Kami wawancara 5 orang informan yang berasal dari Desa yang berbeda diantaranya, Desa Sikunihan dan Desa Pergambiran. Kami melakukan wawancara dengan salah seorang informan di desa Sikunihan ketika proses observasi berlangsung.
Kami mengamati sekitar Desa tersebu ternyata hampir semua masyarakat memiliki lahan kopi. Kopi bisa dikatan senagai sumber penghasilan utama bagi desa ini.
Berdasarkan hasil wawancara dari sekian banyak informan, kami mendapat informasi yang sebenarnya hampir sama. Jenis kopi yang banyak ditanam di Desa Sikunihan dan Desa Pargambiran adalah jenis kopi ateng (Arabika). Ada beberapa faktor yang menyebabkan para petani lebih memilih kopi Arabika dibandingkan kopi Robusta, dalam hal ini jenis kopi arabika yang dimaksud adalah kopi ateng.
Masyarakat memilih kopi ateng karena dianggap lebih menguntungkan. Hal itu telah dirasakan sendiri oleh masyarakat tersebut. Kebanyakan masyarakat pada awalnya menanam kopi Robusta namun setelah hasilnya yang kurang menguntungkan akhirnya masyarakat beralih kejenis kopi ateng (Arabika). Hal ini dirasakan langsung oleh petani tersebut setelah memproduksinya selama tiga tahun. Ternyata setelah tiga tahun dalam masa panen kopi mulai layu/mati satu persatu. Kopi Robusta ternyata berumur pendek.
1. Sosial-Budaya Masyarakat Desa Sikunikan
Informan pertama yang kami datangi yaitu Ibu Simanjuntak di desa Sikunihan II. Beliau memiliki lahan kopi seluas 8 hektar. Jenis kopi yang ditanam yaitu kopi ateng (arabika). Kopi tersebut berumur 10 tahun dengan tinggi sekitar + 2 meter. Ibu Simanjuntak mengurus sendiri kopi tersebut karena suaminya telah meninggal dunia sekitar 15 tahun yang lalu. Ibu Simanjuntak menghidupi sendiri ketiga orang anaknya. Namun sekarang dua diantara anak-anaknya sudah menikah dan satu lagi sudah hidup mandiri.
Lahan kopi yan digunakan oleh Ibu Simanjuntak merupakan lahan sendiri.
Lahan tersebut sebagian dipakai untuk menanam tanaman muda seperti cabe.
Tujuannya adalah karena kopi tidak setiap saat dapat dipanen sehingga untuk menutupi kebutuhan sehari-hari diperlukan usaha sampingan. Dalam memulai bertani kopi Ibu simanjuntak membutuhkan modal sekitar Rp 5.000.000. Modal tersebut digunakan untuk pengadaan bibit, perawatan, pemupukan serta pengolahan hingga kopi dapat dijual.
2. Sosial-Budaya Masyarakat Desa Pergambiran
Informan kedua yaitu Ibu Pananda yang bertempat di Desa Pergambiran.
Beliau menanam kopi ateng (arabika). Beliau memiliki luas lahan kopi sekitar 500 hektar. Kopi merupakan usaha utama bagi keluarga ini. Ibu memiliki tanaman tambahan seperti tomat dan cabe. Beliau bercocok tanam kopi sekitar 3 tahun lamanya, sehingga kopi beliau masih tergolong muda.
Penanaman kopi dilakukan dengan pembibitan sendiri yang membutuhkan waktu sekitar 8 bulan hingga 1 tahun.
Pembibitan yang dibuat bersumber dari kopi pilihan yang memiliki kriteria yakni: kopi tersebut merupakan kopi yang benar-benar tua, merah, besar dan berasal dari pohon kopi yang sudah berumur panjang. Setelah pembibitan beliau bersama suaminya melakukan penanaman. Jarak tanam yang dibuat yaitu sekitar 2 sampai 2,5 meter, alasannya agar tanaman lain bisa ditanam di bawah pohon kopi tersebut.
Berbagai perawatan yang dilakukan sehingga menghasilkan kopi yang berproduksi tinggi. Setelah penanaman beliau melakukan pemupukan sekitar 3 tahun sekali. Pupuk yang dipergunakan bermacam-macam, yaitu pupuk organik dan pupuk non organik (kompos) kandang dan kulit kopi. Selain itu dilakukan juga penunasan. Tunas-tunas kecil yang tumbuh diranting dan di batang harus dibuang.
Tunas-tunas kecil itu jika tidak dibuang akan mengganggu pembuahan kopi.
Menurut Ibu Pananda, kopi membutuhkan waktu sekitar 2 tahun untuk dapat memproduksi buah
Ibu Pananda merasa sangat menguntungkan sekali untuk bercocok tanam kopi. Kopi tidak memerlukan perawatan yang banyak. Setelah kopi dibersihkan, di pupuk maka bisa ditinggalkan. Hal ini membuat Ibu Pananda bisa mengurus tanaman yang lain.
Dengan melakukan wawancara yang begitu singkat berhubung ibu Pananda memiliki kegiatan lain sehingga kami berlih ke informan yang selanjutnya. Kami bertemu dengan Pak Regar dan Ibu Siallagan. Usaha kopi sudah lima tahun dilakukan sejak awal menikah. Kopi itu merupakan kopi warisan dari orang tua.
Saat ini kopi ssudah berumur 12 tahun. Luas lahan kopi sekitar 10 rantai (± 700 hektar). Jenis kopi yang dibudi dayakan yaitu kopi ateng (arabika). Beliau juga melakukan berbagai perawatan-perawatan untuk menghasilkan kopi yang optimal.
Namun, dengan keadaan kopi yang sudah berumur, kopi sulit sekali menghasilkan buah yang bagus dan melimpah.
3. Perbedaan dan Kesamaan Sosial Budaya di Daerah Sumbul
Dari sekian banyak informan yang kami temui, saling ada kesamaan diantara mereka. Perbedaan mendasar dari kebanyakan mereka yaitu cara perawatan dan pembibitan. Masyarakat di desa ini kebanyakan menanam kopi jenis Arabika.
Mereka memiliki alasan yang sama untuk memilih jenis kopi ini. Alasan-alasan itu adalah, umur kopi robusta yang sangat pendek, kopi robusta juga membutuhkan perawatan yang banyak dibanding kopi ateng selain itu kopi ateng (Arabika) memiliki tingga batang yang bisa dijangkau oleh pemiliknya, sehingga tidak mengkhawatirkan apabila kopi sudah bertambah besar.
Jenis kopi yang berbeda yang ditanam oleh salah seorang informan (Ibu Limbong). Beliau memilih bibit kopi brazil untuk dibudidayakan. Ibu Limbong ingin melihat bagaimana perbedaan jenis kopi ini dengan kopi ateng. Kopi ateng merupakan kopi yang sebelumnya sudah ditanam oleh Ibu Limbong dilahan yang berbeda. Sampai sejauh ini beliau tidak mampu menjelaskan lebih mendalam tentang kopi ini. Berhubung kopi ini masih keluaran baru. Tidak semua orang yang di desa ini yang mengetahui jenis kopi Brazil. Perbedaan yang sudah diketahuinya yaitu daunnya lebih tebal dan besar. Daun lebih hijau dan tingginya hanya sekitar
2-3 meter hingga kopi mati. Buah kopi Brazil juga lebih besar. Namun harganya sama dengan kopi Ateng (Arabika).
Informan-informan yang kami wawancarai untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka melakukan usaha sampingan. Mereka tidak terfokus pada usaha kopi. “kalau kami hanya mengurusi kopi ini jadi kami harus makan apa jika tidak musim panen, kecuali jika kopi kami berhektar-hektar dan kami bisa menyimpannya", kata salah seorang informan kepada kami.