Etnografi Kopi
R. Hamdani Harahap Abdullah Akhyar Nasution
Husni Thamrin
USU Press
Art Design, Publishing & Printing
Gedung F, Pusat Sistem Informasi (PSI) Kampus USU Jl. Universitas No. 9
Medan 20155, Indonesia
Telp. 061-8213737; Fax 061-8213737
usupress.usu.ac.id
O USU Press 2013
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang dilarang memperbanyak menyalin, merekam sebagian atau seluruh bagian buku ini dalam bahasa atau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit
ISBN 979-458-679-X
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Etnografi Kopi / R. Hamdani Harahap: Abdullah Akhyar Nasution; Husni Thamrin-- Medan: USU Press, 2013
ix, 59 p. ; ilus. ; 20 cm Bibliografi
ISBN: 979-458-679-X
1. Kopi I. Judul
Dicetak di Medan, Indonesia
KATA PENGANTAR
Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah mata kuliah wajib bagi setiap mahasiswa Antropologi di FISIP USU. Mata kuliah PKL ini berisi tentang bagaimana mahasiswa memiliki kemampuan untuk merumuskan kuesioner dan pedoman wawacara (interview guide) serta pedoman observasi, mewawancarai informan penelitian, mengobservasi objek penelitian, beradaptasi dengan masyarakat yang dijadikan objek penelitian, melakukan "rapport, mengambil foto objek penelitian, serta menulis laporan penelitian.
Keseluruhan rangkaian kemampuan di atas, sebelumnya telah diajarkan secara teoritis di kelas. Selain kemampuan di atas, mahasiswa juga diajarkan bagaimana mengelola proses pengumpulan data secara kelompok di lapangan. Materi yang diajarkan adalah pengurusan administrasi kepada lembaga atau kantor yang terkait dengan pengumpulan data di lokasi yang dijadikan objek penelitian, seperti surat izin kepada Camat dan Kepala Desa, serta dinas terkait dengan tema penelitian Demikian juga menghubungi informan di lokasi penelitian untuk mendiskusikan dan memutuskan dimana mahasiswa akan menginap, dan bagaimana pengelolaan makan serta kapan akan mendiskusikan hasil temuan lapangan Pengelolaan pengumpulan data juga menyangkut pembagian kelompok mahasiswa, merumuskan topik setiap kelompok, pengumpulan biaya PKL, kemudian menunjuk ketua kelompok, ketua mahasiswa dan bendahara, serta merumuskan rundown selama melakukan praktek penelitian lapangan.
Lokasi PKL di Kecamatan Sumbul, tepatnya di Desa Pergambiran dan Desa Perjuangan, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara. Tema penelitiannya adalah tentang kopi. Kecamatan Sumbul adalah salah satu lokasi penghasil kopi di Provinsi Sumatera Utara. Aspek kopi yang dijadikan objek kajian adalah sejarah keberadaan kopi di Kecamatan Sumbul, budidaya kopi, distribusi kopi, tinjauan sosial kopi, tinjauan ekonomi kopi, pengolahan kopi dan kebijakan terhadap kopi. Untuk menunjang data-data di atas dilakukan juga wawancara mendalam berupa life history
terhadap 5 orang informan Informan yang dijadikan untuk life history adalah orang- orang yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas mengenai kopi dari setiap aspek kajian di atas.
Proses penelitian dilakukan dengan membentuk kelompok mahasiswa berdasarkan aspek-aspek yang dijadikan penelitian Waktu penelitian (PKL) dilakukan selama tiga (3) hari. Selama melakukan PKL mahasiswa Antropologi menginap di rumah seorang informan, Ibu boru Siregar. Sebelum melakukan wawancara para mahasiswa diberikan pengarahan oleh dosen yaitu Dr. R.Hamdani Harahap, MSi, asisten dosen Saruhum Rambe, S Sos, Msi, dan Abdullah Akhyar Nasution, S Sos, MSi. Pengarahan yang diberikan lebih banyak bagaimana mahasiswa melakukan hubungan baik dengan informan sembari menjaga objektifitas data (rapport),
Hasil praktek kerja lapangan ini disana sini masih sangat banyak kekurangan, oleh sebab itu saya sangat berharap banyak saran dan masukan dari pembaca terutama untuk perbaikan buku ini, juga saran untuk pelaksanaan PKL di masa yang akan datang. Untuk itu saya mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada Ketua Departemen Antropologi FISIP USU, Dr. Fikarwin Zuska, yang telah memberikan tanggung jawab kepada saya untuk mengasuh mata kuliah PKL di Departemen Antropologi FISIP USU, Kepada tiga orang yang sangat dekat dengan saya Saruhum Rambe, S Sos MSi dan Abdullah Akhyar Nasution, S Sos, MSi serta Arifin Hasibuan saya ucapkan banyak terima kasih yang bersedia menemani saya ke lapangan, membantu memberikan arahan dan bimbingan kepada mahasiswa yang sedang melakukan PKL.
Kepada Ketua Kelas Angkatan 2010 Mahasiswa Antropologi saudara Bendri Ritonga yang menjadi ketua panitia kegiatan PKL ini serta saudari Annisa Solihati sebagai bendahara kegiatan PKL, saya ucapkan terima kasih atas dedikasi dan tanggung jawab terhadap kegiatan PKL. Semoga sepasang insan Antropologi ini dapat melanjutkan kiprahnya lebih jauh di masa yang akan datang di bidang Antropologi dan bidang-bidang lain. Saya ucapkan juga terima kasih kepada Husni Thamrin S Sos MSP, walaupun bukan dosen Antropologi tetapi bersama Abdullah Akhyar Nasution, S Sos, Msi bersedia membantu mengedit laporang PKL ini dan membantu menerbitkannya sehingga menjadi sebuah buku. Terakhir saya juga mengucapkan
terima kasih kepada seluruh mahasiswa Antropologi peserta PKL terutama sekali lagi saudara Bendri Ritonga yang telah mengelola PKL ini dengan baik dan pasangannya Annisa Solihati sebagai bendahara. Kemudian terima kasih juga kepada Jayanti yang telah bersedia menuliskan bab I pendahuluan, kemudian kepada Bendri, Nisa, Laila dan Nur Hasanah yang telah menuliskan Tinjauan Pustaka, serta Juliani dan Edi Safri yang menuliskan Metode Praktek Kerja Lapangan.
Terima kasih yang tak terhingga kepada seluruh mahasiswa yang telah melakukan praktek kerja lapangan yaitu kelompok mahasiswa yang menuliskan tentang budidaya kopi yaitu Agus, Juandi, Maulana, Rudy, Wening, dan Jisman, kelompok yang menuliskan distribusi kopi yaitu Rini Rezeki Utami, Suci Wulansari, Rama Sitha Husna, Chandra P.L Tobing, Rianda Purba, Wisnu Tri Wibowo, kelompok mahasiswa yang menuliskan pengolahan kopi yaitu Redno Boekit, Fandi Ahmad Harahap, Prasetyo Utomo, Adi Prana, Septian Yudiansyah, Fanny Larasati, Claudya Alice L Barient, kelompok mahasiswa yang sejarah desa dan sejarah kopi yaitu Laila Ulfa, Widya Indriani, Annisa Sholihati, Bendry S. Ritonga, Rubesly Dolok Saribu, Eddy Syafri Husein Ritonga, kelompok yang menuliskan sosial ekonomi yaitu Denny Pratama Putra, Jayanti P.N.Sihombing, Elsha Monica Pasaribu, Asrul Wijaya Saragih, Muhammad Rifai, Richa Meliza, Sri Mauliani, kelompok yang menulis tentang sosial budaya kopi yaitu Arnold B Sinulingga, Deswita Sari, Medi Harianja, Onyx Simangunsong, Nurhasanah Tumanggor, kelompok yang menulis tentang kebijakan kopi yaitu Daniel Simangunsong, Citra P Harefa, Sardo Naibaho, Indra S Sianipar, Juliani Zalukhu, Novi P Sinaga, kelompok yang menulis tentang Doni Latuperisa, Syahrian Rejeki, Martha Haryati Purba, Putri Septima S, Munandar, Evelyna S Sihombing. Semoga buka sederhana ini bermanfaat bagi semua pembaca. Salam Kerabat Antropologi.
Medan, Mei 2013
R. Hamdani Harahap
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...
Daftar Isi ...
Bab I.
PENDAHULUAN ...
1.1. Latar Belakang Masalah ...
Bab II.
KOPI DAN JENISNYA. ...
A. Kopi Arabika (Caffea Arabica. L). ...
B. Kopi robusta (Cafeea canephora. L) ...
Bab III
METODE PENELITIAN ...
A. Observasi ...
B. Wawancara ...
Bab IV
SEJARAH DESA DAN MASUKNYA KOPI ...
4.1. Sejarah Terbentuknya Daerah Sumbul A. Asal Usul Terbentuknya Desa Perjuangan di Kecamatan Sumbul B. Asal Usul Terbentuknya Desa Pergambiran ...
4.2. Sistem Kepemimpinan Desa Sumbul Pada Awal Terbentuknya Desa
Bab V.
BUDIDAYA KOPI ...
1. Media Tanah ...
2. Jenis Kopi yang Ditanam. ...
3. Latar Belakang Bertani Kopi.... ...
4. Pembibitan ...
5. Pemupukan ...
6. Hama.... ...
7. Pendederan atau Penyebaran Bibit ...
8. Pemangkasan ...
9. Pemanenan. ...
Bab VI.
SOSIAL BUDAYA ...
1. Sosial-Budaya Masyarakat Desa Sikunikan ...
2. Sosial-Budaya Masyarakat Desa Pergambiran. ...
3. Perbedaan dan Kesamaan Sosial Budaya di Daerah Sumbul ...
Bab VII.
KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PETANI KOPI . ...
1. Dari Segi Kehidupan Sosial.. ...
2. Dari Segi Sosial Ekonomi.... ...
Bab VIII.
PENGOLAHAN KOPI ...
8.1. Klasifikasi Kopi Arabica ...
8.2. Alat Pengolahan Kopi Arabica Arabica ...
8.3. Metode Pengolahan Kopi 8.4. Kendala Dalam Proses Pengolahan Kopi dan Cara Mengatasinya.. 8.5. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Pasca Panen Kopi ...
Bab IX.
DISTRIBUSI KOPI. ...
9.1. Pengertian Distribusi ...
1. Fungsi Distribusi ...
2. Sistem Distribusi ...
3. Distribusi Kopi yang Berada di Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. ...
Bab X.
KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PETANI KOPI ...
10.1. Masyarakat Petani Kopi ...
10.2. Pandangan Pemerintah Terhadap Petani dan Tanaman Kopi. 10.3.
Pandangan Masyarakat Petani Terhadap Pemerintah ...
Daftar Pustaka ...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kopi dalam bahasa latin coffea, anggota keluarga KE Rubiaceae adalah sejenis minuman dari pengolahan biji dan pengekstarian biji dari tanaman kopi. Kopi yang identik dengan si biji kecil yang hitam dan pahit ini memiliki daya tarik tersendiri, baik dari segi cita rasa dan juga peluang usaha dari budidaya dan juga jual belinya.
Tanaman kopi adalah suatu jenis tanaman tropis, yang dapat tumbuh dimana saja, terkecuali pada tempat-tempat yang terlalu tinggi dengan temperatur yang sangat dingin atau daerah-daerah yang tandus yang memang tidak cocok bagi kehidupan tanaman. Daerah-daerah di bumi ini yang tidak cocok untuk ditanami tanaman kopi, yaitu pada garis Lintang Utara Lautan Pasifik, daerah tropis di gurun Sahara, dan garis Lintang Selatan seluruh Lautan Pasifik serta Australia di sebelah Utara dimana tanahnya sangat tandus.
Di Indonesia terdapat banyak lahan yang dapat digunakan sebagai tempat budidaya kopi, mulai dari Sabang sampai Merauke paling tidak ada tempat yang berpeluang untuk budidaya kopi. Terkhusus di daerah Sumatera Utara ada banyak lahan-lahan yang digunakan untuk lahan tanaman kopi, salah satunya di Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi. Kabupaten Dairi merupakan salah satu dataran tinggi di provinsi Sumatera Utara dengan ibu kotanya Sidikalang, memiliki lahan pertanian dan hutan yang sangat luas, daerah ini di huni oleh beberapa suku bangsa yang hidup secara berdampingan antara lain suku bangsa Pak-pak yang diyakini suku asli daerah ini, juga suku Batak Toba, Karo, Jawa dan lain-lain.
Pada umumnya pekerjaan masyarakat di Kec. Sumbul sehari hari adalah kebanyakan bertani, berbagai macam tanaman yang mereka usahakan seperti kopi, sayuran kol, jipang, sawi, padi sawah dan darat, jagung, Jeruk, nilam dan lain sebagainya, diantara semua tanaman ini yang paling terkenal adalah tanaman kopi,
yang biasa disebut kopi Sidikalang. Areal produksi kopi robusta dan arabica yang tersebar di 13 Kecamatan di Kabupaten Dairi. Luas perkebunan 14.117 Ha dengan produksi 6.7 ribu ton per tahun.
Tanaman kopi merupakan komoditas utama dari daerah Kabupaken Dairi, sehingga semua aspek kehidupan yang ada di daerah ini selalu ada hubungannya dengan tanaman kopi, mulai dari sosial ekonomi, sosial budaya, dan aspek lain. Dalam proses budidaya sendiri ada cara-cara khusus yang dilakukan, begitu juga dalam hal lain seperti pemasaran, produksi distribusi.
Dalam tulisan ini akan berfokus pada Desa Perjuangan dan Desa Penggambiran yang ada di Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi. Tulisan ini akan berisi tentang bagaimana proses budidaya yang dilakukan petani-petani kopi di daerah ini, hingga pengolahan, pendistribusian serta kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya.
Tulisan ini merupakan hasil dari kegiatan mahasiswa Antropologi Sosial Universitas Sumatera Utara, untuk mengetahui dan menyelesaikan tugas kuliah.
Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk Praktik Kuliah Lapangan. Di dalam kegiatan ini mahasiswa akan mencari data-data semua tentang yang berhubungan dengan tanaman kopi, petani kopi dan juga kebijakan pemerintah tentang kopi, serta sejarah tentang Desa yang menjadi tempat penelitian.
Jumlah mahasiswa yang ikut dalam PKL 48 orang, terdiri dari 26 orang mahasiswa laki-laki dan 22 orang mahasiswa perempuan, sebagian besar berasal dari stambuk 2011 dan satu orang dari 2010. Pelaksanaan PKL dilakukan pada hari jumat tanggal 14 sampai minggu tanggal 16 Desember 2012, selama 3 hari. Proses PKL dilakukan setelah mendapatkan perkuliahan PKL dengan materi:
1. Pengenalan tentang kedudukan Filed Work dalam Antropologi 2. Pengenalan akan Teknik-teknik Umum Pengumpulan Data 3. Teknik Pengumpulan Data Melalui Observasi dan Variasinya 4. Teknik Pengumpulan Data Melalui Wawancara dan Variasinya
BAB II
KOPI DAN JENISNYA
Tanaman kopi termasuk dalam family Rubiaceae dan terdiri atas banyak jenis antara Coffea Arabica, Coffea Robusta dan Coffea Liberica. Negara asal tanaman kopi adalah Abessinia yang tumbuh di dataran tinggi. Sistematik tanaman kopi Robusta menurut Armansyah (2010) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheabionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rubiales Famili : Rubiaceae
Genus : Coffea
Spesies : Coffea Robusta Lindl
Kopi merupakan sumber utama kafein. Begitu terkenalnya kopi sampai timbul istilah coffea break atau "rehat kopi" di setiap acara resmi seperti seminar, lokakarya dan rapat. Saat itu para tamu atau peserta beristirahat sebentar untuk menikmati kue- kue sambil minum secangkir kopi atau teh. Sementara dalam kehidupan sehari-hari, kopi seringkali dijadikan pendamping sarapan pagi (Suriani, 1997).
Minum kopi ternyata dapat meningkatkan resiko terkena stroke. Sebuah penelitian yang dimuat dalam journal of neorology, neurosurgy and psychiatry tahun 2002 menyimpulkan bahwa minum lebih dari 5 gelas kopi per hari akan meningkatkan resiko terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah. Kafein juga dapat menyebabkan insomnia, mudah gugup, sakit kepala, merasa tegang dan cepat marah.
Pada wanita hamil juga disarankan tidak mengkonsumsi kopi dan makanan yang mengandung kafein. Hal ini karena kafein dapat meningkatkan denyut jantung. Pada janin dapat menyerang plasenta dan masuk dalam sirkulasi darah janin. Dampak
terburuknya, bisa menyebabkan keguguran (Anonim, 2009). Secara garis besar kopi dibagi atas dua yaitu:
A. Kopi Arabika (Caffea Arabica. L)
Kopi arabika berasal dari Etiopia & Abessinia. Kopi arabika dapat tumbuh dengan ketinggian 700-1700 mdpl dan temperature 16-20 C. Kopi arabika berbuah setahun sekali. Kopi arabika menguasai pasar kopi di dunia hingga 70%. Kopi arabika memiliki aroma yang khas. Kopi arabika memiliki rasa yang asam yang tidak dimiliki oleh kopi jenis robusta. Kopi arabika memiliki perbedaan antara kopi lainnya karena rasa kopi tergantung dari cuaca dan tanah tempat kopi di tanam (Anonim, 2011a).
B. Kopi Robusta (Cafeea canephora. L)
Kopi robusta berasal dari Kongo dan tumbuh pada ketinggian 400-700 mdpl.
Produksi kopi robusta lebih sedikit daripada kopi arabika. Kopi robusta hanya mencapai 30 % di pasaran komoditi dunia. Kopi robusta juga sudah banyak tersebar di wilayah Indonesia dan Filiphina. Kopi robusta memiliki rasa seperti coklat, memiliki aroma yang khas dan rasa yang manis, arabika. Jenis Chanepora. Dalam pertumbuhannya dengan kopi arabika yakni tergantung dan proses pngolahan dan pengemasan untuk setiap Negara dan menghasilkan rasa yang sedikit banyak juga berbeda (Anonim, 2011a).
Selain kedua kopi di atas, ada jenis kopi lainnya namun pelabelannya lebih dikarenakan proses pengolahannya. Kopi tersebut adalah kopi Luwak. Kopi luwak adalah seduhan kopi menggunakan biji kopi yang diambil dan sisa kotoran luwak/musang kelapa. Biji kopi ini diyakini memiliki rasa yang berbeda setelah dimakan dan melewati saluran pencernaan luwak. Kemasyhuran kopi ini dikawasan Asia Tenggara telah lama diketahui, namun baru menjadi terkenal luas di kalangan peminat kopi gourment setelah publikasi pada tahun 1980-an (Anonim, 2011b).
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian Kualitatif. Bogdan dan Taylor (1992: 21-22) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yng menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik.
A. Observasi
Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai pertanian kopi di kecamatan sumbul. Dalam melakukan observasi peneliti akan mengamati secara langsung bagaimana sejarah kopi dan desa, kebijakan pemerintah terhadap tanaman kopi, budidaya kopi. Observasi berguna juga untuk mengetahui bagaimana keadaan lingkungan sekitar dimana penelitian dilakukan.
B. Wawancara
Peneliti menggunakan teknik indepth interview atau wawancara mendalam untuk mendapatkan informasi dari informan. Wawancara digunakan untuk mengetahui bagaimana sejarah kopi dan desa, kebijakan pemerintah terhadap kopi, budidaya kopi, melalui panduan interview guide sebagai bahan acuan pertanyaan. Dalam mencari informan peneliti harus mencari yang bisa membantu mendapatkan informasi, biasanya seperti tetua adat, kepala desa dll.
BAB IV
SEJARAH DESA DAN MASUKNYA KOPI
4.1. Sejarah Terbentuknya Daerah Sumbul
Sulit untuk mencari orang yang mengetahui tentang asal-usul Terbentuknya Kecamatan Sumbul. Ini dikarenakan para penduduk asli dari kampung ini sudah banyak yang pindah ke daerah lain. Sebagian dari suku asli tersebut memang masih ada, tetapi sebagian besar sudah pindah ke daerah Pak-Pak Barat. Maka pada penjelasan berikutnya kami beralih kepada kampung-kampung yang ada di dalam kecamatan itu sendiri yaitu Desa Pergambiran dan Desa Perjuangan. Adapun data mengenai Kecamatan Sumbul akan kami paparkan dengan seksama.
A. Asal Usul Terbentuknya Desa Perjuangan di Kecamatan Sumbul
Sekitar tahun 1950 suku bangsa Batak Toba yang datang dari daerah Tapanuli menggarap lahan kosong yang pada awalnya diberi nama "Lae Rias” oleh tokoh masyarakat Pak Pak. Setelah "perluasan wilayah" siap dilakukan, masyarakat suku Pak-Pak yang bermarga (CLAN) Matanari yang tinggal di sekitar daerah tersebut mengklaim bahwa tanah itu adalah tanah pak-pak, ketika ada tanah kosong marga Matanari mengambil tanah tersebut sehingga sering terjadi keributan antara kedua suku ini. Selama bertahun-tahun sebagian besar kegiatan yang dilakukan oleh kelompok pendatang diatur oleh orang Pak-Pak. termasuk pesta adat yang dilakukan oleh orang Batak Toba yang ada di daerah tersebut harus memberikan "jambar" atau bagian sumbangan yang berupa daging secara simbolis kepada marga Mataniari dan semua telah di atur dalam kontrak.
Gambar 1. Suasana di salah satu sudut Desa Pergambiran
Pada akhirnya para tokoh masyarakat/adat (tetua) Batak Toba menyadarkan masyarakat bahwa tidak ada bukti bahwa tanah yang mereka tempati adalah milik marga Matanari. Kemudian para tetua atau tokoh adat tersebut mengumpulkan warga dengan menggunakan tung-tung (sejenis pentungan yang terbuat dari kayu yang dilubangi) ke sebuah tempat untuk melakukan pertemuan atau musyawarah. Setelah sadar akan perkataan para ketua adat maka mayarakat Lae Rias malakukan perlawanan kepada marga Matanari untuk merebut kembali tanah yang telah mereka buka, karena perjuangan dan berhasil merebut Lae Rias dari suku Pak-Pak, maka nama Lae Rias diubah menjadi "Desa Perjuangan" pada sekitar tahun 1969.
Gambar 2. Beberapa Peserta PKL I berpose dengan Ibu M. Pasaribu dan Ibu H. Munthe.
B. Asal Usul Terbentuknya Desa Pergambiran
Desa Pergambiran merupakan desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Sumbul. Letak desa ini berdekatan dengan desa Perjuangan, sekitar 1,5 km setelah desa Perjuangan. Sebenarnya nama Desa Pergambiran ini tidak ada hubungannya dengan gambir seperti perkiraan kami pada saat pertama kali mendengar nama desa tersebut. Karena pada awalnya mata pencaharian utama masyarakat di sini adalah Nilam dan Kemenyan atau dalam bahasa bataknya Haminjon. Pada saat kopi menjadi tanaman yang sangat menguntungkan, maka masyarakat di desa ini pun ikut mengganti mata pencahariannya menjadi petani kopi. Pada mulanya desa ini masi sangat sedikit ditempati oleh manusia. Namun ketika pembukaan lahan oleh pemerintah, maka suku-
suku bangsa pendatang dari berbagai daerah pun berdatangan untuk menggarap lahan di desa ini.
Gambar 3. Seorang Peserta PKL I sedang mewawancarai Bapak Manahan Sinaga, warga asli desa Pargambiran.
4.2. Sistem Kepemimpinan Desa Sumbul Pada Awal Terbentuknya Desa
Pada awal terbentuknya desa ini, kepemimpinan yang dipakai untuk mengatur daerah ini adalah sistem kepemimpinan ketua adat atau bahasa daerahnya sering disebut natua-tua ni huta. Pada perkembangan zaman saat ini dimana sistem pemerintahannya dipimpin oleh Camat sebagai pimpinan kecamatan, peran dari para natua-tua ni huta ini pun tetap tidak berkurang, hanya fungsinya saja yang mengalami perubahan.
a. Terjadinya Perubahan Struktur Kepemimpinan di Desa dari Awal Terbentuknya Desa hingga Sekarang
Perubahan kepemimpinan di daerah Sumbul terjadi karena sudah masuknya sistem politik pemerintahan nasional. Sistem kepala suku atau natua-tua ni huta yang sebelumnya dipakai oleh masyarakat pun kini berganti menjadi sistem birokrat yang lebih modern. Natua-tua ni huta pada awalnya merupakan kepala suku di daerah tersebut yang berasal dari suku asli (Pak-Pak), yang memimpin suku bangsa asli dan suku-suku bangsa pendatang.
b. Keberadaan Tokoh yang Menjadi Panutan dan Disegani oleh Masyarakat
Pada saat ini dimana kehidupan di daerah sumbul sudah semakin beragam dengan hadirnya suku-suku bangsa lain seperti Karo, Toba, Jawa dan lain-lain.
Akhirnya lahirlah beberapa tokoh dari masing-masing suku bangsa yang disegani oleh suku-suku bangsa lainnya. Perwakilan atau pemimpin tokoh dari suku-suku bangsa tersebut kemudian melatarbelakangi terbentuknya walu suhu. Walu suhu merupakan perwakilan tokoh dari masing masing suku bangsa yang berada di Sumbul. Walu suhu memiliki arti delapan suku, yang dimana pengertian ini mengacu kepada pemimpin delapan suku yang terdiri dari:
- Suku bangsa Pak-pak
- Suku bangsa Batak Toba yang dibagi menjadi tiga : Samosir, Balige, Tarutung - Suku bangsa Karo
- Suku bangsa Simalungun - Suku Bangsa Jawa
c. Fungsi Tokoh Tersebut Dalam Kehidupan Desa
Fungsi dari tokoh-tokoh adat tersebut (walu suhu) adalah sebagai pengambil keputusan ketika ada suatu masalah yang terjadi didaerah tersebut dan harus dilakukan musyawarah sebagai jalan penyelesaiannya. Dimana dalam penyelesaiannya, musyawarah tersebut melibatkan delapan suku yang kemudian masing-masing suku diwakili oleh salah satu tokoh yang tergabung dalam walu suhu. Maka dalam pengambilan keputusan dimusyawarah tersebut, walu suhu lah yang berperan sebagai pengambilan keputusan.
1. Masa Kejayaan Daerah Sumbul
Masa keemasan di daerah sumbul terjadi pada tahun 1969 hingga akhir 1998.
Daerah Sumbul mengalami periode keemasannya ketika hasil kopi di daerah tersebut mengalami puncaknya. Penyumbang hasil kopi terbanyak yang didapat oleh daerah sumbul didapat dari Desa Perjuangan dan Pergambiran. Adanya harga yang tinggi dan pangsa pasar yang sangat luas mumbuat petani kopi mendapat banyak keuntungan.
2. Masa Keterpurukan Daerah Sumbul
Masa keterpurukan di daerah Sumbul terjadi pada tahun 2012. Tahun 2012 merupakan tahun yang paling berat yang pernah dilalui oleh para petani kopi di daerah Sumbul. Keterpurukan ini diakibatkan oleh hasil pertanian yang banyak namun mengalami kerugian karena harga jual kopi yang rendah. Pada masa keemasannya kopi
Sumbul dapat dihargai Rp.20.000/kg, namun sekarang petani hanya dapat menjual kopinya dengan harga Rp.10.000/kg, kondisi ini membuat petani resah karena ongkos dari penanaman sampai pemanenan tidak sebanding dengan hasil yang mereka dapatkan. Tidak diketahui pasti penyebab dari turunnya harga kopi ini. Namun di kalangan petani kondisi ini ditengarai diakibatkan oleh para tengkulak dan orang-orang penting yang mengatur jalan keluar masuknya produksi kopi di daerah ini. Para petani pun berharap dengan adanya penelitian ini, dapat menjelaskan apa sebenarnya permasalahan yang sedang mereka hadapi. Satidaknya itu merupakan ungkapan dari para petani yang kami wawancarai baik di Desa Perjuangan maupun Desa Pergambiran.
3. Momentum atau Periode yang Dianggap Punya Pengaruh Penting Terhadap Kondisi Daerah Tersebut (Sumbul)
Momentum yang memiliki pengaruh penting di daerah tersebut adalah pada saat perjuangan suku bangsa Batak Toba merebut Desa Perjuangan yang di klaim milik marga Matanari yang merupakan bagian dari suku bangsa Pak-Pak. Kemenangan suku bangsa Batak Toba dalam perebutan tanah ini berdampak pada desa-desa lainnya.
Dimana desa-desa yang pada penggarapan lahan pertaniannya dilakukan oleh suku pendatang kemudian menjadi tanah sah milik para penggarapnya.
4. Keberadaan Penduduk Asli dan Pendatang
Suku yang pertama kali mendiami daerah sumbul ini adalah suku bangsa Pak- Pak atau dikenal juga sebagai suku bangsa asli bagi suku-suku bangsa pendatang.
Keberadaan suku bangsa asli tersebut (Pak-Pak) masih ada, namun jarang dijumpai di daerah sumbul ini. Dikarenakan suku bangsa asli tersebut sudah banyak yang pindah ke dacrah Pak-Pak Barat. Sehingga daerah Sumbul ini lebih di dominasi oleh keberadaan suku bangsa Batak Toba dan Karo. Suku bangsa Pak-Pak tersebut sudah mulai tersaingi dari segi ekonomi, pendidikan maupun politik. Kita dapat melihat hal tersebut dari banyaknya aparat pemerintahan daerah yang didalamnya di dominasi oleh batak Toba, maupun dari segi pendidikan dimana banyak sekali anak-anak dari suku bangsa pendatang yang berhasil dari segi akademis hingga bisa menjadi sarjana
a. Awal Mula Para Pendatang atau Suku-Suku Bangsa Lain Masuk dan Tinggal ke Daerah Sumbul
Awal mula masuknya para pendatang dari suku lain adalah diakibatkan oleh pembukaan lahan besar-besaran yang dilakukan pemerintah di daerah terpencil seperti Desa Perjuangan dan Pergambiran di Kecamatan Sumbul. Pada awal mulanya para pendatang tersebut bukan berprofesi sebagai petani kopi, melainkan sebagai petani nilam dan kemenyan. Ini adalah salah satu faktor yang membuat mengapa para pendatang memilih daerah ini untuk menjalani hidupnya. Selain masih banyaknya lahan yang bisa digarap, harga dari komuditas tanaman tani masih sangat menggiurkan. Suku bangsa yang menjadi pendatang pertama kalinya adalah suku bangsa Batak Toba yang berasal dari Samosir dan Balige.
b Penyebab Datangnya Para Pendatang dari Daerah Lain
Faktor yang menyebabkan suku-suku bangsa pendatang tersebut dalam hal ini Batak Toba datang dan memilih untuk tinggal di daerah ini adalah karena pembukaan lahan dari pemerintah dan masih suburnya tanah didacrah ini untuk membuka lahan pertanian mereka. Lain halnya dengan suku bangsa Batak Toba, maka suku bangsa Jawa datang ke daerah ini lebih dikarenakan ingin mengikuti kesuksesan suku bangsa Batak Toba yang telah terlebih dahulu tinggal di daerah ini.
c. Reaksi Mayarakat Asli Terhadap Para Pendatang
Sikap dari penduduk suku bangsa atau masyarakat asli terhadap pendatang tentu mendapat pertentangan pada awalnya. Pertentangan ini di dominasi oleh persoalan lahan yang ditempati oleh suku pendatang yang di klaim milik penduduk asli daerah tersebut dalam hal ini suku bangsa Pak-Pak. Sebagai contoh di Desa Perjuangan yang sebelumnya sudah dijelaskan. Namun sekarang pertentangan-pertentangan tersebut sudah bisa dikatakan tidak ada. Karena baik suku asli maupun pendatang telah hidup damai berdampingan dalam kurun waktu yang lama.
5. Mulai Masuknya Agama ke Daerah Sumbul a. Proses Masuknya Agama ke Daerah Sumbul
Tahun berapa masuknya agama ke daerah Sumbul ini tidak dapat diketahui dengan pasti. Ini dikarenakan agama sudah ada sejak daerah tersebut dibuka.
Tidak ada data untuk mengetahui bagaimana proses masuknya agama ke daerah ini. Namun banyak masyarakat berpendapat bahwa masuknya agama ke daerah ini pertama kali dibawa oleh para pendatang yang didominasi oleh suku bangsa Batak Toba. Agama yang pertama kali masuk ke daerah ini adalah agama kristen katolik yang kemudian diikuti oleh Kristen Protestan dan Islam.
b. Reaksi Masyarakat Pada Saat Pertama Kali Masuknya Agama ke Daerah Sumbul Reaksi masyarakat pada saat pertama kali masuknya agama ke daerah sumbul adalah bersikap sangat menerima. Rasa penasaran masyarakat akan apa arti agama mendorong perkembangan yang begitu pesat dalam bidang agama.
Masyarakat yang pada awalnya tidak memiliki agama pun kemudian memilih agama yang ia rasa cocok dengan kehidupannya.
6. Sejarah Masuknya Kopi di Desa Perjuangan dan Pergambiran Kecamatan Sumbul
Pada awalnya bibit kopi dibawa langsung oleh petani kopi dari daerah Tapanuli ketika membuka Desa Perjuangan dan Pergambiran yang kemudian menyebar ke daerah lain. Kopi yang pertama kali di tanam adalah kopi robusta.
Kopi robusta dibawa langsung dari Tapanuli oleh suku Batak Toba ketika membuka Desa Perjuangan dan Pergambiran, karena hasil kopi robusta kurang menjanjikan, maka petani kopi mulai beralih ke kopi arabika. Kopi arabika pertama yang ditanam adalah jenis kopi jogor/jugur. Kopi ini sudah sangat langka dan hasil yang produksi juga kurang banyak, umur panen kopi juga sangat di lama yakni hingga 10 tahun.
Kemudian petani menanam kopi Jember yang berasal dari Jember lalu terakhir kopi ateng yang di kembangkan di Desa Littong, Dolok Sanggul Kabupaten Dairi.
Menurut wawancara yang kami lakukan di dua desa penghasil kopi di daerah Sumbul, yang pertama kali memperkenalkan kopi di daerah ini adalah suku
bangsa Batak Toba. Suku bangsa batak toba membawa bibit kopi dari Tapanuli untuk kemudian ditanam dan di kembangkan di daerah Sumbul.
Pada awalnya mata pencaharian masyarakat di daerah ini adalah sebagai penghasil nilam dan kemenyan. Namun pengolahan Nilam yang membutuhkan waktu lama dan hasilnya yang tak seberapa membuat masyarakat mengganti tanamannya. Sedangkan pekerjaan pengumpul kemenyan telah dianggap ketinggalan zaman oleh anak muda yang ada di daerah tersebut. Maka hal ini pula yang melatar belakangi bergantinya mata pencaharian masyarakat menjadi petani kopi. Jenis kopi yang pertama kali ditanam di daerah ini (Sumbul) adalah jenis kopi robusta. Namun karena berbagai masalah yang dihadapi oleh para petani, masyarakat kemudian mengganti jenis tanaman kopinya.
Masyarakat telah beralih dengan mengganti jenis-jenis tanaman kopinya, diantaranya jenis kopi arabika yaitu kopi jogor/jugur, kopi jember dan terakhir kopi ateng. Pergantian ini dikarenakan jenis-jenis kopi sebelumnya yang dirasa petani kurang menguntungkan, sehingga memaksa petani untuk berpindah-pindah dalam memilih tanaman kopi yang paling ideal dan menguntungkan untuk di tanam.
Hingga sampai pada pilihan jenis kopi ateng yang bercirikan pohon yang pendek dengan buah yang banyak dan berbuah setelah 3 tahun di tanam.
7. Mata Pencaharian Masyarakat di Daerah Sumbul
Dalam kehidupan masyarakat di daerah Sumbul, tidak semua masyarakat bermata pencaharian sebagai petani kopi. Mata pencaharian masyarakat di daerah ini memang di dominasi oleh petani kopi. Persentasenya sekitar 90% petani kopi, 5% Pegawai Negeri Sipil (PNS), polisi, tentara, pedagang dan lain-lain. Itupun dalam beberapa kesempatan saya menjumpai dua orang Polisi yang dalam kehidupannya sehari hari juga bertani kopi sebagai mata pencaharian tambahan.
Sebelum berprofesi sebagai petani kopi, masyarakat di daerah ini menggantungkan hidupnya sebagai penghasil nilam dan kemenyan. Setidaknya itulah informasi yang kami dapat pada saat wawancara.
BAB V
BUDIDAYA KOPI
Di pasar kopi internasional, kopi Indonesia juga banyak digemari. Namun, produsen kopi Indonesia yang umumnya berasal dari perkebunan rakyat masih belum mampu memenuhi permintaan pasar yang tinggi tersebut, baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menjadi penghambat selama proses budidaya kopi. Mulai dari proses penanaman sampai pemanenan yang akhirnya mempengaruhi mutu kopi yang dihasilkan.
Oleh karena itu, penanganan budidaya kopi harus diberikan secara optimal, terutama dalam hal penerapan teknik budidaya dan cara pengolahan yang benar.
1. Media Tanah
Tanah yang digunakan dalam menanam kopi adalah jenis tanah yang gembur. Yang memiliki unsur kompos dan memilki ph standar yakni 5,0-7,0.
Semakin tinggi kandungan ph yang terdapat dalam tanah maka semakin baik untuk tanaman kopi. Jarak antara tanaman kopi yang satu dengan tanaman kopi lainnya adalah 2,5m sampai 3m. Jarak antara tanaman kopi yang satu dengan kopi yang lainnya memang tidak boleh terlalu dekat karena bisa membuat kurang masuknya cahaya matahari pada tanaman kopi yang kemudian berdampak pada hasil kopi yang didapat kurang maksimal. Tanaman kopi yang baik memang lebih cocok ditanam di daerah beriklim dingin atau sejuk yang bersuhu sekitar 15-20 seperti daerah Sumbul Sidikalang ini. Hal ini dimaksudkan agar tanaman kopi tersebut bertahan lama. Kopi yang ditanam pada suhu sejuk atau dingin akan bertahan pada usia yang cukup lama yakni hingga puluhan tahun ketimbang tanaman kopi yang ditanam pada suhu yang panas.
2. Jenis Kopi yang Ditanam
Jenis kopi yang umum ditanam di daerah Sumbul ini adalah jenis kopi ateng atau kopi Arabika. Hal ini dikarenakan cara perawatannya yang mudah, tidak
membutuhkan banyak biaya dan harga jualnya lebih tinggi dari pada kopi Robusta yang menyebabkan jenis kopi ini paling banyak di tanam oleh petani kopi yang ada di Sumbul. Jenis Bibit kopi ateng ini bisa diperoleh dengan cara pembibitan sendiri ataupun bisa dibeli di Dinas Pertanian Kec. Sumbul melalui kelompok-kelompok petani.
3. Latar Belakang Bertani Kopi
Pada umumnya para petani kopi yang terdapat di Kecamatan Sumbul memang lebih memilih usaha bertani kopi sebagai usaha utama. Hal ini dikarenakan bertani kopi lebih mudah dibandingkan bertani tanaman lain serta penghasilan yang didapat cukup lumayan. Seperti salah satu informan yang kami wawancarai. Ia dalam sebulan dapat memanen 192 kg kopi dengan harga jual kopi per kilo nya adalah Rp.15.000. Dari hasil pertaniannya la dapat menghasilkan sekitar Rp.
2.880.000/bulannya.
4. Pembibitan
Dalam pertanian pasti ada yang namanya proses pembibitan. Pembibitan dalam penanaman kopi ialah pertumbuhan bibit kopi selama berada dalam polyback hingga siap ditanam dilahan luas. Adapun teknik-teknik yang di gunakan dalam melakukan pembibitan ialah:
a. Menyiapkan bibit yang akan ditanam. Dengan ciri-ciri bibit baik adalah bibit yang di peroleh dari buah kopi yang berwarna merah dan berbiji 2 dan berukuran besar.
b. Menyiapkan polyback yang akan dipakai pada saat pembibitan awal. Buah kopi yang sudah didapat harus dikupas lalu dicuci. Hingga kemudian dimasukkan ke dalam polyback yang berisi tanah yang sudah dicampur dengan pupuk kompos.
Gambar. 5.1. Bibit Kopi yang Ada di Dalam Polybag 5. Pemupukan
Pemupukan merupakan salah satu tahap yang paling wajib dalam proses penanaman. Karena pupuk merupakan sumber protein bagi tanaman. Pada tanaman kopi, pupuk yang dipakai ada dua jenis yakni, pupuk alami (kompos) berupa kotoran ternak dan pupuk kimiawi. Dalam proses pemupukan pada tanaman kopi biasanya dilakukan pada saat tanaman kopi mulai berbunga. Untuk jenis pupuk kimiawi biasanya para petani kopi membelinya di KUD (Koperasi Unit Desa) yang terdapat di kawasan sekitar Sumbul. Tahap atau cara yang dilakukan dalam pemupukan bebas namun, kebanyakan petani memberikan pupuk sebanyak- banyaknya pada tanaman mereka dengan cara dikubur bersama dengan tanah ataupun menaburkan di sekitar tanaman kopi tersebut.
6. Hama
Hama yang paling sering menyerang tanaman kopi di Sumbul adalah ulat buah, semut (yang bersarang di tanaman kopi). Dari semua hama tersebut yang paling berbahaya ialah ulat buah dan jamur merah yang terdapat pada batang tanaman kopi. Hama ulat buah biasanya terdapat dalam buah kopi tersebut dan memakan buah kopi tersebut. Ciri-ciri ulat tersebut: sangat kecil, dan berwarna hitam.
Gambar. 5.2. Contoh Biji Kopi yang Terkena Hama Ulat Buah
Adapun hama lainnya adalah hama jamur merah yang untungnya belum terdapat/di temukan di pertanian kopi yang berada di kecamatan Sumbul. Namun,
hama inilah yang paling berbahaya dan di takuti para petani kopi. Hama ini biasanya akan tumbuh di batang kopi. Hama jamur merah bersifat merusak seluruh batang tanaman kopi. Sehingga para petani kopi ini akan mengalami kerugian yang sangat parah karena kerusakan pada batang pohon dapat mengakibatkan pohon kopi tersebut mati. Kemudian ada hama yang lain lagi yaitu hama semut. Tanda-tanda pohon kopi yang terkena hama semut bisa dilihat dari buah kopi yang membusuk dan menghitam. Cara yang dapat digunakan petani kopi untuk menangani hama semutini adalah dengan cara mengikis sarang semut yang terdapat pada tanaman kopi dan menyemprotkan pestisida pada tanaman kopi. Pestisida tanaman kopi yang dipakai adalah antrakol detain
7. Pendederan atau Penyebaran Bibit
Penyebaran bibit dilahan biasanya dilakukan pada saat bibit berusia 6-7 bulan. Penyebaran bibit ini dilakukan secara manual, yakni dengan cara meletakkan bibit kopi yang sudah ditanam pada polyback kedalam lahan tanah yang sudah disediakan. Tanah yang akan dipakai untuk melakukan pendederan harus telah dilubangi sekitar 25 cm.
Gambar. 5.3. Seorang petani yang sedang melakukan pendederan
8. Pemangkasan
Tanaman kopi yang baik dipangkas pada saat masih muda dan batangnya belum terlalu tinggi. Pemangkasannya dilakukan dengan cara memotong pucuk dan batang batang/ranting. Hal ini dilakukan agar tanaman kopi lebih banyak
mendapatkan cahaya matahari dan jarak antara tanaman kopi satu dengan kopi lainnya tidak terlalu berdekatan.
9. Pemanenan
Pemanenan kopi biasanya dilakukan 2 kali dalam sebulan. Panen yang bagus pada saat pertama kali melakukan pemanenan ialah pada saat tanaman kopi berusia 3,5 tahun, tapi ini hanya berlaku pada jenis kopi ateng. Dan buah kopi yang bisa dipanen yakni kopi yang memilki warna merah terang.
BAB VI
SOSIAL BUDAYA
Kami wawancara 5 orang informan yang berasal dari Desa yang berbeda diantaranya, Desa Sikunihan dan Desa Pergambiran. Kami melakukan wawancara dengan salah seorang informan di desa Sikunihan ketika proses observasi berlangsung.
Kami mengamati sekitar Desa tersebu ternyata hampir semua masyarakat memiliki lahan kopi. Kopi bisa dikatan senagai sumber penghasilan utama bagi desa ini.
Berdasarkan hasil wawancara dari sekian banyak informan, kami mendapat informasi yang sebenarnya hampir sama. Jenis kopi yang banyak ditanam di Desa Sikunihan dan Desa Pargambiran adalah jenis kopi ateng (Arabika). Ada beberapa faktor yang menyebabkan para petani lebih memilih kopi Arabika dibandingkan kopi Robusta, dalam hal ini jenis kopi arabika yang dimaksud adalah kopi ateng.
Masyarakat memilih kopi ateng karena dianggap lebih menguntungkan. Hal itu telah dirasakan sendiri oleh masyarakat tersebut. Kebanyakan masyarakat pada awalnya menanam kopi Robusta namun setelah hasilnya yang kurang menguntungkan akhirnya masyarakat beralih kejenis kopi ateng (Arabika). Hal ini dirasakan langsung oleh petani tersebut setelah memproduksinya selama tiga tahun. Ternyata setelah tiga tahun dalam masa panen kopi mulai layu/mati satu persatu. Kopi Robusta ternyata berumur pendek.
1. Sosial-Budaya Masyarakat Desa Sikunikan
Informan pertama yang kami datangi yaitu Ibu Simanjuntak di desa Sikunihan II. Beliau memiliki lahan kopi seluas 8 hektar. Jenis kopi yang ditanam yaitu kopi ateng (arabika). Kopi tersebut berumur 10 tahun dengan tinggi sekitar + 2 meter. Ibu Simanjuntak mengurus sendiri kopi tersebut karena suaminya telah meninggal dunia sekitar 15 tahun yang lalu. Ibu Simanjuntak menghidupi sendiri ketiga orang anaknya. Namun sekarang dua diantara anak-anaknya sudah menikah dan satu lagi sudah hidup mandiri.
Lahan kopi yan digunakan oleh Ibu Simanjuntak merupakan lahan sendiri.
Lahan tersebut sebagian dipakai untuk menanam tanaman muda seperti cabe.
Tujuannya adalah karena kopi tidak setiap saat dapat dipanen sehingga untuk menutupi kebutuhan sehari-hari diperlukan usaha sampingan. Dalam memulai bertani kopi Ibu simanjuntak membutuhkan modal sekitar Rp 5.000.000. Modal tersebut digunakan untuk pengadaan bibit, perawatan, pemupukan serta pengolahan hingga kopi dapat dijual.
2. Sosial-Budaya Masyarakat Desa Pergambiran
Informan kedua yaitu Ibu Pananda yang bertempat di Desa Pergambiran.
Beliau menanam kopi ateng (arabika). Beliau memiliki luas lahan kopi sekitar 500 hektar. Kopi merupakan usaha utama bagi keluarga ini. Ibu memiliki tanaman tambahan seperti tomat dan cabe. Beliau bercocok tanam kopi sekitar 3 tahun lamanya, sehingga kopi beliau masih tergolong muda.
Penanaman kopi dilakukan dengan pembibitan sendiri yang membutuhkan waktu sekitar 8 bulan hingga 1 tahun.
Pembibitan yang dibuat bersumber dari kopi pilihan yang memiliki kriteria yakni: kopi tersebut merupakan kopi yang benar-benar tua, merah, besar dan berasal dari pohon kopi yang sudah berumur panjang. Setelah pembibitan beliau bersama suaminya melakukan penanaman. Jarak tanam yang dibuat yaitu sekitar 2 sampai 2,5 meter, alasannya agar tanaman lain bisa ditanam di bawah pohon kopi tersebut.
Berbagai perawatan yang dilakukan sehingga menghasilkan kopi yang berproduksi tinggi. Setelah penanaman beliau melakukan pemupukan sekitar 3 tahun sekali. Pupuk yang dipergunakan bermacam-macam, yaitu pupuk organik dan pupuk non organik (kompos) kandang dan kulit kopi. Selain itu dilakukan juga penunasan. Tunas-tunas kecil yang tumbuh diranting dan di batang harus dibuang.
Tunas-tunas kecil itu jika tidak dibuang akan mengganggu pembuahan kopi.
Menurut Ibu Pananda, kopi membutuhkan waktu sekitar 2 tahun untuk dapat memproduksi buah
Ibu Pananda merasa sangat menguntungkan sekali untuk bercocok tanam kopi. Kopi tidak memerlukan perawatan yang banyak. Setelah kopi dibersihkan, di pupuk maka bisa ditinggalkan. Hal ini membuat Ibu Pananda bisa mengurus tanaman yang lain.
Dengan melakukan wawancara yang begitu singkat berhubung ibu Pananda memiliki kegiatan lain sehingga kami berlih ke informan yang selanjutnya. Kami bertemu dengan Pak Regar dan Ibu Siallagan. Usaha kopi sudah lima tahun dilakukan sejak awal menikah. Kopi itu merupakan kopi warisan dari orang tua.
Saat ini kopi ssudah berumur 12 tahun. Luas lahan kopi sekitar 10 rantai (± 700 hektar). Jenis kopi yang dibudi dayakan yaitu kopi ateng (arabika). Beliau juga melakukan berbagai perawatan-perawatan untuk menghasilkan kopi yang optimal.
Namun, dengan keadaan kopi yang sudah berumur, kopi sulit sekali menghasilkan buah yang bagus dan melimpah.
3. Perbedaan dan Kesamaan Sosial Budaya di Daerah Sumbul
Dari sekian banyak informan yang kami temui, saling ada kesamaan diantara mereka. Perbedaan mendasar dari kebanyakan mereka yaitu cara perawatan dan pembibitan. Masyarakat di desa ini kebanyakan menanam kopi jenis Arabika.
Mereka memiliki alasan yang sama untuk memilih jenis kopi ini. Alasan-alasan itu adalah, umur kopi robusta yang sangat pendek, kopi robusta juga membutuhkan perawatan yang banyak dibanding kopi ateng selain itu kopi ateng (Arabika) memiliki tingga batang yang bisa dijangkau oleh pemiliknya, sehingga tidak mengkhawatirkan apabila kopi sudah bertambah besar.
Jenis kopi yang berbeda yang ditanam oleh salah seorang informan (Ibu Limbong). Beliau memilih bibit kopi brazil untuk dibudidayakan. Ibu Limbong ingin melihat bagaimana perbedaan jenis kopi ini dengan kopi ateng. Kopi ateng merupakan kopi yang sebelumnya sudah ditanam oleh Ibu Limbong dilahan yang berbeda. Sampai sejauh ini beliau tidak mampu menjelaskan lebih mendalam tentang kopi ini. Berhubung kopi ini masih keluaran baru. Tidak semua orang yang di desa ini yang mengetahui jenis kopi Brazil. Perbedaan yang sudah diketahuinya yaitu daunnya lebih tebal dan besar. Daun lebih hijau dan tingginya hanya sekitar 2-
3 meter hingga kopi mati. Buah kopi Brazil juga lebih besar. Namun harganya sama dengan kopi Ateng (Arabika).
Informan-informan yang kami wawancarai untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka melakukan usaha sampingan. Mereka tidak terfokus pada usaha kopi. “kalau kami hanya mengurusi kopi ini jadi kami harus makan apa jika tidak musim panen, kecuali jika kopi kami berhektar-hektar dan kami bisa menyimpannya", kata salah seorang informan kepada kami.
BAB VII
KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PETANI KOPI
Bagaimana cara masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap jasa dan barang langka yang diawali oleh proses produksi, konsumsi dan pertukaran?
Faktor ekonomi adalah hal yang penting dikaji untuk mengetahui kehidupan masyarakat. Di dalam memahami aspek kehidupan ekonomi masyarakat maka perlu dihubungkan antara faktor ekonomi dengan faktor lain dalam kehidupan masyarakat tersebut.
Denyut nadi kehidupan sebagian besar masyarakat Di kabupaten dairi khususnya di Kecamatan Sumbul terletal di sektor pertanian. Daerah ini adalah masyarakat agraris, di mana tanaman kopi dijadikan sebagai tumpuan sosial ekonomi oleh sebagian besar rakyat.
Produksi dan pendapatan petani merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Agar pendapatan petani kopi dapat meningkat maka diperlukan suatu pengelolaan usahatani agar kegiatan usahatani kopi miliknya dapat dilaksanakan secara efisien mungkin, sehingga dapat meminimalisir biaya. Pengelolaan usahatani kopi harus dilakukan dengan benar agar petani memperoleh keuntungan sehingga usahatani kopi ini layak diusahakan secara ekonomi. Dalam melaksanakan usahatani kopi, petani dipengaruhi karakteristik sosial ekonomi yang nantinya mempengaruhi keputusan petani itu dalam berusahatani.
Sama halnya dengan petani kopi di daerah Kecamatan Sumbul, pedapatan dan produksi kopi tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling mempengaruhi. Musim panen yang dapat dilakukan secara terus menerus yaitu panen sekali dalam dua minggu, tidak dapat membutuhi kehidupan jika harga jual kopi ini rendah.
Untuk dapat menghasilkan produksi yang cukup, perlu ada biaya tambahan yang perlu dikeluarkan sebagai biaya perawatan. Namun untuk biaya ini pun perlu dana yang cukup besar. Sehingga untuk menjadi tumpuan kehidupan masyarakat tidak
dapat lagi mengandalkan hasil dari kopi ini untuk biaya kehidupan. Untuk itu banyak para petani lain mengambil inisiatif lain untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tersebut antara lain dengan menanam tanaman muda di tepi-tepi ladang mereka dan hasil ini cukup untuk memenuhi kebutuhan itu. Selain itu ada juga petani kopi ini membuka warung sebagai sampingan pekerjaan sebagai petani. Bahkan petani ini juga terkadang menjadi buruh upah untuk mengerjakan ladang lain, meskipun upah yang diperoleh tidak seberapa. Tetapi mereka dapat mencukupi kehidupan keluarga mereka.
Dari kehidupan tersebut dapat dibagi ke dua segi yaitu dari segi kehidupan sosial dan segi kehidupan ekonomi.
1. Dari Segi Kehidupan Sosial
Dilihat dari segi kehidupan sosial masyarakat petani kopi di daerah Dairi khususnya Desa Perjuagan dan Pengambiran memiliki hubungan sosial yang cukup baik antara satu dengan yang lain. Hal itu dapat terlihat dari komunikasi antara sesama penduduk yang sering bercengkrama di kedai kopi ataupun di teras rumah warga dan juga diperkebunan mereka masing masing. Mereka tidak mengenal adanya lawan ataupun perbedaan antara mereka.
Di dalam kehidupan sosial mereka selalu adanya perkumpulan untuk membahas tentang segala hal terutama tentang perkebunan kopi dan harga kopi di daerah desa Perjuangan dan Pengambiran serta membahas tentang kehidupan yang menyangkut kehidupan sosial. Ketika ada acara atau perayaan seperti natal, banyak warga yang bergotong royong untuk mensukseskan acara dan hampir seluruh warga akan hadir dalam acara tersebut.
Secara sosial kehidupan masyarakat Desa Perjuangan dan Pergambiran didasari jiwa tolong menolong antara satu dengan yang lain. Jika mereka kesusahan mereka saling membantu dan mereka saling berdekatan antara satu dengan yang lain. Kehidupan sosial mereka tidak ada rasa saling kecemburuan antara satu penduduk dengan yang lain.
2. Dari Segi Sosial Ekonomi
Pada umumnya pekerjaan utama dari warga masyarakat di Desa Pergambiran dan Perjuangan adalah petani kopi. Tetapi saat ini sudah banyak juga yang beralih dengan tanaman muda seperti jagung, cabai ataupun tomat. Dari informan yang kami temui kami mendapat informasi bahwa sebagian besar petani kopi sudah memiliki lahan pertanian sendiri walaupun ada juga sebagian yang masih mengerjakan lahan orang lain. Lahan itu biasanya diperoleh dari harta warisan orang tua atau membeli tanah sendiri. Untuk masalah modal, beberapa petani yang kami jumpai mengaku bahwa ada yang mendapatkan modal utama dari keluarga, tetapi banyak juga yang meminta pinjaman modal dari para agen yang biasa menjualkan hasil pertanian mereka dengan syarat tertentu. Jenis kopi yang mereka tanam kopi Ateng atau Arabika atau menurut bahasa setempat kopi sibayar hutang (menutup hutang) karena hasil panen kopi digunakan untuk membayar hutang. Harga penjualan kopi biasanya sekitar Rp.10.000 sampai Rp.13.000 per kilo. Menurut pengakuan mereka, harga itu turun dari harga biasanya, sehingga pendapatan yang mereka terima menurun. Untuk perawatan, biasanya para petani menggunakan pupuk ataupun pestisida yang harganya sekitar Rp.10.000 per kilo.
Kebanyakan keadaan rumah dari para petani itu sangat sederhana dan semi permanen. Untuk biaya perbulan, kebanyakan para petani itu tidak memperkirakan berapa biaya selama sebulan, dan juga ada yang mengatakan rata-rata per bulan mereka hanya Rp.1.000.000 per bulannya, semuanya itu dibagi dalam semua hal baik dalam biaya rumah tangga, anak sekolah dan biaya tak terduga. Mereka juga mengatakan sebanyak apa hasil panen yang mereka peroleh, maka sebesar itu juga yang mereka gunakan. Untuk biaya jajan anaknya juga hanya seribu rupiah saja.
Mereka mengatakan mereka hidup dengan apa adanya yang mereka dapati. Setelah itu ada yang mengatakan juga kehidupan mereka tidak dapat mencukupi ekonomi mereka.
Setelah itu dalam hal kehidupan ekonomi di daerah tersebut mereka tidak hanya dengan bertani kopi saja tetapi juga bekerja di tempat orang lain, dan juga berjualan di kedai-kedai kopi yang berbedekatan dengan pemukiman daerah tersebut, Walaupun pendapatan mereka tidak sebesar dari pendapatan tani kopi yang mereka punya untuk memenuhi kehidupannya.
Bentuk rumah di Desa Pergambiran dan Perjuangan rata rata semi permanen. Sebagian penduduk dari Desa Perjuangan dan Pergambiran tersebut rumah yang mereka miliki itu hanya pinjaman dan pemberian dari orang tua dan ada juga yang membangun sendiri dari hasil panen tani kopi yang dihasilkan pertama kali oleh mereka.
Untuk membeli kebutuhan hidup sehari-hari seperti sayur dan lauk paluk, para petani kopi itu biasanya pergi ke Desa Pergambiran atau pergi ke Sumbul karena disana terdapat pasar tradisional yang cukup besar. Lauk yang biasanya mereka makan itu ikan asin atau ikan pora-pora.
Kehidupan petani kopi pada dasarnya sangat sederhana, Kekeluargaan terlihat melekat sangat erat diantara para warga. Mereka juga saling gotong royong di dalam masyarakat.
Kehidupan sosial ekonomi penduduk petani kopi di kedua desa perjuagan dan pengambiran dapat dikatakan sejahtera. Berdasarkan pengamatan, petani kopi adalah mata pencaharian utama untuk menafkahi keluarga mereka. Petani tidak hanya menanam kopi saja, tetapi juga menanam jenis tanaman yang lain. Mereka tidak hanya menggantungkan hidup pada hasil kopi saja.
Kebanyakan anak dari para petani itu setelah tamat sekolah akan melanjutkan untuk bertani di ladang kopi milik keluarganya. Para petani itu berharap adanya bantuan dari pemerintah untuk membantu mensejahterakan keadaan para petani di Indonesia. Walaupun dengan kehidupan yang sederhana tetapi para petani selalu bersyukur dengan kehidupan mereka dan menikmmati hidup sebagai petani kopi. Karena dengan bertani mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dan membiayai anak mereka sekolah.
BAB VIII
PENGOLAHAN KOPI
8.1. Klasifikasi Kopi Arabica
Kopi merupakan salah satu jenis minuman yang praktis dalam cara penyajian dan tidak sulit ditemukan oleh masyarakat. Banyak sekali jenis kopi yang bisa dinikmati, tapi tentunya harus disesuaikan juga dengan selera para penikmat kopi.
Beberapa jenis kopi yang umum diketahui oleh masyarakat adalah Kopi Luwak, Kopi Tubruk, Kopi Robusta, Kopi Arabica. Hasil penelitian berikut ini akan menjelaskan tentang klasifikasi serta cara pengolahan Kopi Arabica atau biasa disebut oleh masyarakat Sidikalang kopi Ateng karena pohonnya yang pendek. Para petani kopi di Sumbul lebih cenderung memproduksi Kopi Arabica daripada Kopi Robusta, karena hasil panennya yang lebih cepat yakni 1 % tahun - 2 tahun masa panen dan kelebihan ini menjadi keuntungan tersendiri bagi petaninya. Pembibitan Arabica berasal dari bibit alami lokal dan harus melakukan penanaman ulang berlanjut. Setelah itu disemaikan hingga menjadi bibit baru selama +7 bulan. Bibit dimasukkan ke dalam pollybag selama 3 bulan.
Arabika mempunyai biji yang lebih kecil dibandingkan Robusta, kandungan kafeinya lebih rendah, rasa dan aroma lebih nikmat dan harga relatif lebih mahal. Kopi Robusta memiliki perbedaan dengan Kopi Arabika yaitu biji kopi ini butirannya lebih besar, bentuknya oval, tinggi kafein dan memiliki aroma yang tidak terlalu harum.
Kopi Arabica memiliki aroma yang lebih harum tetapi bagi para penikmat kopi di Sidikalang, rasa yang dihasilkan tidak senikmat kopi Robusta. Manfaat yang paling banyak diambil dari kopi Arabica adalah sebagai bahan pewarna pakaian, kertas dan lainnya. Perawatan tanaman Kopi arabica lebih menggunakan pupuk kompos/organik.
baik dengan
8.2. Alat Pengolahan Kopi Arabica
Berdasarkan hasil penelitian tentang petani kopi di Desa Perjuangan dan Desa Pergambiran Kecamatan Sumbul, mesyarakat masih mengolah kopi secara manual dengan menggunakan alat-alt pengolahan tradisional, ini dikarenakan biaya yang terlalu besar jika menggunakan alat modern. Berikut adalah beberapa alat tradisonal yang digunakan :
a. Cangkul atau Sabit
Fungsi: untuk mencangkul tanah keras akibat penyemprotan pestisida dan untuk membersihkan rumput yang ada di lahan tanaman kopi.
b. Hirang (keranjang khas orang Batak) terbuat dari rotan Fungsi: untuk membawa buah kopi yang sudah matang.
Gambar. 8.1. Contoh Hirang c. Gunting khusus
Fungsi: untuk memangkas biji kopi yang sudah memasuki usia produksi.
d. Mesin penggiling manual
Fungsi: untuk mengupas kulit biji kopi.
Gambar. 8.2 Contoh Mesin Penggiling Manual e. Karung atau Tong Plastik
Fungsi: untuk memasukkan biji kopi yang telah dikupas dan bersih dari lendir.
f. Goni atau Terpal
Fungsi: sebagai alas/tempat penjemuran kopi yang telah dibersihkan.
g. Karung Goni
Fungsi untuk menyimpan biji kopi yang sudah kering dan siap dijual.
h. Saringan
Fungsi: untuk proses pengayakan setelah proses penggosengan agar dapat memisahkan kopi yang lembut dan kasar.
Beberapa alat Modern yang digunakan : a. Mesin penggiling (mesin pulper)
Biaya : sekitar Rp 300.000,- - Rp 500.000,
Fungsi : untuk proses pengupasan biji kopi agar terlepas dari kulitnya.
b. Alat penyemprotan
Fungsi : untuk menyemprot hama/penyakit tanaman dengan insektisida.
8.3. Metode Pengolahan Kopi Arabica
Bagi petani kopi di Sumbul, metode pengolahan kopi yang baik adalah dengan menggunakan cara tradisional. Selain karena keterbatasan dana, pola pikir mereka juga belum bisa menerima metode pengolahan secara modern walaupun sudah ada penyuluhan dari lembaga pertanian setempat. Berikut penjelasan mengenai metode pengolahan kopi sesudah dipetik (pasca panen) dari hasil penelitian di kecamatan Sumbul :
a. Pemangkasan peremajaan kopi
Peremajaan sangat penting dilaksanakan pada tanaman yang sudah tidak produktif (biji kopi yang sudah tua). Cara pemangkasannya adalah:
Cara pemangkasan Rok
Ambil bagian bawah ranting (dari jarak tanah sampai ke atas) antara 40-60 cm.
Pemangkasan Body (Zig Zag) Pemangkasan dilakukan dengan cara menyilang untuk mengurangi tunas-tunas air. Jika kurang penunasan hasil kurang baik, maka akan lebih banyak menguap dari pada tunas air.
Pemangkasan Bayonet Pemangkasan diambil dengan cara mengambil bagian pucuk supaya tumbuh ke samping bukan ke atas agar mempermudah pemetikan dan memperbanyak hasil produksi.
b. Panen buah kopi
Petik buah kopi yang sudah berwarna merah matang. Tidak dibenarkan memetik buah kopi yang masih hijau, kuning atau masih separuh merah. Buah yang kering di pohon atau yang jatuh ke tanah dibersihkan dan ditimbun dalam tanah agar tidak menularkan hama/penyakit. Setelah itu harus segera direndam dan digiling dengan mesin.
Gambar: 8.3 Buah Kopi Yang Sudah Matang Berwarna Merah
c. Pengupasan
Sebelum dikupas, perhatikan kembali buah kopi yang kira kira masih belum matang dengan menggunakan mesin pulper. Mesin harus dibersihkan terlebih dahulu dan tidak boleh tercampur dengan oli atau minyak agar hasil kopi tidak rusak. Sebelum dikupas, buah direndam sebentar dalam air agar memudahkan pengupasan kulit buah.
d. Fermentasi
Biji kopi yang telah dikupas kemudian dimasukkan ke dalam karung, tong plastik wadah yang bersih dan ditutup. Lamanya proses fermentasi hanya satu malam saja dan tidak boleh lebih agar tidak merusak kualitas kopi.
e. Penyortiran dan pencucian
Setelah melakukan proses fermentasi satu malam, pada pagi harinya kopi dapat dicuci. Pencucian biji kopi harus menggunakan air bersih dan tidak berbau agar tidak merusak aroma kopi. Biji yang terapung menandakan biji kosong atau rusak.
Sedangkan biji yang tenggelam menandakan biji yang bagus. Biji yang terapung serta kulit buah hasil gilingan dimasukkan lubang dan ditimbun dalam tanah.
Tujuannya agar tidak menularkan hama/penyakit khususnya hama penggerek buah kopi yang bersarang dalam biji kopi.
f. Penjemuran
Setelah biji bersih dari lendir kemudian dijemur. Alas/tempat penjemuran kopi dapat berupa goni atau terpal. Jangka waktu proses penjemuran tergantung panasnya matahari, kira-kira selama 3-4 jam.
Gambar. 8. 4. Biji Kopi Saat Dijemur Harus Sampai Kering
g. Penggongsengan (roasting)
Proses penggongsengan dengan menggunakan wadah (kuali) besar. Proses ini untuk memasak kopi hingga berwarna kehitaman dan matang merata. Setelah siap matang, diangkat lalu didingankan terlebih dahulu. Agar hasil kopi Arabica lebih baik, bisa ditambahkan campuran bahan lainnya seperti kayu manis, cengkeh dan beras agar rasanya lebih enak diminum.
Gambar 8.5. Pengambilan Kayu Manis Sebagai Bahan Cam puran Kopi Agar Kopi Lebih Nikmat
h. Penggilingan/Penumbukan
Setelah dingin baru bisa di giling,atau tumbuk manual. Jika dengan cara tumbuk manual perlu dilakukan proses akhir pengayakkan, fungsinya memisahkan antara kopi yang lembut dan yang masih kasar.
8.4. Kendala dalam Proses Pengolahan Kopi dan Cara Mengatasinya
Kendala yang dihadapi para petani kopi Sumbul ketika proses pengolahan kopi dan cara mengatasinya :
A. Hama Penyakit Tanaman Kopi.
Cendawan (Hemileiavastatrix) menyebabkan karat daun. Gejala Serangan:
Terdapat bercak berwarna orange/jingga pada permukaan daun dan dapat mengakibatkan daun berguguran hingga pohon menjadi gundul.
Bagian bawah daun terdapat bercak yang mulanya berwarna kuning hingga kuning tua atau kecoklatan.
Pengendalian :
Menanam varietas kopi serta sigarat utang, zat S795, Andong Sari I.
Secara kultur teknis, menjaga kesehatan tanaman dengan cara pemupukan yang berimbang, pemangkasan dan menanam pohon pelindung yang cukup.
Konsultasi dengan lembaga pertanian berwenang.
Penyemprotan insektisida dalam jangka waktu dua kali setahun.
B. Jamur Upas disebabkan oleh Corticium Salmoniculum Gejala serangan : Batang/cabang yang terserang menjadi layu mendadak.
C. Modal/biaya
Kendala yang paling banyak dikeluhkan oleh petani kopi di Kecamatan Sumbul adalah kendala biaya, karena biaya tersebut dibutuhkan untuk pembelian pupuk, upah pekerja, pembelian alat pengolahan dan kebutuhan lainnya. Pemerintah dan kepala desa juga kurang memperhatikan kesejahteraan para petani.
D. Iklim (Cuaca hujan)
Cuaca hujan tidak baik bagi tanaman kopi karna dapat mengakibatkan lahan rusak karena terlalu lembab. Kemarau panjang juga mengakibatkan tanaman kopi susah berbuah, daun kering, dan jika pun berbuah maka buahnya tidak akan memerah (masak).
Pengendalian :
Dibuat belengan/paret agar tidak terendam dan akar tidak susah menyerap.
8.5. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Pasca Panen Kopi
Berdasarkan hasil penelitian pengolahan kopi di Desa Perjuangan, para petani kopi menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat pasca panen kopi, yaitu :
a. Jangan menyimpan kopi dalam karung bekas pupuk
b. Gudang tempat penyimpanan harus bersih, tidak dibenarkan dekat dengan bahan- bahan kimia seperti pestisida, sabun, oli/minyak dan sebagainya.
c. Menggunakan air bersih dan tidak berbau.
d. Tidak dibenarkan menyimpan kopi gabah terlalu lama.
e. Jangan menanam buah kopi yang masih hijau atau kuning.
f. Buah yang baru petik harus segera direndam, jangan biarkan bermalam.
g. Buah yang rusak dan kulit bekas gilingan dikomposkan dalam lubang
h. Sisa air pencucian kopi jangan mencemari sungai atau sumber air bersih yang lain.
Dari hasil penelitian enam informan mengenai pengolahan kopi di Desa Perjuangan dan Desa Pergambiran di Kecamatan Sumbul Sidikalang kami menyimpulkan bahwa budaya petani kopi dalam mengolah kopi Arabica masih menggunakan cara cara tradisional. Peralatan yang digunakan masih seadanya dan manual karena para petani tidak memiliki banyak biaya. Apalagi bagi petani yang memiliki kebun sendiri, mereka harus membiayai upah buruh petaninya. Selain itu pola pikir masyarakat Sumbul masih tetap percaya bahwa pengolahan kopi secara tradisonal tidak akan merusak kualitas produksi kopi Arabica dan juga alam. Berbagai penyuluhan dari lembaga pertanian sudah beberapa kali dilakukan dari desa ke desa, namun para petani kopi lebih mengharapkan perhatian dari pemerintah untuk kesejahteraan petani kopi, terutama bantuan modal.
BAB IX
DISTRIBUSI KOPI
9.1. Pengertian Distribusi
Distribusi adalah kegiatan menyalurkan barang-barang dan jasa-jasa dari produsen ke konsumen. Tujuan diadakannya distribusi adalah untuk meningkatkan daya guna tempat dan daya guna waktu. Kopi di Sumbul tepatnya di Desa Perjuangan dan Desa Pergambiran juga mengalami serangkaian proses distribusi yang sangat panjang hingga sampai ke tangan konsumen.
1. Fungsi Distribusi
Fungsi Distribusi pokok : pembelian, penjualan, transportasi, pergudangan, dan menanggung resiko.
Fungsi Distribusi Tambahan penyortiran, pengepakan, dan penyampaian informasi.
Sasaran distribusi adalah untuk meningkatkan penjualan barang dan efesiensi usaha, faktor-faktor yang mempengaruhi saluran distribusi adalah pasar, barang, perusahaan, dan kebiasaan pembeli.
2. Sistem Distribusi
a. Sistem distribusi langsung: produsen-konsumen (tanpa perantara)
b. Sistem semi tak langsung: produsen-perantara (milik produsen)-konsumen c. Sistem tak langsung produsen-perantara orang lain) konsumen
3. Distribusi Kopi yang Berada di Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi (Desa Perjuangan dan Desa Pengambiran)
Bulan-bulan terakhir disetiap tahun, biasanya petani kopi di Desa Perjuangan dan Desa Penggambiran Kecamatan Sumbul akan memanen kopinya.
Proses inilah merupakan awal dimulainya distribusi kopi kearah yang lebih