• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada kurun waktu dimana Soekarno melanjutkan pendidikan di HBS, dan dibarengi dengan pertemuan serta perkenalan dengan Tjokro. Disinilah untuk pertama kali tumbuhnya Nasionalisme baru Indonesia ditubuhnya Soekarno, karena kesempatannya untuk merasakan kehidupan jawa yang sarat gotong royong dan kesempatan untuk menyerap pengetahuan dari Tjokro.

Di sekolah tingginya (HBS), Soekarno mendapat pendidikan yang baik dan juga mahal. Kala itu saja Ayahnya harus membayar antara 120-150 Gulden pertahun belum lagi uang buku yang sekitar 75 gulden. Soekemi sendiri senantiasa berusaha

untuk memenuhi kebutuhan akan sebuah pendidikan yang hanya dapat ditempuh bagi mereka yang tergolong kaya pada masa itu.

Hal ini dibarengi keinginan Soekemi, demi memberikan Soekarno untuk mendapatkan pendidikan sebaiknya. Di luar pendidikan formalnya yang bergaya Belanda, perkenalan Soekarno dengan Tjokro sendiri membawa peranan yang besar dalam hidup Soekarno. Tetapi pula belajar di HBS juga membawa Soekarno dapat melihat kondisi realitas bangsa ini. Hal yang paling dirasakannya selama bergaul di tengah lingkungan sekolah yang kebanyakan berasal dari keluarga Belanda dan pemimpin pribumi adalah Soekarno kerap mendapat perlakuan diskriminatif. Hanya karena dia lahir dan besar sebagai orang pribumi65

Di kesempatan lainnya bersama Tjokro pada tahun – tahun ini Soekarno banyak mendapat kesempatan untuk berjumpa dengan berbagai tokoh-tokoh

, dan ayahnya hanya seorang tenaga pengajar bantu.

Perkenalannya dengan wacana pergerakan serta dunia politik didapatkannya di Sekolah tinggi ini pula (baca: HBS), dirinya mulai menggemari untuk membaca literature dan buku, mulai dari Voltaire, Rousseau sampai dengan pengenalan dirinya dengan pemikiran Marx dan Lenin, sebagai orang yang sangat dikaguminya akan sebuah pemikiran yang revolusioner. Soekarno pada masa mudanya ini dikenal sebagai seorang yang kutu-buku. Soekarno mengatakan bahwa buku-buku yang dibacanya ini ditemukannya di perpustakaan Teofis, dan dari gurunya semasa di HBS, yaitu C. Hartough, seorang penganut ISDV Sneevliet.

65

pergerakan nasional antara lain, yakni; Sneevliet, Baars, Douwes Dekker, ada juga Agus Salim, dan para tokoh PKI, Tan Malaka, Semaun dan Alimin.

Sebuah kesempatan yang membawanya untuk menyerap berbagai pengetahuan melalui diskusi-diskusi yang diikuti dengan tokoh pergerakan nasional tersebut.Di sini pula dendam yang membara terhadap penjajahan belanda muncul, dikarenakan berbagai cerita dan pengalaman yang diterimanya dari berbagai tokoh pergerakan nasional tersebut, yang menguraikan peristiwa-peristiwa kesengsaraan rakyat Indonesia yang disebabkan penjajahan Kolonial Belanda.

Kedekatan Soekarno dengan Tjokro begitu terasa, Tjokro sendiri telah menganggap Soekarno sebagai anaknya sendiri, begitu pula Soekarno, yang telah menganggap Tjokro sebagai Guru sekaligus ayahnya. Sampai dengan Soekarno yang masih muda belia, saat berusia delapan belas tahun sudah menjadi kepala keluarga saat dia menikahi putri dari Tjokro yaitu Siti Oetari.Kesediaan Soekarno yang tidak ingin menolak apa yang menjadi keinginan Tjokro, yang dibarengi dengan kekhawatiran Tjokro terhadap perkembangan putrinya itu, Oetari, selepas di tinggal oleh istrinya,ibu dari Oetari,Soeharsikin.

Dengan ini kedekatan Soekarno semakin erat dengan mertuanya, Tjokro. Hal ini membuka kesempatan bagi Soekarno untuk masuk ke dalam Sarekat Islam (SI) dengan akses dari Tjokro sendiri sebagai pimpinan di dalam SI.Keterlibatan di dalam berbagai kegiatan di dalam berbagai kegiatan di dalam SI sendiri mengakibatkan Soekarno harus membagi waktu antara Sarekat Islam dan sekolahnya.

Dengan teratur dia selalu diundang untuk mengikuti kegiatan dan gerakan yang direncanakan oleh SI dan merangsang dirinya untuk melalui membuat tulisan

yang dimuat di dalam media propaganda SI, dan Oetoesan Hindia tercatat menjadi tulisan pertamanya yang terbit pertama tanggal 21 Januari 1921.

Pada tanggal 10 juni 1921, Soekarno akhirnya menyelesaikan pendidikannya di HBS setelah menempuh ujian akhir. Semasa di HBS Soekarno mulai jauh dari kawan-kawannya, yang lebih dikarenakan umurnya dua tahun lebih tua dari rata-rata siswa, dan ia juga telah menikah, dan keterlibatan dalam dunia politik turut membawa dirinya lebih maju pemikirannya dari orang seusianya. Walau menyelesaikan pendidikan tingginya dalam kurun waktu selama lima tahun, dan di sisi lain dengan berbagai kegiatan organisasi serta pergerakan yang diikutinya, tentu saja menyita waktunya, maka Soekarno dapat di golongkan cerdas.

Selanjutnya dengan kesadaran untuk memperkaya dirinya dengan berbagai ilmu dan pengetahuan, Soekarno ingin sekali melanjutkan pendidikannya ke sekolah Tinggi yang sekarang setara dengan Universitas. Walau memang agak mengherankan apa yang menjadi pilihan hidup dan pendidikan Soekarno selanjutnya, siswa HBS yang telah mendalami dunia politik dan memilki kesadaran politik ini, lebih memilih pendidikan yang tidak sama sekali bersentuhan dengan politik.

Dia memilih untuk bersekolah dan melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Teknik di Bandung, dengan alasan karena pada masa kelulusannya dari HBS, hanya ada satu pendidikan tinggi, yang bertempat di Bandung. Yang didorong pula alasan, ketidak inginan memilih bersekolah di Belanda mengikuti Hatta dan Sjahrir, hal ini didukung keinginan orang tuanya agar Soekarno tetap berada di Hindia-Belanda saja, maka Soekarno menjatuhkan pilihannya untuk bersekolah di Sekolah Tinggi Teknik Bandung ini.

Namun keinginannya tersebut sempat tertunda karena sebelumnya pada agustus 1920, Tjokro dituduh dan dimasukkan penjara oleh polisi Belanda di Surabaya, dia ditahan atas tuduhan memberikan sumpah palsu tentang keterlibatan Sarekat Islam di dalam pemberontakan di Garut pada 1918. Pada saat itu Soekarno menceritakan bahwa dirinya tidak tahu berapa lama Tjokro akan di tahan, tapi atas kejadian ini Soekarno diberikan kepercayaan lebih untuk bertanggung jawab atas keluarga Tjokro dan keberlangsungan Sarekat Islam. Demi sebuah pengabdiannya kepada seorang Guru yaitu Tjokro, maka pada tahun-tahun itu, Soekarno sempat kembali ke Surabaya dan menunda keinginannya sementara untuk melanjutkan sekolahnya, sebagai bentuk tanggung jawabnya dan atas budi yang telah diberikan oleh Tjokro selama ini.

Sekembalinya ke Surabaya, dengan bermaksud untuk memberikan penghidupan kepada Oetari dan sebagai bentuk tanggung jawabnya, Soekarno pun bekerja di SS, sebuah perusahaan kereta api dan Trem Negara, Ia pun diterima bekerja dengan berkedudukan sebagai kepala bagian personalia. Sebuah kedudukan yang menjadi Soekarno harus menjadi jembatan antara pimpinan ‘SS’ dan perserikatan buruh ‘SS’ dalam rangka persiapan pembentukan sebuah badan Musyawarah di perusahaan kereta api ini. Hal ini turut pula menguraikan pengalaman inderawinya untuk melihat realitas buruh pribumi di Hindia Belanda.

Kesibukan dan aktifitas yang luar biasa begitu menyita waktu Soekarno, ia juga mengambil alih tugas penuh sebagai kepala keluarga menggantikan Tjokro, bahkan didalam tubuh SI. Dia menghadapi persoalan yang pelik pada masa 1920 an, pertentangan yang terjadi dalam jajaran pimpinan SI dengan para infiltran komunis

para penganut ISDV Sneevlit di dalam Sarekat Islam juga menyita pikiran Soekarno. Pada masa-masa infiltrasi komunis di dalam SI kala itu membuka sebuah kesadaran politik serta keyakinan akan taktik di dalam politiknya, ini disebabkan Karena Soekarno melihat bahwa ada usaha Tjokro dengan menjauhkan pengaruh dan Infiltrasi komunis di Sarekat Islam dengan cara paksa, dan dengan sebuah penolakan terhadap status keanggotaan ganda Sarekat Islam dengan ISDV66

Soekarno memilih Fakultas Teknik Sipil sebagai lanjutan pendidikan tingginya. Di sekolah barunya ini bersama dengan 20 orang pribumi lainnya, mereka mendirikan sebuah klub studi ini dan kedekatannya dengan sesama pelajar pribumi membawanya . Sehingga para pengikut ISDV terpaksa keluar dari tubuh SI yang kemudian para pengikut ISDV telah berubah menjadi Perserikatan Komunis Di Hindia (PKH), Sebuah cikal bakal Partai Komunis Indonesia (PKI).

Sebuah sikap yang dianggap Soekarno begitu otoriter dari diri Tjokro, hal ini pula yang meyebabkan hubungan mereka sebagai guru dan murid kemudian merenggang. Bulan april 1922 menyusul dibebaskannya Tjokro setelah melalui sidang banding di pengadilan Belanda, dan sembari menunggu tahun ajaran baru, dengan sebuah keyakinan untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Teknik, maka pada bulan Juni pada tahun yang sama, Soekarno pindah ke Bandung dan tinggal di rumah keluarga Sanusi. Hal dan keputusan ini demi keinginan Soekarno untuk melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Teknik Bandung, walau disertai dengan kondisi yang merenggang, Tjokro masih saja ikut dalam membantu kehidupan baru mereka di Bandung, dengan memberikan sejumlah gulden.

66

untuk berkenalan dengan Tjipto Mangoenkoesoemo salah satu pendiri Indische partif49

dan Mohammad Natsir yang jatuh lebih muda darinya dan berasal dari Sumatera barat. Berbagai perkembangan dan hal-hal baru ditemukannya di sini dan pada akhirnya sebuah keyakinan politik pada saatnya menghantarkan Soekarno beberapa kali terlibat dalam demonstrasi dan dalam orasi-orasinya serta sikap politik yang dipertunjukkan oleh Soekarno sendiri selama bersekolah di sekolah Teknik ini telah mengundang kekesalan dari Gurunya, Klooper.

Kekacauan disaat demonstrasi yang ditimbulkan karena orasi yang diutarakan oleh Soekarno telah menimbulkan kecemasan, dan berita ini dikabarkan luas, yang memberikatakan bagaimana Soekarno begitu menentang penjajahan dan pemerintah Kolonial Belanda, yang tentu saja mendapatkan perhatian tajam dari pihak pemerintahan Belanda.

Dari kejadian diatas, Klooper memperingatkan Soekarno untuk memikirkan keberlangsungan studinya, karena Soekearno muda pada saat bersekolah di Sekolah Tinggi Teknik ini mendapatkan peringatan keras dari pihak pemerintah Belanda akibat orasi politiknya. Tapi di sisi lain Klooper juga tidak dapat melarang apa yang menjadi keyakinan politik Soekarno. Dengan sangat menyesal Soekarno mengikuti perkataan Profesornya itu dan menghentikan sementara kegiatan berpolitiknya untuk memeberikan semua perhatian kepada pendidikannya dan menghindari demonstrasi-demonstrasi politik dimasa kuliahnya.

Tekad belajar memang diperlukan di Sekolah Tinggi Teknik ini. Setiap siswa harus melewati 13 testamen untuk menjadi kandidat Insinyur, dan Soekarno akhirnya dapat melewatinya dan sebagai proyek akhir studi Soekarno menurut keterangan Soekarno, adalah pembuatan rancangan suatu jembatan. Sebuah hal yang menginspirasikannya akan sebuah jembatan emas kemerdekaan Indonesia. Akhirnya setelah menempuh pendidikan 5 tahun, tepatnya pada bulan Juli 1926 Soekarno maju ujian untuk gelar insinyur, dan sukses menyelesaikan studi yang berat ini.

Hal diatas begitu membawa Soekarno ke dalam sebuah suasana yang begitu menyenangkan, apabila ditambah suasanan pernikahannya dengan Inggit yang terjadi sebelum kelulusannya, pada 24 Maret 1923. Inggit sendiri adalah ibu kosnya, istri dari Sanusi, dimana dia dan Oetari pernah tinggal di rumah Sanusi semasa menempuh pendidikan di Bandung. Perkawinan yang gantung antara Soekarno dan Oetari sendiri pun turut diakhiri dengan perceraian beberapa tahun sebelumnya. Sebuah perkawinan, dengan apa yang dikatakan oleh Soekarno dia tidak pernah melakukan hubungan suami-istri karena menganggap Oetari seperti saudara perempuannya dan tidak pernah mencintai Oetari.

Dan pada akhirnya pada 1923, Soekarno mentalak tiga Oetari dan mengembalikannya kepada Tjokro. Dan sejak masa itu hubungan Soekarno dengan ibu kosnya, Inggit, makin lama makin mesra dan akhirnya Inggit menjadi sosok pendamping Soekarno dalam kehidupan revolusinya. Dengan sebuah gelar Insinyur, Soekarno malah memilih jalan lain dalam kehidupan dan pilihan hidupnya dengan terbangunnya kesadaran dan sebuah keyakinan untuk masuk ke dalam dunia politik.

Namun di awal setelah tamat dari Sekolah Tinggi Teknik di Bandung, Soekarno sempat memiliki keinginan untuk memadukan atas apa yang telah diterimanya di dunia pendidikan berupa arsitektur dengan kegiatan-kegiatan politiknya. Tapi tak lama berselang, dan sesudah dipacu oleh waktu dan keadaan materi bangsa ini, akhirnya Soekarno menetapkan pilihannya untuk sepenuhnya masuk kedalam dunia pergerakan nasional. Yang membawa Soekarno menghabiskan waktunya dengan kegiatan-kegiatan politik dan selanjutnya politik dan selanjutnya politiklah yang mengisi hari-hari Soekarno.

Pertemuan dengan berbagai pimpinan kelompok Nasionalis membawa banyak wacana baru dalam pemikiran Soekarno, hal yang diterimanya dari sebuah pilihan untuk melibatkan diri dalam pergerakan nasional untuk melepaskan diri dari penjajahan. Pertemuan dengan Mohammad Hatta dan Doktor Soepomo membawa pengaruh besar bagi Soekarno, kedua mentornya ini mendorong Soekarno untuk menjadi Pimpian Nasional. Dengan sebuah ide persatuan kekuatan-kekuatan Nasionalis dan menokohkan diri Soekarno dalam menentang penjajahan, maka pada 4 Juli 192767

Bersama dengan itu pada tahun tersebut Pemerintah Hindia Belanda sedang menebarkan ancaman terhadap setiap kegiatan yang menolak pemerintahan Kolonial di dirikan Perserikatan Nasionalis Indonesia (PNI), yang memiliki program mengusahakan kemerdekaan Indonesia dengan jalan perjuangan Non Ko-operasi dan Swadaya. Dalam waktu singkat pun akhirnya Soekarno menjadi tokoh di dalam pergerakan nasional.

67

Belanda. Pemberantasan kaum komunis oleh pemerintah Hindia Belanda termasuk di dalam berbagai ancaman tersebut, dikarenakan terciumnya dan gagalnya pemberontakan Silungkang 1928.

Tapi hal ini bukannya membuat Soekarno takut, tapi lebih membuat Soekarno lebih revolusioner dan membakar semangat perlawanannya dengan bentuk nasionalisme non ko-operatif dalam menentang penjajah.

Pada tahun 1928, Soekarno pun ikut mengucapkan sumpah setia untuk satu nusa dan satu bangsa. Dalam tahun-tahun ini suasana politik, kultur dan religiutas Soekarno terpengaruh dengan seiring makin besarnya berbagai pemberontakan dan gerakan kaum Nasionalis, Islam, dan Komunis dalam upaya menuju Indonesia merdeka. Pengaruh yang ditimbulkan dengan kehadiran Soekarno di dalam pergerakan nasional adalah membawa semangat api revolusi dalam menentang penjajahan, serta makin membesarnya keinginan dari rakyat untuk menuntut persatuan sebagai bahagian jalan menuju kemerdekaan Hindia Belanda. Pada Desember 1929, Soekarno menghadiri kongres PPPKI dalam sebuah upaya-upaya dan mempercepat proses menuju kemerdekaan. Sebuah badan yang mempersiapkan berbagai strategi dan taktik dalam rangka merebut kemerdekaan dari pihak Belanda.

Dengan sebuah sikap non ko-operasi terhdap pemerintah Belanda yang kian meluas di tengah rakyat, dan kecemasan dari pihak Belanda atas pengaruh Soekarno di dalam Pergerakan Nasional, akhirnya Soekarno ditangkap pada 29 Desember 1929 di Solo. Selama delapan bulan Soekarno harus menunggu dan meananti proses

pengadilan, serta tanpa proses pengadilan, Soekarno harus di tahan begitu lama. Ini adalah taktik dan sebuah usaha yang dengan sengaja oleh Gubernur Jenderal Belanda De Graef untuk membungkam pergerakan PNI dan membuat Soekarno sebagai pimpinan, untuk dilupakan oleh massa dan kehilangan pengaruhnya. Perkara yang dinamakan oleh pers saat itu sebagai ‘perkara PNI’ lambat laun menjadi perkara yang besar.

Akhirnya pada Agustus 1930, persidangan atas tuduhan yang dikenakan kepada Soekarno pun digulirkan. Lima bulan Soekarno menunggu lamanya proses persidangan yang berjalan sampai dengan putusan dijatuhkan yang dilaksanakan oleh Departemen Kehakiman. Situasi ini oleh pihak Kehakiman Belanda, terjadi dikarenakan dengan alasan ingin berjalannya proses ini dengan seadilnya, mulai dari bulan Agustus sampai dengan Desember 1930, perkara ini bergulir di pengadilan Belanda. Tapi kenyataannya proses pengadilan ini berjalan lambat dan terkesan berlarut-larut. Sebuah strategi oleh Belanda agar massa kala itu lupa dan tidak lagi ingat akan sosok Soekarno karena kesempatannya untuk memberikan pengaruh dari balik tahanan tidak memungkinkan, sebuah scenario yang pada awalnya dirasa cukup berhasil oleh Belanda.

Tapi kemudian mengetahui hal ini Soekarno tidak begitu saja mau keberadaan dia dan teman-teman pergerakan dilupakan oleh massa. Dan pada saat tepat dia menghidupkannya serta menyerang kembali pihak pengadilan Belanda dengan menjelaskan dan mempertanyakan apakah perkara PNI; merupakan pengadilan politik. Dan masih diingat sampai sekarang pidato Pledoi Bung Karno di depan Pengadilan

Belanda, Indonesia Mengugat68

Setelah menjadi masa kurungan dan tahanan serta lamanya proses pengadilan yang memakan waktu selama 2 tahun, akhirnya pada 31 Desember 1931 Soekarno keluar dari tahanannya. Pengaruh tersendiri yang dirasakan oleh Soekarno selepas dari

; yang beriskan pembelannya di depan pengadilan Belanda.

Walaupun pengadilan ini mendapatkan perhatian khusus dari pihak Belanda dan mendapat dukungan dari rakyat Indonesia, dan menyita perhatian dari sisi hukum Belanda, tetapi pihak pemerintahan Belanda selalu mempertentangkan keinginan para pemimpin pergerakan nasional ini untuk di bebaskan, karena dianggap berbahaya dengan agitasi pola perjuangan mereka yang Non ko-operatif.

Yang menurut Belanda, ini hal yang melawan hukum di Negeri Belanda. Belanda mengatakan yang sedang diadili adalah kejahatan yang dirumuskan di dalam Kitab Hukum Pidana Belanda pasal 169 sebagai suatu keterlibatan perkumpulan dan perserikatan yang bertujuan melakukan tindakan pidana. Dengan mengadili Soekarno dan PNI, tujuan Den Graef untuk membubarkan PNI tercapai, dan PNI terpaksa untuk membubarkan diri dan putusan ini diberikan oleh pengadilan negeri pada senin, 21 Desember 1930.

Dan Soekarno pun di jatuhi hukuman kurungan dan diasingkan, tetapi peristiwa dan keberanian Soekarno di dalam pengadilan sampai dengan ditahannya dia, baik dari rumah tahanan Bantjeuj sampai dengan Penjara Sukamiskin, telah menjadikan Soekarno pahlawan dihati rakyat dan para pimpinan pergerakan nasional.

68

tahanan, ia seperti lahir kembali sebagai sebuah keris yang baru saja diasah, lebih tajam dari semula.

Di hari itu ia disambut didepan penjara Sukamiskin, kemunculan kembali Soekarno dalam dunia pergerakan nasional disambut dengan antusias. Tepat pada 2 Januari 1932, saat baru sehari Soekarno merasakan udara kebebasan setelah ditahan oleh pemerintahan kolonial Belanda, dia hadir di Kongres Indonesia Raya.

Munculnya Soekarno didalam Kongres, disambut dengan antusias dan dianggap menjadi Pimpinan pergerakan nasional tapi disisi lain Soekarno tidak dapat menymbunyikan kekecewaannya akan sebuah kenyataan bahwa PNI telah pecah menjadi dua. Dan keduanya memperebutkan Pimpinan gerakan kaum nasionalis yang non-koperatif. Di satu sisi ada Partai Patindo yang lahir dan didirikan oleh Sartono setelah dibubarkannya PNI lama, dan dilain pihak ada PNI baru yang menaungi kaum ko-operatif berpihak kepada Muhammad Hatta dengan Sutan Sjahrir sebagai Pimpinan.

Setelah dia dibebaskan, maka tugas Bung Karno adalah bagaimana mempersatukan kembali kedua Partai. Dan pada 4 Januari 1932, Soekarno memulai rangkaian upayanya itu untuk mempersatukan kedua partai, maka diadakan sebuah pertemuan antara Soekarno dan Sjahrir. Sikap Sjarir yang keras dan tidak mau diintimidasi oleh Soekarno, yang dipuja saat itu sebagai Pahlawan mengawali pertemuan itu. Yang pada akhirnya kedua Partai tidak mampu dipersatukan oleh Soekarno. Dan setelah ragu dalam mengambil keputusan akhirnya Soekarno memilih Partindo dan menetapkan sebagai pilihan politiknya, yang juga tak lama kemudian partai teresebut diketuainya.

Peristiwa tersebut menjadi salah satu hal yang menyebabkan retaknya hubungan antara Soekarno dengan Hatta-Sjahrir yang kian lama semakin merenggang. Ada dua perbedaan mendasar dalam kepemimpinan kaum nasionalis oleh Soekarno dan Hatta dan hal ini juga menjadi pemicu keretakan selanjutnya, kedua Pimpinan pergerakan nasional ini.

Hatta – Sjahrir berpendapat bahwa diperlukannya bentuk pendidikan dan kaderisasi dalam membangun gerakan kaum nasionalis, sedangkan Soekarno beranggapan dengan mobilasasi massa dan agitasi revolusioner maka pemerintahan Belanda akan tidak berdaya menghadapi gerakan non ko-operatif. Sehingga dengan sebuah kekuatan besar tidak ada pertentangan dari pihak Belanda dan keberanian untuk kemudian melumpuhkan pergerakan ini. Dalam kurun waktu itu, Mei 1932, Soekarno kembali melakukan agitasinya “Swadesi dan Aksi Massa di Indonesia”69

Tetapi Gubernur Jenderal yang baru De Jonge disisi lain dengan cepat membaca situasi yang ada, bertindak cepat dan tegas menghadapi agitasi perjuangan yang terus dilancarkan oleh Soekarno. Melalui PID70

Keberadaan Soekarno, yang dalam pemikiran Belanda sebagai pemberontak nasionalis menjadikan sebuah ancaman riil dan kemampuannya beragitasi yang sangat menakjubkan menebarkan ancaman serius di pihak Belanda. Sebagai sebuah tindakan setiap langkah Soekarno diikuti. Dan pada masa itu, beberapa tulisan Soekarno yang muncul dan mendapat kecaman dari pemerintah Beladan, yakni antara lain; Artikelnya “Kuli-kuli” yang dimuat di dalam Soeloeh Indonesia Moeda, pada November 1932.

69

pencegahan meluasnya agitasi Soekarno pada permulaan Juni 1933 pegawai negeri dilarang menjadi bagian dari Partindo ataupun PNI baru, dan sampai dengan pembubaran massa disaat Soekarno berpidato di depan massa rakyat. Tapi hal ini ternyata tidak menyurutkan langkahnya bahkan melalui brosurnya “Mencapai Indonesia Merdeka”71

70

Politieke Inlichtingendienst, badan Intelijen Politik Belanda

71

Lihat Soekarno, ibid, hal. 257

ia mengumunkan bahwa pada tanggal 2 sampai dengan 31 Agustus akan dijadikan hari-hari aksi Partindo Bandung.

Tapi sebelum itu terlaksana pada 1 Agustus 1933 di Batavia, ketika ia meninggalkan rumah Thamrin, setelah melakukan pertemuan dengan tokoh pergerakan lainnya Soekarno dibekuk oleh Polisi Belanda. Soekarno bukan ditangkap untuk diadili tapi untuk diasingkan karena dianggap membahayakan pemerintah Belanda. Saat menantikan masa-masa pengasingannya, terlebih dahulu dia ditempatkan di penjara Sukamiskin yang membuat semangatnya untuk melakukan berbagai perjuagan patah. Dan akibat dari terpuruknya moral perjuangannya, pemimpin yang terkurung ini