BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.10 Spektrofotometri Inframerah
2.10.2 Spektroskopi Inframerah Fourier Transform
Radiasi inframerah dapat dianalisis dengan spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared)yang bagiannya terdiri dari cermin gerak, cermin statik, dan pembagi berkas radiasi. Radiasi yang berasal dari sumber radiasi inframerah dikolimasikan oleh sebuah cermin cekung ke pembagi berkas radiasi, setengah berkas dilewatkan cermin statik dan setengah berkas lainnya ke cermin gerak.
Pergerakan cermin memodulasi semua panjang gelombang (frekuensi) dalam berkas radiasi. Setelah terjadi refleksi pada kedua cermin, kedua berkas tersebut bergabung kembali pada pembagi berkas radiasi(Satiadarma, dkk., 2004).
Meskipun cahaya masuk inkoheren, pemecahan menjadi dua berkas dan penggabungannya kembali pada pembagi menjamin bahwa keduanya dapat bergabung sepertinya koheren. Sebagai hasilnya, kedua berkas panjang gelombangnya dapat berinterferensi dengan kadar yang berbeda. Berkas gabungan lewat melalui sel sampel dan sampai ke detektor. Dengan pengkuran tanpa dispersi panjang gelombang, semua panjang gelombang jatuh secara bersamaan pada detektor yang memberikan keuntungan dibandingkan dengan metode dispersi (Satiadarma, dkk., 2004).
Kelebihan-kelebihan dari spektroskopi FT-IR (Fourier Transform Infrared)mencakup persyaratan ukuran sampel yang kecil, perkembanagan spektrum yang cepat, dan karena instrumen ini memiliki komputer yang terdedikasi, kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum (Stevens, 2001). Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared) pada prinsipnya sama dengan prinsip dari spektroskopi inframerah, hanya saja spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared)ditambahkan suatu alat optik (Fourier Transform) untuk menghasilkan spektra yang lebih baik, sehingga
spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared)dapat menghasilkan data-data dimana dengan spektroskopi inframerah puncak yang diinginkan tidak muncul (Khan, 2002).
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan metode eksperimental yang meliputi penyiapan bahan tumbuhan, pemeriksaan karakteristik simplisia, isolasi karagenan terhadap variasi suhu dan waktu, pemeriksaan karakteristik karagenan meliputi identifikasi kualitatif, penetapan viskositas, susut pengeringan, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut asam, Spektrofotometri FTIR(Fourier Transform Infrared)dan analisis data.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Departemen Biologi Universitas Sumatera Utara Medan dan Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.
3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, cawan porselin, desikator, lemari pengering, hot plate (Fissons), mikroskop (Olympus),blender (National), termometer, indikator universal, penangas air (Yenaco), spatula, labu bersumbat, botol timbang dangkal bertutup, neraca kasar, neraca listrik (Vibra), seperangkat alat destilasi penetapan kadar air, Spektrofotometri FTIR (Shimadzu), kaca objek, kaca penutup, krus tang, kain blacu, mortir dan stamper dan alumunium foil.
3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan padapercobaan adalah talus rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty), asam klorida,kloroform, isopropanol,kalsium klorida,natrium hidroksida,hidrogen peroksida, kloralhidrat yang berkualitas pro analisis (E. Merck) dan air suling.
3.3PembuatanLarutanPereaksi
3.3.1 Larutan natrium hidroksida 0,1N (b/v)
Sebanyak 4 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling hingga diperoleh 1000 ml larutan (Depkes,1978).
3.3.2 Larutan asam klorida 2 N (v/v)
Larutan 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling hingga diperoleh 100 ml larutan (Ditjen POM, 1979).
3.3.3Larutan hidrogen peroksida 1 % (v/v)
Sebanyak 2 ml hidrogen peroksida 50% diencerkan dengan air suling hingga diperoleh 100 ml larutan (Ditjen POM, 1979).
3.3.4Larutan kalsium klorida 1% (b/v)
Sebanyak 1 g kalsium klorida dilarutkan dalam air suling hingga diperoleh 100 ml larutan (Depkes,1978).
3.4Penyiapan Bahan Tumbuhan
Penyiapan bahan tumbuhan meliputi pengambilan bahan tumbuhan, identifikasi tumbuhan, dan pengolahan bahan tumbuhan.
3.4.1 Pengumpulanbahan tumbuhan
Bahan tumbuhanpada penelitian ini adalah bahan tumbuhan yang telah dikumpulkan oleh Milala (Mahasiswi Universitas Tjut Nyak Dien.Medan pada tahun 2012).Bahan tumbuhan yang digunakan adalah rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty) yang berasal dari desa Kutuh Banjar Kaja Jati,Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung Bali, Provinsi Bali
3.4.2Identifikasitumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI di Jakarta.Hasil identifikasi bahan tumbuhan adalah Kappaphycus alvarezii (Doty)yang sebelumnya diidentifikasi oleh Milala(Mahasiswi Universitas Tjut Nyak Dien.Medan pada tahun 2012).Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1,halaman 46.
3.4.3 Pembuatan simplisia rumput laut
Bahan tumbuhan dibersihkan dari kotoran-kotoran yang melekat seperti pasir dan garamdengan cara di cuci dengan air mengalir sampai bersih, ditiriskan dan ditimbang beratnya.Kemudian dikeringkan dengan cara dianginkan terlebih dahulu, lalu dikeringkan dilemari pengering hingga kering,dan ditimbang beratnya. Gambar serbuk simplisia dapat dilihat pada Lampiran3, halaman 48.
3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia 3.5.1 Pemeriksaan makroskopik simplisia
Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap simplisia.Pengamatan makroskopik meliputi pengamatan terhadap bentuk talus, bentuk percabangan danwarna talusnya.Gambar makroskopik simplisia dapat dilihat pada Lampiran2, halaman 47.
3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia. Serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop. Gambar mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 4,halaman 58.
3.5.3 Penetapan kadarair
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi(destilasi toluen). Alat terdiri dari alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung dan tabung penerima.
1. Penjenuhan toluen
Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat,di atas alat penampung dan pendingin,kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.
2. Penetapan kadar air simplisia
Sebanyak 5g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam labu yang berisi toluen yang telah dijenuhkankemudian dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilasdengan toluen.Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar, setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dengan persen (WHO,1992).Hasil perhitungan penetapan kadar air dapat dilihat pada Lampiran5,halaman 59.
3.5.4 Penetapan kadarsari yang larut dalam air
Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara.Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam
persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1978). Hasil perhitungan penetapan kadarsari yang larut dalam air dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 60.
3.5.5 Penetapan kadarsari yang larut dalam etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,kemudian dibiarkan selama 18 jam. Selanjutnya disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 1050C sampai bobot tetap.Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan(Depkes, 1978). Hasil perhitungan penetapan kadar sari yang larut dalam etanol dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 61.
3.5.6 Penetapan kadarabu total
Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1978).Hasil perhitungan penetapan kadar abu total dapat dilihat pada Lampiran5, halaman 62.
3.5.7 Penetapan kadarabu yang tidak larut dalam asam
Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijar sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1978). Hasil perhitungan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam dapat dilihat pada Lampiran5,halaman 63.
3.6 Isolasi Karagenan
Isolasi karagenan dilakukan dengan 4 tahap yaitu: tahap pra ekstraksi, tahap ekstraksi, tahap pengendapan, tahap pengeringan dan tahap penggilingan.
a. Tahap pra ekstraksi
Tahap pra ekstraksi terdiri dari 2 tahap yaitu:tahap perendaman dan tahap pemucatan.
Tahap perendaman
Cara :Sebanyak 20g serbuk simplisia direndam dalam kalsium klorida 1%
selama 2 jam, kemudian di saring dan residu dicuci dengan air suling.
Tahap pemucatan
Cara :Residu yang telah dicuci kemudian di pucatkan dengan larutan hidrogen peroksida konsentrasi 1% selama 6 jam, lalu disaring dan dicuci dengan air suling.
b. Tahap ekstraksi
Residu yang telah dipucatkan diekstraksi dengan perlakuan sebagai berikut:
1. Perlakuan waktu ekstraksi (T) terdiri dari 3 taraf yaitu:
T1= 30 menit; T2= 60 menit; T3 = 120 menit 2. Perlakuan suhu (C) terdiri dari 3 taraf yaitu:
C1 = 80oC; C2 = 90oC; C3 =100oC
Cara :Residu yang telah dipucatkan diekstraksi dengan air suling sebanyak 200 ml dalam beaker glass, kemudian ditambahkan natrium hidroksida 0,1 N sampai dengan diperoleh pH 9, kemudian dipanaskan menggunakan hot platepadasuhu80oC selama 30 menit. Dilanjutkan dengan perlakuan waktu ekstraksi 60 menit, dan 120 menit padasuhu yang sama. Percobaan diulangi sebanyak 2 kali pada suhu dan waktu ekstraksiyang sama. Demikian juga ekstraksi dilakukan padasuhu90oC dan 100oC dengan perlakuan waktu ekstraksi yang sama seperti di atas. Hasil dapat dilihat pada Lampiran6, halaman 64dan Lampiran8,halaman 70 dan 71.
c. Tahap pengendapan
Setelah ekstraksi selesai, disaring menggunakan kain blacu.
Filtratnyaditampung dalam beaker glass kemudian ditambahkan isopropil alkohol dengan perbandingan 1:2, lalu didiamkan selama 24 jam untuk mengendapkan karagenan.
d. Tahap pengeringan dan penggilingan
Karagenan yang diperoleh laludisaring dan dikumpulkan,kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 50oC, lalu dibuat serbuk.Gambar karagenan hasil isolasi dapat dilihat pada Lampiran9, halaman 72.
3.7Pemeriksaan KarakteristikKaragenan
Pemeriksaan karakteristik karagenan meliputipenetapan viskositas, penetapansusut pengeringan,penetapan kadar abu total,dan penetapan kadarabu yang tidak larut dalam asam.Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran8, halaman 71.
3.7.1 Penetapan viskositas
Alat: Viskometer Thomas Stromer.
Cara: Karagenan dilarutkan dengan konsentrasi 1,5% yang diukur pada suhu 75oC,Viskometer Thomas Stromerdiletakkan ditepi meja yang datar sehingga alat penggerak dengan beban 25 g dapat jatuh tanpa gangguan. Kemudian beaker glassyang berisi 100 ml larutan karagenan hasil isolasi diletakkan diatas meja pengukuran, dinaikkan sampai rotor baling-baling terendam ditengah-tengah bahan tumbuhan dan mencapai tanda pada tangkai rotor. Selanjutnya rem dilepaskan dan diukurwaktu yang diperlukan untuk mencapai 100 kali putaran dengan menggunakan stopwatch. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran6,halaman 68, Lampiran8,halaman 70 dan Gambar alat viskometer Thomas Stromer dapat dilihat pada Lampiran 10, halaman 73.
3.7.2 Penetapan susut pengeringan
Susut pengeringan adalah kadar bagian yang menguap dari suatu zat.
Sebanyak 1 g serbuk keringdimasukkan ke dalamcawan dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit. Zat diratakan dalam cawan hingga merupakan lapisan setebal 5-10 mm, dimasukkan ke dalam ruang pengering,dibuka tutupnya,dikeringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Susut pengeringan dihitung terhadap bahan awal (Depkes, 1978).
Hasil perhitungan penetapan susut pengeringan dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 65.
3.7.3 Penetapan kadarabu total
Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1978).Hasil perhitungan penetapan kadar abu total karagenan dapat dilihat pada Lampiran6, halaman 66.
3.7.4 Penetapan kadarabu yang tidak larut dalam asam
Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijar sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan(Depkes, 1978). Hasil penetapan kadar abu tidak larut asam dapat dilihat pada Lampiran6,halaman 67.
3.8Pemeriksaankaragenan hasil isolasi dengan Spektrofotometri FTIR Serbukkaragenan dicampur dengan KBr kemudian ditekan hingga diperoleh pelet, kemudian dimasukkan ke dalam alat Spektrofotometri FTIR,diukur serapannya pada frekuensi 4000-400 cm-1.Spektrum FTIR
karagenan hasil isolasi dapat dilihat pada Lampiran7,halaman 69.Gambar alat Spektrofotometer FTIRdapat dilihat pada Lampiran 10, halaman 73.
3.9Identifikasi Jenis Karagenan Hasil Isolasi
Jenis karagenan hasil isolasi dapat diidentifikasi dengan melihat daya kelarutan karagenanpada berbagai media pelarut seperti diukur pada Tabel 3di bawah ini (Indriani dan Sumarsih,1991). Hasil dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 67.
Tabel 3 Identifikasi karagenan menurut kelarutannya
No Medium Kappa Iota Lamda
Tidak larut Larut
5 Larutan gula
Tidak larut Larut
(dipanaskan)
Larut
(dipanaskan)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasiyang dilakukan oleh Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI terhadap rumput laut yang diteliti adalah jenis Kappaphycus alvarezii (Doty),divisi Rhodophyta, kelas Rhodophyceae, bangsa Gigartinales, suku Solieriaceae, marga Kappaphycus.
Hasil pemeriksaan makroskopik dari talus Kappaphycus alvarezii (Doty) diperoleh talus bentuk gepeng, licin, lunak fleksibel (gelatinous),warna merah kecoklatan.Percabanganberselang-seling tidak teratur pada kedua sisi talus pada bagian bawah melebar dan mengecil ke bagian puncak, pinggir talus bergerigi dan ujung talusnya tajam seperti duri. Hasilidentifikasi talus Kappaphycus alvarezii (Doty) samadengan yang di teliti oleh Munthe (2012).Hasil ini juga
sama dengan yang diteliti oleh Milala (2012), karena ada persamaan tersebut bahan tumbuhan masih bisa digunakan oleh peneliti.
4.2 Hasil Karakterisisasi Simplisia
Hasil pemeriksaan mikroskopis serbuk simplisia Kappaphycus alvarezii (Doty)terlihat adanyafragmen sel-sel parenkim berbentuk poligonal tidak beraturan, yang berisi pigmen berwarna merah dan terdapat sel–sel propagule ini merupakansel yang berperan untuk perkembangbiakan atau propagation.Hasil karakteristik simplisia talus Kappaphycus alvarezii (Doty)dibandingkandengan yang diteliti Munthe 2012 dapat dilihatpada Tabel 4.1 (Polifrone,et al., 2006).
Tabel 4.1. Hasil karakteristik simplisia talus Kappaphycus alvarezii(Doty)
No Parameter
Keterangan : * Hasil yang diteliti oleh Munthe (2012)
Hasil karakteristik simplisia yang di teliti menunjukkan bahwa kadar air telah memenuhi persyaratan karena tidak lebih dari 10%, sedangkan kadar sari yang larut dalam air, kadar sari yang larut dalam etanol, kadar abu total, dan kadar abu yang tidak larut dalam asam tidak tidak jauh berbeda dengan Munthe (2012).
Persyaratan untuk karakteristik simplisia diatas tidak tercantum dalam Materia Medica Indonesia (MMI) dan Farmakope Herbal Indonesia (FHI),
sehingga dapat digunakan sebagai acuan parameter untuk karakterisktik simplisia.
4.3 Hasil Isolasi Karagenan
Isolasi karagenan talus Kappaphycus alvarezii (Doty) mendapatkan hasil yang baik dan berwarna putih dapat untuk dilakukan dengan penambahan kalsium klorida (Sinaga, 2002).Tujuan penambahan hidrogen peroksida dimaksudkan untuk memperoleh serbuk karagenan yang putih. Ekstraksi karagenan dilakukan pada pH 9, karena stabil pada pH tersebut, danpada suasana asam karagenan akan terdegradasi(USP XXX, 2007). Hasil perhitungan rendemen karagenan hasil isolasi dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini dibandingkan dengan yang dilakukan oleh Munthe (2012).
Tabel 4.2. Hasil perhitungan rendemen karagenan hasil isolasidari talus Kappaphycus alvarezii(Doty)
Perlakuan
Berat Sampel (G) Karagenan hasil isolasi
% Rendemen Rata-Rata%
Karagenan
* Hasil yang diteliti oleh Munthe (2012)
Hasil perhitungan rendemen karagenan di atasmenunjukkan bahwa pada waktu ekstraksi 30 menit dengan suhu 80 – 100oC dan pada waktu ekstraksi 60
menit dengan suhu 80 – 90oC maka hasil % rendemen karagenan semakin meningkat, sedangkan pada waktu ekstraksi 60 menit dengan suhu 100oC dan pada waktu ekstraksi 120 menit dengan suhu 80 – 120oC hasil % rendemen karagenan semakin menurun. Semakin lama waktu ekstraksi dan semakin tinggi suhu maka % rendemen karagenan yang dihasilkan akan semakin menurun karena terjadi degradasi nutrisi terutama polisakarida.
Karagenan dapat terlepas dari dinding sel dan larut jika kontak dengan panas. Rumajar,dkk., (1997) mengemukakan bahwa degradasi panas yang terjadi akibat waktu ekstraksi yang terlalu lama dapat menyebabkan perubahan atau putusnya susunan rantai molekul. Besarnya suhu pada saat ekstraksi juga perlu diperhatikan. Suhu ekstraksi menurut Rasyid (2003) adalah 85-95oC, Setyowati (2000), pada suhu 90oC, Aslan (1998) pada suhu 90-95oC dan Mukti (1987), pada suhu optimum 90-95oC.
Tabel 4.3. Hasil pemeriksaan karakteristik karagenan hasil isolasi dari talus Kappaphycus alvarezii(Doty) (USP XXX, 2007)
No Parameter 2 Penetapan Susut Pengeringan 10,85% 10,56% <12,5 3 Penetapan Kadar Abu Total 16,11% 15,07% <35,0%
4 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam
1,33% 1,24% <2,0%
Keterangan:
* Hasil yang diteliti oleh Munthe (2012)
Pada Tabel 4.3 terlihat hasil pemeriksaan karakteristik kareganan yang diteliti tidak berbeda jauh dengan yang diteliti Munthe (2012) yaitu viskositas larutan karagenan dengan konsentrasi 1,5% yang diukur pada suhu 75oC diperoleh hasilnya berkisar antara 22,5-24 cP. Viskositas karagenan hasil isolasi
ini telah memenuhi standar mutu karena sesuai spesifikasi fisik karagenan dariFood and Agricultural Organization yang menetapkan bahwa viskositas larutan karagenan 1,5% yang diukur pada suhu 75oC adalah tidak kurang dari 5 cP (Handito, dkk.,2005).
Hasil penetapan susut pengeringan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh United States Pharmauceuticals XXX, 2007 yaitu tidak lebih dari 12,5%. Kadar abu total karagenan hasil isolasitidak lebih dari 35%, sedangkan kadar abu tidak larut dalam asam tidak lebih dari 2,0%.
4.4. Hasil Penetapan Karakteristik Karagenan secara Spektrofotometri FTIR
Gugus fungsional karagenan diidentifikasi dengan menggunakan Spektrofotometri inframerah atau Fourier Transform Infrared(FTIR). Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.4 dibawah ini:
Tabel 4.4 Hasil karakteristik karagenan secara Spektrofotometri FTIR
No Gugus Fungsi Bilangan Gelombang (cm-1)
Bali Sumatera Utara * Standar
1 OH 3325,28 3400,50 3400
2 CH alifatis 2930 2951,09 2954
3 C=O 1697,36 1635,64 1639
4 C-O 1157,29 1155,36 1157
5 Ester sulfat 1260,73 1226,73 1249
6 Ikatan glikosidik 1041,56 1041,56 1029
7 3,6-anhidro-D-galaktosa 933,55 921,97 1080-1010
8 Galaktosa-4-sulfat 848,68 848,68 850-840
Keterangan:
* Hasil yang diteliti oleh Munthe (2012) Standar = Menurut Sinaga, 2002
Pada Tabel 4.4hasil analisis dengan spektrofotometri FTIR bahwa spektrum hasil FTIR dari karagenan dibandingkan dengan Munthe, 2012 dan spektrum standar karagenan menunjukkan adanya karagenan yang yang
diperoleh adalah tipe kappa. Hal ini karena adanya gugus galaktosa-4-sulfat, dan gugus 3,6-anhidrogalaktosa.
4.5. Hasil Identifikasi Jenis Karagenan
Hasil identifikasi jenis karagenan yang diperoleh terhadap uji kelarutan yaitu karagenan larut dalam air panas di atas suhu 60oC, tidak larut dalam air dingin, larut dalam susu panas, tidak larut dalam susu dingin tetapi mengembang, larut dalam larutan gula pekat panas, tidak larut dalam larutan garam pekat. Hal ini menunjukkan karagenan yang diperoleh adalah bentuk kappabukan karagenan bentuk iotamaupun bentuk lamda (Indriani dan Sumarsih, 1991).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
a. Karakteristik simplisia dari talus Kappaphycus alvarezii (Doty) adalah kadar air 8,64%, kadar sari larut dalam air 22,5%, kadar sari larut dalam etanol 1,10%, kadar abu total3,20%, dan kadar abu total tidak larut asam 0,13%.
b. Ada pengaruh suhu dan waktu ekstraksi terhadap rendemen karagenan yang diisolasi dari talus Kappaphycus alvarezii (Doty).
c. Karagenan yang diisolasi dari talus Kappaphycus alvarezii (Doty)telah memenuhi persyaratan United States Pharmaceuticals XXX.Identifikasi karagenan menurut kelarutannya menunjukkan karagenan hasil ekstraksi adalah dalam bentuk kappakaragenan. Hasil spectrum diperolehtipe karagenan bentukkappa.
5.2 Saran
Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk memanfaatkankaregenan hasil isolasi dari talus Kappaphycus alvarezii (Doty) dalam bidang formulasi obat sebagai penginduksi hewan percobaan dalam uji antiinflamasisehingga diperoleh bahan tambahan obat alami.
DAFTAR PUSTAKA
Abbott, I.A.,dan Norris.J.N. (1985).Taxonomy of Economic Seaweeds; With Reference to some Pacific and Caribbean species.California Sea Grant College Program.Halaman 49.
Anggadiredja, J.T., Achmad Z., Heri P., dan Sri, I. (2010). Rumput Laut.
Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 14-19, 26-39, 52-60, 65.
Anggraini.(2004). Karagenan, Apaan Sich?
http://jlcome.blogspot.com/2007/10/karagenan-apaan-sich.html. Diakses tanggal 15 Juni 2013.
Angka S.L., Suhartono T.S. (2000). Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: Pusat KajianSumber Daya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor.Halaman 49-56.
Aslan, L.M. (1998). Budidaya Rumput Laut. Jakarta: Kanisius. Halaman 11-14, 17, 24.
Anonim1. (2011). Karagenan.http://hanan08.student.ipb.ac.id/2010/06/19/
karagenan/. Diakses 02 Agustus 2013
Anonim2. (2011). Eucheuma Cottonii Alirkan Rezeki.
http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=98c123bd19 7ef70134ff6e4e4b3246c7&jenis=e4da3b7fbbce2345d7772b0674a318d5 Diakses 02 Agustus 2013
Basmal, J., Sedayu, B.B., dan Utomo, B.S.B. (2009). Mutu Semi Refined Carrageenan (SRC) Yang Diproses Menggunakan Air Limbah Pengolahan SRC Yang Didaur Ulang. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 4(1): 1–11.
Chapman, V., dan Chapman, D.J. (1980). Seaweeds and Their Uses. Edisi ke-3.
New York: Chapman and Hall. Halaman 333.
Dahuri, R. (2002). Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan.
Orasi Ilmiah Guru Besar Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Kelautan Bogor. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Dawes, C.J. (1981). Marine Botany. Florida: A Wiley-Interscience Publication.Halaman 41.
Departemen Perdagangan. (1989). Ekspor Rumput Laut Indonesia. Jakarata.
Departemen Perdagangan. Halaman 57.
Depkes RI. (1978). Materia Medika Indonesia. Jilid II. Jakarta: Depkes RI.
Halaman133-135, 150-156.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Depkes RI.
Halaman 33, 649, 682.
Handito, D., Anggarahini, S., dan Marseno,D.W. (2005).Ekstraksi Dan Identifikasi Karagenan Dari Rumput Laut Eucheuma cottoniiPulau Lombok.http://ilib.ugm.ac.id/download.php?datald=9726Diakses
tanggal 15 Juni 2013.
FAO.(1990). Training Manual on Gracilaria Culture and Seaweed Processing inChina. Rome. Halaman 37-42.
Faridah, L. (2001). Studi Tentang Pembuatan Tepung Instan Karagenan dari Rumput Laut Kappaphycusalvarezi.Skripsi.Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
Fardiaz D. (1989).Hidrokoloid. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi,Institut Pertanian Bogor. Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. Halaman 13-175
Guiseley K.B., Stanley N.F., Whitehouse, P.A. 1980.Carrageenan.Dalam:
DavidsRL. Hand Book of Water Soluble Gums and Resins. New York, Toronto,London: Mc Graw Hill Book Company. Halaman 125-142.
Glicksman M. 1969. Gum Technology in the Food Industry. New York:Academic Press. Halaman214-224.
Istini, S., Zatnika, A., dan Suhaimi.(1985). Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut Seafarming Workshop Report November Part II, Bandar Lampung.
Indriani dan Sumarsih.(1991). Budidaya Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut.Cetakan pertama.Jakarta:Swadaya. Halaman 1, 8.
Indriani dan Sumarsih.(1991). Budidaya Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut.Cetakan pertama.Jakarta:Swadaya. Halaman 1, 8.