanda yang pernah menjajah Indonesia selama berpuluh-puluh tahun, belum mau mengakui kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia. Selain itu Belanda juga ingin menguasai kembali Indonesia. Oleh karena itu para pemimpin bangsa berusaha dengan keras mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan berbagai cara. Para pemimpin Indonesia juga mengadakn perundingan-perundingan dengan Belanda, maupun negara-negara lain untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan atas kemerdekaan Indonesia. Bukan hanya delegasi pemerintah yang melakukan diplomasi. Ada beberapa tokoh agama yang juga ikut serta dalam melakukan perundingan untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan atas kemerdekaan Indonesia, salah satunya adalah Soegija. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendorong Soegija melakukan diplomasi, usaha apa saja yang dilakukan Soegija dalam diplomasi, serta akibat apa saja yang didapat dari keterlibatan Soegija dalam diplomasi kemerdekaan.

Penelitian ini merupakan penelitian historis, yang menggunakan metode sejarah untuk menelaah kembali peristiwa yang terjadi pada masa lampau, dengan menggunakan data yang berupa fakta historis. Dengan cara pengumpulan data, seleksi data, analisis data, dan penulisan data (historiografi).

Hasil penelitian yang diperoleh adalah adanya faktor dalam dan faktor luar yang mendorong Soegija dalam melakukan usaha diplomasi untuk membantu pemerintah Indonesia mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Soegija mencoba menyampaikan kepada masyarakat internasional akan penderitaan rakyat Indonesia akibat dari aksi-aksi militer yang dilakukan oleh Belanda. Usaha Soegija dalam berdiplomasi berdampak terhadap gelombang dukungan dari masyarakat internasional akan kemerdekaan Indonesia semakin meningkat. Sehingga terlihat jelas peranan Soegija membantu pemerintah Indonesia dalam berdiplomasi.

(11)

ix

ABSTRACT

Skripsi entitled: "The Role of Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ In Diplomacy Independence of Republic Indonesia (1946-1949) ". Writing is trying to assess and analyze the role of Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ or better known as Soegija, the diplomatic efforts of Indonesian independence between the years 1946-1949. Indonesian post-proclaimed its independence on August 17, 1945, Indonesia was not immediately get complete independence (de facto and de jure). That is because the Dutch were never colonized Indonesia for decades, have not been willing to recognize the sovereignty and independence of Indonesia. Besides the Netherlands also wanted to regain control of Indonesia. Therefore, the nation's leaders tried hard to maintain the independence of Indonesia in various ways. Indonesian leaders also try to have a negotiations with the Netherlands, and other countries to gain recognition and support for the independence of Indonesia. Not only the government delegation diplomacy. There are some religious leaders who also participated in the negotiations to gain recognition and support for the independence of Indonesia, one of them is Soegija. Soegija a Catholic leaders in Indonesia. This study aims to determine what factors are pushing Soegija diplomacy, whatever efforts are made Soegija in diplomacy, as well as any result obtained from Soegija involvement in diplomacy independence.

This study is a historical research, which uses historical method to review the events that happened in the past, using the data in the form of historical facts. By way of data collection, data selection, data analysis, and writing of data (historiography).

The results obtained are the factors and external factors that encourage Soegija in conducting diplomatic efforts to help the Indonesian government to maintain the independence of Indonesia. Soegija tried to convey to the international community of the plight of the people of Indonesia as a result of military actions undertaken by the Dutch. Soegija in diplomacy efforts have an impact on the wave of support from the international community will further increase the independence of Indonesia. So obvious role Soegija assist the Indonesian government in diplomacy.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya ingin mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha

Esa atas segala kasih dan karunia Nya yang telah diberikan kepada saya, sepanjang

hidup saya.Berkat kasihnya pula maka saya dapat menyelesaikan skripsi ini.Tidak

ada sebuah karya yang lahir dengan sendirinya, tentu ada orang-orang yang berjasa

dibalik setiap karya, demikian dalam penulisan skripsi ini yang lahir karena dukungan

dari banyak pihak. Oleh karena itu dengan ketulusan saya ingin mengucapkan

terimakasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :

• Bapak Dr. F. X. Siswadi, M. A. selaku Dekan Fakultas Sastra, Universitas

Sanata Dharma, beserta para staf yang telah memberikan kesempatan serta ijin

untuk menyelesaikan skripsi ini.

• Dosen pembimbing saya, Rm. Gregorius, Budi Subanar, SJ., yang senantiasa

meluangkan waktu untuk memberikan kritik dan sarannya guna kelancaran

penulisan skripsi ini. Serta memberikan saya data-data primer yang sangat

berguna untuk penelitian ini.

• Dosen-dosen di jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sanata Dharma : Bapak Drs.

Silverio R. L. Aji Sampurno, M. Hum. selaku dosen pendamping akademik,

Bapak Hb. Hery Santosa, M. Hum selaku Wakil Kepala Prodi Ilmu Sejarah,

Bapak Drs. Ign. Sandiwan Suharso., Bapak Dr. H. Purwanta, M. A., Bapak

(13)

xi

Susanto, SJ., serta Ibu Dr. Lucia Juningsih selaku Ketua Program Studi

Sejarah..

• Pak F. Tri Haryadi yang selalu membantu dalam mengurus masalah

administrasi para mahasiswa Ilmu Sejarah.

• Seluruh staf Wakil Rektor 3, Rm. Kuntoro Adi, SJ., Rm. Mutiara Andalas,

SJ., Pak Tri dan Ibu Nova, terimakasih telah memberikan kepercayaan kepada

saya sebagai penerima beasiswa penuh 4 tahun.

• Seluruh guru di SMA DOMINIKUS, Wonosari beserta staff administrasi

• Teman-teman Prodi Sejarah angkatan 2010, Yohanes Rangga Ferry

Setiawan, Hernowo Adi Saputra, Gerfasius Tasen, Dyah Indrawati, V.

Stephanie Woro Nariswari, Adelfina Mariana Lotu dan Daniela Hyasinta

Rika, terimakasih telah menjadi sahabat, saudara dan motivator untuk saya

selama 4 tahun ini, dan semoga persahabatan serta persaudaraan kita tidak

berakhir setelah 4 tahun ini.

• Seluruh kakak tingkat / alumnus Ilmu Sejarah, Mas Kresna Duta, Mas Agus

Budi Purwanta, Mas Bondan Pamungkas, Mbak Ismiati, Mbak Silvia Ajeng

Dewanti, Mbak Ifa, Mbak Tatik, Mbak Dyah Palupi, Mas Deaz, Mas Aryo,

Mas Audy, Mbak Wahyu, Mbak Krisna, Kak Gia, Kak Tian, Bene, Mas

Irawan, Didin, Belo, Adul, Mbak Ayunda, Mbak Silvi, Mbak Yuli serta Sr.

(14)

xii

• Teman-teman angkatan 2011 hingga 2013 Ilmu Sejarah, Bitto, Yasmine,

Fauzan, Rico, Desline, Juan, Mas Adit, Garit, Ndoi, Ryan, Pilus, Novi, Elsa,

Lisa, Ayu, Didi, Kevin, Tony, Luis dan teman-teman yang belum saya

sebutkan.

• Teman-teman KKN REGULER XLVI, Samuel, Vira, Disti, Bono, Inggrid,

Jeje, Reza dan Reri

• Ibu Tari dan Mas Eren yang telah menjadi bagian dari keluarga saya

• Teman-teman kerja di Sekretariat PKKN : Vivien, Mas Wahyu, Mbak Anggi,

Anes, Bogi, Kak Five, Anna, Steve, Asti, Tyas, Andre, Hani, Wulan, Nia,

Widia, Andrew, Dimas, Antok, Mayang, Milia, Qori dan Rocky, terimakasih

sudah menjadi bagian dalam hidup saya.

• Rekan-rekan kerja saya di SMP GLORIA 2, Surabaya. Terimakasih atas

segala doa, dukungan dan pengertiannya dalam proses pengerjaan skripsi ini.

Sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat selesai dengan baik.

• Murid-murid saya di SMP GLORIA 2, Surabaya. Terimakasih untuk doa dan

dukungannya selama ini.

• Para pengurus KKN di PKKN USD Bapak Punto, Bapak Chosa, Bapak

(15)

xiii

• Teman-teman penerima Beasiswa Penuh Dirjen Dikti angkatan 2010 dan

2011, Meika, Joko, Dovi, Rakeh, Astri, Evi, Ratri, Sri, Miko, Tutik dan

lainnya.

• Kepada seluruh keluarga besar dari kedua orangtua saya, baik yang berada di

Surabaya, Semarang, Solo, Wonosari dan Jakarta.

• Teman-teman yang ada di Surabaya, Mila, Ika, Hastono, Tuwek, Aldo,

Rangga, Anita, Rien, Mas Johan, Alvonsa Melisa, Sinta, Aurelia, Imanuel,

Stevy Nanlohy, Nora Nababan, Stephanus, eric Carlos, Maya, Agnes dan

Alm. Chepy, terimakasih tetap menajadi sahabat bagi saya.

• Teman-teman alumnus SMA DOMINIKUS, Wonosari, Sita, Titis, VIka,

Nining, Evi, April, Advend, Argo, Igna, Dwi, Anung, Dody (Ucok), Wahyu,

Dezvi, Rima, Eka, Panji, Alm. Kodrat, Ndaru, Norma, Farida, Novi, Siwir,

Pandu, Bayu, Timor, Anto, Koko serta teman-teman lainnya yang belum

disebutkan

• Keluarga besar REMASA GMS Surabaya, Melisa, Ce Ezra, Ko Jefry, Ko

Luis, Ko Lukas, Pdm. Philip Mantofa, Bre., Ce Lydia, Ce Chrisrin, Ko Redo

dan semua keluarga besar GMS Surabaya.

• Keluarga Besar GBI Wonosari, Bapak Pdt. Suryadi beserta keluarga dan

teman-teman YOUTH GBI Wonosari, terimakasih karena telah mendukung

(16)

xiv

• Segenap staff kerja Perpustakaaan Universitas Sanara Dharma, Yogyakarta.

• Serta para pihak yang belum saya sebutkan satu persatu, yang telah berjasa

dalam kehidupan saya selama ini.

Karya ini belum sempurna dan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu saya

menerima kritik dan saran agar membuat karya penulisan berikutnya menjadi jauh

lebih baik.Akhir kata dengan segala kerendahan hati saya persembahkan skripsi

(17)

xv

BAB II. ALASAN MGR. ALBERTUS SOEGIJAPRANATA, SJ MELAKUKAN USAHA DIPLOMASI PASCA KEMERDEKAAN RI A. Sejarah Singkat Kehidupan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ ... 24

B. Situasi Indonesia Pada Masa Penjajahan Jepang ... 33

C. Situasi Indonesia Pasca Proklamasi Kemerdekaan ... 36

D. Orang-orang Yang Mempengaruhi Pemikiran Mgr. Albertus Soegijapranata ... 40

E. Pandangan Kebangsaan Mgr. Albertus Soegijapranata ... 43

BAB III. USAHA-USAHA MGR. ALBERTUS SOEGIJAPRANATA, SJ DALAM MELAKUKAN DIPLOMASI (1946=1949) A. Keterlibatan dan Usaha-usaha Diplomasi Soegija Dalam Peristiwa-Peristiwa di Indonesia Pasca Proklamasi Kemerdekaan(1946-1947) .. .50

(18)

xvi

BAB IV. DAMPAK-DAMPAK YANG DITIMBULKAN DARI KETERLIBATAN MGR. ALBERTUS SOEGIJAPRANATA, SJ DALAM USAHA DIPLOMASI

A. Dampak Bagi Gereja dan Umat Katolik di Indonesia ... 64

B. Dampak Bagi Bangsa Indonesia ... 70

C. Tanggapan Berbagai Pihak Terhadap Keterlibatan Mgr. Albertus Soegijapranata dalam Diplomasi Kemerdekaan Indonesia ... 73

BAB V. KESIMPULAN ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 87

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ atau lebih sering dipanggil Soegija1,

merupakan putera pribumi Indonesia pertama yang diangkat menjadi vikaris apostolik

dengan gelar uskup danaba2, oleh pimpinan tertinggi umat katolik sedunia yaitu Paus

Pius XI. Pengangkatan Soegija sebagai Vikaris apostolik terjadi pada tahun 1940.

Soegija diangkat sebagai vikaris apostolik di Vikariat Apostolik Semarang. Vikariat

Apostolik kemudian pada tahun 1960-1961 berubah menjadi Keuskupan Agung

Semarang. Vikariat Apostolik Semarang merupakan pecahan dari Vikariat Apostolik

Batavia3.

Selain dikenal sebagai seorang pemuka agama Katolik, Soegija juga dikenal

sebagai seseorang yang memiliki rasa nasionalisme yang tinggi terhadap bangsa dan

1Pada penulisan selanjutnya akan menggunakan kata Soegija.

2

Uskup adalah pimpinan Gereja setempat yang bernama Keuskupan dan merupakan bagian dari hirerarki Gereja Katolik Roma setelah Sri Paus (Uskup AgungRoma) dan Kardinal. Dalam kedudukannya ini, Uskup sering disebut sebagai pengganti dari para rasul Kristus. Setiap Uskup, dengan sendirinya menjadi bagian dari jajaran para Uskup sedunia (Collegium Episcopale) di bawah pimpinan Sri Paus dan bertanggungjawab atas seluruh Gereja Katolik (Paroki-paroki) yang berada di dalam wilayah Keuskupannya.

3

(20)

2

negaranya. Hal tersebut dapat dilihat dari semboyan Soegija yang berbunyi “100 %

(21)

Indonesia. Semboyan tersebut merupakan cerminan diri dari seorang Soegija. Saat

menjadi uskup Soegija mengajak umat Katolik Indonesia untuk mengintegrasikan

sekaligus antara kekatolikan dan nasionalisme1.

Rasa nasionalisme yang dimiliki oleh Soegija tidak muncul begitu saja.

Soegija merupakan salah satu lulusan dari Kolose Xaverius, yang didirikan oleh

Franz van Lith, SJ di Muntilan, Magelang, Jawa Tengah. Soegija muda juga dididik

secara langsung oleh Franz van Lith, SJ atau yang lebih akrab dipanggil sebagai Van

Lith. Hal tersebut membuat pemikiran Soegija banyak diinspirasi oleh Van Lith.

Salah satunya adalah rasa nasionalisme yang tinggi kepada bangsa dan negara.

Walaupun bukan orang asli pribumi, namun Van Lith memiliki rasa kepedulian yang

tinggi terhadap nasib bangsa Indonesia. Rasa kepedulian itu tumbuh akibat dari reaksi

atas perlakuan pemerintah kolonial Belanda yang menjadikan masyarakat pribumi

sebagai kelas bawah. Dari sanalah muncul rasa pembelaan terhadap nasib masyarakat

pribumi dalam diri Van Lith.

Dalam pembelaan terhadap masyarakat pribumi yang tertindas Van Lith tidak

hanya berteori belaka ataupun hanya sebatas omong kosong. Van Lith menunjukkan

tindakan nyata dalam membela masyarakat pribumi yang tertindas, selain itu juga

memberikan bantuan yang dapat meningkatkan derajad masyarakat pribumi sebagai

seorang manusia.Misalnya, Van Lith mencarikan pekerjaan untuk murid-muridnya

yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, Van Lith

1

(22)

juga membela secara langsung orang-orang pribumi yang sedang berperkara dengan

pihak pemerintah, serta memberikan pengertian mengenai hak-hak yang dimiliki oleh

masyarakat pribumi2.

Salah satu contoh pembelaan yang dilakukan oleh Van Lith adalah secara

langsung menemui pegawai pemerintah yang berhubungan dengan orang yang

dibelanya. Selain itu Van Lith juga memberikan pengertian mengenai hak-hak kaum

pribumi ketika mengadakan kunjungan ke wilayah-wilayah pedesaan. Pembelaan

yang dilakukan oleh Van Lith terhadap kaum pribumi yang lemah tidak hanya

dilakukan dengan memberi nasehat dan pertimbangan, atau dengan bantuan karitatif

saja, tetapi pembelaan yang ia lakukan adalah menyadarkan kaum pribumi akan

hak-hak mereka serta pembelaan nyata dengan berani berhadapan dengan Instansi yang

berwenang. Contoh lainnya adalah saat Van Lith menjadi anggota

Heerzeningcommitte3. Van Lith pernah menuliskan peringatan kepada golongan

Kristen Belanda dengan mengungkapkan kekecewaannya terhadap perilaku orang

Belada yang sering mengintimidasi orang-orang pribumi. Van Lith menyerukan agar

orang-orang golongan Kristen Belanda menghargai hak-hak orang Pribumi seperti

mereka menghargai hak-hak orang Belanda dan Indo Eropa. Van Lith juga meminta,

2

Ibid., hal.13

3

(23)

agar orang Belanda, orang-orang Indo Eropa, dan orang-orang Jawa hidup sebagai

saudara.

Rasa nasionalisme dan contoh-contoh konkrit dalam membela masyarakat

yang tertindas itulah yang diharapkan oleh Van Lith dapat ditularkan kepada

murid-muridnya. Rasa nasionalisme dan rasa solidaritas terhadap kaum tertindas yang

dimiliki oleh Van Lith, yang dikemudian hari menjadi inspirasi bagi Soegija untuk

melanjutkan semangat nasionalisme sang guru, yaitu dengan memilih jalan hidupnya

sebagai seorang imam. Dengan menjadi seorang imam Soegija berharap bisa

mengabdi sepenuhnya bagi bangsa dan negara. Soegija mengatakan pilihan untuk

menjadi imam bukan hanya dilatarbelakangi oleh faktor relijius semata, namun

karena adanya dorongan dari rasa nasionalisme. Oleh karena itu Soegija pun ingin

mengabdikan hidupnya bukan hanya kepada Gereja namun juga kepada bangsa dan

negaranya.

Rasa nasionalisme inilah yang pada akhirnya membuat Soegija ikut terjun

dalam memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Indonesia pada masa pergerakan

nasional. Bahkan hingga pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia Soegija berperan

dalam menggalang dukungan dan pengakuan dunia internasional atas kemerdekaan

dan kedaulatan Indonesia sebagai bangsa dan negara. Dengan cara diplomasi serta

kedudukannya sebagai seorang uskup, Soegija berusaha mendapatkan dukungan dan

pengakuan kemerdekaan Indonesia dari negara-negara lain.

Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata.SJ Dalam Usaha Diplomasi Indonesia

(24)

dari penelitian ini. Fokus penelitian ini adalah mengenai perjuangan Soegija yang notabene merupakan seorang pemimpin agama Katolik yang terjun dalam kancah

diplomasi yang dilakukan pemerintah RI masa itu untuk mendapatkan dukungan dan

pengakuan dari bangsa–bangsa lain terhadap kemerdekaan Indonesia. Alasan

terjunnya Soegija dalam perjuangan diplomasi Indonesia, karena pasca Indonesia

memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Belanda masih belum

merelakan negara jajahannya yang memiliki kekayaan alam yang melimpah tersebut

untuk merdeka.

Hal itulah yang pada akhirnya membuat Belanda melakukan penyerangan

terhadap Indonesia khususnya di daerah Jawa dan Sumatera (Agresi Militer Belanda

I, 15 Juli 1947), dan dilanjutkan kembali dengan menyerang Yogyakarta, pada Juli

1947 dan Desember 1949 merupakan ibu kota Indonesia (Agresi Belanda II, 19

Desember 1948)4.

Salah satu bentuk konkrit semangat pengabdian kepada bangsa dan negara

yang dimiliki oleh Soegija, terlihat ketika Soegija memindahkan pusat pemerintahan

keuskupannya dari Semarang ke Bintaran, Yogyakarta. Karena pada saat itu ibu kota

RI berpindah dari Jakarta ke Yogyakarta, yang disebabkan oleh serangan pasukan

Belanda ke Indonesia khususnya Jakarta yang merupakan ibukota dan pusat

pemerintahan RI. Situasi Jakarta yang tidak aman tersebut yang kemudian membuat

4

(25)

pemerintah Indonesia memutuskan untuk memindahkan ibu kota Indonesia ke

Yogyakarta pada tanggal 6 Januari 1946.

Dalam menghadapi serangan Belanda ke Indonesia, pemerintah RI melakukan

usaha diplomasi untuk mengusir kekuatan pasukan Belanda dari Indonesia. Baik

dengan cara perang seperti yang dilakukan Jenderal Soedirman, maupun dengan cara

berdiplomasi dengan negara-negara internasional seperti yang dilakukan oleh

pemerintah. Usaha diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia tersebut

bertujuan untuk mendapatkan dukungan dari negara-negara lain untuk mengusir

kekuatan tentara Belanda dari Indonesia, serta agar Indonesia mendapatkan

pengakuan kedaulatan sebagai bangsa dan negara yang merdeka.

Peranan Soegija dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia juga mendapatkan

pengakuan dari pemerintah Indonesia saat itu. Soegija memiliki hubungan yang baik

dengan para pemimpin bangsa ini, misalkan saja dengan Presiden pertama RI, Ir.

Soekarno atau juga dengan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Salah satu contoh

kedekatan Soegija dengan pemerintah Indonesia adalah saat menemani Presiden

Soekarno untuk bertemu dengan Nuntius5 Vatikan untuk Indonesia yang bernama de

Jounge d’ardoya, yang pada saat itu melakukan tugas untuk mengakui kemerdekaan

RI. Adapun yang melatarbelakangi penelitian mengenai Perananan Mgr. Albertus

Soegijapranata, SJ Dalam Diplomasi Kemerdekaan RI (1946-1949) ialah

dimaksudkan untuk mengungkapkan sisi lain dari Soegija, yang tidak hanya berperan

5

(26)

sebagai seorang pemuka agama Katolik, tetapi juga berperan penting terhadap

diplomasi kemerdekaan Indonesia. Selain itu penelitian ini juga bermaksud

menunjukkan kekhususan Soegija dalam berdiplomasi, dengan melihat usaha

diplomasi yang dilakukan oleh Soegija dalam membantu pemerintah Indonesia

mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sehingga pada nantinya penelitian ini

diharapkan dapat menambah penulisan mengenai sejarah nasional Indonesia,

terutama sejarah kemerdekaan Indonesia.

Penulisan ini juga ingin meninjau lebih dalam peranan dari Soegija dalam

perjuangan kemerdekaan Indonesia, terutama peranan Soegija dalam berdiplomasi

dengan berbagai pihak guna menggalang dukungan bagi kemerdekaan Indonesia.

Penelitian ini bukan hanya sekedar menarasikan ataupun memaparkan data-data yang

ada mengenai ketelibatan Soegija dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia

khususnya dalam bidang diplomasi. Penelitian ini juga ingin memberikan pandangan

lain mengenai sosok dari Soegija dan bagaimana usaha Soegija dalam melakukan

diplomasi.

A. Identifikasi Masalah

Dalam konteks permasalahan sebuah penelitian, terlebih dahulu yang harus

dilakukan sebelum memulai penelitian adalah menentukan tema besar yang akan

difokuskan dalam penelitian. Baru setelah menentukan tema besar dari penelitian

langkah yang harus dilakukan berikutnya adalah mengkerucutkan tema atau memilih

(27)

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian, sehingga mempermudah untuk

mencari sumber atau data yang sesuai dengan tema penelitian. Semuanya itu

bertujuan untuk memfokuskan penelitian tersebut, agar pembahasan dalam sebuah

penelitian tidak melenceng dari permasalahan-permasalahan yang telah ditentukan di

awal.

Berpegang dari paparan di atas, penelitian kali ini mengangkat mengenai Mgr.

Albertus Soegijapranata, SJ (Soegija) sebagai subjek penelitian. Dengan spesifikasi

topik mengenai “Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ Dalam Diplomasi

Kemerdekaan RI (1946-1949)”.

Sebagai seorang uskup, Soegija tidak hanya berperan dalam memimpin

umatnya untuk menjadi seorang Katolik sejati, namun Soegija juga merupakan sosok

agamawan sekaligus negarawan. Karena sebagai seorang tokoh agama, Soegija juga

berperan dalam proses kemerdekaan Indonesia, terutama seusai Indonesia

memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Dari paparan di atas, permasalahan yang akan difokuskan dalam penelitian ini

adalah

1. Mengenai latar belakang Mgr. Albertus Soegijapranata. SJ dalam melakukan

diplomasi dengan dunia Internasional. Bagian ini akan Menjelaskan mengenai

situasi Indonesia setelah memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Kemudian akan diperkuat dengan pandangan kebangsaan menurut Soegija. Serta

pemikiran-pemikiran dari beberapa tokoh yang mempengaruhi pemikiran

(28)

2. Usaha-usaha, serta proses yang dilakukan oleh Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ

dalam melakukan diplomasi dengan dunia Internasional, guna meminta

dukungan dari negara-negara internasional, seperti Vatikan dan pihak-pihak

lainnya. Bukan hanya melalui diplomasi secara resmi, seperti melalui surat-surat

kepada para pemimpin negara seperti yang dilakukan kepada Paus di Vatikan,

namun juga melalui tulisan-tulisan dari Soegija yang dimuat di beberapa koran

maupun majalah nasional dan internasional. Serta ditambahkan beberapa tokoh

yang ikut berperan dalam diplomasi kemerdekaan Indonesia sebagai bahan

pembanding dengan usaha diplomasi yang dilakukan oleh Soegija. Ini

merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan Soegija dalam melakukan

diplomasi kemerdekaan RI.

3. Dampak-dampak dari keterlibatan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam

diplomasinya dengan dunia internasional, baik dampak bagi bangsa Indonesia,

dampak bagi umat Katolik Indonesia. Ditambahkan juga bagaimanakah

tanggapan pihak-pihak yang terkait dengan keikutsertaan Soegija dalam usaha

perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ini untuk melihat tanggapan pihak lain atas

(29)

B. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini periodisasi yang akan dipilih adalah dari tahun

1946-1949. Periodisasi tersebut ditujukan agar pembahasan mengenai peristiwa yang

berhubungan dengan Soegija sebelum dan sesudah periode tersebut tidak masuk

kedalam fokus dari penelitian ini. Tahun 1946 dipilih sebagai saat di mana Ibukota RI

berpindah dari Jakarta ke Yogyakarta, tepatnya sejak 4 Januari 1946. Tahun 1949

dipilih sebagai masa setelah ditanda tanganinya Perjanjian dari Konferensi Meja

Bundar (KMB) di Jakarta dan di Den Haag, 27 Desember 1949. Sedangkan topik

yang dipilih adalah peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam usaha diplomasi

kemerdekaan RI bertujuan untuk memfokuskan penelitian ini hanya kepada peranan

Soegija dalam bidang diplomasi saja.

C. Rumusan Masalah

Bedasarkan identifikasi masalah yang telah dipaparkan dalam latar belakang

penelitian ini, serta pembatasan permasalahan dalam penelitian kali ini, maka

memunculkan tiga pertanyaan dalam permasalahan yang berkaitan dengan topik

penelitian yang mengangkat mengenai “Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata Dalam

Usaha Diplomasi Kemerdekaan RI (1946-1949)”, Adapun rumusan masalah tersebut

adalah sebagai berikut :

1. Mengapa Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ melakukan diplomasi dengan dunia

(30)

2. Bagaimana usaha yang dilakukan oleh Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam

usaha diplomasi dengan dunia internasional pasca kemerdekaan RI ?

3. Dampak-dampak apa sajakah yang ditimbulkan dari keterlibatan Mgr. Albertus

Soegijapranata, SJ dalam usaha diplomasi dengan dunia internasional pasca

kemerdekaan RI ?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian mengenai Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam

usaha diplomasi kemerdekaan RI (1946-1949) adalah pertama, bertujuan untuk

mengetahui hal-hal yang melatarbelakangi Soegija dalam melakukan usaha diplomasi

kemerdekaan Indonesia. Kedua, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

tindakam-tindakan atau usaha Soegija dalam berdiplomasi, serta kekhasan Soegija dalam

berdiplomasi. Ketiga, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak-dampak apa

sajakah yang ditimbulkan atas keterlibatan Soegija dalam diplomasi kemerdekaan

Indonesia. Baik dampak bagi umat Katolik di Indonesia maupun bagi bangsa

(31)

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian mengenai Peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ

dalam usaha diplomasi kemerdekaan RI (1946-1949) ialah :

Dapat memberikan wacana baru terhadap peranan Soegija di dalam mempertahankan

kemerdekaan Indonesia terutama dalam hal diplomasi pada periode tersebut.

Pertama, memahami latar belakang Soegija dalam melakukan usaha

diplomasi, kedua mengetahui bahwa tindakan diplomasi tidak hanya dapat dilakukan

dengan jalur resmi (melalui pemerintah), tetapi juga dapat dilakukan dengan cara lain

seperti yang dilakukan oleh Soegija, dan yang ketiga adalah mengetahui dampak

apakah yang dihasilkan dari usaha diplomasi yang dilakukan oleh Soegija.

F. Kerangka Teori

Sebuah penulisan sejarah bukan hanya menarasikan sebuah peristiwa yang telah

terjadi pada masa lalu tetapi penulisan sejarah juga wajib menerangkan peristiwa

sejarah tersebut secara lebih mendalam dan terperinci. Hal ini dapat dilakukan setelah menganalisis peristiwa tersebut. Sebelum melanjutkan penulisan ini, \perlu diketahui

apakah yang dimaksud dengan “Diplomasi”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

dikatakan bahwa kata diplomasi memiliki tiga makna. Pertama diplomasi dapat

diartikan sebagai “urusan atau penyelenggaraan perhubungan resmi antara negara

dengan negara”. Kedua diplomasi juga bisa berarti “pengetahuan dan kecakapan

menggunakan perkataan-perkataan antara negara dengan negara”. Yang ketiga adalah

(32)

berhati-hati dalam berunding, menghadapi orang lain dsb6”. Dari makna kata

diplomasi tersebut, dalam penelitian ini maka makna yang sesuai untuk “diplomasi”

dalam permasalahan dari penulisan ini adalah makna yang ketiga yaitu “kecakapan

menggunakan perkataan-perkataan yang samar-samar atau sangat berhati-hati dalam

berunding, menghadapi orang lain dsb”. Jadi, pengertian yang terkait pada pokok

yang ketiga.

Langkah yang sangat penting dalam menganalisis sebuah peristiwa sejarah ialah

dengan menyediakan suatu kerangka pemikiran atau kerangka referensi yang

mencakup pelbagai konsep dan teori yang akan dipakai dalam membuat analisis

tersebut7. Berkaitan dengan hal tersebut, untuk memperjelas arah dan batasan

pembahasan mengenai peranan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam usaha

diplomasi kemerdekaan RI, diperlukan sebuah teori yang cocok untuk menganalisi

topik dari penelitian ini. Adapun teori yang dianggap cocok dengan topik penelitian

ini ialah teori peran.Alasan mengapa teori tersebut yang dianggap cocok untuk topik

penelitian ini, karena penelitian ini memfokuskan kepada peran dari Mgr. Albertus

Soegijapranata, SJ dalam usaha diplomasi pasca kemerdekaan RI.

Kata peran berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang

terutama. Peranan menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh Soejono Soekanto,

sebagai berikut: peranan adalah sesuatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan

6

. Ibid., hal 253

7

(33)

individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Ttitik Peranan meliputi

norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.,

Ttitik Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang

membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan8. Peran dalam konotasi

ilmu sosial berarti menunjuk suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika

menduduki suatu karakterisasi (posisi) dalam struktur sosial9

Dalam melaksanakan peranannya dalam masyarakat seseorang yang berada dalam

kelas tertentu akan menunjukkan perilaku yang berbeda dengan masyarakat pada

umumnya dan memiliki dampak besar bagi kehidupan masyarakat umum, terutama

dalam tahap aksi. Aksi merupakan suatu perilaku yang dibedakan atas sesuatu hal

yang berkaitan apakah hal tersebut pernah dipelajari atau belum, keterarahan pada

tujuan dan juga penampakan dari suatu hal yang dikehendaki. Seseorang yang

memiliki peran dalam masyarakat memiliki kewajiban untuk menjadi contoh

(patokan) bagi masyarakat dalam menjalankan norma-nomrma yang hidup dalam

masyarakat.

Menurut Biddle dan Thomas peran adalah rangkaian rumusan yang membatasi

perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Misalnya

dalam sebuah negara, seorang pemimipin diharapkan dapat memberikan

8

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (1982), Hlm. 238

9

(34)

kesejahteraan bagi rakyatnya, dapat menjadi panutan rakyatnya serta menjadi

pelindung untuk rakyatnya10.

Setelah memaparkan apakah itu peran dan bagaimana teori peran bekerja dalam

membantu memahami bagaimana seorang individu dapat memberikan dampak bagi

orang lain. Diharapkan teori tersebut juga dapat membantu penulisan ini untuk

menelisik lebih dalam bagaimana sosok Soegija menjalankan peranannya sebagi

seorang tokoh agama yang ikut terjun dalam kancah diplomasi kemerdekaan RI.

G. Tinjauan Pustaka

Dalam melakukan penelitian yang mengangkat topik mengenai Peranan Mgr.

Albertus Soegijapranata, SJ dalam usaha diplomasi kemerdekaan RI (1946-1949)

dilakukan terlebih dahulu sebuah riset kepustakaan yang berkaitan dengan Mgr.

Albertus Soegijapranata.Hasil dari riset tersebut didapatkan bahwa cukup banyak

penulisan-penulisan yang mengangkat kisah dari Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ

sebagai objek penelitian.

Adapun penulisan-penulisan mengenai Soegija yang telah ada adalah “Mgr.

Albertus Soegijapranata, S. J Antara Gereja dan Negara” karya Anhar Gongong.

Secara keseluruhan buku ini menuliskan bahwa Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ

bukan hanya merupakan seorang pemimpin agama, namun Mgr. Albertus

Soegijapranata, SJ juga merupakan seorang nasionalis sejati. Soegija mengabdi

10

(35)

kepada bangsa dan negaranya tanpa memandang status sosial, budaya maupun

agama.Dalam buku ini juga dibahas mengenai peranan Soegija pada masa penjajahan

Belanda, Jepang hingga pada masa kemerdekaan RI.

Buku karya Ayu Utami yang menjadikan Soegija sebagai objek penulisannya.

Buku karya Ayu Utami ini berjudul “Soegija 100 % Indonesia”.Dalam buku Soegija

100 % Indonesia, Ayu Utami menuliskan mengenai perjalanan hidup dari Soegija

dari masa remaja hingga akhir hayat Soegija. Dalam buku ini juga dituliskan

mengenai peranan-peranan Soegija dalam Gereja Katolik di Indonesia, serta peranan

dalam kemerdekaan Indonesia.Buku ini sedikit membahas mengenai peranan Soegija

dalam bidang diplomasi nasional maupun internasional, tetapi pembahasan tersebut

tidaklah mendalam.

Ada juga beberapa penulisan karya Rm. Budi Subanar, S.J yang merupakan

salah satu pengajar di Pasca Sarjana Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata

Dharma, Yogyakarta, seperti Biografi Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ yang

berjudul Soegija si Anak Bethlehem van Java, yang diterbitkan pada tahun 2003.

Buku Soegija si Anak Bethlehem van Java lebih kepada biografi dari Mgr. Albertus

Soegijapranata, SJ, namun periode yang dibahas hanya dari masa penjajahan Belanda

hingga masa penjajahan Jepang. Periode pada masa pasca kemerdekaan tidak dibahas

dalam buku ini.

Ada juga buku yang berjudul “Kilasan Kisah Soegijapranta”, buku buah

karya dari Budi Subanar ini terdiri dari banyak topik yang membahas mengenai

(36)

sub bab yang membahas kehidupan Soegija dan pemikiran kebangsaan Soegija. Salah

satu topik yang ada dalam buku tersebut ialah mengenai peran Soegija dalam

menyuarakan keperihatian Indonesia di Dunia Internasional.Namun, porsi dari

pembahasan topik tersebut hanya terdiri dari 15 halaman. Di dalam buku ini penulis

menuliskan beberapa usaha diplomasi yang dilakukan Soegija dengan dunia

Internasional, namun penulis tidak menambahkan dampak konkrit dari keikutsertaan

Soegija dalam usahanya berdiplomasi. Oleh karena itu penelitian ini selain

menuliskan mengenai usaha-usaha diplomasi dari Soegija, juga akan mencantumkan

dampak-dampak yang dihasilkan oleh usaha diplomasi Soegija bagi kemerdekaan

Indonesia, bangsa Indonesia, serta bagi kehidupan umat Katolik di Indonesia.

Buku lain yang dijadikan sebagai tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah

buku dari Budi Subanar, berjudul “Kesaksian Revolusioner Seorang Uskup di Masa

Perang, Catatan Harian Mgr A. Soegijapranata, SJ (13 Februari 1947 - 17 Agustus

1949)”. Buku ini berisikan terjemahan catatan-catatan harian dari Soegija yang

aslinya menggunakan Bahasa Jawa dengan sedikit campuran Bahasa Belanda dan

istilah bahasa Latin, ke Bahasa Indonesia.

Selain karya penulisan, terdapat pula film yang mengangkat kisah kehidupan

Mgr. Albertus Soegijapranata, S.J yang disutradarai oleh Garin Nugroho. Film

tersebut diadopsi dari buku karya Budi Subanar yang berjudul, “Kesaksian

Revolusioner Seorang Uskup Di Masa Perang, Catatan Harian Mgr. Albertus

Soegijapranata, SJ”. Dalam film itu diceritakan berbagai kejadian yang dialami

(37)

Walau banyak karya penulisan yang membahas mengenai sosok Soegija yang

merupakan uskup pribumi pertama, serta perjalanan hidup Soegija tetapi belum ada

karya penulisan yang secara khusus dan spesifik membahas mengenai peranan

Soegija dalam usaha diplomasi kemerdekaan Indonesia.

H. Metode Penelitian

Metode penelitian sejarah lazim juga disebut sebagai metode sejarah. Metode

berarti cara, jalan atau petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis. Metode di sini

dapat dibedakan dari metodologi, sebab metodologi adalah “science of methods”,

yakni ilmu yang membicarakan jalan. Sementara yang dimaksud dengan penelitian,

menurut Soerjono Soekanto adalah kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis

dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Banyak

definisi tentang penelitian tergantung dari mana sudut pandang yang dipilih oleh

setiap masing-masing orang. Penelitian dapat didefinisikan sebagai upaya mencari

jawaban yang benar atas suatu masalah berdasarkan logika dan didukung oleh fakta

empirik. Dapat pula dikatakan bahwa penelitian adalah kegiatan yang dilakukan

secara sistematis melalui proses pengumpulan data, pengolahan data, serta menarik

kesimpulan berdasarkan data menggunakan metode dan teknik tertentu11.

Dari penjelasan diatas maka penelitian ini menggunakan sebuah metode

penelitian untuk menjawab permasalahan-permasalahan dalam topik

11

(38)

penelitian.Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dan termasuk kategori

studi kepustakaan. Dalam pelaksanaan penelitian sumber-sumber yang digunakan

adalah sumber literature, baik berupa buku-buku, catatan, maupun laporan hasil

penelitian yang sudah ada lebih dahulu. Adapun metode penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah

1. Pengumpulan Data dan Seleksi Data

Ada macam-macam cara yang dapat dilakukan dalam pengumpulan data,

tetapi penulis hanya menggunakan satu teknik saja dalam pengumpulan data dalam

penelitian ini.

Teknik pengumpulan data merupakan langkah awal dalam penelitian, karena

tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik

pengumpulan data, peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data

yang ditetapkan.

Dalam menjawab berbagai masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini,

metode pertama yang dilakukan adalah pengumpulan data (sumber). Sumber yang

dikumpulkan dalam penelitian terdiri dari dua bagian yakni sumber primer dan

sumber sekunder. Sumber primer yang berupa tulisan hasil karya Soegijo atau pun

naskah sejaman dengan soegija, naskah yang dipergunakan dalam penulisan ini

adalah Surat-surat Gembala yang ditulis oleh Soegija yang juga dapat digunakan

sebagai sumber teks, serta catatan-catatan harian dari Soegija yang telah

diterjemahkan dengan menggunakan Bahasa Indonesia dengan ejaan yang

(39)

buku-buku yang membahas mengenai kehidupan Soegija, buku-buku-buku-buku yang membahas

peristiwa ataupun situasi Indonesia, khususnya Yogyakarta pada periode 1946-1949

dan buku-buku lain yang dapat membantu dalam penelitian ini. Teknik yang

digunakan dalam penelitian ini adalah studi teks yang juga didukung dengan studi

pustaka. Sehingga data-data yang dipergunakan untuk penelitian mengenai Peranan

Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam usaha diplomasi kemerdekaan Indonesia

dalam periode 1946-1949 adalah berupa sumber tertulis.

Sumber-sumber tertulis yang dipergunakan ialah tulisan-tulisan dari para

peneliti lain yang juga pernah meneliti mengenai kehidupan Soegija. Selain untuk

sebagai sumber penulisan, teks-teks tersebut juga digunakan untuk membandingkan

penelitian-penelitian mengenai Soegija yang telah ada sebelumnya, dengan penelitian

yang akan dilakukan ini.

Selain menggunakan sumber-sumber penulisan dari para peneliti lain,

penelitian ini juga menggunakan koran-koran dan majalah-majalah yang pernah

memuat tulisan mengenai Soegija, maupun koran-koran ataupun majalah-majalah

lama yang pernah memuat tulisan buah karya Soegija sendiri.

Dalam melakukan proses pengumpulan data tersebut, diperlukan pencarian

sumber-sumber tertulis yang sesuai dengan topik penelitian ini. Pencarian sumber

tersebut dalam penelitian ini akan dilakukan di Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma, dan dari pihak terkait yang memiliki sumber arsip dari Soegija dalam hal ini

adalah dari Romo Budi Subanar, SJ selaku dosen pembimbing dalam penulisan

(40)

Budaya, Universitas Sanata Dharma. Sumber-sumber yang dipakai dalam penelitian

ini hanyalah sumber-sumber tertulis yang memuat kehidupan mengenai Soegija,

terutama yang berhubungan mengenai peranan Soegija pada masa perjuangan

kemerdekaan Indonesia. Setelah melakukan proses pengumpulan data, dilanjutkan

dengan seleksi data. Seleksi data dilakukan untuk mempermudah penelitian dalam

mencari data-data yang sesuai dengan topik penelitian, agar data-data yang tidak

sesuai dengan topik penelitian dapat dikesampingkan.

Analisis Data

Data-data yang telah berhasil diperoleh kemudian akan dibandingkan sesuai

dengan konteks zaman di masa itu. Data-data tersebut akan ditelaah dan bandingkan

dengan data-data lainnya yang berkaitan dengan topik dan tema dalam penelitian ini.

Hal ini dilakukan agar menemukan gambaran yang sesuai dalam melihat peranan

Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ dalam usaha diplomasi kemerdekaan RI, khususnya

dalam periode tahun 1946 hingga 1949. Periode tersebut dipilih karena pada tahun

1946 merupakan awal bagi Soegija ikut dalam melakukan usaha diplomasi

kemerdekaan. Karena pada tahun tersebut pusat Keuskupan Semarang dipindahkan

dari Semarang ke Yogyakarta, dengan tujuan agar Soegija dapat lebih dekat dan bisa

secara langsung berkomunikasi dengan para pemimpin negara. Karena pada tahun

1946 tersebut, pusat pemerintahan Indonesia juga dipindahkan dari Jakarta ke

Yogyakarta akibat dari kedatangan Belanda yang membonceng tentara NICA.

(41)

Desember 1949, Belanda resmi mengakui kedaulatan Indonesia dalam perjanjian

KMB. Yang berarti mengakhiri segala upaya dari seluruh pihak yang berjuang dalam

mempertahankan kemerdekaan Indonesia, baik perjuangan fisik maupun perjuangan

diplomasi.

Analisa yang digunakan dalam penelitian ini didasari oleh teori-teori yang

dipinjam dari ilmu-ilmu bantu dalam penyusunan karya sejarah ini. Adapun seperti

yang disebutkan dalam kerangka teori, teori yang dipergunakan dalam penelitian ini

diambil dari salah satu teori dalam ilmu sosiologi, yaitu teori peran.

I. Sistematika Penulisan

Guna mempermudah pemahaman mengenai hasil dari penelitian ini, dalam

menjelaskan permasalahan-permasalahan yang telah dibuat akan dipaparkan dalam

beberapa bagian (bab) yang pembagian isinya :

Bab I berisikan penjelasan tentang latar belakang dari penelitian ini, identifikasi

masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, manfaat penelitian, kajian pustaka,

landasan teori, metode penelitian dan terakhir adalah sistematika penulisan.

Bab II berisi latar belakang mengapa Soegija melakukan diplomasi dengan dunia

internasional. Dengan membahas pandangan kebangsaan Soegija, siapa sajakah tokoh yang memiliki pengaruh terhadap pemikiran dari Soegija. Serta situasi Indonesia pada

tahun 1946 hingga 1949.

Bab III, merupakan bagian penjelasan mengenai keterlibatan dan usaha Soegija

(42)

pengakuan atas kemerdekaan Indonesia, sehingga Indonesia dapat mempertahankan

kemerdekaan. Artinya menempatkan usaha Soegija di dalam konteks diplomasi

Indonesia.

Bab IV menjelaskan dampak-dampak yang muncul dari keterlibatan Soegija atas

usahanya berdiplomasi dengan pihak-pihak terkait guna mempertahankan

kemerdekaan Indonesia. Baik dampak bagi bangsa Indonesia saat itu secara umum

dan umat Katolik Indonesia, beserta tanggapan dari pihak-pihak yang terkait atas

keikutsertaan Soegija dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Bab V merupakan bagian penutup, berisi kesimpulan-kesimpulan yang ditarik

dari paparan penjelasan atas permasalahan-permasalahan yang ada dalam penelitian

(43)

24

BAB II

Alasan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ Melakukan Usaha

Diplomasi Pasca Kemerdekaan RI

A. Sejarah Singkat Kehidupan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ

Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ terlahir dengan nama Soegija. Soegija.lahir

di Surakarta, 25 November 1986. Soegija merupakan anak kelima dari sembilan

bersaudara dari keluarga Karijosoedarmo yang merupakan salah satu abdi dalem

Kraton Surakarta.Ayah Soegija merupakan orang Yogyakarta, sedangkan ibunya asli

dari Surakarta. Soegija terlahir dalam keluarga muslim, kakeknya merupakan seorang

kyai yang cukup terkenal di Yogyakarta, yang bernama Kyai Soepo.

Soegija kemudian pindah dari Surakarta ke Yogyakarta, di Yogyakarta

Soegija dan keluarganya tinggal di Kampung Ngabean. Kampung Ngabean

merupakan sebuah kampung yang letaknya berada di sebelah barat Kraton

Yogyakarta.Soegija kecil menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat (SR)1. Awalnya

Soegija bersekolah di Sekolah Rakyat Ngabean yang terletak tidak jauh dari

1

(44)

25

kediaman orangtuanya, namun sekolah tersebut baru dimulai pada siang hari. Saat

(45)

Soegija pun pindah ke sekolah tersebut. Pendidikan di SR diselesaikan Soegija hanya

sampai kelas tiga saja.

Soegija kembali melanjutkan pendidikannya di Hollandsch Indlandsche

School (HIS) di daerah Lempuyangan yang terletak di sebelah utara daerah

Wirogunan. Hollandsch Indlandsche School merupakan sekolah tingkat pendidikan

dasar yang memperkenalkan bahasa Belanda. Setelah menyelesaikan pendidikan

dasarnya di HIS, Soegija melanjutkan pendidikannya di Kolose Xaverius, Muntilan.

Masuknya Soegija kecil di sekolah yang dipimpin langsung oleh Van Lith, tidak lain

dan tidak bukan merupakan jasa dari Van Lith sendiri. Van Lith sering melakukan

kunjungan ke sekolah-sekolah rakyat di daerah Yogyakarta. Van Lith juga sering

melakukan kunjungan ke rumah-rumah keluarga petani di sekitar Muntilan, hal

tersebut dilakukan Van Lith untuk berbincang kepada para petaniakan pentingnya

pendidikan bagi anak-anak mereka. Van Lith bertemu dengan Soegija kecil saat

melakukan kunjungan di SR Wirogunan.

Pada tahun 1910, Soegija mulai mengenyam pendidikan di Kolose Xaverius.

Muntilan di bawah pengajaran Van Lith sendiri. Saat masuk ke Kolose Xaverius,

Muntilan, Soegija mengatakan bahwa dirinya tidak tertarik untuk menjadi seorang

Katolik.Hal tersebut dikatakannya langsung kepada ayahnya dan Martens, yang

(46)

Soegija mengejek para imam Belanda datang ke Jawa hanya untuk mengeruk

kekayaan, setelah itu akan pulang ke negeri Belanda1.

Namun rupanya Soegija tidak dapat memegang perkataannya untuk tidak

menjadi seorang Katolik. Di asrama Soegija sering berdiskusi dengan beberapa imam

yang juga merupakan guru di Kolose Xaverius, Muntilan. Hasil diskusi tersebu yang

membuat Soegija merenung saat mengetahui para imam tersebut cukup senang

mendapat kesempatan mengabdikan diri bagi sesama dengan mengajar dan

mempersiapkan tunas-tunas masa depan walaupun tidak digaji. Hal tersebut

merupakan tugas mulia sekaligus cerminan pengabdian kepada Tuhan. Mengetahui

kenyataan tersebutSoegija menjadi berpikir bahwa sangatlah mulia tujuan dari para

imam tersebut. Dari situ sempat terbersit di benak Soegija untuk menjadi seorang

imam. Menurut Soegija bila menjadi seorang imam, Soegija dapat mengabi kepada

bangsanya, membantu bangsanya yang selama ini jiwanya terluka akibat penjajahan

dan bagi Soegija menjadi iman dapat mencurahkan seluruh perhatiannya kepada

permasalahan kemanusiaan sekaligus mengabdi kepada Tuhan.

Kekeluargaan dan keakraban yang terjalin antara guru dan murid serta

pelatihan siswa menjadi manusia yang bertanggung jawab dalam kehidupan di

asrama pun ikut mempengaruhi dalam pembentukan karakter dan cara pandang

Soegija. Lambat laun Soegija mulai merasakan adanya perubahan dalam dirinya

terutama cara hidup dan doanya. Perubahan yang semakin membuat Soegija merasa

1

(47)

menjadi manusia yang lebih baik itu membuat Soegija pada akhirnya memberanikan

diri untuk meminta ijin kepada pengajarnya yang merupakan seorang imam untuk

mengikuti pelajaran Katolik di sekolah.Pada awalnya permintaan Soegija tidak

diijinkan oleh romo.Setelah setahun tinggal di Muntilan, Soegija kemudian mengikuti

pelajaran magang agama Katolik, mulanya lebih didorong oleh keingintahuannya.

Namun kemudian ia minta untuk dibaptis2. Tepatnya Pada 24 Desember 1910,

Soegija memantapkan hati mendapat sakramen baptisan dengan memilih nama baptis

Albertus. Soegija sangat bersyukur karena kedua orangtuanya bisa menerima

pilihannya untuk berpindah keyakinan, asalkan dia bisa hidup selaras dengan

keyakinan baru yang dipilihnya walaupun hal tersebut bertentangan dengan keinginan

kedua orangtuanya.

Soegija berhasil menyelesaikan studinya di Kolose Xaverius, Muntilan pada

tahun 1915. Setelah lulus Soegija menjalani praktik selama satu tahun sebagai guru di

almamaternya. Seusai menjalani praktik sebagai guru, Soegija menyatakan niatnya

untuk menjadi seorang imam. Setelah menyatakan ingin menjadi seorang imam, pada

tahun 1916 Soegija memulai pendidikannya di Seminari Menengah di Kolose

Xaverius Muntilan.Oleh sebab itu selama tiga tahun lamanya Soegija mendalami

pelajaran bahasa Yunani, Latin, dan Perancis. Selain itu Soegija juga harus

mendalami hal-hal yang berhubungan dengan kesusastraan dan filsafat untuk

mempersiapkan diri memasuki jenjang pendidikan selanjutnya untuk menjadi seorang

2

(48)

imam. Hasil belajar Soegija tersebut pada nantinya membuat Soegija memiliki

keahlian dalam bidang menulis, salah satunya adalah ketika Soegija menjadi redaktur

di Majalah Swaratama.

Setelah menempuh pendidikan di Seminari Menengah Kolose Xaverius,

Muntilan selama tiga tahun, pada tahun 1919 bertepatan dengan berakhirnya Perang

Dunia I, Soegija berangkat ke Negeri Belanda untuk mempersiapkan dirinya sebagai

imam. Untuk persiapan ke arah itu Soegija harus menjalani sejumlah tahapan

pembinaan rohani dan pendidikan formal3. Adapun hal-hal yang harus dijalani oleh

Soegija sesaat setiba di Belanda adalah menambah pengetahuan dan penguasaan

terhadap bahasa-bahasa asing, terutama bahasa Yunani dan bahasa Latin. Di Belanda

Soegija belajar di sebuah asrama milik Ordo Salib Suci di Kota Uden, yang terletak

di Belanda bagian Utara.

Setelah satu tahun menjalani persiapan di Belanda untuk menjadi seorang

imam maka pada tanggal 27 September 1920, Soegija menjalani masa novisiat

selama dua tahun di Novisiat Serikat Yesus, Mariendaal, Grave, yang letaknya tidak

jauh dari Kota Uden.Pada masa novisiat selama dua tahun Soegija dibekali dengan

pengenalan terhadap semangat-semangat (visi-misi) dari Serikat Yesus. Selain itu

selama masa novisiat, Soegija juga digembleng kerohaniannya dengan mengolah

pengalaman untuk merasakan bagaimana mengandalkan kasih Tuhan dan merespon

kasih tersebut dengan penuh kesungguhan, penyerahan diri dan kerendahan hati.

3

(49)

Seusai menjalani masa novisiat selama dua tahun, Soegija mengucapkan kaul

prasetyanya di dalam Serikat Yesus untuk hidup miskin murni dan taat sesuai dengan

nasihat injil. Sesudah itu Soegija menjalani masa yang disebut masa yuniorat untuk

kembali menekuni dan mengembangkan wawasan humaniora sebelum kemudian

memasuki jenjang studi formal di bidang filsafat4. Soegija belajar dan mendalami

filsafat terlebih dahulu di Mariendaal, Belanda.

Tahun 1923-1926 Soegija melanjutkan studi filsafatnya di Kolose Berchman,

di Kota Oudenbosch, Belanda.Kolose Berchman merupakan salah satu kolose milik

Serikat Yesus. Di sana Soegija belajar filsafat dengan mendalami kerangkan

pemikiran dari St. Thomas Aquinas, sesuai dengan titah dari Paus Leo IXII. Dalam

suratnya Aeterni Patris ditulis pada bulan Agustus 1879, Paus Leo IXII

menganjurkan pengajaran filsafat di Seminari perlu kembali mempelajari filsafat

thomistik5.

Setelah selesai menjalani masa pendidikannya di Negeri Belanda, maka pada

bulan September 1926 Soegija kembali ke Yogyakarta dan menjadi guru di tempat

dirinya dulu menimba ilmu yaitu di Kolose Xaverius, Muntilan, selama dua tahun.

Sayangnya, beberapa bulan sebelum kepulangan Soegija ke Yogyakarta, sang guru

yaitu Frans Van Lith, SJ meninggal dunia. Oleh karena itu Soegija beserta beberapa

4

Ibid., hlm,.13.

5

(50)

murid yang dahulu berada di bawah pengajaran Van Lith menulis sebuah obitari guna

mengenang jasa-jasa Van Lith. Hal tersebut dilakukan Soegija beserta

kawan-kawannya untuk tetap bisa meneruskan kembali semangar dari ajaran Van Lith.

Pelajaran dan praktik hidup dari Van Lith yang berusaha diteruskan oleh Soegija

adalah menanamkan kekristenan, patriotisme dan nasionalisme dalam diri

orang-orang muda Jawa yang dilayaninya. Selain menjadi guru di alamamaternya, Soegija

juga menjadi editor di majalah Swaratama, yang merupakan majalah menggunakan

bahasa Jawa.Majalah ini merupakan majalah yang dikelola oleh para alumni Kolose

Xaverius, yang di dalamnya tertulis berbagai macam artikel dengan berbagai tema

seperti permasalahan sosial, budaya dan agama.Soegija pernah menulis kursus

singkat marxisme dalam bahasa Jawa6.

Baru dua tahun kembali ke almamaternya, pada tahun 1928 Soegija harus

kembali ke Negeri Belanda untuk menjalani tugas studi teologi. Soegija harus

menjalani studi teologi selama empat tahun lamanya. Satu tahun sebelum studi

teologinya selesai, tepatnya pada 15 Agustus 1931 Soegija ditahbiskan sebagai imam.

Semenjak menerima tahbisan, Soegija menambahkan sebuah kata yang lain sehingga

namanya menjadi Albertus. Soegijapranata atau biasa disebut A, Soegijapranata. Hal

tersebut dapat dilacak melalui tulisan-tulisannya di majalah St. Claverbond, Berichten

uit Java. Sebelum ditahbiskan imam, karangan-karangan Rm. Soegija ditandai

dengan nama A. Soegija, SJ, atau dengan inisial AS, setelah menjadi imam,

6

(51)

karangan-karangannya di majalah St. Claverbond ditandai dengan nama A.

Soegijapranata, SJ7.

Perubahan nama dari Soegija menjadi Albertus. Soegijapranata, tidak

dilakukan Soegija tanpa alasan. Nama Pranata ditambahkan Soegija di belakang

namanya memiliki makna yang dipercayai oleh Soegija sendiri. Pranata dalam bahasa

Jawa sendiri mengandung arti menyembah, mengabdi, tatanan atau aturan.

Sedangkan nama Soegija yang diberikan oleh orangtuanya bermakna orang yang

kaya, dengan pendidikan bahasa, sopan santun dan budi pekerti. Sementara inisial A,

yang ditambahkan di depan namanya merupakan inisial nama yang diambil dari

Santo Albertus Magnus yang dipilih Soegija sebagai Santo pelindungnya. Santo

Albertus Magnus merupakan tokoh pemikir abad IXI. Selain dipilih sebagai

pelindungnya, Soegija memilih Santo Albertus karena Soegija ingin menjadikan

teladan hidup Santo Albertus sebagai teladan hidupnya. Yang mana Santo Albertus

merupakan sosok yang gemar menimba ilmu. Seperti kebanyakan orang Jawa pada

umumnya yang percaya akan doa di balik setiap nama yang disandang seseorang,

demikian pula Soegija. Perubahan namanya dijadikan acuan bagi dirinya untuk

membantu mengarahkan hidupnya di masa-masa yang akan datang.

Setelah ditahbiskan sebagai seorang imam, baru pada akhir tahun 1933

Soegija kembali ke Indonesia. Sekembalinya di Indonesia, Soegija ditugaskan untuk

menjadi imam di Gereja Katolik Kidul Loji, Yogyakarta bersama Van Driesche.

7

(52)

Setahun melayani di Gereja Kidul Loji, Soegija dipindahtugaskan ke Gereja Bintaran,

Yogyakarta yang merupakan Gereja khusus bagi kaum pribumi. Baru pada tahun

1940 Soegija diangkat menjadi Vikaris Apostolik Semarang atau setara

kedudukannya dengan uskup. Penunjukkan Soegija sebagai seorang uskup tak pelak

atas permintaan dari Williens yang merupakan Vikaris Apostolik Batavia yang

mengirimkan sebuah telegram kepada Paus Pius IXII yang meminta agar dibentuk

sebuah Vikaris Apostolik Semarang dengan pemimpin yang terpisah dengan Vikaris

Apostolik di Batavia karena melihat kondisi dunia yang tengah menghadapi Perang

Dunia II (PD II). Pertimbangannya adalah bahwa perlu adanya seorang uskup

pribumi untuk memimpin para umat. Selain itu Williens juga meminta agar Vikaris

Apostolik Semarang dipilih dari Serikat Yesus karena wilayah tersebut adalah

wilayah karya misi dari Serikat Yesus. Telegram dari Williens disambut positif oleh

pihak Vatikan dengan dikirimkannya telegram balasan yang mempersilahkan

Williens untuk mengangkat Vikaris Apostolik yang baru tanpa menunggu surat

perintah dari Vatikan. Tepatnya pada 1 Agustus 1940, Mgr. Albertus Soegijapranata,

SJ diangkat untuk menjadi Vikaris Apostolik Semarang. Yang secara resmi menjadi

pemimpin Gereja Katolik yang meliputi Karesidenan di Jawa Tengah, seperti

Semarang, Jepara dan Rembang, serta Karesidenan Kedu (Magelang dan

Referensi

Dokumen terkait

Atas izin dan petunjuk-Nya Skripsi dengan judul “ Diplomasi Pemerintah Indonesia Dalam Memperoleh Pengakuan Batik dari UNESCO ” ini dapat terselesaikan.

Sedangkan politik luar negeri adalah kebijakan, sikap dan langkah pemerintah Republik Indonesia yang diambil dalam melakukan hubungan dengan negara lain, organisasi

Fungsi utama Diplomasi adalah melindungi dan memajukan kepentigan nasional dalam artikel ini akan membahas analisis diplomasi Indonesia dan Malaysia dalam sengketa

Usaha yang dilakukan untuk mempertahanakan Indonesia dengan usaha melawan para Penjajah dengan perang gerilya, diplomasi yang dilakukan di Indonesia sedangkan perjuangan

PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM MODAL SAHAM P.T.. bahwa dalam rangka usaha Pemerintah

Bentuk kebijakan Indonesia dalam melakukan diplomasi dengan menggunakan elemen budaya tercermin dari cara yang ditunjukkan Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia dalam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam menyelesaikan krisis kemanusiaan bagi etnis Rohingya tahun 2017, Indonesia melakukan diplomasi kemanusiaan yang meliputi; melakukan

sionis for Indonesia) mendapat mandat dari Dewan Keamanan untuk melaksanakan ruling tersebut. Adapun langkah-langkah yang diam- bil oleh Komisi yakni dengan melakukan