• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL

5.4 Pengembangan Ekowisata Mangrove di TNAP

5.3.2 Stakeholder

Stakeholder yang terlibat dalam pengembangan ekowisata mangrove di TNAP terdiri dari Balai TNAP, masyarakat desa Sumberasri yang tergabung dalam Badan Pengelola Wisata Mangrove, Balai Pengelola Hutan Mangrove Wilayah I Denpasar dan Pemerintah Daerah Dati II melalui Dinas Budaya dan Pariwisata Banyuwangi dan Dinas Ketanagakerjaan. Peran, kepentingan dan tugas operasional masing-masing stakeholder terhadap pengembangan ekowisata mangrove dapat terangkum sebagai berikut (Tabel 11).

Tabel 10 Perbandingan realitas pengembangan ekowisata mangrove dengan fungsi dan tujuan TNAP

No. Tujuan dan Fungsi TNAP Realitas Kesesuaian

1. Melakukan penataan zonasi (Fungsi TNAP bagian a) Penataan zonasi sudah ditetapkan dan dipetakan akan tetapi dalam pelaksanaan wisata di blok Bedul belum mempedulikan zonasi yang telah ditetapkan sehingga kegiatan wisata masal juga terjadi di zona rimba

Belum sesuai

2. Melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistem asli Taman Nasional Alas Purwo (Tujuan TNAP bagian b)

Upaya perlindungan keanekargaman hayati dan ekosistem asli di TNAP dilakukan dengan patroli pengamanan kawasan secara berkala, register terhadap pohon tumbang, satwa mati dan hal lain yang disebabkan oleh bencana alam maupun pengrusakan oleh manusia. Adanya pengembangan ekowisata mangrove diharapkan dapat mendukung upaya perlindungan terhadap keanekaragaman hayati dan ekosistem mangrove di TNAP

Sesuai

3. Meningkatkan upaya penelitian yang berkaitan dengan flora, fauna dan ekosistem Taman Nasional Alas Purwo (Tujuan TNAP bagian c)

Balai TNAP menyambut baik kegiatan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa, dosen dan instansi di dalam kawasan TNAP. Akan tetapi kualitas dan antusias SDM di TNAP sendiri masih perlu ditingkatkan untuk mendukung penelitian di TNAP. Ketidaksiapan SDM di TNAP terlihat dari masih minimnya data tentang flora dan fauna khususnya di daerah Bedul.

Belum sesuai

4. Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan, seperti pariwisata alam dan rekreasi (Fungsi TNAP bagian h)

Pengembangan ekowisata merupakan salah satu upaya pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan

Sesuai

5. Wahana pendidikan konservasi alam guna meningkatkan kesadaran dan apresiasi masyarakat terhadap konservasi alam (Tujuan TNAP bagian d)

Pengadaan pendukung sarana dan prasarana untuk ekowisata mangrove yang berbasis pendidikan konservasi belum dilakukan. Saat ini media untuk memberikan tambahan pendidikan bagi pengunjung di Bedul baru tersedia dalam bentuk liflet dan penyediaan guide jika diperlukan.

Tabel 10 Lanjutan

No. Tujuan dan Fungsi TNAP Realitas Kesesuaian

6. Pemberdayaan masyarakat sekitar Taman Nasional Alas Purwo (Fungsi TNAP bagian g)

Dalam mengembangkan ekowisata mangrove Bedul, TNAP mengajak Desa Sumberasri untuk berkolaborasi

Sesuai

7. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan TNAP (Tujuan TNAP bagian g)

Pengembangan ekowsiata mangrove dengan memberdayakan masyarakat Desa Sumberasri merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan TNAP

Tabel 11 Stakeholder yang terlibat dalam pengembangan ekowisata mangrove

No. Nama

Stakeholder

Peran Kepentingan Tugas

1. Balai TNAP Pengawas pengembangan ekowisata mangrove di TNAP

Menginginkan agar Badan Pengelola Wisata Mangrove Desa Sumberasri membantu pembinaan habitat di sekitar areal pengembangan ekowisata mangrove Menginginkan agar masyarakat sekitar, khususnya Desa Sumberasri ikut menjaga hutan mangrove dan hutan lain di dalam kawasan TNAP, dengan adanya ekowisata mangrove.

Melakukan pengamanan dan pemeliharaan areal kerjasama

Melakukan pembinaan habitat di sekitar areal kerjasama

Melakukan sosialisasi dan penyuluhan terhadap masyarakat sekitar kawasan TNAP

Membuat Rencana Karya Tahunan (RKT) dan Rencana Karya Lima Tahunan (RKL) Membantu, membina dan mengarahkan pihak Pengelola Wisata Mangrove Sumberasri dalam pengembangan ekowisata mangrove

Melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap pengembangan ekowisata mangrove

Menyusun laporan penyelenggaraan ekowisata mangrove dan

menyampaikannya kepada Direktur Konservasi Kawasan, Direktorat Jenderal Perlindungan Kawasan

Tabel 11 Lanjutan

No. Nama

Stakeholder

Peran Kepentingan Tugas

2. Badan Pengelola Wisata Mangrove (Desa

Sumberasri)

Pelaksana harian dalam penyelenggaraan ekowisata mangrove

Menginginkan keuntungan dari pengelolaan kolaboratif ekowisata mangrove, berupa kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, penambahan terhadap kas desa untuk pembangunan desa

Membangun serta memelihara sarana dan prasarana pada lokasi yang telah ditetapkan

Melakukan pengelolaan ekowisata mangrove bersama-sama Balai TNAP Membantu Balai TNAP dalam pengamanan dan pelestarian kawasan TNAP serta kegiatan pembinanaan habitat Membantu Balai TNAP melakukan sosialisasi dan penyuluhan terhadap masyarakat sekitar kawasan TNAP Membantu membuat Rencana Karya Tahunan (RKT) dan Rencana Karya Lima Tahunan (RKL)

Ikut serta dalam menyusun laporan penyelenggaraan ekowisata mangrove dan menyampaikannya kepada Direktur Konservasi Kawasan, Direktorat Jenderal Perlindungan Kawasan

Tabel 11 Lanjutan

No. Nama

Stakeholder

Peran Kepentingan Tugas

3. Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I dan JICA Fasilitator pengembangan ekowisata mangrove

Menginginkan agar para pengelola ekowisata mangrove (baik TNAP maupun Desa Sumberasri) paham terhadap prinsip-prinsip ekowisata sehingga implementasi ekowisata mangrove di TNAP sesuai seperti yang diharapkan

Memberikan pelatihan bahasa dan pengenalan ekosistem mangrove kepada Badan Pengelola Wisata Mangrove Desa Sumberasri

Memberikan pendidikan kepada Badan Pengelola Wisata Mangrove Desa Sumberasri terkait pengembangan ekowisata mangrove (tahun 2007-2009) Membantu pengadaan alat-alat

pemanduan, sepeti buku-buku panduan dan sepatu bot

4. Pemerintah Daerah

Pendukung pengembangan ekowisata mangrove

Menginginkan agar sektor pariwisata

daerahnya semakin terkenal dan maju dengan adanya ekowisata mangrove di TNAP

Membantu mempromosikan lokasi ekowisata mangrove

Membantu dalam pembangunan infrastruktur jalan menuju lokasi dan pemberian tanda petunjuk arah menuju lokasi

5.3.3 Kebijakan

Kebijakan mengenai manajemen kawasan dan pengembangan ekowisata di TNAP dikaji melalui analisis dari isi berbagai peraturan terkait dengan pengelolaan kolaboratif kawasan konservasi dan pengelolaan wisata alam di kawasan konservasi. Peraturan terkait tentang penyelenggaraan ekowisata di Indonesia belum ada sehingga pendekatan yang digunakan adalah dengan menggunakan peraturan penyelenggaraan wisata alam di kawasan konservasi.

Adapun peraturan-peraturan yang digunakan untuk meninjau pengelolaan kolaboratif dan pengembangan ekowisata di TNAP yaitu:

a. PP Nomor 36 tahun 2010 tentang Pengusahaan Wisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam

b. PP Nomor 59 tahun 1998 tentang tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku

c. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 19/Menhut-II/2004 tentang Pedoman Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam

d. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional

e. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 167/Kpts-II/1994 tentang Sarana dan Prasarana Pengusahaan Periwisata Alam di Kawasan Konservasi.

Berdasarkan peraturan-peraturan di atas dapat ditarik kesimpulan tentang pendekatan penyelenggaraan ekowisata di Taman Nasional. Selanjutnya dapat dibandingkan dengan realitas pengembangan ekowisata mangrove di TNAP. Berikut perbandingan antara kebijakan ekowisata yang didapatkan dari peraturan dengan realitas yang terjadi di lapang (Tabel12).

Tabel 12 Perbandingan antara peraturan dan realitas terkait pengembangan ekowisata mangrove di TNAP

No. Peraturan Isi Peraturan Realitas Kesesuaian

1. Peraturan Menteri Kehutanan No.: P. 56/Menhut- II/2006

Berdasarkan fungsinya zona rimba untuk kegiatan pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan alam bagi kepentingan penelitian, pendidikan konservasi, wisata terbatas, habitat satwa migran dan menunjang budidaya serta mendukung zona inti.

Zona pemanfaatan untuk pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan, kegiatan penunjang budidaya.

Zona tradisional untuk pemanfaatan potensi tertentu taman nasional oleh masyarakat setempat secara lestari melalui pengaturan pemanfaatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pengembangan ekowisata mangrove di TNAP memanfaatkan 3 zona (pemanfaatan, rimba dan tradisional). Tetapi dalam realitasnya kegiatan wisata yang disebut “ekowisata” masih bercampur dengan penyelenggaraan wisata masal. Wisata masal yang ada juga diperbolehkan dilakukan di wilayah dan zona rimba, padahal menurut peraturan zona rimba hanya

diperbolehkan untuk kegiatan pendidikan konservasi dan wisata terbatas (ekowisata) bukan untuk kegiatan wisata masal.

Belum Sesuai 2. Peraturan Menteri Kehutanan No.: P. 19/Menhut- II/2004

a. Para pihak yang melaksanakan kolaborasi dalam pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam antara lain Lembaga pemerintah pusat, Lembaga pemerintah daerah (eksekutif dan legislatif), masyarakat setempat, LSM, BUMN, BUD, swasta nasional, perorangan maupun masyarakat internasional, Perguruan

Tinggi/Universitas/Lembaga Pendidikan/Lembaga Ilmiah (Pasal 1 & Pasal 4 ayat 3)

Pelaksanaan kolaborasi pengembangan ekowisata mangrove, merupakan kolaborasi antara Balai TNAP dan masyarakat Desa Sumberasri (masyarakat setempat)

Tabel 12 Lanjutan

No. Peraturan Isi Peraturan Realitas Kesesuaian

b. Dalam proses terwujudnya kolaborasi, masing- masing pihak dapat bertindak sebagi inisiator, fasilitator dan pendampingan (Pasal 4 ayat 4)

Masyarakat desa Sumberasri yang tergabung dalam Badan Pengelola Wisata Mangrove bertindak sebagai perancang kegiatan ekowisata mangrove (insiator)

Sesuai

c. Jenis-jenis kegiatan yang dapat dikolaborasikan antara lain berupa penataan kawasan, penyusunan rencana pengelolaan, pembinaan daya dukung kawasan, pemanfaatan kawasan, penelitian dan pengembangan, perlindungan dan pengamanan kawasan, pengembangan sumberdaya manusia, pembangunan sarana dan prsarana, dan pembinaan partisipasi masyarakat

Jenis-jenis kegiatan yang dikolaborasikan terkait pengembangan ekowisata mangrove yang tertuang dalam MoU antara Balai TNAP dan Pemerintah Desa Sumberasri adalah pemanfaatan kawasan (jasa lingkungan yang berupa wisata alam terbatas), pembinaan daya dukung kawasan (pembinaan habitat), pembangunan sarana dan prsarana, dan pembinaan partisipasi masyarakat

Sesuai

d. Pelaksanaan kolaborasi dituangkan dalam bentuk persetujuan (Pasal 5 ayat 1). Kesepakatan bersama tersebut berisi materi-materi kesepakatan, antara lain berupa: kegiatan-kegiatan yang

dikolaborasikan, dukungan, hak dan kewajiban para pihak, jangka waktu kolaborasi, pengaturan sarana dan prasara setelah jangka waktu kolaborasi berakhir (Pasal 5 ayat 2)

Dalam MoU antara Balai TNAP dengan Pemerintah Desa Sumberasri tertuang materi- materi seperti yang disebutkan pada Peraturan Menteri Kehutanan No.: P. 19/Menhut-II/2004 Pasal 5 ayat 2, tetapi untuk bahasan tentang dukungan tidak disebutkan secara jelas

Kurang sesuai

3. PP No.36 Tahun 2010

a. Pengusahaan pariwisata alam dapat meliputi usaha penyediaan jasa wisata alam dan/atau sarana wisata alam (Pasal 7 ayat 1).

Pengusahaan ekowisata mangrove Bedul meliputi penyediaan jasa ekowisata dan sarana

Tabel 12 Lanjutan

No. Peraturan Isi Peraturan Realitas Kesesuaian

3. PP No.36 Tahun 2010

b. Pengusahaan pariwisata alam dapat dilakukan setelah ada izin pengusahaan (pasal 8 ayat 1), izin pengusahaan pariwisata alam diberikan oleh Menteri untuk pengusahaan yang dilakukan di taman nasional (Pasal 8 ayat 2).

Belum ada izin dari Menteri terkait

pengembangan hutan mangrove di Bedul TNAP untuk ekowisata Kurang sesuai (karena arahan pengembangan ekowisata lebih mengacu pada Peraturan Menteri Kehutanan No.: P. 19/Menhut- II/2004) c. Pengusahaan pariwisata alam dapat dilakukan di

seluruh zona pada kawasan Taman Nasional kecuali zona inti (Pasal 9 ayat 1).

Pengembangan ekowisata mangrove dilakukan bukan di zona inti kawasan TNAP

Sesuai

d. Sarana dan prasarana pengusahaan pariwisata alam dapat dibangun di zona pemanfaatan taman nasional (Pasal 9 ayat 3, disebutkan kembali pada Keputusan Menteri Kehutanan No.: 167/Kpts- II/1994 pasal 2). Areal yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana maksimum 10% dari luas areal izin pengusahaan pariwisata alam (Pasal 18d, disebutkan kembali pada Keputusan Menteri Kehutanan No.: 167/Kpts- II/1994 pasal 3).

Sarana dan prasarana untuk menunjang

pengembangan ekowisata ada yang dibangun di zona rimba tetapi digunakan juga untuk kepentingan pengelolaan kawasan mangrove secara keseluruhan. Selanjutnya penambahan pembangunan sarana dan prasarana dibangun seperlunya di zona pemanfaatan dan dibangun di luar kawasan TNAP.

Tabel 12 Lanjutan

No. Peraturan Isi Peraturan Realitas Kesesuaian

4. Keputusan Menteri

Kehutanan No.: 167/Kpts-II/1994

a. Bentuk bangunan/sarana yang dibangun, bergaya arsitektur budaya setempat dengan memperhatikan kondisi fisik kawasan tersebut. Pembangunan sarana yang diperkenankan maksimum 2 (dua) lantai. Tidak mengubah karakteristik bentang alam yang ada (Pasal 4).

Bentuk bangunan/sarana yang dibangun untuk mendukung pengembangan ekowisata dibangun dengan gaya cukup sederhana dan tidak menyalahi gaya bangunan budaya setempat.

Sesuai

b. Penggunaan bahan bangunan untuk pembangunan sarana, prasarana dan fasilitas pelengkap diutamakan bahan-bahan dari daerah setempat yang memiliki adaptasi tinggi dengan kondisi lingkungan. Jika tidak terdapat bahan bangunan sebagaimana dimaksud, maka dipergunakan bahan bangunan dari luar yang tidak merusak kelestarian lingkungan (Pasal 27).

Pembangunan darmaga dan jembatan sebagian dibangun dengan menggunakan beton bukan dari kayu semuanya. Pembangunan konstruksi bagian bawah jembatan dan darmaga menggunakan semen dengan cara pengecoran bagian bawah secara keseluruhan mengganggu komponen kehidupan di bawahnya. Selain itu bahan dasar dari semen untuk jembatan kurang memiliki nilai estetika/keindahan.

Belum sesuai

5. PP No. 59 tahun 1998

Tarif masuk Taman Nasional untuk Rayon I, untuk wisatawan mancanegara adalah Rp.

20.000,00/orang sedangkan wisatawan Nusantara adalah Rp.2.500,00/orang

Tarif masuk Taman Nasional juga diberlakukan bagi pengunjung Bedul sebagai pendapatan Negara bukan pajak, selain harga tiket masuk kawasan mangrove Bedul.

Kebijakan tertulis terkait pengembangan ekowisata mangrove di TNAP pada level internal Balai TNAP belum ada. Petunjuk teknis maupun Rencana Karya Lima Tahun (RKL) dan Rencana Karya Tahunan (RKT) tentang pengembangan ekowisata mangrove TNAP belum disusun. Selama ini pengembangan ekowisata mangrove di TNAP hanya berpedoman pada perjanjian (MoU) antara pihak TNAP dan Desa Sumberasri. Perjanjian tersebut ditandatangani pada tahun 2007 dan belum ada revisi. Pada tabel berikut terangkum perbandingan antara isi MoU dan realitas pengembangan wisata di lapangan (Tabel 13).

Tabel 13 Perbandingan antara MoU dan Realitas

No. Pengembangan wisata menurut MoU

Pengembangan wisata di lapang Kesesuaian

1. TNAP dan Desa Sumberasri bekerjasama secara kolaborasi mengembangkan wisata alam terbatas di blok Bedul

Wisata alam yang

diselenggarakan di Bedul lebih kepada wisata masal dan tidak ada pembatasan terhadap jumlah dan kegiatan pengunjung.

Belum sesuai

2. Ruang lingkup kerjasama kolaborasi diuraikan dalam arahan program yang dituangkan dalam RKL dan RKT.

RKL dan RKT sampai sekarang belum selesai disusun.

Belum sesuai

3. Kedua pihak bersama-sama melakukan kegiatan pembinaan habitat di wilayah kerjasama.

Pembinaan habitat dilakukan oleh pihak TNAP, pihak desa Sumberasri baru membantu pada level pengamanan wilayah.

Belum sesuai

4. Pihak pengelola dari Desa Sumberasri dapat membangun sarana dan

prasarana di tempat yang disediakan dan saling menjaga sarana dan prasarana wisata alam terbatas yang ada

Pembangunan sarana dan prasarana dilakukan di lokasi yang diizinkan oleh TNAP dan bersama-sama menjaga saran dan prsarana yang ada

Sesuai

5. Bersama-sama memberikan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat sekitar TNAP

Pihak Desa Sumberasri hanya melakukan fungsi sebagai pengelola wisata sedangkan kegiatan sosialisai dan

penyuluhan kepada masyarakat dilakukan oleh pihak TNAP saja.

VI. PEMBAHASAN

6.1 Potensi Ekowisata

6.1.1 Potensi biologi 6.1.1.1 Flora

Jumlah spesies mangrove sejati yang ditemukan di dalam plot sampling saat penelitian sebanyak 14 jenis (Tabel 4). Menurut informasi dari Balai TNAP (1999), terdapat 24 jenis mangrove di Bedul, dua spesies diantaranya dikatagorikan langka secara global namun merupakan jenis umum setempat, yaitu

Ceriops decandra dan Scyphiphora hydrophyllacea. Status kedua spesies tersebut tergolong rentan sehingga memerlukan perhatian khusus untuk pengelolaannya (Noor et al. 1999).

(a) (b)

Gambar 10 Spesies mangrove langka secara global tetapi masih umum ditemukan di daerah: (a) Ceriops decandra;(b) Scyphiphora hydrophyllacea

Kerapatan mangrove untuk tingkat pohon berdasarkan hasil inventarisasi oleh Balai TNAP tahun 1999 adalah 1.481 individu/ha. Kerapatan yang demikian termasuk dalam kriteria baik dengan kerapatan sedang. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove, kerapatan antara >1.000 individu/ha sampai <1.500 individu/ha termasuk dalam kriteria baik dengan kerapatan sedang. Sedangkan kerapatan yang melibihi >1.500 individu/ha termasuk dalam kriteria kerapatan sangat padat dan kondisi baik. Kerapatan tingkat pohon berdasarkan hasil inventarisasi selama penelitian adalah 1.507

individu/ha sehingga kerapatan mangrove di Bedul TNAP saat ini dalam kriteria sangat padat dan kondisi baik.

Pohon mangrove memiliki perkaran dan buah yang unik dan berbeda dengan tumbuhan darat. Tipe akar dan buah mangrove berbeda-beda. Keunikan tersebut sangat menarik untuk dijadikan objek ekowisata. Cara yang efektif untuk menunjukkan keunikan akar dan buah adalah melalui media interpretasi. Melalui media interpretasi, pengunjung tidak harus masuk ke dalam hutan mangrove untuk menyaksikan perbedaan perakaran beberapa jenis mangrove sehingga potensi dapat meminimalkan potensi kerusakan mangrove. Melalui media interpretasi juga, pengunjung dapat menyaksikan keunikan buah mangrove walaupun jenis- jenis mangrove tertentu sedang tidak musim berbuah. Salah satu media interpreatsi yang baik adalah di MIC di Bali. Media interpretasi yang digunakan di MIC di Bali adalah papan interpretasi, miniatur mangrove, liflet dan brosur. 6.1.1.2 Fauna

Berdasarkan hasil pengamatan selama di lapangan, kenakeragaman jenis burung air paling banyak ditemukan di Blok Bedul. Akan tetapi diantara dua lokasi pengamatan lainnya, jumlah burung air yang ditemukan di lokasi Blok Bedul paling sedikit. Hal ini dikarenakan jenis burung air yang berkunjung di paparan lumpur Bedul lebih cenderung burung air yang bersifat individual atau berkelompok kecil, seperti bangau tong-tong, cangak laut, blekok dan kuntul.

Lokasi Padas-Bulu dengan Cungur tidak terlalu jauh. Jenis burung yang sering ditemukan dikedua lokasi tersebut biasanya sama. Burung yang singgah di kedua lokasi ini ada yang bersifat individual dan berkelompok kecil maupun besar. Akan tetapi lokasi yang lebih banyak ditemui burungnya adalah Cungur. Hal ini dikarenakan paparan lumpur Cungur tempatnya lebih terbuka sehingga burung-burung air yang ada lebih mudah diamati. Sedangkan Padas-Bulu merupakan daratan kecil di tengah sungai Segara Anak dan ditumbuhi pohon mangrove. Cungur dan Padas-Bulu lebih dekat dengan pantai sehingga sangat memberi kecenderungan beberapa jenis burung pantai migran singgah di kedua lokasi tersebut. Selain itu kedua lokasi tersebut lebih sepi dibandingkan dengan Blok Bedul sehingga gangguan oleh faktor manusia juga lebih sedikit.

Bedasarkan hasil pengamatan, dari total 19 jenis burung air, 10 diantaranya merupakan jenis burung pantai migran. Total jenis burung pantai migran yang yang didapatkan dalam penelitian ini tidak banyak karena pengamatan hanya dilakukan pada bulan Maret. Menurut Howes et al. (2003) waktu terbaik untuk mengamati burung pantai migran di Indonesia adalah pada saat burung migran memulai perjalanan menuju belahan bumi selatan dan berada di belahan bumi selatan (September-Maret) serta pada saat burung migran kembali ke lokasi berbiaknya (Maret-Mei).

Foto: Wiwin (2009) (a) Foto: Kurniawan (2008) (b) (c) (d)

Gambar 11 Burung air: (a) Cangak laut (Ardea sumatrana), (b) Dara Laut Benggala (Sterna bagalensis), (c) Bangau Tong-tong (Leptoptilos javanicus), (d) Gajahan Besar (Numenius arquata).

Beberapa burung air memanfaatkan kawasan mangrove di TNAP sebagai habitat. Tidak heran jika peristiwa ekologi yang berupa jaring-jaring makanan terjadi pada jenis-jenis fauna yang ada di kawasan mangrove. Mangrove merupakan tempat yang ideal bagi ikan, udang dan biota lainnya untuk mencari makan dan berkembang biak. Bagi burung air paparan lumpur merupakan tempat

untuk mencari makan dan berjemur. Pakan burung air berupa moluska, grastopoda, krustasea, cacing dan ikan (Howes 2003). Beberapa satwaliar selain burung air dari golongan mamalia, reptil, amfibi dan aves menggunakan hutan mangrove sebagai tempat bersarang dan mencari mangsanya.

(a) (b) (c) Foto: Temaja (2010) (d) (e) Foto: Waschkies (2009) (f)

Gambar 12 Fauna selain burung air: (a) ikan blodog (Periopthalmus sp.), (b) Kepiting (Uca coarctata), (c) Kepiting (Cardisoma carnifex), (d) Jelarang bilarang (Ratufa affinis), (e) Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), (f) Elang bondol (Haliastur indus).

Beberapa fauna yang ditemukan selama penelitian, 9 jenis merupakan spesies yang dilindungi di Indonesia melalui PP Nomor 7 tahun 1999, salah satu diantaranya adalah Bangau tong-tong (Leptotilos javanicus) yang juga merupakan spesies yang terancam kepunahan termasuk ke dalam katagori rentan menurut IUCN Red List (IUCN 2010). Dua spesies yaitu Jelarang bilalang (Ratufa affinis)

dan Biawak (Varanus salvator) termasuk ke dalam Appendix 2 CITES.

Keberadaan satwaliar yang dilindungi di kawasan konservasi menjadi nilai lebih dalam penyelenggaraan ekowisata. Kesempatan menyaksikan satwaliar yang dilindungi di alam terbuka merupakan kesempatan yang jarang ditemukan ketika melakukan wisata biasa.

Tabel 14 Jenis satwa dan status perlindungannya

No. Nama lokal Nama latin Nama Inggris

Status

Perlindungan Indonesia IUCN CITES

MAMALIA

1 Jelarang bilalang Ratufa affinis Pale Giant Squirell - NT App. 2 2 Monyet akor panjang Macaca fascicularis Long-tailed Monkey - LC - AVES

1 Bangau tong-tong Leptoptilos javanicus Lesser Adjutant PP V - 2 Biru laut ekor blorok Limossa laponica Bar- tailed Godwit - NT - 3 Blekok sawah Ardeloa speciosa Javan Pond-heron - - - 4 Cangak laut Ardea sumatrana Great Billed-heron - LC - 5 Cekakak sungai Todirhamphus chloris Collared Kingfisher PP LC - 6 Cerek-pasir besar Charadrius leschaultii Great Sand-plover - - - 7 Dara-laut Benggala Sterna bagalensis Lesser crested- tern - - - 8 Dara-laut jambul Sterna bergii Great Crested-tern PP LC - 9 Elang bondol Haliastur Indus Brahminy Kite PP LC - 10 Elang-ikan kepala-kelabu Ichtyphaga ichtyaetus Grey-headed Fish-eagle PP - - 11 Gajahan besar Numenius arquata Eurasian Curlew PP NT - 12 Gajahan kecil Numenius minitus Little Curlew PP - - 13 Gajahan penggala Numenius phaeopus Whimbrel PP LC - 14 Kedidi besar Calidris tenuirostris Great Knot - LC - 15 Kedidi jari-panjang Calidris subminuta Long-toed Stint - LC - 16 Kuntul kecil Egretta garzetta Little Egret PP LC -

Tabel 14 Lanjutan

No. Nama lokal Nama latin Nama Inggris Status

Perlindungan Indonesia IUCN CITES 17 Raja udang biru Alcedo coerulescens Small Blue Kingfisher PP LC - 18 Trinil bedaran Tringa cinereus Terek Sandpiper - - - 19 Trinil kaki-merah Tringa tetanus Common Redshank - LC - 20 Trinil pantai Acitis hypoleucos Common Sandpiper - LC - 21 Kokokan laut Butorides striatus Striated Heron - LC - REPTIL

6.1.2 Potensi fisik 6.1.2.1 Sarana

Sarana-sarana yang ada dalam kondisi cukup baik tetapi keberadaannya perlu diperhatikan lagi agar dapat memfasilitasi kegiatan ekowisata dengan baik. Pertama adalah keberadaan visitor center. Pada dasarnya visitor center merupakan tempat para pengunjung dapat memperoleh informasi lengkap terkait ekowisata yang ditawarkan. Sampai saat ini visitor center yang ada belum sama sekali

Dokumen terkait