• Tidak ada hasil yang ditemukan

serta Stereotip

Dalam dokumen Bunga Rampai e book Rukmana Ismunandar (Halaman 197-200)

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan konsepsi sebagai: “1 pengertian; pendapat (paham); 2 rancangan (cita-cita dan sebagainya) yang telah ada dalam pikiran;” (http://kbbi.web.id/konsepsi). ‘Prekonsepsi’ (preconception) diartikan oleh Kamus Merriam-Webster sebagai “an idea or opinion that someone has before learning about or experiencing something directly” (http://www.merriam-webster. com/dictionary/preconception) yang bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia kurang lebih artinya menjadi “ide, opini, asumsi atau anggapan yang dimiliki seseorang sebelum ia sendiri mempelajari atau mengalami suatu hal secara langsung”; sedangkan ‘miskonsepsi’ (misconception) diartikan sebagai “a false idea or belief” atau yang lebih dikenal di Indonesia sebagai “salah paham” (http://www.merriam- webster.com/thesaurus/misconception).

Berikut adalah salah satu contoh prekonsepsi: Allan Carpenter adalah seorang warga Amerika yang belum pernah berkunjung ke Indonesia. Suatu ketika, Allan berencana untuk menjenguk sahabatnya di Jakarta, Indonesia. Allan menyampaikan kepada sahabatnya bahwa ia telah siap untuk berkunjung ke Indonesia karena dia telah belajar menggunakan sumpit. Di sini kita dapat melihat bahwa Allan telah menciptakan prekonsepsi dimana Indonesia adalah salah satu negara di Benua Asia, maka alat yang digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk makan adalah sumpit seperti yang dilakukan oleh warga Jepang atau China. Allan tidak sepenuhnya salah, namun juga tidak sepenuhnya benar. Ada

kalanya kita menggunakan sumpit untuk makan mi pangsit atau mi goreng. Namun, pada kenyataannya sebagian besar orang Indonesia makan dengan menggunakan tangan atau sendok dan garpu, bukan sumpit.

Tomat termasuk kategori buah-buahan. Tetapi, banyak orang di Amerika yang tidak menggunakan tomat sebagai salah satu bahan dalam salad buah karena dalam anggapan mereka, tomat bukan buah-buahan. Lucunya, ketika membuat salad sayuran, mereka mengikutsertakan tomat sebagai salah satu bahannya. Hal ini dikarenakan miskonsepsi bahwa tomat adalah sayuran. Contoh lain dari miskonsepsi yang banyak terjadi di Amerika adalah anggapan bahwa Kerajaan Saudi Arabia merupakan negara dengan jumlah populasi Muslim terbesar di dunia. Apakah benar begitu? Tentu tidak. Indonesia masih menduduki peringkat pertama sebagai negara berpenduduk Muslim terbanyak di dunia––lebih dari 207 juta jiwa.

Lalu apa yang menyebabkan terjadinya prekonsepsi dan miskonsepsi ini? Jawabannya adalah ignorance. Kamus Merriam-Webster men- definisikan ignorance sebagai “a lack of knowledge, understanding, or education: the state of being ignorant” (http://www.merriam-webster. com/dictionary/ignorance) yang diterjemahkan dalam Bahasa Indo- nesia sebagai “kurang pengetahuan, pemahaman, pengertian atau pendidikan”. Kurangnya pengetahuan, pemahaman, pengertian atau pendidikan ini juga bisa menjurus ke stereotip (stereotype). Kamus online Merriam-Webster mendefinisikan stereotype sebagai “to believe unfairly that all people or things with a particular characteristic are the same” (http://www.merriam-webster.com/dictionary/stereotype); Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan “stereotip” sebagai “konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat” (http://kbbi.web.id/stereotip). Yang dilakukan oleh Allan Carpenter di dalam contoh di atas, dimana Allan menganggap bahwa di Indonesia orang makan dengan menggunakan sumpit sebagaimana halnya negara Jepang atau China karena

Indonesia, Jepang, dan China sama-sama merupakan negara Asia, bisa juga dikategorikan sebagai stereotip.

Islamophobia

Phobia adalah “an extremely strong dislike or fear of someone or something” (http://www.merriam-webster.com/dictionary/phobia); da- lam Kamus Besar Bahasa Indonesia “Fobia adalah ketakutan yang sangat berlebihan terhadap benda atau keadaan tertentu yang dapat meng- hambat kehidupan penderitanya” (http://kbbi.web.id/fobia). Peristiwa pemboman Menara Kembar - World Trade Center Amerika yang terjadi pada tanggal 11 September 2001 oleh kelompok teroris Islam Al- Qaeda, tidak hanya melukai perekonomian Amerika dan meninggalkan duka mendalam kepada keluarga yang ditinggalkan; ditambah dengan kurangnya pengetahuan, pemahaman, pengertian atau pendidikan tentang Islam peristiwa ini telah turut serta membentuk stereotip dan mempertajam prekonsepsi dan miskonsepsi tentang Islam dan menciptakan fobia terhadap Islam dan penganutnya. Fobia terhadap Islam inilah yang kemudian dikenal dengan istilah “Islamophobia”. Berikut adalah contoh Islamophobia: Seorang perempuan Muslim pengungsi asal Iraq, Fadhail Ibraheem, datang ke Erie, Pennsylvania dengan membawa ketiga orang anaknya. Di sekolah, anak-anak Ibu Fadhail ini ditakuti oleh teman-teman mereka. Murid-murid di sekolah itu takut diserang oleh anak-anak Ibu Fadhail karena mereka beranggapan bahwa anak-anak orang Muslim dilatih menembak dan merakit bom semenjak kecil. Di sisi lain, karena merasa dijauhi oleh teman- teman sesekolahnya, anak-anak Ibu Fadhail merasa di-bully. Istilah

“bully” sendiri mungkin belum banyak dikenal di Indonesia. Wikipedia memadankan istilah “bully” dengan “penindasan” yaitu “penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain. Perilaku ini dapat menjadi suatu kebiasaan dan melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan sosial atau fisik. Hal ini dapat mencakup pelecehan secara lisan atau ancaman, kekerasan

tertentu, mungkin atas dasar ras, agama, gender, seksualitas, atau kemampuan. Tindakan penindasan terdiri atas empat jenis, yaitu secara emosional, fisik, verbal, dan cyber. Budaya penindasan dapat berkembang di mana saja selagi terjadi interaksi antarmanusia, dari mulai di sekolah, tempat kerja, rumah tangga, dan lingkungan.” (https:// id.wikipedia.org/wiki/Penindasan).

Islamophobia ini tidak hanya berdampak pada umat Muslim, pengala- man buruk juga dialami oleh non-Muslim, terutama penganut agama Sikh yang berasal dari Punjab, India. Salah satu contoh kasus pengalaman buruk yang dialami oleh umat Sikhisme akibat Islamophobia adalah sebagai berikut: Dr. Prabhjot Singh adalah seorang profesor di sekolah kedokteran Mt. Sinai Hospital di New York. Dr. Singh adalah penganut aliran Sikhisme. Dalam kesehariannya, sebagai penganut Sikh, Dr. Singh mengenakan sorban dan berjanggut panjang. Sementara, sorban dan janggut panjang adalah stereotip laki-laki Muslim di dalam pandangan orang Amerika. Pada tahun 2013, ketika Dr. Singh dan saudaranya berjalan-jalan di Central Park, sekitar dua puluh orang laki-laki meneriaki mereka dengan sebutan: “Teroris!” Menyangka bahwa Dr. Singh adalah laki-laki Muslim yang notabene juga merupakan teroris, gerombolan laki-laki itu kemudian menyerang Dr. Singh hingga Dr. Singh mengalami luka-luka (http://www.usnews.com/news/articles/2015-12-31/sikhs-be come-a-casualty-of-anti-muslim-actions)

Dalam dokumen Bunga Rampai e book Rukmana Ismunandar (Halaman 197-200)