• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. Skoring Faktor Strategis

4.4.1. Skoring Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan)

Faktor internal pada penelitian ini terdiri dari pelatihan, pendampingan, tenaga penyuluh, bantuan sarana produksi, pengadaan peralatan penunjang dan bantuan modal. Skoring pada faktor internal bertujuan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, dimana jika skornya 1 dan 2 menunjukkan kelemahan, skor 3 dan 4 menunjukkan kekuatan. Dari hasil penelitian didapatkan hasil seperti pada Tabel 11.

Table 11. Skoring Faktor Internal

No Uraian Rata-Rata Skor Keterangan

1 Bantuan sarana produksi 4 Kekuatan

2 Pengadaan peralatan penunjang 4 Kekuatan

3 Pendampingan 2 Kelemahan

4 Tenaga penyuluh 1 Kelemahan

5 Pelatihan 1 Kelemahan

6 Bantuan modal 1 Kelemahan

Sumber : Lampiran 7

Dari Tabel 11 pada faktor internal yang menjadi kekuatan adalah bantuan sarana produksi dan pengadaan peralatan penunjang dengan skor 4. Sedangkan yang menjadi kelemahan adalah pendampingan dengan skor 2 dan tenaga penyuluh, pelatihan dan bantuan modal dengan skor 1.

a. Bantuan Sarana Produksi

Bantuan sarana produksi memiliki skor 4 merupakan faktor internal strategi peningkatan produksi pisang barangan dengan parameter penelitian, ada bantuan sarana produksi dan dilaksanakan. Pemerintah daerah sejak 2007-2009 melaksanaan program PRIMATANI yang bekerja sama dengan USAID-AMARTA dengan memberikan 1000 bibit pisang barangan kultur jaringan, inovasi teknologi perbanyakan dan untuk keberlangsungan program ini maka dibentuklah penangkar benih yang telah diperkenalkan/ diterapkan secara utuh kepada 2 kelompok tani di Kecamatan Talun Kenas. Bantuan pemberian pupuk bersubsidi dan bantuan obat-obatan/pestisida tanaman juga selalu diberikan.

Pemupukan dilakukan setiap 2 bulan. Pada umumnya pupuk yang diberikan adalah pupuk kandang, Urea, KCl dan NPK. Dosis pupuk kandang yang diberikan adalah 5 kg/batang, dosisi pupuk Urea adalah 200 – 300 gr/batang, dosis pupuk KCL adalah 100 gr/batang, dan dosis pupuk NPK adalah 200 -230 gr/batang.

Pupuk diberikan pada radius 30 cm dari akar tanaman. Untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan pemberian obat-obatan (kimiawi).

Misalnya mengatasi untuk ulat penggerek batang digunakan pestisida seperti Curater dengan dosis 10 – 15 gr/batang yang diberikan 2 kali yaitu saat berumur 3 dan 5 bulan. Untuk tanaman yang terkena layu fusarium dicegah dengan

pemilihan bibit yang sehat, penggunaan alat yang steril. Jika ada tanaman terserang layu fusarium, maka tanaman yang sakit dibongkar dan dibakar.

b. Bantuan Pengadaan Peralatan Penunjang

Faktor internal bantuan pengadaan peralatan penunjang untuk petani pisang barangan memiliki skor 4, menjelaskan faktor ini merupakan kekuatan pada faktor internal. Adanya bantuan pada tahun 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, 2013 pemberian 3300 lembar plastik serongsong untuk membungkus pisang barangan, dan 2015 pemberian seperti alat pasca panen, 150 lembar plastik biru untuk membrongsong buah pisang dan 3 alat penyisir yang diberikan kepada kelompok tani, yang diharapkan petani pisang barangan agar memanfaatkan teknologi yang diberikan BPTP Sumut dengan baik, dan alat-alat pasca panen yang diberikan melalui Kelompok Tani dirawat dan dimanfaatkan untuk peningkatan produksi dan pendapatan.

c. Pendampingan Petani

Pendampingan petani merupakan salah satu faktor internal penelitian memiliki skor 2 yang merupakan kelemahan faktor dengan parameter kurang baik dengan indikator pendampingan yaitu : adanya inventarisasi calon petani/calon lahan, adanya pelaksanaan intensifikasi tanaman, adanya terbangun jaringan dan adanya program kerja, adanya pendampingan pelaksana pada seluruh kegiatan dan partisipasi petani. KUPT Dinas pertanian kabupaten Deli Serdang dan penyuluh lapangan tidak lagi melakukan pendampingan ke masing-masing petani dan lahan petani.

d. Tenaga Penyuluh

Tenaga penyuluh memiliki skor 1 merupakan kelemahan faktor internal.

Menurut Warsana (2008), kegiatan penyuluhan tujuan akhirnya adalah menumbuhkan ketangguhan petani sebagai pelaku utama dalam pembangunan pertanian. Penyuluh menempati posisi yang penting sebagai agen perubahan atau

“agent of change” di dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian, karena penyuluh lah yang berhubungan langsung dengan petani di lapangan. Peranan penyuluh sebagai agen perubahan yaitu mendorong petani untuk melakukan perubahan-perubahan yang lebih terarah dan moderen dalam kegiatan usahatani melalui perubahan-perubahan pada petani itu sendiri. Perubahan yang diharapkan oleh penyuluh adalah keberhasilan petani dalam peningkatan pendapatan dan produktifitas usahatani untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan keluarganya.

Selain itu, terdapat hal yang penting lagi di antara penyuluh dan petani yaitu saling berbagi pengalaman di bidang pertanian dalam mengupayakan peningkatan usahatani yang lebih baik. Jadi, tidak hanya satu pihak yaitu petani yang mengalami penambahan pengalaman dan ketrampilan, tetapi diharapkan pengalaman, ketrampilan, kerja yang profesional, dan kemampuan mensinkronkan program penyuluhan pertanian dengan kebutuhan petani yang dimiliki oleh penyuluh juga semakin matang dan mengalami peningkatan. Dalam hal ini petugas penyuluh lapangan harus lebih difokuskan terhadap pelatihan dan penyuluhan untuk lebih meningkatkan akses petani kecil terhadap peluang-peluang ekonomi yang ada dan penguasaan teknologi dan menjalin kerjasama konsultatif dan kemitraan dengan instansi terkait dan tokoh masyarakat setempat dalam pelaksanaan transfer teknologi dan pembinaan pengelolaan usahatani

pisang barangan. Kunci keberhasilan pembinaan sangat tergantung pada peran serta semua pihat terkait, termasuk petani.

e. Pelatihan

Pelatihan memiliki skor 1, parameternya adalah ada sekolah lapang, pelatihan dan demplot serta ceramah tentang teknis budidaya pisang barangan merupakan kelemahan dalam faktor internal. Pada tahun 2007 sampai tahun 2009 terjalin kerjasama antara Pemda dengan USAID-AMARTA yang berupa pembinaan kelembagaan dan inovasi teknologi ke kelompok tani maupun penyuluh lapangan, penanaman pisang barangan dengan teknologi sistem 2 jalur.

Pada awalnya, teknologi sistem 2 jalur diterapkan di lokasi Prima Tani Desa Talun Kenas, Kecamatan STM Hilir. Sementara kondisi sekarang secara umum teknologi yang dilaksanakan oleh petani pisang di Kabupaten Deli Serdang masih konvensional (sederhana). Mereka belum berfikir untuk skala perkebunan yang memang jika dilihat banyak keterbatasan yang dipunyai petani antara lain modal dan terbatasnya lahan. Oleh karena itu diperlukan adanya berbagai upaya dari Dinas pertanian atau Pemda guna meningkatkan keterampilan dan pengetahuan petugas lapangan, harus dilakukan pelatihan-pelatihan, baik yang menyangkut teknologi budidaya pisang secara intensif, manajemen usahatani, manajemen usaha maupun manajemen pemasaran hasil.

f. Bantuan Modal

Bantuan modal memiliki skor 1 yang merupakan kelemahan faktor internal. Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada KUPT Dinas Pertanian dan penyuluh pertanian serta petani di daerah penelitian diketahui tidak ada bantuan modal, dalam hal ini bantuan dalam bentuk uang tunai, sehingga petani harus menyediakan modal sendiri untuk menanam pisang barangan. Fasilitas kredit bagi petani pisang baik yang berasal dari lembaga keuangan (bank) maupun dari pemerintah belum tersedia sampai saat ini. Menurut Soemarno (2011) perlu adanya bantuan fisik maupun keuangan kepada petani pisang sehingga dapat mencapai kemandirian, dan agar pembinaan terhadap kelompok tani (KUBA) pisang mencapai kemandirian, maka bantuan fisik dan keuangan dari pemerintah diharapkan dapat berakhir pada akhir tahun ke-3 atau ke-4. Selanjutnya pemerintah hanya akan membina secara fungsional (melalui FORKA Pisang) agar kelompok tani (KUBA) tersebut dapat dikembangkan kearah terbentuknya koperasi agribisnis /agroindustri berbasis komoditas pisang, yang selanjutnya mampu melakukan kemitraan dengan mitra-usaha Swasta setempat.