Variabel Dependen
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum dan minimum dari masing-masing variabel (Ghozali, 2011:19). Mean
digunakan untuk mengetahui besar rata-rata data yang bersangkutan. Standar deviasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar data yang bersangkutan bervariasi dari rata-rata. Nilai maksimum digunakan untuk mengetahui nilai terbesar dari data yang bersangkutan. Nilai minimum digunakan untuk mengetahui nilai terkecil dari data yang bersangkutan. Variabel yang digunakan meliputi variabel independen yaitu leverage
(LEV), kualitas audit (AUD_QUA), dan employee diff (EMP_DIFF), dengan variabel dependen yaitu kecurangan laporan keuangan keuangan yang diproksikan dengan discertionary accruals (DA). Hasil pengujian statistik deskriptif atas ketiga variabel independen dan satu variabel dependen dapat dilihat dalam tabel 4.3 berikut ini.
Tabel 4.3
Hasil Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DA 115 -2.27 .69 -.8651 .56967 LEV 115 .07 2.79 .5759 .55477 AUD_QUA 115 .00 1.00 .4870 .50202 EMP_DIFF 115 -2.85 2.37 .1123 .43012 Valid N (listwise) 115
85 Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa jumlah data (valid N) yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 115 sampel data yang diambil dari laporan keuangan publikasi perusahaan sektor manufaktur yang tercatat di BEI tahun 2007-2011. Hal ini berarti semua data sampel dapat diolah dan tidak terdapat data yang hilang.
Variabel dependen yaitu pendeteksian kecurangan laporan keuangan dengan alat ukur discretionary accruals (DA). Karena manajer dapat menggunakan fleksibilitas dalam standar akuntansi dalam menyusun laporan keuangannya dan seringkali fleksibilitas ini digunakan untuk kepentingan manajer. Hasil statistik deskriptif di atas data variabel dependen kecurangan laporan keuangan yang diproksikan dengan
discretionary accruals (DA) memperlihatkan nilai rata-rata (mean) discretionary accruals (DA) dari perusahaan yang diteliti sebesar -0,8651. Dengan nilai discretionary accruals tertinggi sebesar 0,69 diperoleh PT KMI Wire and Cable Tbk., pada tahun 2009. Sedangkan nilai
discretionary accruals terendah sebesar -2,27 diperoleh PT KMI Wire and Cable Tbk., pada tahun 2011. Nilai rata-rata DA sebesar -0,8651 menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini melakukan discretionary accruals dalam bentuk penurunan laba (income decreasing). Hal tersebut terjadi karena manajer memiliki motivasi untuk menghindari regulasi tertentu atau untuk menghindari pajak. Nilai standar deviasi DA adalah sebesar 0,56967. Hal ini berarti bahwa sebesar 0,56967 data bervariasi dari rata-rata.
86 Variabel independen leverage (LEV) dihitung dengan membandingkan total utang dan total asset. Data rasio leverage
memperlihatkan bahwa rata-rata (mean) leverage pada perusahaan yang diteliti sebesar 0,5759 (58%) hal ini menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan yang diteliti memiliki rasio total utang yang cukup besar yaitu di atas 50% dalam struktur modal perusahaan. Nilai leverage tertinggi (maksimum) sebesar 2,79 (279%) diperoleh PT Eratex Djaja, Tbk pada tahun 2010 dan nilai leverage terendah (minimum) sebesar 0,07 (7%) yang diperoleh PT Mandom Indonesia, Tbk pada tahun 2007. Nilai standar deviasi adalah sebesar 0,55477.
Variabel independen kualitas audit (AUD_QUA) dalam penelitian ini diukur menggunakan variabel dummy, yaitu nilai satu untuk perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four dan nilai nol untuk perusahaan yang diaudit oleh KAP Non-Big Four. Data kualitas audit (AUD_QUA) memperlihatkan nilai rata-rata sebesar 0,4870 dengan nilai kualitas audit tertinggi sebesar 1 dan terendah sebesar 0. Nilai standar deviasi untuk data kualitas audit (AUD_QUA) adalah sebesar 0,50202. Dari hasil statistik deskriptif variabel kualitas audit dapat disimpulkan bahwa secara rata-rata perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four dan afiliasinya sebanyak 48% dan sisanya sebanyak 52% perusahaan yang diteliti diaudit oleh KAP Non Big Four.
Variabel independen employee diff (EMP_DIFF) memperlihatkan rata-rata (mean) 0,1123 atau 11% hal ini disebabkan meskipun jumlah
87 perusahaan dengan employee diff negatif lebih sedikit daripada perusahaan dengan employee diff positif, namun perusahaan dengan nilai employee diff
negatif memiliki rata-rata yang cukup besar. Nilai employee diff tertinggi (maksimum) sebesar 2,37 atau 237% diperoleh PT Semen Indonesia (Persero) pada tahun 2010. Hal ini disebabkan pada tahun 2010 PT Semen Indonesia (Persero) mengalami peningkatan pendapatan yang sangat besar yaitu sebesar 2,30 atau 230% dari tahun sebelumnya, sedangkan jumlah karyawan mengalami penurunan sebesar 0,07 atau 7% dari tahun sebelumnya, sehingga nilai employee diff PT Semen Indonesia (Persero) Tbk menjadi sangat besar. Nilai employee diff terendah (minimum) sebesar -2,85 atau (285%) diperoleh PT Akasha Wira International Tbk pada tahun 2011. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2011 PT Akasha Wira Internasional Tbk mengalami peningkatan yang sangat besar pada jumlah karyawan yaitu sebesar 3,22 atau 322% dari tahun sebelumnya, sedangkan pendapatan PT Akhasa Wira Internasional Tbk pada tahun 2011 meningkat hanya sebesar 0,37 atau 37% sehingga nilai employee diff PT Akhasa Wira Internasional Tbk pada tahun 2011 menjadi negatif. Nilai standar deviasi untuk data employee diff adalah sebesar 0,43012.
88 2. Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan interpretasi terhadap hasil regresi, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap asumsi-asumsi klasik agar hasil tersebut layak digunakan. Pengujian ini diperlukan agar model regresi menjadi suatu model yang lebih representatif. Analisis data uji asumsi klasik dalam penelitian ini antara lain melalui uji normalitas, multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Untuk menguji apakah residual berdistribusi normal atau tidak terdapat dua cara yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik.
1) Analisis Grafik
Uji normalitas dengan analisis grafik dilakukan dengan metode grafik histogram dan Probability Plot (P-Plot). Selengkapnya mengenai hasil uji normalitas penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2 pada halaman berikutnya.
89 Gambar 4.1
Hasil Uji Normalitas : Grafik Histogram
Sumber : Data sekunder diolah
Gambar 4.2
Hasil uji Normalitas : Grafik Normal Probability Plot
90 Dengan melihat tampilan pada grafik histogram dalam gambar 4.1 memberikan pola distribusi yang mendekati normal, sedangkan pada gambar 4.2, grafik normal probability plot menunjukkan titik-titik menyebar disekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini telah memenuhi asumsi normalitas.
2) Analisis Statistik
Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan kalau tidak hati-hati secara visual kelihatan normal, padahal secara statistik bisa sebaliknya (Ghozali, 2011:163). Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan uji statistik dengan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Hasil uji statistik dengan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) menunjukkan nilai 0,558 dengan signifikansi 0,914. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas karena tingkat signifikansinya melebihi 0,05. Hasil pengujian normalitas data dengan uji
Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat pada tabel 4.4 pada halaman berikutnya.
91 Tabel 4.4
Hasil Uji Normalitas : Nilai Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 115
Normal Parametersa,b Mean 0E-7
Std. Deviation .51227150 Most Extreme Differences Absolute .052 Positive .052 Negative -.050 Kolmogorov-Smirnov Z .558
Asymp. Sig. (2-tailed) .914
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sumber : Data sekunder diolah b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Multikolinearitas dapat dilihat dari perhitungan nilai tolerance serta Variance Inflation Factor (VIF). Suatu model regresi disimpulkan tidak ada masalah multikolinearitas adalah apabila memiliki nilai tolerance lebih besar dari 0,10 dan nilai variance inflation factor (VIF) lebih kecil dari 10 (Ghozali, 2011:106). Selengkapnya hasil pengujian asumsi klasik multikolinearitas dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini.
92 Tabel 4.5
Uji Multikolinearitas Coefficientsa
Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant) LEV .873 1.146 AUD_QUA .868 1.152 EMP_DIFF .984 1.016 Dependent Variable: DA
Sumber : Data sekunder diolah
Berdasarkan tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa semua variabel independen memiliki nilai tolerance lebih besar dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95%. Hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama yaitu semua variabel independen memiliki nilai VIF lebih kecil dari 10. Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini telah terbebas dari masalah multikolinearitas.
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika
terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi (Ghozali, 2011:110).
93 Pada penelitian ini, uji autokorelasi diuji dengan uji Durbin-Watson (D-W test). Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode tertentu dengan periode sebelumnya. Model regresi yang baik adalah model regresi yang terbebas dari masalah autokorelasi. Selengkapnya mengenai hasil uji autokorelasi penelitian dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini.
Tabel 4.6 Uji Autokorelasi Model Summaryb Model Change Statistics
Durbin-Watson R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change 1 .191 8.756 3 111 .000 1.920
Sumber: data sekunder diolah
Dari tabel 4.6 di atas menunjukkan nilai D-W sebesar 1,920. Selanjutnya nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel dengan tingkat signifikansi 5%, jumlah sampel 115 (n=115), dan variabel independen 3 (k=3). Maka dari tabel Durbin Watson didapatkan nilai batas bawah (dl) adalah sebesar 1,693 dan batas atas (du) adalah sebesar 1,774.
Oleh karena nilai D-W 1,920 lebih besar dari batas atas (du) 1,774 dan kurang dari 4 – 1,774 (4 – du), maka dapat disimpulkan tidak terdapat masalah autokorelasi positif atau negatif (du < d < 4 – du) a. Predictors: (Constant), EMP_DIFF, LEV, AUD_QUA
94 (lihat tabel 3.1 pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi) atau dengan kata lain tidak terdapat autokorelasi. Untuk memperkuat hasil penelitian ini maka digunakan uji run test, di mana gangguan autokorelasi terjadi jika signifikansi di bawah 0,05. Berikut adalah hasil pengujian autokorelasi dengan menggunakan run test.
Tabel 4.7
Uji Autokorelasi-Run Test
a. Median
Sumber: Data sekunder diolah
Dari hasil pengujian yang diperoleh dari tabel 4.7 menunjukkan nilai test adalah sebesar -0,03247 dengan probabilitas 0,224 yang berarti di atas signifikansi 0,05 (0,224 > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa nilai residual acak atau random, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak terjadi autokorelasi antar nilai residual.
Runs Test
Unstandardized Residual
Test Valuea -.03247
Cases < Test Value 57
Cases >= Test Value 58
Total Cases 115
Number of Runs 52
Z -1.217
95 d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah model regresi yang terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Untuk menguji asumsi heteroskedastisitas dapat menggunakan grafik scatterplot. Hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan grafik scatterplot
ditunjukkan pada gambar 4.3 berikut ini. Gambar 4.3
Uji Heteroskedastisitas – Grafik Scatterplot
Sumber : Data sekunder diolah
Gambar uji scatterplot di atas menunjukkan bahwa data sampel tersebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola tertentu. Data tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y.
96 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Sehingga model regresi layak dipakai untuk kemudian dilanjutkan ke pengujian hipotesis. 3. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji koefisien determinasi (R2) pada intinya adalah untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi (R2) adalah antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nilai koefisien determinasi (R2) yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2011:97).
Pada model regresi berganda penggunaan nilai Adjusted R2 lebih baik dibandingkan dengan hanya melihat pada nilai koefisien determinasi (R2) untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Hal ini disebabkan penggunaan koefisien determinasi (R2) memiliki kelemahan mendasar yaitu bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Selengkapnya mengenai hasil uji koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel 4.8 pada halaman berikutnya.
97 Tabel 4.8
Hasil Uji Koefisien Determinasi Model Summaryb Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the Estimate
1 .437a .191 .170 .51915
a. Predictors: (Constant), EMP_DIFF, LEV, AUD_QUA b. Dependent Variable: DA
Sumber: data sekunder diolah
Dari tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa nilai Adjusted R2 sebesar 0,170 berarti bahwa hanya sebesar 17% variasi variabel dependen yaitu kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud) dengan alat ukur discretionary accruals yang dapat dijelaskan oleh variabel independen leverage (LEV), kualitas audit (AUD_QUA) dan employee diff (EMP_DIFF) dalam penelitian ini. Hal ini menandakan masih rendah atau lemahnya kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen, sedangkan sisanya yaitu sebesar 83% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.
Faktor-faktor lain yang dapat digunakan untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan diantaranya adalah mekanisme
Corporate Governance (CG). Corporate Governance merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholder lainnya (Ujiyanto
98 dan Pramuka, 2007:2). Corporate Governance (CG) diukur dengan proporsi dewan komisaris independen, dan kepemilikan manajerial. Proporsi dewan komisaris independen yang meningkat berarti, meningkatkan pengawasan atas informasi keuangan dan nonkeuangan serta mengurangi peluang untuk melakukan kecurangan laporan keuangan (Beasly, 1996; Delloite LLP, 2004; Dechow, Sloan dan Sweeney, 1996 dalam Brazel et al., 2009:1153). Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Cornett et al., (2006) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007:7) bahwa anggota dewan komisaris independen dapat meningkatkan tindakan pengawasan, sehingga mengurangi penggunaan discretionary accruals.
Kepemilikan manajerial berarti manajer juga sebagai pemegang saham. Hal ini dilakukan untuk meminimumkan konflik kepentingan antara manajer dan pemilik (pemegang saham). Dengan memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (managerial ownership) diharapkan dapat menyelaraskan (alignment) kepentingan manajer (agent) dan pemilik (principal) dengan demikian dapat mengurangi tindakan manipulasi (kecurangan laporan keuangan) oleh manajer (Ujiyantho dan Pramuka, 2007:2).
Komponen lainnya yang dapat digunakan mendeteksi kecurangan laporan keuangan adalah umur perusahaan (age of the firm). Variabel ini diukur berdasarkan lamanya perusahaan tersebut terdaftar di pasar modal (listing di pasar modal). Hal ini didasarkan pada kenyataan
99 bahwa perusahaan yang melakukan kecurangan (fraud firm) cenderung merupakan perusahaan dengan umur yang muda (baru listing di pasar modal). Perusahaan dengan umur yang muda memilki incentive yang lebih besar untuk melakukan kecurangan laporan keuangan karena akan melakukan penawaran saham ke publik/IPO (initial public offering) atau penerbitan saham baru (Beneish, 1997 dalam Brazel et al., 2009:1153).
Kinerja saham (stock performance) dapat juga digunakan untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Kinerja saham yang tinggi berarti ekspektasi pertumbuhan perusahaan oleh investor juga tinggi (optimistic) dan kompensasi yang lebih tinggi bagi manajer. Oleh karena tidak ingin mengecewakan investor dan kehilangan kompensasi yang lebih tinggi, manajer memiliki incentive (dorongan) untuk melakukan kecurangan laporan keuangan agar kinerja sahamnya tetap tinggi (Dechow et al., 2010:6). Kinerja saham dapat dilihat dari rasio
market value of equity, book to market dan earning to price (Brazel et al., 2009:1151). Rasio market value of equity, book to marrket dan
earning to price sangat tinggi dan tidak normal untuk perusahaan yang melakukan kecurangan laporan keuangan (Brazel et al., 2009:1153 dan Dechow et al., 2010:25).
100 4. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud), sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah leverage, kualitas audit dan employee diff. Dalam penelitian ini, pengujian hipotesis dilakukan dengan uji signifikansi simultan (uji statistik F) dan uji signifikansi parameter individual (uji statistik t).
a. Uji Signifikasi Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F pada dasarnya digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen/bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat (Ghozali, 2011:98). Uji statistik F dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai signifikansi (sig) pada uji ANOVA. Selengkapnya mengenai hasil uji statistik F penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.9 pada halaman berikutnya.
101 Tabel 4.9
Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) ANOVAa Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 7.080 3 2.360 8.756 .000b Residual 29.916 111 .270 Total 36.996 114 a. Dependent Variable: DA
b. Predictors: (Constant), EMP_DIFF, LEV, AUD_QUA Sumber: data sekunder diolah
Dari tabel 4.9 di atas menunjukkan nilai F hitung sebesar 8,756 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hal ini menandakan bahwa model regresi dapat digunakan untuk memprediksi kecurangan laporan keuangan karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (sig < 5%). Maka dapat disimpulkan Ha4 diterima yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara leverage, kualitas audit dan
employee diff dan berpengaruh secara bersama-sama atau simultan terhadap kecurangan laporan keuangan, sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan.
b. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Dari hasil pengujian terhadap asumsi klasik, diperoleh model tersebut telah memenuhi asumsi normalitas, multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menguji model persamaan regresi secara parsial terhadap masing-masing variabel bebas. Uji statistik t bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel independen secara
102 individual (parsial), yaitu leverage (LEV), kualitas audit (AUD_QUA) dan employee diff (EMP_DIFF), dalam menerangkan variabel dependen yaitu kecurangan laporan keuangan (DA). Signifikansi model regresi pada penelitian ini diuji dengan melihat nilai sig yang terdapat pada tabel 4.10. selengkapnya mengenai hasil uji statistik t hasil penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut ini.
Tabel 4.10 Hasil Uji Statistik t Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) -.771 .099 -7.769 .000 LEV .151 .094 .147 1.606 .111 AUD_QUA -.303 .104 -.267 -2.919 .004 EMP_DIFF -.298 .114 -.225 -2.617 .010 a. Dependent Variable: DA
sumber: data sekunder diolah
Berdasarkan hasil uji statistik t pada tabel 4.10 di atas, maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
DA = - 0,771 + 0,151 LEV – 0,303 AUD_QUA – 0,298 EMP_DIFF + ε
Dari persamaan regresi di atas, diketahui bahwa konstanta sebesar -0,771 menyatakan bahwa apabila variabel independen yang terdiri dari leverage (LEV), kualitas audit (AUD_QUA) dan employee diff
(EMP_DIFF) dianggap konstan, maka rata-rata kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud) (DA) sebesar -0,771.
103 Variabel leverage (LEV) memiliki koefisien regresi dengan arah positif, sedangkan variabel kualitas audit (AUD_QUA) dan employee diff (EMP_DIFF) dengan arah negatif. Hal ini berarti bahwa perusahaan dengan tingkat leverage (LEV) yang tinggi menyebabkan kecurangan laporan keuangan (DA) perusahaan tinggi. Sedangkan perusahaan dengan audit quality (AUD_QUA) dan employee diff
(EMP_DIFF) yang tinggi akan menyebabkan kecurangan laporan keuangan (DA) perusahaan rendah.
Hasil pengujian signifikansi variabel indepeden secara parsial selengkapnya pada pembahasan berikut ini:
1) Leverage sebagai variabel untuk mendeteksi kecurangan