• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi viabilitas sel probiotik Bacillus cereus NP5 dalam mikrokapsul sinbiotik serta menentukan dosis terbaiknya untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan dan status kesehatan ikan mas (Cyprinus carpio) yang dipelihara pada kondisi lapangan di kolam. Sinbiotik yang digunakan pada penelitian ini adalah kombinasi probiotik Bacillus cereus NP5 dosis 1010 CFU/mL sebanyak 1% (v/w) dan prebiotik dari ekstrak ubi jalar sebanyak 2% (v/w). Mikroenkapsulasi sinbiotik dilakukan menggunakan teknik spray drying dengan komposisi bahan meliputi sinbiotik, protein whey dan maltodekstrin (1:1:10%) (v/v/w). Mikrokapsul sinbiotik diberikan pada ikan mas melalui pakan secara at satiation tiga kali sehari yang dipelihara di kolam selama 30 hari dengan dosis 0.5, 1 dan 2%. Parameter yang diamati meliputi viabilitas sel probiotik Bacillus cereus NP5 sebelum dan setelah proses mikroenkapsulasi serta setelah satu bulan penyimpanan, total bakteri dan total Bacillus cereus NP5 di usus, kinerja pertumbuhan dan respons imun ikan mas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa viabilitas sel probiotik dalam mikrokapsul sinbiotik relatif stabil dengan konsentrasi sebelum dan setelah penyimpanan satu bulan mencapai 8.83±0.03 log CFU/g dan 8.79±0.02 log CFU/g. Suplementasi mikrokapsul sinbiotik melalui pakan mampu meningkatkan kinerja pertumbuhan dan status kesehatan ikan mas dengan hasil terbaik diperoleh pada dosis 1%.

Kata kunci: Mikrokapsul sinbiotik, pertumbuhan, Cyprinus carpio Abstracts

The fourth phase of this study aimed to evaluate the viability of probiotic cells in the microencapsulated synbiotic and to determine the best dose to improve growth performances and health status of common carp. The synbiotic used in this study was a combination of Bacillus cereus NP5 at a dose of 1010 CFU/mL (1% v/w) and 2% (v/w) prebiotic derived from sweet potato extract. Microencapsulation synbiotic was done through spray drying technique with the materials composition including synbiotic, whey protein and maltodextrin (1:1:10%) (v/v/w). The microencapsulated synbiotic was evaluated the viability of probiotic cells before and after the microencapsulation process, and after one month of storage. Furthermore, the microencapsulated synbiotic was given through the feed to common carps reared in the ponds for 30 days. This study used completely randomized design consisting of four treatments with three replications: control and microencapsulated synbiotic supplementation at doses of 0.5%, 1% and 2%. The parameters observed in this study were evaluated the viability of probiotic cells before and after the microencapsulation process, and after one month of storage, the total bacterial and total Bacillus cereus NP5 in the intestines, growth performances and the immune response. The results showed

42

that the viabilities of probiotic cells in the microencapsulated synbiotic before and after one month of storage were quite stable (8.83±0.03 log CFU/g and 8.79±0.02 log CFU/g). The supplementation of microencapsulated synbiotic through feed can improve growth performances and health status of common carp with the best results obtained in a dose of 1%.

Key words: Synbiotics microcapsules, growth, Cyprinus carpio PENDAHULUAN

Aplikasi bakteri probiotik dalam akuakultur, terutama dari genus Bacillus telah banyak memberikan manfaat positif bagi inang, antara lain peningkatan aktivitas enzim pencernaan, aktivasi sel-sel pertahanan tubuh alami, aktivitas penghambatan patogen, peningkatan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup, perbaikan kualitas air dan biodegradasi tanah dasar kolam yang mengandung lumpur organik tinggi (Utiswannakul et al. 2011).

Kombinasi spesies bakteri probiotik Bacillus cereus NP5 dalam bentuk kultur segar dengan prebiotik dari ekstrak ubi jalar (Ipomoea batatas L.) sudah terkonfirmasi efek positifnya terhadap pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup dan status kesehatan ikan. Namun demikian, masih ada beberapa kendala utama terkait dengan penggunaan kultur segar probiotik yaitu viabilitasnya yang menurun dalam waktu yang singkat baik selama persiapan maupun selama penyimpanan (Wang et al. 2008). Oleh karena itu, diperlukan teknik yang dapat melindungi dan mempertahankan viabilitas sel probiotik dalam waktu yang lama. Dalam aplikasi di lapangan, introduksi teknologi diperlukan untuk meningkatkan viabilitas dan proteksi bakteri probiotik dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, antara lain inkubasi sel pada kondisi sublethal, perbanyakan sel dalam immobilized biofilm, dan mikroenkapsulasi (Barbaros et al. 2009). Mikroenkapsulasi merupakan teknik yang paling efektif untuk tujuan proteksi bakteri probiotik (Krasaekoopt et al. 2003). Mikroenkapsulasi adalah teknologi pengemasan mikro dan penyalutan kapsul pada bahan padat, cair, dan gas sehingga laju perilisan substansi inti dapat terkontrol di bawah pengaruh kondisi spesifik tertentu (Anal dan Singh 2007).

Viabilitas yang tinggi dari sel-sel probiotik menjadi tuntutan utama terkait dengan efikasi produk-produk pakan berbasis probiotik, oleh karena itu jaminan proteksi viabilitas dan stabilitas probiotik merupakan salah satu tantangan dan parameter utama dalam produksi pakan yang mengandung probiotik. Mikroenkapsulasi bermanfaat untuk melindungi dan memelihara sel-sel probiotik dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan selama perjalanan melewati saluran pencernaan ikan, seperti keasaman tinggi dan garam-garam empedu (Del Piano et al. 2010; Solanki et al. 2013), kejutan panas pada proses spray drying, kejutan dingin pada deep freezing dan freeze drying (Shah dan Rarula 2000).

Salah satu faktor yang mempengaruhi kerja dari probiotik, prebiotik, dan sinbiotik adalah dosis. Dosis probiotik, prebiotik, dan sinbiotik umumnya ditentukan berdasarkan kemampuannya untuk meningkatkan pertumbuhan dan proteksi pada inang. Dosis optimum dari suatu probiotik dapat bervariasi terkait dengan inang dan tipe parameter imun yang akan diinduksi, sehingga dosis masing-masing probiotik harus ditentukan pada tiap inangnya (Nayak 2010). Hal

43 tersebut tidak hanya berlaku pada penentuan dosis probiotik saja, tetapi juga berlaku pada penentuan dosis prebiotik dan sinbiotik. Studi terkait aplikasi mikrokapsul sinbiotik pada industri akuakultur masih sedikit mendapatkan perhatian, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi viabilitas sel probiotik dalam mikrokapsul sinbiotik yang diproduksi dengan teknik spray drying dan menentukan dosis terbaiknya untuk kinerja pertumbuhan dan status kesehatan ikan mas.

BAHAN DAN METODE

Persiapan sinbiotik. Persiapan sinbiotik terdiri dari dua tahap yaitu persiapan prebiotik dan probiotik. Persiapan prebiotik dilakukan dalam beberapa tahap menurut metode Marlis (2008). Produksi prebiotik diawali dengan pembuatan tepung ubi jalar, ekstraksi oligosakarida menggunakan ethanol 70%, dan pengukuran total padatan terlarut. Selanjutnya jenis dan kandungan oligosakarida (konsentrasi total padatan terlarut 5%) dianalisis menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dengan hasil: 1.115% inulin, 1.015% fruktooligosakarida (FOS), dan 1.488% galaktooligosakarida (GOS). Bakteri probiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bacillus cereus NP5 yang diisolasi dari usus ikan nila (Oreochromis niloticus), yang sebelumnya sudah diberi penanda antibiotik rifampicin (Bacillus cereus NP5 RfR) sebagai penanda molekuler. Bakteri ditumbuhkan pada media TSB (Trypticase Soy Broth) dan diinkubasi dalam waterbath shaker pada suhu 29-30 oC, 160 rpm selama 24 jam. Hasil yang diperoleh adalah pellet sel bakteri yang kemudian dicuci dua kali menggunakan larutan Phosphate Buffer Saline (PBS). Suspensi sinbiotik disiapkan dengan mencampurkan suspensi probiotik (pellet sel bakteri) dengan prebiotik segar. Komposisi yang digunakan dalam pembuatan suspensi sinbiotik mengacu pada dosis optimum sinbiotik segar yaitu 1% (v/w) probiotik dengan kepadatan 1010 CFU/mL dan 2% (v/w) prebiotik.

Persiapan bahan penyalut untuk proses mikroenkapsulasi. Bahan penyalut yang digunakan untuk proses mikroenkapsulasi sinbiotik dalam penelitian ini adalah protein whey dan maltodekstrin. Protein whey diperoleh dengan cara memisahkan protein kasein dan protein whey dari susu sapi dengan menggunakan enzim rennet. Susu sapi segar dipanaskan hingga mencapai suhu 70-80 oC lalu didinginkan. Separasi protein dan lemak dari susu sapi dilakukan dengan menggunakan enzim rennet 0.05 g/L dan CaCl2 0.4 mL/L, diaduk perlahan sampai homogen selama 10 menit dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 45 menit, selanjutnya diperoleh cairan bening yang merupakan protein whey yang digunakan sebagai bahan penyalut (Munaeni 2014).

Mikroenkapsulasi sinbiotik. Proses mikroenkapsulasi dilakukan dengan menggunakan teknik spray drying dengan komposisi bahan meliputi suspensi sinbiotik, protein whey dan maltodekstrin dengan perbandingan 1:1:10% (v/v/w) (Zubaidah et al. 2015). Suspensi sinbiotik dicampur dengan bahan penyalut lalu dihomogenkan dengan mixer selama 30 menit lalu dikeringkan dengan spray dryer. Suhu yang digunakan selama proses mikroenkapsulasi yaitu 165 oC pada inlet dan 70 oC pada outlet dengan laju alir umpan 15 mL per menit. Hasil mikroenkapsulasi berupa serbuk berukuran mikro (mikrokapsul) yang kemudian disimpan pada lemari pendingin dengan suhu 4 oC.

44

Uji viabilitas. Uji viabilitas sel probiotik Bacillus cereus NP5 dalam mikrokapsul sinbiotik dilakukan dengan cara menghitung jumlah populasi probiotik Bacillus cereus NP5 sebelum dan setelah proses mikroenkapsulasi, serta setelah satu bulan masa penyimpanan di dalam lemari pendingin dengan suhu 4

o

C.

Persiapan pakan uji. Persiapan pakan uji dilakukan melalui pencampuran pakan komersial dengan kadar protein 31% dan mikrokapsul sinbiotik dengan dosis 0, 0.5, 1, dan 2% (w/w). Pencampuran pakan dan mikrokapsul sinbiotik (setelah mikroenkapsulasi) dimediasi dengan menambahkan 2% (v/w) putih telur sebagai binder, sementara pakan untuk perlakuan kontrol hanya ditambahkan 2% (v/w) putih telur. Ikan mas mengkonsumsi pakan ini selama 30 hari.

Pemeliharaan dan rancangan eksperimen. Penelitian ini dilakukan selama 30 hari di Kolam Percobaan, Laboratorium Kesehatan Ikan, dan Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hewan uji yang digunakan yaitu ikan mas yang berasal dari petani ikan di daerah Cibanteng Bogor. Adaptasi ikan mas terhadap pakan dan lingkungan dilakukan selama 2 minggu. Ikan mas dengan bobot rata-rata awal 4.48 g ± 0.49 dibagi secara acak ke dalam hapa berukuran 1x1x1 (m3), tiap hapa berisi 30 ekor ikan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap, terdiri dari empat perlakuan dengan tiga ulangan: kontrol (pakan tanpa mikrokapsul sinbiotik), A (suplementasi pakan dosis mikrokapsul sinbiotik 0.5%), B (suplementasi pakan dosis mikrokapsul sinbiotik 1%), dan C (suplementasi pakan dosis mikrokapsul sinbiotik 2%). Pemberian pakan perlakuan dilakukan dengan teknik at satiation dengan feeding frequency sebanyak tiga kali sehari (08.00, 12.00, 16.00 WIB). Kualitas air dimonitor selama pemeliharaan dengan parameter dan kisaran: suhu 28-29 oC, DO 7.4-7.5 mg/L, pH 7.34-7.67, dan TAN 0.0079-0.0098 mg/L.

Parameter eksperimen. Parameter eksperimen yang diukur terdiri dari viabilitas sel probiotik dalam mikrokapsul sinbiotik sebelum dan setelah proses mikroenkapsulasi serta setelah satu bulan masa penyimpanan, jumlah total bakteri di usus dan jumlah total probiotik Bacillus sp. NP5 di usus yang dilakukan dengan menggunakan metode total plate count, kinerja pertumbuhan serta respons imun ikan. Parameter kinerja pertumbuhan yang diamati meliputi tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian (LPH), rasio konversi pakan (RKP), retensi protein dan lemak. Parameter respons imun yang diukur meliputi total leukosit, aktivitas fagositik, diferensial leukosit (limfosit, monosit dan neutrofil), hematokrit, hemoglobin dan total eritrosit. Semua parameter dievaluasi langsung setelah 30 hari perlakuan suplementasi mikrokapsul sinbiotik.

Analisis data. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan software SPSS Statistic 17.0 dan uji lanjut dengan Uji Duncan untuk uji beda nyata (P<0.05).

HASIL

Viabilitas sel probiotik. Viabilitas sel probiotik sebelum dan setelah proses mikroenkapsulasi serta setelah satu bulan masa penyimpanan disajikan pada Gambar 2. Penurunan viabilitas sel probiotik terjadi setelah sinbiotik melalui proses mikroenkapsulasi dan pengeringan dengan teknik spray drying yaitu dari

45 9,67±0,05 log cfu/g menjadi 8,83±0,03 log cfu/g, sedangkan viabilitas setelah satu bulan penyimpanan tidak banyak mengalami penurunan (8,79±0,02 log cfu/g) dari viabilitas setelah proses mikroenkapsulasi.

Kinerja pertumbuhan dan status kesehatan ikan mas. Kinerja pertumbuhan ikan mas yang diberi suplementasi mikrokapsul sinbiotik tersaji pada Tabel 20. Pemberian mikrokapsul sinbiotik dengan dosis yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) dibanding kontrol pada total bakteri dan total Bacillus cereus NP5 di usus ikan mas. Suplementasi mikrokapsul sinbiotik juga berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pakan, laju pertumbuhan harian, rasio konversi pakan, retensi protein dan lemak ikan mas yang berbeda nyata (P<0,05) dibanding kontrol, hasil terbaik diperoleh pada suplementasi mikrokapsul sinbiotik dengan dosis 1%. Sementara itu, suplementasi mikrokapsul sinbiotik tidak berpengaruh negatif pada tingkat kelangsungan hidup ikan mas yang menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan. Status kesehatan ikan mas selama masa pemeliharaan ditunjukkan melalui nilai parameter imunitas yang tersaji pada Tabel 21; pengaruh positif dari suplementasi mikrokapsul sinbiotik cenderung terlihat dari nilai total leukosit dan aktivitas fagositik dalam darah ikan mas.

Gambar 2. Viabilitas sel bakteri probiotik Bacillus cereus NP5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Sebelum Mikroenkapsulasi Setelah Mikroenkapsulasi Setelah 1 Bulan Penyimpanan Via bil it a s B a cillus Sp . NP 5 ( L o g cf u/m l)

46

Tabel 20. Total bakteri (TB), total Bacillus cereus NP5, jumlah konsumsi pakan (JKP), tingkat kelangsungan hidup (TKH), laju pertumbuhan harian (LPH), rasio konversi pakan (RKP), retensi protein (RP) dan retensi lemak (RL) ikan mas yang diberi mikroenkapsulasi sinbiotik setelah 30 hari pemeliharaan

Parameter/Perla

kuan A (0.5%) B (1%) C (2%) K

TB (log cfu/g usus) 8.17±0.04b 9.85±0.08c 8.09±0.04b 7.59±0.08a

TBNP5 (log cfu/g usus) 7.96±0.03 c 8.32±0.06d 7.73±0.06b n.d.a JKP (g) 689.55±9.45a 685.73±8.93a 651.46±9.33b 692.83±9.95a TKH (%) 100±0.00a 100±0.00a 100±0.00a 100±0.00a LPH (%) 5.50±0.17b 5.99±0.05c 5.19±0.05a 5.02±0.04a RKP 1.15±0.03b 0.97±0.02a 1.22±0.01c 1.39±0.02d RP (%) 39.95±0.22c 51.82±0.37d 38.95±0.32b 32.99±0.2a RL (%) 70.67±0.7c 88.66±0.77d 65.78±0.99b 58.38±0.12a

Keterangan: n.d. = not detected. Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (uji jarak berganda Duncan; P<0.05). Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku.

Tabel 21. Parameter imunitas ikan mas yang diberi mikroenkapsulasi sinbiotik setelah 30 hari pemeliharaan

Parameter/Perlakuan A (0.5%) B (1%) C (2%) K Total Leukosit (104 sel/mm3) 6.67±0.63a 7.16±1.48a 6.94±1.3a 6.05±0.82a Total Eritrosit (106 sel/mm3) 1.17±0.09a 1.36±0.21a 1.32±0.08a 1.24±0.2a Hematokrit (%) 32.05±3.27a 31.55±1.12a 33.25±2.02a 32.35±0.99a Hemoglobin (g%) 6.5±0.27a 7.3±0.21b 6±0.00a 7±0.21b Limfosit (%) 64.59±0.67a 57.77±3.17a 67.82±5.21a 80.06±5.1b Monosit (%) 10.71±0.96b 9.39±1.57b 6.03±0.03a 4.81±0.52a Neutrofil (%) 24.71±0.27ab 32.86±4.78b 26.16±5.14b 15.14±4.48a Aktivitas fagositik (% 32.29±3.74bc 39.66±7.21c 26.89±1.92b 10.07±1.19a

Keterangan: huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (uji jarak berganda Duncan; P<0.05). Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku.

PEMBAHASAN

Mikroenkapsulasi adalah proses penyediaan fasilitas untuk substansi mikro molekul agar dapat masuk ke dalam formasi suatu bahan penyalut yang berfungsi menyalut keseluruhan matriks inti di dalam dinding kapsul (Vidhyalakshmi et al. 2009). Penelitian ini menggunakan metode mikroenkapsulasi dengan cara pengeringan. Metode mikroenkapsulasi dengan cara pengeringan yang sering digunakan untuk skala laboratorium maupun industri adalah metode spray drying dan freeze drying (Vidhyalakshmi et al. 2009; Bansode et al. 2010). Metode spray drying dan freeze drying banyak digunakan untuk produksi probiotik, karena metode ini mampu menghasilkan probiotik dalam bentuk serbuk (Krasaekoopt et al. 2003) dengan kualitas yang stabil. Aplikasi teknologi mikroenkapsulasi mengakibatkan imobilisasi sel-sel probiotik, sehingga dapat memperbaiki

47 kelangsungan hidupnya selama processing, penyimpanan dan pencernaan. Adanya penurunan viabilitas sel probiotik dalam sinbiotik setelah melalui proses mikroenkapsulasi dengan cara pengeringan yang menggunakan suhu tinggi pada proses spray drying disebabkan karena suhu ekstrem selama pengeringan merusak membran sel, DNA, dan protein tertentu dalam bakteri (Teixeira et al. 1997; Anal dan Singh 2007), sehingga sel-sel bakteri yang tidak tahan terhadap suhu ekstrem mengalami kerusakan dan menyebabkan viabilitasnya menurun. Namun, adanya bahan penyalut dalam komposisi mikrokapsul sinbiotik menyebabkan penurunan viabilitas sel probiotik terjadi dalam nilai yang rendah dan viabilitas yang stabil setelah satu bulan masa penyimpanan. Hal tersebut terjadi karena bahan penyalut melindungi probiotik dari oksigen, panas, dan stress akibat lingkungan yang ekstrem selama pengeringan (Crittenden et al. 2006). Perlindungan tersebut terjadi akibat film yang dibentuk oleh bahan penyalut selama proses pengeringan berlangsung (Reineccius 2004).

Penambahan prebiotik dari ekstrak ubi jalar dalam penelitian ini yang mengandung komposisi kombinasi FOS, GOS, inulin dan rafinosa yang seimbang secara alami berdampak positif menghasilkan retensi viabilitas probiotik tetap stabil selama processing, penyimpanan dan melewati saluran pencernaan ikan hingga mencapai usus. Berdasarkan nilai viabilitas sel-sel probiotik Bacillus cereus NP5, dapat dikatakan bahwa prebiotik dari ekstrak ubi jalar berperan sebagai sumber nutrien utama bagi sel-sel probiotik Bacillus cereus NP5. Penggunaan bahan penyalut berupa protein whey dan maltodekstrin serta prebiotik dari ubi jalar yang digunakan dalam penelitian ini ikut berperan secara aktif memberikan proteksi terhadap sel-sel probiotik Bacillus cereus NP5 sehingga viabilitas sel-sel probiotik cenderung tetap tinggi dan stabil selama proses produksi, penyimpanan selama satu bulan dan saat melewati saluran pencernaan ikan sampai di usus ikan mas. Ross et al. (2005) menyatakan bahwa penggunaan protein whey dan karbohidrat kompleks (prebiotik) pada produk sinbiotik terbukti mampu memberikan perlindungan signifikan terhadap probiotik karena viabilitas sel-sel probiotik tetap lebih baik selama proses produksi dengan teknik freeze drying dan spray drying serta saat transit di saluran pencernaan (cairan lambung, asam dan garam empedu) ikan. Maltodekstrin adalah salah satu tipe polisakarida yang berperan sebagai matriks dinding mikrokapsul dan cenderung berkarakter unik, yaitu kurang berikatan dengan membran sel probiotik, namun berpotensi untuk menembus langsung membran sel probiotik secara difusi aktif karena terkait dengan berat molekul yang lebih tinggi dibanding sel probiotik (Oldenhof et al. 2005). Maltodekstrin membentuk lapisan seperti film dengan viskositas yang sangat tinggi, maka sel-sel bakteri probiotik Bacillus cereus NP5 berada dalam kondisi immobile sama seperti molekul air berada dalam larutan gula pekat, sehingga dapat mencegah kerusakan membran sel yang mungkin saja terjadi karena adanya mobilitas sel yang rendah. Salah satu karakter probiotik Bacillus sp. yang dapat membentuk spora ternyata dapat menolong sel-sel dirinya sendiri untuk tetap viable dan stabil. Spora berfungsi sebagai protektor yang kokoh dan efektif terhadap material genetik sel yang terpapar dengan panas dan tekanan selama processing, sehingga viabilitas dan stabilitas sel-sel probiotik tetap terpelihara dengan baik. Bahkan sampai di usus pun spora viable ini tetap mampu berproliferasi dan menghasilkan sel-sel vegetatif probiotik baru yang baik dan siap melakukan aksi positifnya. Hal ini membuat bakteri probiotik Bacillus cereus

48

NP5 dapat menjadi pilihan ideal untuk produksi massal mikroenkapsulasi sinbiotik dalam industri akuakultur.

Suplementasi mikrokapsul sinbiotik pada penelitian ini memberikan pengaruh positif terhadap populasi bakteri di usus ikan mas. Berdasarkan rasio jumlah Bacillus cereus NP5 terhadap jumlah total bakteri di usus ikan mas memperlihatkan bahwa probiotik Bacillus cereus NP5 mampu menggantikan sebagian besar bakteri lain di usus ikan mas. Kombinasi bahan aktif berupa FOS, GOS dan inulin dalam prebiotik dari ekstrak ubi jalar yang digunakan dalam penelitian ini ikut menentukan kestabilan viabilitas sel-sel bakteri probiotik Bacillus cereus NP5. Selain itu, enkapsulasi pada probiotik atau sinbiotik juga sangat potensial untuk melindungi dan merilis berbagai mikroorganisme menguntungkan ke dalam usus, sehingga viabilitas probiotik cenderung stabil dan aplikasi probiotik atau sinbiotik pada industri akuakultur skala menengah hingga besar relatif lebih mudah dan ekonomis (Gbassi dan Vandamme 2012). Peningkatan pertumbuhan ikan mas berkaitan erat dengan peningkatan jumlah probiotik Bacillus cereus NP5 di usus. Probiotik mampu beradaptasi baik dan tetap menjaga keseimbangan mikroflora usus dengan cara membentuk forum asosiasi sinbiotik yang sangat esensial dalam memperbaiki respons fisiologi pencernaan dan pertumbuhan ikan. Setelah berkolonisasi, Bacillus cereus NP5 akan memanfaatkan berbagai nutrien yang terkandung dalam prebiotik (FOS, GOS dan inulin) untuk proliferasi dan pertumbuhannya seiring dengan perilisan enzim-enzim pencernaan yang memfasilitasi asimilasi nutrien, sehingga menghasilkan retensi protein dan lemak yang tinggi, yang selanjutnya berujung pada nilai laju pertumbuhan harian yang tinggi. Probiotik dari genus Bacillus juga menghasilkan substansi-substansi penting untuk optimasi metabolisme pencernaan dan penyerapan nutrien, antara lain biotin, vitamin B12, asam-asam lemak dan asam-asam amino esensial (Farzanfar 2006). Fingerling ikan mas yang diberi pakan mengandung mikrokapsul sinbiotik selama 30 hari dengan dosis 1% memperlihatkan pertambahan bobot tubuh akhir, dan laju pertumbuhan harian yang lebih tinggi serta FCR yang lebih rendah dibanding dosis 2%. Pada dosis mikrokapsul sinbiotik 2% ternyata retensi protein dan laju pertumbuhan harian menurun kembali. Hal ini diduga disebabkan antara lain karena adanya prebiotik berlebih dapat menekan transpor Fe sehingga Fe yang dibutuhkan untuk proliferasi sel akan berkurang dan potensi regulasi metabolisme nutrien juga tereduksi (Carriquiriborde et al. 2004). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Utami et al. (2015) yang menyatakan bahwa pemberian kultur kering probiotik dengan dosis yang lebih tinggi (1% dan 2%) tidak memberikan pengaruh yang berarti pada kinerja pertumbuhan inang dibanding dosis 0,5%.

Status kesehatan ikan mas selama masa pemeliharaan ditunjukkan melalui nilai dari parameter imunitas yang tersaji pada Tabel 21, pengaruh positif dari suplementasi mikrokapsul sinbiotik terlihat dari nilai hemoglobin, limfosit, monosit, neutrofil, dan aktivitas fagositik dalam darah ikan mas yang berbeda nyata (P<0,05) dibanding kontrol. Pemberian mikroenkapsulasi sinbiotik yang mengandung kombinasi probiotik Bacillus cereus NP5 dengan prebiotik dari ekstrak ubi jalar berdampak positif langsung pada perbaikan dan menginduksi peningkatan respons imun seluler ikan mas. Respons imun seluler merupakan sistem pertahanan garis terdepan dan terutama pada ikan, mengingat ikan secara kontinu selalu terpapar lingkungan perairan yang mengandung beraneka ragam

49 patogen oportunistik yang dapat menyerang setiap saat. Hal ini terlihat dari nilai hemoglobin, limfosit, monosit, neutrofil, dan aktivitas fagositik dalam darah ikan mas yang lebih tinggi dan berbeda signifikan dibandingkan kontrol; menunjukkan bahwa status kesehatan ikan mas yang diberi pakan mengandung mikroenkapsulasi sinbiotik lebih baik dan lebih siap menghadapi serangan penyakit yang bisa terjadi secara mendadak dan kondisi lingkungan perairan yang berfluktuasi setiap saat. Nilai eritrosit dan hemoglobin tertinggi pada perlakuan dosis 1% mikroenkapsulasi sinbiotik mengindikasikan ikan mas tidak mengalami anemia hemolitik. Variasi genetik antar individu ikan mas pada setiap kelompok perlakuan diduga menyebabkan sedikit anomali nilai hemoglobin. Nilai hematokrit yang tidak berbeda antar perlakuan menunjukkan bahwa ikan tidak mengalami malnutrisi, namun kinerja proses pencernaan dan penyerapan nutrien lebih efisien pada kelompok ikan yang diberi perlakuan mikroenkapsulasi sinbiotik, sehingga parameter imunitas secara umum mencerminkan status kesehatan ikan lebih baik. Ikan Puntius sarana yang diinfeksi Aeromonas hydrophila (2.24 x 107 cfu/g) memperlihatkan peningkatan signifikan total leukosit dibandingkan kontrol pada periode awal infeksi, selanjutnya terjadi

Dokumen terkait