• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

KAWASAN PENELITIAN

3. Sosial Budaya

Aktivitas Bapak Ir.

Soehardi Hartono, MSc

“ Keberadaan Merdeka Walk dan deretan kios buku secara fungsi dapat mendatangkan orang ke Merdeka Walk, iya, dari segi ekonomi memberikan dampak baik, bisa jadi iya. Saya

tidak menyoroti fungsi ekonomi

Tabel 5.11 (lanjutan) No. Aspek Indikator Narasumber

Kunci

Hasil Wawancara tersebut, yang saya kritisi

adalah cara menata dan membangunnya tidak memberikan kesempatan masyarakat atau pengunjung untuk mengapresiasi Lapangan

merdeka yang sarat dengan nilai historisnya, hanya sebagai

lapangan biasa sebagai tempat berkegiatan populer seperti

berolahraga dan berwisata kuliner.”

Interaksi Bapak Dr. Phil.

Ichwan Azhari, MS

“Pada masa Kolonial Belanda, Lapangan Merdeka menjadi lokasi penghijauan pusat kota,

selain itu pemerintah kolonial Belanda mengadakan pasar malam, berbagai pameran dan

juga pesta budaya. Selain dihadiri oleh bangsa Belanda

dan kaum bangsawan Kesultanan Deli, sesekali juga

diadakan pesta rakyar kuli Perkebunan Tembakau di Lapangan Merdeka. Tujuannya

agar perputaran ekonomi di kalangan kuli perkebunan tetap

dikuasai Belanda. Pada masa pendudukan Jepang, Lapangan

Merdeka menjadi tempat mobilisasi dukungan rakyat ke pemerintah pendudukan Jepang

dan juga rapat-rapat umum.

Fungsi Lapangan Merdeka sebagai tempat interaksi sosial lebih leluasa dan intensif pada era awal kemerdekaan sampai

tahun 2000an sebelum dibangun Merdeka Walk.

Tabel 5.11 (lanjutan) No. Aspek Indikator Narasumber

Kunci

Hasil Wawancara Dengan adanya

bangunan-bangunan permanen mengelilingi Lapangan Merdeka seperti restoran, cafe,

tempat berjualan buku bekas bahkan kantor polisi, dapat

dikatakan nilai historis

“ Yang paling menonjol menurut saya pada Lapangan Merdeka Medan yang terus ada

dari awal hingga sekarang, adalah makna politik. Lapangan

Merdeka adalah simbol kekuasaan penguasa atau pemerintah. Ini dapat dilihat

dari awal dibangunnya Lapangan Merdeka, pemerintah

Belanda membangun tugu Tamiang sebagai monumen

peringatan bagi pasukan Belanda yang gugur saat perang Tamiang. Pada masa

pendudukan Jepang, tugu Tamiang ini dihancurkan kemudian Jepang membangun

tugu pengganti sebagai tanda penguasaan mereka di kota

Medan. Lalu setelah kemerdekaan di Kota Medan, di

Lapangan Merdeka.”

6.1 Kesimpulan

Lapangan Merdeka Medan adalah ruang terbuka di pusat kota Medan yang memiliki perjalanan sejarah panjang dimulai dari awal pembangunannya pada masa kolonial Belanda. Seiring pergantian periode yang terjadi di Indonesia khususnya di kota Medan, Lapangan Merdeka mengalami beberapa kali perubahan baik dari nama, fisik maupun pemanfaatan. Hal ini tentunya dipengaruhi faktor politik, sosial budaya, dan ekonomi. Perubahan fisik dan pemanfaatan Lapangan Merdeka Medan memberi pengaruhi terhadap persepsi masyarakat kota Medan.

Sejak awal dibangunnya, Lapangan Merdeka Medan memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan lapangan terbuka lainnya, dimulai dari masa kolonial Belanda Lapangan Merdeka Medan menjadi tempat penguasa menunjukkan kekuasaannya. Lapangan Merdeka tidak hanya menjadi pusat kegiatan masyarakat kota Medan, namun juga sebagai tempat berlangsungnya upacara resmi yang diadakan oleh pemerintah. Keunikan inilah yang menjadi karakteristik khas dari sebuah lapangan terbuka yang memiliki nilai politik dan

merupakan tempat yang sangat penting keberadaannya bagi sebuah kota (Nasution, 2000).

Sebuah ruang terbuka publik di pusat kota yang baik memiliki 3 kriteria seperti yang diungkapkan oleh Carr (1994), bahwa ruang terbuka tersebut memberikan makna bagi masyarakat, dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat dari segala lapisan akan keberadaan ruang terbuka publik di pusat kota, serta dapat dapat dikunjungi dan digunakan masyarakat tanpa batasan srata sosial tertentu.

Melalui observasi, penyebaran kuesioner serta wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini, ketiga kriteria tersebut diketahui ada pada Lapangan Merdeka Medan.

Namun seiring dengan perkembangan zaman, dan meningkatnya kebutuhan masyarakat kota Medan, terjadi perubahan pemanfaatan dan fisik pada area Lapangan Merdeka. Hal ini tentunya mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap Lapangan Merdeka.

Dari hasil analisa yang dilakukan peneliti mengenai persepsi masyarakat terhadap perubahan bentuk fisik dan pemanfaatan ruang yang terjadi pada Lapangan Merdeka Medan, diketahui bahwa persepsi masyarakat berdasarkan Interval Score yang dipakai peneliti dalam penelitian ini adalah baik, namun begitu diketahui pula bahwa telah terjadi perubahan makna pada Lapangan Merdeka bagi masyarakat kota Medan. Lapangan Merdeka kini dikenal sebagai Lapangan Terbuka tempat masyarakat berolahraga dan bersosialisasi. Berdasarkan hasil wawancara beberapa

narasumber kunci dan kemudian dikaitkan dengan hasil penyebaran kuesioner kepada responden, diketahui bahwa persepsi masyarakat terhadap perubahan pemanfaatan ruang pada Lapangan Merdeka Medan dominan dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat terhadap sejarah tempat. Diketahui pula bahwa sejarah tempat adalah merupakan aspek yang peling mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap suatu tempat.

Ditinjau dari segi perubahan dan penambahan elemen fisik yang ada pada Lapangan Merdeka Medan, ada beberapa elemen fisik yang dinilai tidak tepat keberadaannya di Lapangan Merdeka baik dari segi desain, peletakan, maupun fungsinya. Keberadaan bangunan permanen yang mengelilingi Lapangan Merdeka menjadikan Lapangan Merdeka tidak lagi terasa terbuka karena view dari luar maupun dari dalam lapangan menjadi terhalang massa bangunan. Selain itu kondisi Monumen Proklamasi bahkan dinilai memprihatinkan dan menjadi bukti bahwa Lapangan Merdeka tidak diapresiasi nilai historisnya. Namun demikian keberadaan fungsi tambahan penunjang kegiatan ekonomi serta keberadaan sentleban lari pada Lapangan Merdeka Medan dinilai masyarakat secara bentuk dan fungsi baik, masyarakat merasa membutuhkan dan setuju dengan keberadaannya sebagai fasilitas berolahraga serta dapat menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk mengunjungi Lapangan Merdeka serta tentunya memberi kontribusi bagi peningkatan perekonomian masyarakat kota Medan.

6.2 Saran

• Perlu diadakan edukasi kepada pengunjung mengenai perjalanan sejarah yang terjadi di lapangan Merdeka Medan. Upaya ini dapat diwujudkan dengan dibangunnya sebuah pusat informasi yang dapat dengan mudah diakses pengunjung agar pengunjung dapat mengetahui dan menyadari nilai historis dari Lapangan Merdeka Medan.

• Dikembalikannya kondisi monumen proklamasi seperti sebelum adanya bangunan permanen deretan kios tempat berjualanan buku bekas dan tempat parkir yang menutupi sisi timur monumen sehingga tidak dapat dilihat oleh pengunjung Lapangan Merdeka. Monumen Proklamasi dikembalikan bentuknya sehingga dapat dilihat dari keempat sisi, agar tugu yang menjadi bukti peristiwa bersejarah yang pernah terjadi di Lapangan Merdeka tersebut dapat menjadi elemen yang membantu mengembalikan apresiasi masyarakat terhadap nilai historis Lapangan Merdeka Medan.

• Dilakukan penataan ulang terhadap fungsi sosial ekonomi yang dibangun mengelilingi Lapangan Merdeka Medan. Bangunan-bangunan tersebut tidak lagi merupakan bangunan permanen yang menutupi view Lapangan Merdeka dan menjadikan Lapangan Merdeka semakin kehilangan makna historisnya.

Dengan demikian rasa nyaman pengunjung juga akan meningkat karena benar-benar merasa sedang berada di Lapangan Terbuka, tidak lagi merasa

dibelakangi bangunan permanen dan terhalang view nya ke arah luar Lapangan Merdeka.

• Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian-penelitian mengenai konservasi ruang terbuka publik di pusat kota lainnya, terutama di pulau Sumatera.

• Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menilai perspektif pengambil keputusan maupun swasta selaku stakeholder, sehingga kedepannya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

Daftar Pustaka

Adrian, M., & Setioko, B. (2017, August). Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan identitas kota di kawasan kota tua muara tebo kabupaten tebo provinsi jambi. In Prosiding Seminar Nasional Inovasi Dalam Pengembangan SmartCity (Vol. 1, No. 1).

Ahmad, A. G. (2010). Pemuliharaan bangunan warisan di Malaysia:

Pengalaman dan cabaran masa hadapan. Penerbit Universiti Sains Malaysia.

Azzaki, M. R., & Suwandono, D. (2013). Persepsi masyarakat terhadap aktivitas ruang terbuka publik di Lapangan Pancasila Simpang Lima, Semarang.

Ruang, 1(2), 231-240.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan. 2012. Sejarah Kota Medan. Pemerintah Kota Medan, Medan. 193 hal.

Bintari, B. (2011). Informasi Visual Dalam Arsitektur Rupa Ruang Kota. JURNAL ARSITEKTUR, 1(2).

Carmona, M., Heath, T., Tiesdell, S., & Oc, T. (2010). Public places, urban spaces: the dimensions of urban design. Routledge.

Carr, S., Stephen, C., Francis, M., Rivlin, L. G., & Stone, A. M. (1992). Public space. Cambridge University Press.

Christyawaty, E. (2011). Rumah Tinggal Tjong A Fie: Akulturasi dalam Arsitektur Bangunan pada Akhir Abad Ke-19 di Kota Medan. Jurnal Sangkhakala, 14(27).

Darmawan, E. (2009). Ruang publik dalam arsitektur kota. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ernawati, J. (2011). Faktor-faktor Pembentuk Identitas Suatu Tempat. Local Wisdom: Jurnal Ilmiah Kajian Kearifan Lokal, 3(2), 01-09.

Gehl, J. (2001). Three types of outdoor Activities and quality of out door space in Gehl (1996). life between Buildings using public space. Arkitektens Forlag, skive, 11-40.

Gehl, J. (2011). Life between buildings: using public space. Island press.

Ginting, N., Rahman, N. V., & Nasution, A. D. (2017). Increasing tourism in Karo District, Indonesia based on place identity. Environment-Behaviour Proceedings Journal, 2(5), 177-184.

Ginting, N., & Veronica, S. (2016). Pariwisata Berbasis Masyarakat Pasar Buah Berastagi. Proceeding Temu Ilmiah IPLBI.

Hakim, R., & Utomo, H. (2003). Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap.

Jakarta: Bumi Aksara.

Horovitz, J. (2000) The Seven Secrets of Service Strategy. Harlow: Financial Times-Prentice Hall.

Hutagaol, N. M. (2016). Labuan Deli Kota Pelabuhan Tradisional Port City Deli Labuan Traditional. HISTORIA: Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah, 1(2).

Jenkins, J. M., & Pigram, J. J. (2006). Outdoor recreation. In A Handbook of leisure studies (pp. 363-385). Palgrave Macmillan, London.

Joesoef, D. (2004). Borobudur. Penerbit Buku Kompas.

Kallus, R. (2001). From abstract to concrete: Subjective reading of urban space.

Journal of Urban Design, 6(2), 129-150.

Kartikasari, M., & Wahyono, H. (2014). Persepsi Masyarakat terhadap Pemugaran Taman Mustika di Kota Blora sebagai Ruang Terbuka Publik.

Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota), 3(4), 681-692.

Kostof, S. (1991). The city shaped: Urban patterns and meanings through history.

Lalli, M. (1992). Urban-related identity: Theory, measurement, and empirical findings. Journal of environmental psychology, 12(4), 285-303.

Loderichs, M. A., Buiskool, D. A., & van Diessen, J. R. (1997). Medan: beeld van een stad. Asia Maior.

Marisa, A., & Yusof, N. A. (2020). Factors influencing the performance of architects in construction projects. Construction Economics and Building, 20(3).

Nasution, A.D. (2000). Perancangan Kawasan Lapangan Merdeka Medan.

Nasution, A. D., & Zahrah, W. (2012). Public open space privatization and quality of life, case study Merdeka Square Medan. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 36, 466-475.

Nasution, A. D., & Zahrah, W. (2014). Community perception on public open space and quality of life in Medan, Indonesia. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 153, 585-594.

Nugroho, B. A. (2018). Identitas Kota: Pembangunan Imaji Kota melalui Karya Seni di Ruang Publik. Jurnal Rupa, 3(1), 44-54.

Oktavia, C., & Mahendra, A. S. (2016). Konsep Ekshibisi Dinamika Lalu Lintas di Bangunan Prasarana Transportasi Umum. Jurnal Sains dan Seni ITS, 5(2).

Pane, I. F., & Harisdani, D. D. (2013). Kajian" Sense of Place" Terhadap Usaha Peningkatan Pariwisata Kota Medan.

Park, C. L. (2005). Religion and meaning. Handbook of the psychology of religion and spirituality, 2, 357-379.

Powell (1994). Survey and Repair of Traditional Buildings: A Conservation and Sustainable Approach. Donhead Publishing Ltd., Shaftesbury.

PRIHASTOTO, P. (2003). KAJIAN KUALITAS RUANG PUBLIK PADA ALUN-ALUN KOTA PURWOREJO (Doctoral dissertation, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro).

Rahmawati, A. L., Wahid, J., & Nasution, A. D. (2010). Citra Lapangan Merdeka Medan Menurut Apresiasi Perempuan (Doctoral dissertation, Tesis MT, Universitas Sumatera Utara).

Rapoport, A. (1969). House form and Cultua. London-University College: New Delhi: Prentice-hall of India Private Ltd, 73.

Ruback, R. B., Pandey, J., & Kohli, N. (2008). Evaluations of a sacred place: Role and religious belief at the Magh Mela. Journal of Environmental Psychology, 28(2), 174-184.

Rukayah, R. S., & Juwono, S. (2018). Arsitektur dan Desain Kota Hibrida Pada Kantor Pos Dan Alun-alun di Medan. Tata Loka, 20, 317-330.

Tabata, R. S., Yamashiro, J., & Cherem, G. (Eds.). (1992). Joining hands for quality tourism: interpretation, preservation, and the travel industry:

proceedings of the Heritage Interpretation International Third Global Congress, November 3-8, 1991, Honolulu, Hawaii, USA. University of Hawaii, Sea Grant Extension Service.

Thamrin, Husni. (2003). Lapangan Merdeka Medan sebagai Ruang Terbuka Publik di Pusat Kota.

Tonapa, Y. N., Rondonuwu, D. M., & Tungka, A. E. (2015). Kajian konservasi bangunan kuno dan kawasan bersejarah di Pusat Kota Lama Manado.

SPASIAL, 2(3), 121-130.

Ujang, N., & Zakariya, K. (2015). Place Attachment and the Value of Place in the Life of the Users. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 168, 373- 380.

Whyte, W. H. (1980). The social life of small urban spaces.

Wynveen, C. J., Kyle, G. T., & Sutton, S. G. (2012). Natural area visitors' place meaning and place attachment ascribed to a marine setting. Journal of Environmental Psychology, 32(4), 287-296.

Zerubavel, E. (1996). Social memories: Steps to a sociology of the past.

Qualitative sociology, 19(3), 283-299.

LAMPIRAN - 1

Dokumen terkait