• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stereotip Gender dan Pembagian Kerja secara Seksual

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI KERJA PEKERJA CV MEKAR PLASTIK INDUSTR

6.1 Stereotip Gender dan Pembagian Kerja secara Seksual

Stereotip masyarakat tentang gender adalah pelabelan suatu sifat gender yang sudah melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Stereotip gender dalam masyarakat, memandang perempuan sebagai makhluk yang lemah lembut, bersifat melayani, tergantung, emosional, dan tidak bisa bekerja kasar seperti mengangkat barang berat, sedangkan laki-laki dianggap sebagai makhluk yang berjiwa pemimpin, mandiri, kuat, dan rasional. Stereotip yang berkembang di masyarakat akan memunculkan dampak bias gender yang cukup besar, dan kemudian menimbulkan ketidakadilan gender antara laki-laki dan perempuan, seperti dalam hal pembagian kerja yang dilakukan oleh CV. Mekar Plastik Industri kepada pekerjanya.

Perusahaan CV. Mekar Plastik Industri melakukan pembagian kerja secara seksual pada pekerja berdasarkan dari kemampuan dan keahliannya dalam mengoperasikan alat-alat atau mesin di pabrik. Namun tak lepas dari itu, pihak pengusaha juga masih memiliki bias gender yang cukup tinggi sama dengan stereotip yang melekat di masyarakat. Oleh karena itu, perempuan ditempatkan pada bagian operator packing yang ringan dan tidak membutuhkan banyak tenaga karena dianggap tidak mampu mengoperasikan mesin-mesin berat, dan laki-laki ditempatkan pada bagian operator mesin berat.

Pada Tabel 12 ditunjukkan seberapa besar stereotip gender yang masih melekat pada pekerja dilihat dari jenis kelamin dan jenis pekerjaan pekerja CV. Mekar Plastik Industri. Berdasarkan Tabel 12 dapat diidentifikasi bahwa bias gender pekerja CV. Mekar Plastik Industri adalah tinggi. Hal ini dapat dilihat dari penempatan 28 orang perempuan yang memiliki bias gender tinggi (93,3% dari total pekerja perempuan) sebagai operator packing dan 25 orang laki-laki yang memiliki bias gender tinggi (83,3% dari total pekerja laki-laki) sebagai operator mesin, serta 2 orang pekerja perempuan lainnya yang memiliki bias gender rendah (100% dari total pekerja perempuan) pada jenis pekerjaan operator.

Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Jenis Pekerjaan, dan Stereotip Gender, CV.Mekar Plastik Industri, 2009

Jenis Kelamin Jenis Pekerjaan

Stereotip Gender

Bias gender tinggi Bias gender rendah Jumlah Persentase Jumlah Persentase

Laki-laki Operator Mesin 25 83,3 0 0 Operator Packing 5 16,7 0 0

Total 30 100 0 0

Perempuan Operator Mesin 0 0 0 0 Operator Packing 28 93,3 2 6,7

Total 28 93,3 2 6,7

Sebagian besar pekerja memiliki bias gender yang tinggi karena menganggap bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah lembut dan tidak cocok bekerja di sektor publik dibandingkan dengan laki-laki yang dianggap sebagai kepala keluarga pencari nafkah yang kuat dan pemimpin. Hal ini membuktikan bahwa pandangan masyarakat khususnya pekerja masih sangat didominasi oleh akar budaya sosial maupun kultural mengenai gender.

Adapun perempuan yang memiliki bias gender rendah beranggapan bahwa perempuan boleh saja bekerja membantu suami dan tidak harus memiliki sifat yang manja dan lemah lembut. Seperti yang dikatakan oleh salah seorang karyawati bernama IMT, 38 tahun, CV. Mekar Plastik Industri berikut:

“Perempuan jaman sekarang mah ga boleh manja neng..kalo manja- manja aja ga bisa makan dong..gaji suami paling berapa sih? ga cukup buat makan dan keperluan lain sebulan....” (IMT, 38 tahun, Karyawati CV. Mekar Plastik Industri)

Penempatan posisi jenis pekerjaan ini, dipertimbangkan juga oleh pihak perusahaan berdasarkan stereotip gender pihak perusahaan dan pengalaman. Pihak perusahaan menganggap bahwa perempuan tidak cocok untuk bekerja kasar dan mengendalikan mesin-mesin berat seperti yang dilakukan laki-laki. Pekerjaan

operator mesin adalah pekerjaan yang membutuhkan tenaga kuat, kasar, dan tangkas seperti yang dimiliki laki-laki, sedangkan pekerjaan operator packing

hanya membutuhkan keterampilan dan ketelitian seperti yang dimiliki perempuan. Pembagian jenis pekerjaan secara seksual yang didasarkan pada streotip gender ini mengakibatkan terjadinya marginalisasi perempuan atau peminggiran, dan biasanya perempuan menjadi korban yang tidak dapat berbuat apa-apa. Dengan adanya pembagian kerja secara seksual tersebut, perempuan sudah berada dalam posisi yang termarjinalisasikan (mengalami marginalisasi-ketidakadilan gender) dan tidak dapat melakukan apa-apa untuk mendapatkan haknya secara penuh sesuai dengan yang peraturan perusahaan dan undnag-undang tentang ketenagakerjaan karena takut dipecat.

Marginalisasi perempuan dalam perusahaan menjadi lebih kuat dengan kurangnya pemahaman pekerja terhadap kewajiban dan hak-haknya sebagai pekerja, sehingga perempuan menerima ketimpangan yang tidak dapat dielakkan. Pada Tabel 13 ditunjukkan komposisi jumlah responden pekerja CV. Mekar Plastik Industri berdasarkan jenis kelamin, status pekerja, dan jenis pekerjaan.

Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Jenis Pekerjaan, dan Status Kerja, CV.Mekar Plastik Industri, 2009

Jenis Kelamin Status Pekerja

Jenis Pekerjaan

Operator Mesin Operator Packing Jumlah Persentase Jumlah Persentase

Laki-laki Pekerja Tetap 19 63,3 0 0 Harian Lepas 6 20,0 5 16,7

Total 25 83,3 5 16,7

Perempuan Pekerja Tetap 0 0 14 46,7 Harian Lepas 0 0 16 53,3

Total 0 0 30 100

Berdasarkan Tabel 13 dapat disimpulkan bahwa jumlah pekerja laki-laki dengan status pekerja tetap (63,3%) lebih tinggi lebih banyak daripada jumlah pekerja perempuan yang berstatus pekerja tetap (46,7%). Hal ini dipengaruhi juga oleh adanya pembagian kerja secara seksual yang dilakukan oleh perusahaan

kepada pekerja. Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa persentase jumlah pekerja perempuan ditempatkan pada bagian operator packing dengan tingkat kerentanan dipecat yang tinggi (harian lepas) lebih besar (100%) dibandingkan laki-laki yang hanya 16,7%.

Untuk dapat melihat kondisi kerja, tidak hanya perlu diperhatikan stereotip gender dan pembagian kerja secara seksualnya saja, namun juga perlu dilihat status pekerja tersebut dalam perusahaan. Pada Tabel 14 disajikan data komposisi jumlah responden berdasarkan jenis kelamin, status pekerja, dan kondisi kerja.

Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Status Kerja, dan Kondisi Kerja, CV.Mekar Plastik Industri, 2009

Jenis

Kelamin Status Pekerja

Kondisi Kerja

Total Baik Tidak Baik Jumlah Persentase Jumlah Persentase

Laki-laki Pekerja Tetap 14 73,7 5 26,3 19 (100%) Pekerja Harian Lepas 0 0 11 100 11 (100%) Perempuan Pekerja Tetap 14 100 0 0 14 (100%) Pekerja Harian Lepas 0 0 16 100 16 (100%)

Berdasarkan pada Tabel 14 dapat disimpulkan bahwa jumlah pekerja laki- laki dan perempuan yang berstatus pekerja tetap memiliki proporsi yang tetap dengan kondisi kerja yang baik, namun jika dibandingkan dengan yang berstatus harian lepas, pekerja perempuan memiliki proporsi yang lebih banyak dibandingkan pekerja laki-laki yang berstatus harian lepas, yaitu 100% secara keseluruhan pekerja perempuan. Ketidakadilan gender ini terlihat pada perbedaan upah antara pekerja harian lepas laki-laki dan pekerja harian lepas perempuan. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, upah yang diberikan perusahaan kepada pekerja tetap sebesar Rp.31.000,- per hari dengan jumlah yang sama antara pekerja laki-laki dan perempuan, namun upah yang diberikan perusahaan kepada pekerja harian lepas laki-laki sebesar Rp.31.000,- per hari dan Rp.25.000,- per

hari untuk pekerja perempuan. Perbedaan ini juga terlihat pada pemberian jaminan kerja dari perusahaan yang diberikan berdasarkan status kerja pekerja tersebut, dan ini didasarkan juga oleh adanya stereotip gender yang memandang bahwa laki-laki memiliki tanggung jawab dan jumlah tanggungan keluarga yang lebih besar dibandingka pekerja perempuan.

Jika disimpulkan secara umum dan logis, hubungan antara stereotip gender, pembagian kerja secara seksual, dan status pekerja saling berpengaruh, namun jika diuji, pembagian kerja secara seksual tidak memiliki hubungan langsung dengan kondisi kerja pekerja itu sendiri karena memiliki nilai p value pada kolom sig. (2 tailed) sebesar 0,228>0,05 level of significant (α) sehingga Ho diterima (pembagian kerja secara seksual tidak berkorelasi dengan kondisi kerja).

Jika dilakukan pengujian korelasi antara status pekerja dengan kondisi kerja, terlihat nilai p value pada kolom sig. (2 tailed) sebesar 0,000<0,05 level of significant (α) sehingga Ha diterima (pembagian kerja secara seksual berkorelasi dengan kondisi kerja) dengan keeratan korelasi yang sangat kuat sebesar 0,846, namun perlu diingat bahwa status pekerja (pekerja tetap atau harian lepas) tetap dipengaruhi oleh adanya stereotip gender dan pembagian secara seksual.

Dengan adanya stereotip gender antara pekerja dan perusahaan yang menganggap bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah dan tidak dapat bekerja kasar, sebagian besar pekerja perempuan ditempatkan pada pekerjaan di

bagian operator packing, dengan status pekerja yang rentan akan tindak

pemecatan (harian lepas) karena pekerjaan tersebut dianggap sepele oleh pihak perusahaan, sedangkan laki-laki sebagian besar ditempatkan pada pekerjaan di bagian mesin yang tidak rentan terhadap tindak pemecatan (pekerja tetap) karena dianggap cocok bekerja di bagian tersebut yang membutuhkan tenaga kasar dan kuat seperti yang dimiliki kaum laki-laki.

Jadi, sudah jelas bahwa yang berpengaruh pada terhadap kondisi kerja pekerja itu adalah status pekerja, yang juga merupakan alat ukur kondisi kerja pekerja dalam perusahaan, disertai dengan pengaruh stereotip gender dan pembagian kerja secara seksual.

Dokumen terkait